Khutbah: Karakter Muslim dan Muhajir Sejati
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ.
KHUTBAH PERTAMA
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Di
tengah hiruk pikuk kehidupan modern ini, kita sering menyaksikan realitas yang
memilukan.
Banyak
dari kita yang mengaku Muslim, namun perilaku kita, ucapan kita, dan bahkan
tindakan kita jauh dari gambaran ideal seorang mukmin sejati.
Ada
kebiasaan mudah menyakiti sesama, baik melalui lisan yang tajam maupun tindakan
yang merugikan.
Lebih
parah lagi, ada kecenderungan untuk terjebak dalam dosa dan kemaksiatan,
seolah-olah kita lupa akan esensi hijrah yang sesungguhnya.
Kenyataan
ini menunjukkan adanya kesenjangan antara pengakuan iman dan manifestasi amal.
Kita
membutuhkan pengingat yang kuat, sebuah landasan fundamental yang
mendefinisikan siapa sebenarnya seorang Muslim dan seorang Muhajir.
Kita
membutuhkan panduan yang mengembalikan kita pada fitrah ajaran Islam yang damai
dan penuh rahmat.
Hari ini, kita akan merenungkan sebuah hadits agung dari Rasulullah ﷺ yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhu. Hadits ini adalah pondasi akhlak dan manifestasi iman yang sangat esensial.
Hadits ini menguraikan dua ciri utama yang membedakan seorang Muslim sejati. Untuk itu, perkenankan kami menyampaikan khutbah:
Karakter Muslim dan Muhajir Sejati
Kita
akan menguraikan hadits ini secara bertahap, menyelami maknanya yang mendalam,
dan menjadikannya pedoman hidup kita.
Nash haditsnya yaitu, dari Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
الْمُسْلِمُ مَنْ
سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا
نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
“Seorang Muslim adalah orang yang kaum Muslimin selamat dari lisan dan
tangannya, dan seorang muhajir (yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan
apa yang dilarang oleh Allah.”
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Hadits
yang mulia ini adalah cermin bagi setiap kita yang mengaku beriman. Ia
mengajarkan hakikat Islam yang sesungguhnya: sebuah agama yang membawa
kedamaian, bukan kerusakan.
Mari
kita telaah setiap perkataan dalam hadits ini, meresapi maknanya agar kita
dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ
Artinya: Seorang Muslim adalah orang yang kaum Muslimin
selamat
Potongan hadits ini memberikan definisi yang sangat
fundamental tentang identitas seorang Muslim.
Bukan hanya sekadar pengucapan syahadat atau pelaksanaan
ritual formal, namun inti dari keislaman adalah memberikan rasa aman dan damai
kepada sesama Muslim.
Ini adalah ujian nyata dari kualitas iman seseorang.
Keislaman tidak hanya bersifat vertikal (hubungan dengan Allah) tetapi juga
horizontal (hubungan dengan manusia).
Jika keislaman kita tidak membawa keselamatan bagi orang
lain, maka kita harus mempertanyakan kembali sejauh mana pemahaman kita tentang
ajaran Rasulullah ﷺ.
Kemudian, potongan hadits
مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ،
Artinya: dari lisan dan tangannya
Lisan (ucapan) dan tangan (tindakan) adalah dua alat utama
yang digunakan manusia untuk berinteraksi dan beraktivitas.
Selamatnya kaum Muslimin dari lisan seseorang berarti ia
menjaga ucapannya dari ghibah, fitnah, cacian, dusta, atau segala ucapan yang
menyakitkan.
Selamatnya kaum Muslimin dari tangannya berarti ia tidak
melakukan kekerasan fisik, mencuri, berbuat zalim, atau melakukan tindakan
merugikan lainnya.
Keduanya adalah manifestasi dari akhlak yang mulia.
Menyakiti orang lain, baik dengan lisan maupun tangan, adalah indikasi nyata
dari rapuhnya keimanan seseorang.
Pada potongan hadits:
وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا
نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Yang artinya: dan seorang muhajir (yang berhijrah) adalah
orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah
Dijelaskan bahwa hijrah tidak hanya berarti perpindahan
fisik dari satu tempat ke tempat lain.
Hijrah yang sesungguhnya adalah perpindahan spiritual dan
moral: meninggalkan segala bentuk kemaksiatan dan larangan Allah.
Ini adalah inti dari pertobatan yang tulus dan komitmen
untuk taat.
Muhajir sejati adalah mereka yang secara sadar dan
konsisten menjauhi dosa, hawa nafsu, dan segala sesuatu yang dibenci oleh
Allah.
Mereka berhijrah dari kehidupan yang gelap menuju cahaya
ketaatan.
Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,
Hadits ini adalah panduan yang jelas. Ia mengajak kita
untuk tidak hanya menjadi Muslim dalam nama, tetapi Muslim yang memberikan
manfaat dan keamanan bagi lingkungan sekitar, sekaligus menjadi Muhajir yang
berani meninggalkan segala bentuk kemaksiatan.
Inilah definisi paripurna dari seorang mukmin.
Faedah Hadits Berdasarkan
Urutan Perkataan
Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,
Dari
setiap perkataan hadits yang telah kita urai, tersimpan pelajaran berharga yang
harus kita jadikan pegangan hidup.
Mari
kita dalami lebih jauh, dan jadikan hadits ini sebagai peta jalan menuju
kebahagiaan hakiki.
Pelajaran Pertama:
Menjadi Muslim yang Memberi Keselamatan (Al-Muslimu man salimal
muslimuna)
Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,
Pelajaran pertama dari hadits ini adalah bahwa esensi
keislaman kita tidak terukur hanya dari kuantitas ibadah kita, melainkan dari
sejauh mana kehadiran kita memberikan rasa aman bagi orang lain.
Jika kita mengaku Muslim, namun kehadiran kita justru
menimbulkan ketidaknyamanan, ketakutan, atau kerugian bagi sesama, maka kita
belum memahami makna sejati dari rahmatan lil ‘alamin.
Kehadiran seorang Muslim seharusnya seperti oase di padang
pasir: menyejukkan dan memberikan kehidupan. Nabi ﷺ bersabda dalam hadits
lain:
الْمُؤْمِنُ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى
دِمَائِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ
“Seorang mukmin adalah orang yang manusia merasa aman
atas darah (jiwa) dan harta mereka.” (HR. Ahmad (24013), Al-Bazzar (3752),
dan Ath-Thabrani (18/309) (796))
Pelajaran ini mengajarkan kita untuk selalu berintrospeksi:
apakah kita membawa manfaat atau mudarat?
Apakah kata-kata kita membangun atau menghancurkan? Mari
kita tanamkan niat untuk menjadi individu yang kehadirannya senantiasa dinanti
karena membawa kedamaian.
Pelajaran ke-2:
Menjaga Lisan dan Tangan: Manifestasi Iman Sejati (min
lisanihi wa yadihi)
Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,
Puncak dari menjadi Muslim yang memberikan keselamatan
terletak pada kemampuan kita mengendalikan lisan dan tangan.
Lisan adalah pedang yang lebih tajam dari senjata. Fitnah,
ghibah, ucapan kasar, dan sumpah serapah seringkali merusak persaudaraan dan
hati lebih dalam dari luka fisik. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
مَا يَلْفِظُ مِنْ
قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada
di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS. Qaf: 18)
Sementara itu, tangan kita tidak boleh digunakan untuk
mencuri, berbuat zalim, menipu, atau menyakiti fisik orang lain.
Tanggung jawab kita adalah menggunakan tangan untuk
kebaikan, untuk memberi, untuk membantu, dan untuk bekerja yang halal.
Mari kita jaga lisan kita dari ucapan kotor, dan tangan
kita dari perbuatan zalim.
Ini adalah dua penjaga utama yang akan menentukan
keselamatan kita di dunia dan akhirat.
Pelajaran ke-3:
Hijrah Sejati: Meninggalkan Larangan Allah (wal
muhajiru man hajara ma nahallahu ‘anhu)
Bagian kedua hadits ini memberikan definisi hijrah yang
melampaui makna fisik. Hijrah yang sesungguhnya adalah hijrah dari dosa
menuju ketaatan.
Seorang muhajir sejati adalah mereka yang memiliki
keberanian dan tekad kuat untuk meninggalkan segala sesuatu yang dilarang oleh
Allah.
Ini adalah proses yang berkelanjutan, sebuah perjuangan
(jihad) melawan hawa nafsu dan bisikan syaitan. Rasulullah ﷺ bersabda:
وَالْمُجَاهِدُ مَنْ
جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللَّهِ
“Dan seorang mujahid adalah orang yang berjihad melawan
hawa nafsunya dalam ketaatan kepada Allah.” (HR Ahmad (24013), Al-Bazzar
(3752), dan Ath-Thabrani (18/309) (796))
Hijrah dari riba, hijrah dari maksiat, hijrah dari
pergaulan buruk, hijrah dari kemalasan dalam ibadah.
Inilah bentuk hijrah yang paling agung.
Ia membutuhkan tekad yang kuat, keikhlasan, dan kesadaran
bahwa hidup ini adalah perjalanan menuju Allah.
Mari kita tingkatkan kualitas hijrah kita setiap hari,
dengan senantiasa meninggalkan apa yang Allah larang dan mendekatkan diri pada
ridha-Nya.
Penutup Khutbah Pertama
Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,
Secara keseluruhan, hadits dari Abdullah bin Amr
radhiyallahu 'anhu ini mengajarkan bahwa Islam bukanlah sekadar label,
melainkan sebuah perilaku nyata yang membawa keselamatan.
Seorang Muslim sejati adalah mereka yang menjaga lisan dan
tangannya dari menyakiti orang lain.
Pada saat yang sama, definisi hijrah yang paling otentik
adalah kesungguhan untuk meninggalkan segala yang Allah larang.
Hadits ini menegaskan tanggung jawab kita untuk menjadi
agen kedamaian dan individu yang berkomitmen penuh untuk menjauhi kemaksiatan,
mendekatkan diri kepada Allah, dan menjadikan diri kita bermanfaat bagi sesama.
أَقُولُ قَوْلِي هَذَا،
وَأَسْتَغْفِرُ ٱللَّهَ لِي وَلَكُمْ وَلِجَمِيعِ ٱلْمُسْلِمِينَ وَٱلْمُسْلِمَاتِ،
فَٱسْتَغْفِرُوهُ، إِنَّهُ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ.
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ.
Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,
Hadits yang telah kita kaji bersama adalah sebuah ajaran
yang sangat praktis, yang mengajak kita untuk mengubah cara pandang kita
terhadap keislaman.
Keimanan bukanlah sesuatu yang abstrak, melainkan terwujud
dalam perilaku kita sehari-hari, terutama bagaimana kita berinteraksi dengan
orang lain.
Jika kita ingin merasakan manisnya iman, mulailah dengan
menjaga lisan kita.
Sebelum berbicara, tanyakan pada diri sendiri:
Apakah ucapan ini bermanfaat?
Apakah ini akan menyakiti orang lain?
Begitu pula dengan tangan kita. Jauhkan tangan dari hal-hal
yang haram dan zalim.
Selanjutnya, mari kita jadikan hijrah sebagai gaya hidup.
Hijrah bukan hanya cerita masa lalu, tetapi tindakan nyata
untuk menjauhi dosa hari ini.
Setiap kali kita tergoda untuk melakukan maksiat, ingatlah
bahwa hijrah sejati adalah meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.
Jadilah muhajir yang teguh.
Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita, karena hanya dengan
takwa, kita dapat mengamalkan hadits ini dengan baik.
Semoga Allah menjadikan kita Muslim yang memberikan
keselamatan dan Muhajir yang konsisten dalam ketaatan.
Marilah kita akhiri khutbah ini dengan memohon kepada Allah
ﷻ agar memberikan taufik untuk mengamalkan hadits ini dalam hidup
kita, serta menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang mulia di dunia dan akhirat.
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا
مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ بِرَحْمَتِكَ، وَاجْعَلْ خَيْرَ أَيَّامِنَا يَوْمَ
نَلْقَاكَ، وَاخْتِمْ لَنَا بِالْإِيمَانِ وَحُسْنِ الْخَاتِمَةِ.
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk penghuni surga dengan
rahmat-Mu. Jadikanlah hari terbaik kami adalah hari ketika kami berjumpa
dengan-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan beriman serta dengan akhir yang
baik.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدَّعْوَاتِ
Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, kaum Muslimin dan Muslimat,
mukminin dan mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat. Sungguh
Engkau Maha Mendengar, Maha Dekat, dan Maha Mengabulkan doa.
Ya Allah, jadikanlah kami hamba-Mu yang menjaga lisan dan tangan, serta
berilah kami kekuatan untuk menjauhi segala larangan-Mu.
Ya Allah, limpahkanlah rahmat dan hidayah-Mu kepada para ulama kami,
para penuntut ilmu, dan seluruh umat Islam. Lindungilah mereka dari segala
keburukan dan jadikanlah ilmu mereka bermanfaat.
[Doa Sapu Jagat dan Penutup]
رَبَّنَا آتِنَا فِي
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Walhamdulillahi rabbil ‘alamin.
عِبَادَ اللَّهِ، إِنَّ
اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ
وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى
نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ.