Kajian Fikih Istinja (Zaadul Mustaqni)

 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ.

Bapak, Ibu, dan Saudara sekalian yang dirahmati Allah,

Pernahkah kita perhatikan, dalam kehidupan sehari-hari, betapa seringnya kita menganggap sepele hal-hal kecil yang sebenarnya sangat penting? Kita mungkin sering sibuk mengejar kesuksesan dunia, sibuk dengan pekerjaan, atau sibuk dengan urusan sosial, sampai lupa pada hal-hal mendasar yang diajarkan dalam agama kita. Salah satunya adalah adab kebersihan.

Di masyarakat kita, masih banyak yang menganggap urusan buang hajat sebagai sesuatu yang jorok dan tidak perlu dibahas. Akibatnya, kita sering melihat masalah-masalah kecil yang berujung pada masalah besar: toilet umum yang kotor, kebiasaan buang sampah sembarangan, atau bahkan kurangnya perhatian terhadap kebersihan pribadi. Sebagian dari kita mungkin tidak tahu bagaimana cara bersuci yang benar, atau menganggapnya hanya sebatas "bersih secara fisik" saja.

Padahal, dalam Islam, kebersihan itu bukan sekadar urusan fisik, tapi juga urusan hati, urusan iman. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Kebersihan itu sebagian dari iman." Ini artinya, kalau iman kita ingin sempurna, kebersihan kita juga harus sempurna.

Di sinilah letak urgensi kita mempelajari adab istinja' ini. Matan yang akan kita kaji hari ini bukanlah sekadar panduan teknis tentang cara membersihkan diri setelah buang hajat. Lebih dari itu, matan ini mengajarkan kita tentang:

  • Menghargai Diri Sendiri dan Orang Lain: Dengan menjaga privasi, menjauh dari tempat umum, dan tidak mengotori lingkungan, kita menunjukkan bahwa kita menghargai diri kita dan orang-orang di sekitar kita.

  • Mencintai Kebersihan: Hadits ini memberikan panduan yang sangat rinci tentang bagaimana menjaga kebersihan secara maksimal, bahkan dalam keadaan darurat sekalipun. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sangat mencintai kebersihan.

  • Memahami Fikih Ibadah: Adab ini sangat erat kaitannya dengan sah atau tidaknya ibadah kita. Bagaimana mungkin kita bisa shalat dengan khusyuk kalau pakaian atau tubuh kita masih terkena najis karena salah bersuci?

Jadi, marilah kita jadikan kajian ini sebagai momen untuk memperbaiki diri. Mari kita pelajari setiap adab, setiap sunah, dan setiap larangan yang ada dalam matan ini, bukan hanya untuk menambah ilmu, tapi untuk kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena sesungguhnya, menjaga kebersihan adalah cerminan dari iman kita dan menjaga kehormatan diri.

Semoga Allah SWT memberkahi majelis kita hari ini. Mari kita mulai kajian ini dengan niat tulus untuk mencari ridha Allah.


 بَابُ الاِسْتِنْجَاءِ

 Bab Istinja

يُسْتَحَبُّ عِنْدَ دُخُولِ الْخَلَاءِ قَوْلُ: بِاسْمِ الله، أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ،

Disunahkan (dianjurkan) bagi seseorang saat masuk toilet untuk mengucapkan: Bismillah, a’udzu billahi minal khubutsi wal khabaa’its (Dengan nama Allah, aku berlindung kepada-Nya dari setan laki-laki dan setan perempuan).

وَعِنْدَ الْخُرُوجِ مِنْهُ: غُفْرَانَكَ، الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنِّيَ الْأَذَى وَعَافَانِي.

Dan saat keluar, dianjurkan mengucapkan: Ghufranaka, alhamdulillahilladzi adzhaba ‘anniyal adzaa wa ‘aafani (Aku memohon ampunan-Mu, segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kotoran dariku dan memberiku kesehatan).

. وَتَقْدِيمُ رِجْلِ الْيُسْرَى دُخُولًا، وَالْيُمْنَى خُرُوجًا، عَكْسُ مَسْجِدٍ وَنُعْلٍ،

Selain itu, disunahkan untuk mendahulukan kaki kiri saat masuk dan kaki kanan saat keluar, kebalikan dari masuk masjid atau memakai sandal.

وَاعْتِمَادُهُ عَلَى رِجْلِ الْيُسْرَى، وَبُعْدُهُ فِي فَضَاءِ، وَاسْتِتَارُهُ، وَارْتِيَادُهُ لِبَوْلِهِ مَكَانًا رُخْوًا،

Disunahkan juga untuk bersandar pada kaki kiri saat buang hajat, bersembunyi dari pandangan orang lain, dan mencari tempat yang empuk untuk buang air kecil.

وَمَسْحُهُ بِيَدِهِ الْيُسْرَى إِذَا قَطَعَ مِنْ بَوْلِهِ مِنْ أَصْلِ ذَكَرِهِ إِلَى رَأْسِهِ ثَلَاثًا، وَنَتْرُهُ ثَلَاثًا، وَتَحَوُّلُهُ مِنْ مَوْضِعِهِ لِيَسْتَنْجِيَ (إِنْ خَافَ تَلَوُّثًا).

Setelah selesai buang air kecil, dianjurkan untuk mengurut kemaluan dari pangkal sampai ujungnya sebanyak tiga kali dengan tangan kiri, lalu menariknya tiga kali, kemudian berpindah tempat untuk beristinja’ jika khawatir terkena najis.


Hal-Hal yang Diharamkan Saat Buang Hajat

 وَيَحْرُمُ دُخُولُ مَحِلٍّ يُذْكَرُ فِيهِ اللهُ تَعَالَى إِلَّا لِحَاجَةٍ، وَرَفْعُ ثَوْبِهِ قَبْلَ دُنُوِّهِ مِنَ الْأَرْضِ، وَكَلَامُهُ فِيهِ، وَبَوْلُهُ فِي شَيْءٍ وَنَحْوِهِ، وَمَسْحُ فَرْجِهِ بِيَمِينِهِ، وَاسْتِنْجَاؤُهُ وَاسْتِجْمَارُهُ بِهَا،

Diharamkan masuk ke tempat di mana nama Allah SWT disebut-sebut kecuali dalam keadaan darurat. Haram juga menyingkap pakaian sebelum mendekati tanah (tempat buang hajat), berbicara di dalam toilet, buang air kecil di dalam wadah, mengusap kemaluan dengan tangan kanan, serta beristinja’ dan beristijmar (membersihkan) dengannya.


Adab Buang Hajat di Luar Ruangan dan Tata Cara Bersuci

وَيَحْرُمُ اسْتِقْبَالُ الْقِبْلَةِ وَاسْتِدْبَارُهَا فِي غَيْرِ بِنَاءٍ، وَلَهُ فَوْقَ حَاجَتِهِ، وَبَوْلُهُ فِي طَرِيقٍ، وَظِلٍّ نَافِعٍ، وَتَحْتَ شَجَرَةٍ عَلَيْهَا ثَمَرٌ

Diharamkan menghadap atau membelakangi kiblat saat buang hajat di tempat terbuka. Diharamkan juga buang hajat di jalan, di tempat berteduh yang biasa digunakan orang, dan di bawah pohon yang sedang berbuah.

. وَيَسْتَجْمِرُ، ثُمَّ يَسْتَنْجِي بِالْمَاءِ، وَيُجْزِئُهُ الاِسْتِجْمَارُ إِنْ لَمْ يَنْقُضِ الْخَارِجُ مَوْضِعَ الْعَادَةِ.

Dianjurkan untuk beristijmar (membersihkan dengan batu atau sejenisnya) terlebih dahulu, kemudian beristinja’ (membersihkan dengan air). Cukup beristijmar saja sudah sah jika kotoran yang keluar tidak melebihi batas tempat keluarnya.


Syarat Benda untuk Beristijmar

وَيُشْتَرَطُ لِلاِسْتِجْمَارِ بِأَحْجَارٍ وَنَحْوِهَا: (1) أَنْ يَكُونَ طَاهِرًا (2) مُنَقِّيًا غَيْرَ عِظَامٍ وَرَوْثٍ وَطَعَامٍ وَمُكَرَّمٍ وَمُفَصَّلٍ بِحَيَوَانٍ (3) وَأَنْ يَمْسَحَ ثَلَاثَ مَسَاحَاتٍ مُنَقِّيَةٍ فَأَكْثَرَ، وَلَوْ بِحَجَرٍ ذِي شُعَبٍ قَطَعَهُ عَلَى وَتْرٍ.

Ada beberapa syarat untuk beristijmar dengan batu atau sejenisnya:

1.   Benda tersebut harus suci dan dapat membersihkan.

2.   Tidak boleh menggunakan tulang, kotoran hewan, makanan, benda yang dimuliakan (seperti kertas bertuliskan ayat Al-Qur'an), dan benda yang ada bagian tubuh hewan.

3.   Dan hendaknya mengusap tiga kali usapan yang membersihkan atau lebih, meskipun dengan satu batu yang memiliki beberapa sisi, dengan jumlah ganjil.


Hal-Hal yang Boleh Disucikan dan Ketentuan Benda Pembersih

وَيَجُوزُ الاِسْتِنْجَاءُ لِكُلِّ خَارِجٍ إِلَّا الرِّيحَ، وَلَا يَصِحُّ مُنْفَصِلٌ وَلَا مَوْضُوعٌ.

Beristinja’ (membersihkan dengan air) diperbolehkan untuk setiap kotoran yang keluar, kecuali angin. Tidak sah membersihkan dengan benda yang sudah terpisah atau benda yang diletakkan.


Arti dan Penjelasan per Perkataan


بَابُ الاِسْتِنْجَاءِ

Bab Istinja' (Buang Hajat)

Istilah istinja' secara bahasa berarti membersihkan diri dari sesuatu yang keluar dari jalan belakang atau depan. Secara istilah syariat, ini merujuk pada tata cara membersihkan diri setelah buang air kecil atau buang air besar. Pembahasan ini sangat penting dalam fikih karena berkaitan langsung dengan keabsahan ibadah, terutama shalat yang mensyaratkan kesucian diri dari najis.


يُسْتَحَبُّ عِنْدَ دُخُولِ الْخَلَاءِ قَوْلُ: بِاسْمِ الله، أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ

Disunahkan (dianjurkan) saat masuk ke toilet untuk mengucapkan: "Dengan nama Allah, aku berlindung kepada-Nya dari setan laki-laki dan setan perempuan."

Perkataan ini adalah doa masuk ke toilet yang berfungsi sebagai permohonan perlindungan dari Allah SWT. Toilet atau tempat buang hajat adalah tempat yang kotor dan seringkali dihuni oleh jin atau setan. Dengan membaca doa ini, seseorang memohon agar dirinya dilindungi dari gangguan atau godaan setan yang bisa menyertainya di tempat tersebut. Mengucapkan basmalah di awal juga berfungsi sebagai penutup aurat dari pandangan jin dan setan.

Hal ini menunjukkan betapa Islam memperhatikan adab dan kesucian bahkan dalam hal-hal yang dianggap sepele, mengajarkan bahwa setiap aktivitas, termasuk yang bersifat pribadi, harus dimulai dengan mengingat Allah SWT.


وَعِنْدَ الْخُرُوجِ مِنْهُ: غُفْرَانَكَ، الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنِّيَ الْأَذَى وَعَافَانِي.

Dan saat keluar darinya, (mengucapkan): "Aku memohon ampunan-Mu, segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kotoran dariku dan memberiku kesehatan."

Doa ini diucapkan setelah selesai dari hajat sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah. Ungkapan "Ghufranaka" (Aku memohon ampunan-Mu) mengandung makna permohonan ampun atas kelalaian dalam bersyukur atau mengingat Allah saat di dalam toilet. Ini juga dapat dimaknai sebagai pengakuan atas ketidakmampuan manusia untuk mensyukuri nikmat Allah dengan sempurna. Sedangkan ungkapan "Alhamdulillah..." adalah wujud rasa syukur atas nikmat terbesar berupa kesehatan. Nikmat bisa buang air dengan lancar adalah nikmat yang sering terabaikan. Doa ini mengingatkan kita untuk selalu bersyukur. Ini juga menunjukkan bahwa kesehatan tidak hanya terbatas pada kondisi fisik secara umum, tetapi juga mencakup fungsi-fungsi tubuh yang berjalan normal, seperti sistem pencernaan dan pembuangan.


وَتَقْدِيمُ رِجْلِ الْيُسْرَى دُخُولًا، وَالْيُمْنَى خُرُوجًا، عَكْسُ مَسْجِدٍ وَنُعْلٍ

Dan mendahulukan kaki kiri saat masuk, dan kaki kanan saat keluar, kebalikan dari (masuk) masjid dan (memakai) sandal.

Ini adalah adab yang diajarkan dalam Islam untuk membedakan antara tempat yang mulia dan tempat yang kurang mulia. Kaki kanan didahulukan untuk memasuki tempat-tempat yang suci dan mulia, seperti masjid, atau saat melakukan perbuatan baik. Sementara itu, kaki kiri didahulukan untuk masuk ke tempat-tempat yang kurang mulia, seperti toilet. Ini menunjukkan penghargaan terhadap tempat-tempat suci dan menjaga konsistensi dalam adab. Ini juga berlaku untuk hal lain, seperti memakai sandal atau pakaian, di mana bagian kanan lebih diutamakan.


وَاعْتِمَادُهُ عَلَى رِجْلِ الْيُسْرَى، وَبُعْدُهُ فِي فَضَاءِ، وَاسْتِتَارُهُ

Dan bersandar pada kaki kiri, dan menjauh di tempat terbuka, serta menutupi diri.

Adab bersandar pada kaki kiri saat buang hajat adalah salah satu sunah yang dianjurkan. Sementara itu, adab menjauh dan menutupi diri (istitar) menunjukkan pentingnya menjaga privasi dan aurat, bahkan saat buang hajat di tempat terbuka. Menjauh dari keramaian bertujuan agar tidak terlihat oleh orang lain dan tidak mengganggu kenyamanan mereka. Menutupi diri, misalnya dengan bersembunyi di balik semak-semak atau tembok, adalah cara untuk menjaga kehormatan diri. Keterangan "(2)" pada matan mengacu pada catatan kaki yang menunjukkan adanya varian redaksi atau rujukan lain dalam naskah aslinya. Ini menunjukkan pentingnya menjaga privasi. Adab ini mengajarkan kita tentang rasa malu yang merupakan bagian dari keimanan.


وَارْتِيَادُهُ لِبَوْلِهِ مَكَانًا رُخْوًا، وَمَسْحُهُ بِيَدِهِ الْيُسْرَى إِذَا قَطَعَ مِنْ بَوْلِهِ مِنْ أَصْلِ ذَكَرِهِ إِلَى رَأْسِهِ ثَلَاثًا، وَنَتْرُهُ ثَلَاثًا، وَتَحَوُّلُهُ مِنْ مَوْضِعِهِ لِيَسْتَنْجِيَ (إِنْ خَافَ تَلَوُّثًا).

Dan mencari tempat yang empuk untuk buang air kecil, dan mengurut dengan tangan kiri dari pangkal kemaluan sampai ujungnya tiga kali, lalu menariknya tiga kali, dan berpindah dari tempatnya untuk beristinja' (jika khawatir terkena najis).

Mencari tempat yang empuk (rukhwan) saat buang air kecil di tempat terbuka bertujuan agar air kencing tidak memercik kembali ke badan atau pakaian. Ini adalah bentuk kehati-hatian dalam menjaga kesucian. Mengurut dan menarik kemaluan setelah buang air kecil adalah salah satu cara untuk memastikan sisa-sisa air kencing keluar sepenuhnya. Ini disebut istibra' (membersihkan sisa) dan tujuannya adalah mencegah najis keluar setelah berwudhu. Berpindah tempat untuk beristinja' jika khawatir terjadi percikan bertujuan untuk menjamin kebersihan tempat istinja'. Ini adalah bentuk kehati-hatian dalam menjaga kebersihan dan kesucian, yang merupakan syarat sahnya shalat.


وَيَحْرُمُ دُخُولُ مَحِلٍّ يُذْكَرُ فِيهِ اللهُ تَعَالَى إِلَّا لِحَاجَةٍ

Dan diharamkan masuk ke tempat yang di dalamnya disebut nama Allah Ta’ala, kecuali dalam keadaan darurat.

Perkataan ini merujuk pada larangan membawa benda-benda yang mengandung nama Allah, seperti mushaf Al-Qur'an atau cincin berlafadz Allah, ke dalam toilet. Ini adalah bentuk pengagungan terhadap nama Allah. Namun, ada pengecualian jika ada kebutuhan yang mendesak, misalnya karena tidak ada tempat untuk menitipkan benda tersebut. Hal ini menunjukkan pentingnya memuliakan nama-nama Allah dan menjaganya dari tempat-tempat yang tidak layak. Hukum ini mencerminkan rasa hormat yang tinggi. ini adalah aturan yang menunjukkan rasa hormat yang tinggi terhadap kesucian dan nama Allah.


وَرَفْعُ ثَوْبِهِ قَبْلَ دُنُوِّهِ مِنَ الْأَرْضِ، وَكَلَامُهُ فِيهِ، وَبَوْلُهُ فِي شَيْءٍ وَنَحْوِهِ، وَمَسْحُ فَرْجِهِ بِيَمِينِهِ، وَاسْتِنْجَاؤُهُ وَاسْتِجْمَارُهُ بِهَا

Dan (haram) menyingkap pakaiannya sebelum mendekati tanah, berbicara di dalamnya, buang air kecil di wadah, mengusap kemaluannya dengan tangan kanan, dan beristinja' serta beristijmar dengannya.

Perkataan ini menjelaskan beberapa larangan saat buang hajat. Menyingkap pakaian sebelum mendekati tempat buang hajat adalah haram karena membuka aurat tanpa kebutuhan. Berbicara di dalam toilet adalah makruh, dan sebagian ulama mengharamkannya, karena tempat itu tidak pantas untuk berbicara. Buang air kecil di wadah haram jika itu adalah wadah yang digunakan untuk minum atau makan. Mengusap atau membersihkan kemaluan dengan tangan kanan adalah perbuatan yang diharamkan sebagai bentuk penghormatan terhadap tangan kanan. Tangan kanan diutamakan untuk hal-hal yang baik dan mulia. Tangan kiri digunakan untuk hal-hal yang kotor. Ini adalah etika dalam Islam.


وَيَحْرُمُ اسْتِقْبَالُ الْقِبْلَةِ وَاسْتِدْبَارُهَا فِي غَيْرِ بِنَاءٍ

Dan diharamkan menghadap atau membelakangi kiblat di tempat yang tidak ada bangunan.

Ini adalah aturan yang sangat penting dalam menjaga kehormatan Ka'bah. Hukum ini berlaku secara ketat saat buang hajat di tempat terbuka. Menghadap atau membelakangi kiblat saat buang hajat dianggap sebagai bentuk tidak sopan terhadap arah ibadah kaum muslimin. Namun, larangan ini dikecualikan jika ada penghalang seperti tembok atau bangunan yang dapat menutupi. Ini menunjukkan pentingnya menghormati arah kiblat.


وَلَهُ فَوْقَ حَاجَتِهِ، وَبَوْلُهُ فِي طَرِيقٍ، وَظِلٍّ نَافِعٍ، وَتَحْتَ شَجَرَةٍ عَلَيْهَا ثَمَرٌ.

Dan (haram) buang hajat lebih dari kebutuhan, dan buang air kecil di jalan, di tempat berteduh yang bermanfaat, dan di bawah pohon yang berbuah.

Melakukan buang hajat lebih dari kebutuhan dapat diartikan sebagai berlama-lama di toilet tanpa alasan syar'i. Buang hajat di jalan dan tempat berteduh yang dimanfaatkan orang lain adalah perbuatan yang dilarang. Larangan ini bertujuan untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan umum. Ini juga dapat merusak hak orang lain untuk menggunakan fasilitas umum. Buang hajat di bawah pohon berbuah dilarang karena akan mengotori buah yang mungkin akan dimakan oleh orang lain. Ini mengajarkan kita untuk peduli terhadap lingkungan sekitar dan hak-hak orang lain.


وَيَسْتَجْمِرُ، ثُمَّ يَسْتَنْجِي بِالْمَاءِ، وَيُجْزِئُهُ الاِسْتِجْمَارُ إِنْ لَمْ يَنْقُضِ الْخَارِجُ مَوْضِعَ الْعَادَةِ.

Dan (dianjurkan) beristijmar, kemudian beristinja' dengan air, dan mencukupi baginya istijmar jika kotoran yang keluar tidak melewati batas tempat keluarnya.

Perkataan ini menjelaskan tata cara bersuci yang paling sempurna. Istijmar adalah membersihkan najis dengan benda padat seperti batu, sedangkan istinja' adalah dengan air. Tata cara terbaik adalah menggabungkan keduanya, yaitu istijmar terlebih dahulu baru istinja'. Namun, jika air tidak ada atau sulit didapatkan, istijmar saja sudah mencukupi. Syaratnya, kotoran tersebut tidak meluber atau melebihi batas tempat keluarnya. Ini menunjukkan kemudahan dalam syariat Islam yang memberikan keringanan. Islam sangat mementingkan kebersihan, tetapi juga memberikan kemudahan.


وَيُشْتَرَطُ لِلاِسْتِجْمَارِ بِأَحْجَارٍ وَنَحْوِهَا: أَنْ يَكُونَ طَاهِرًا مُنَقِّيًا غَيْرَ عِظَامٍ وَرَوْثٍ وَطَعَامٍ وَمُكَرَّمٍ وَمُفَصَّلٍ بِحَيَوَانٍ.

Dan disyaratkan untuk beristijmar dengan batu atau sejenisnya: hendaknya benda itu suci, membersihkan, bukan tulang, kotoran hewan, makanan, benda yang dimuliakan, dan benda yang ada bagian tubuh hewan.

Perkataan ini merinci syarat-syarat benda yang boleh digunakan untuk beristijmar. Benda tersebut harus suci dan dapat membersihkan. Menggunakan tulang dan kotoran hewan dilarang karena berkaitan dengan makanan jin dan hewan. Menggunakan makanan dilarang karena tidak boleh membuang-buang rezeki dari Allah. Menggunakan benda yang dimuliakan, seperti kertas bertuliskan nama Allah, adalah haram. Menggunakan benda yang ada bagian tubuh hewan juga dilarang karena merupakan bagian dari makhluk hidup. Ini menunjukkan penghormatan Islam terhadap semua makhluk dan benda.


وَأَنْ يَمْسَحَ ثَلَاثَ مَسَاحَاتٍ مُنَقِّيَةٍ فَأَكْثَرَ، وَلَوْ بِحَجَرٍ ذِي شُعَبٍ قَطَعَهُ عَلَى وَتْرٍ.

Dan hendaknya mengusap tiga kali usapan yang membersihkan atau lebih, meskipun dengan satu batu yang memiliki beberapa sisi, dengan jumlah ganjil.

Perkataan ini menjelaskan jumlah usapan yang dianjurkan saat beristijmar. Jumlah minimal adalah tiga kali usapan, dengan syarat sudah bersih. Jika belum bersih, usapan harus ditambah hingga najis hilang, dan diakhiri dengan jumlah ganjil. Penggunaan satu batu dengan sisi yang berbeda diperbolehkan selama setiap sisi digunakan untuk satu usapan. Hal ini menunjukkan prinsip kebersihan dan kesempurnaan. Islam menekankan pentingnya menjaga kesucian. Ini juga merupakan anjuran dari Rasulullah SAW.


وَيَجُوزُ الاِسْتِنْجَاءُ لِكُلِّ خَارِجٍ إِلَّا الرِّيحَ، وَلَا يَصِحُّ مُنْفَصِلٌ وَلَا مَوْضُوعٌ.

Dan diperbolehkan istinja' untuk setiap yang keluar kecuali angin, dan tidak sah (dengan benda) yang terpisah maupun yang diletakkan.

Perkataan ini menjelaskan jenis kotoran yang memerlukan istinja'. Setiap kotoran yang keluar dari kemaluan atau dubur, baik cair maupun padat, memerlukan istinja'. Namun, keluarnya angin tidak memerlukan istinja', melainkan hanya membatalkan wudhu. Selain itu, istinja' harus dilakukan dengan benda yang terhubung dengan sumber air (misalnya, gayung atau keran). Tidak sah membersihkan dengan air yang sudah terpisah dari wadahnya dan diletakkan di tanah. Ini menunjukkan bahwa istinja' harus dilakukan dengan air bersih.


Pelajaran dari Kajian ini


1. Pentingnya Berdoa dan Memohon Perlindungan

Pelajaran dari perkataan: يُسْتَحَبُّ عِنْدَ دُخُولِ الْخَلَاءِ قَوْلُ: بِاسْمِ الله، أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ، وَعِنْدَ الْخُرُوجِ مِنْهُ: غُفْرَانَكَ، الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنِّيَ الْأَذَى وَعَافَانِي. (Disunahkan saat masuk ke toilet untuk mengucapkan: "Dengan nama Allah, aku berlindung kepada-Nya dari setan laki-laki dan setan perempuan," dan saat keluar darinya, "Aku memohon ampunan-Mu, segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kotoran dariku dan memberiku kesehatan"). 

Dari perkataan ini, kita diajarkan bahwa setiap aktivitas, bahkan yang paling pribadi sekalipun, harus dimulai dengan mengingat Allah. Toilet adalah tempat yang diyakini dihuni oleh jin dan setan. Dengan membaca doa sebelum masuk, kita memohon perlindungan dari gangguan mereka dan menjaga kehormatan diri. Sementara itu, doa setelah keluar adalah bentuk rasa syukur atas nikmat sehat yang memungkinkan kita buang hajat dengan lancar. Ini mengajarkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat sekecil apa pun, karena kesehatan adalah anugerah terbesar yang seringkali baru disadari ketika terganggu.


2. Mendahulukan Anggota Badan Sesuai Fungsinya

Perkataan: وَتَقْدِيمُ رِجْلِ الْيُسْرَى دُخُولًا، وَالْيُمْنَى خُرُوجًا، عَكْسُ مَسْجِدٍ وَنُعْلٍ، وَاعْتِمَادُهُ عَلَى رِجْلِ الْيُسْرَى. (Dan mendahulukan kaki kiri saat masuk, dan kaki kanan saat keluar, kebalikan dari masuk masjid dan memakai sandal, serta bersandar pada kaki kiri). 

Pelajaran yang bisa diambil adalah tentang etika mendahulukan anggota tubuh dalam aktivitas sehari-hari. Kaki kanan didahulukan untuk hal-hal yang baik dan mulia, seperti memasuki masjid atau memakai sandal. Sebaliknya, kaki kiri didahulukan untuk hal-hal yang kurang mulia atau kotor, seperti memasuki toilet. Ini adalah bentuk pengagungan terhadap hal-hal yang suci dan menjaga konsistensi dalam etika Islam. Selain itu, anjuran bersandar pada kaki kiri saat buang hajat menunjukkan adanya adab yang sangat rinci dalam setiap gerakan tubuh, bahkan saat di dalam toilet.


3. Pentingnya Menjaga Privasi dan Kebersihan di Tempat Terbuka

Pelajaran dari perkataan: وَبُعْدُهُ فِي فَضَاءِ، وَاسْتِتَارُهُ، وَارْتِيَادُهُ لِبَوْلِهِ مَكَانًا رُخْوًا، وَمَسْحُهُ بِيَدِهِ الْيُسْرَى إِذَا قَطَعَ مِنْ بَوْلِهِ مِنْ أَصْلِ ذَكَرِهِ إِلَى رَأْسِهِ ثَلَاثًا، وَنَتْرُهُ ثَلَاثًا، وَتَحَوُّلُهُ مِنْ مَوْضِعِهِ لِيَسْتَنْجِيَ (إِنْ خَافَ تَلَوُّثًا). (Dan menjauh di tempat terbuka, dan menutupi diri, dan mencari tempat yang empuk untuk buang air kecil, dan mengurut dengan tangan kiri dari pangkal kemaluan sampai ujungnya tiga kali, lalu menariknya tiga kali, dan berpindah dari tempatnya untuk beristinja' (jika khawatir terkena najis)). 

Pelajaran ini menekankan pentingnya menjaga privasi dan kebersihan. Menjauh dari pandangan orang lain dan bersembunyi saat buang hajat di tempat terbuka menunjukkan rasa malu dan adab yang tinggi. Mencari tanah yang empuk untuk buang air kecil adalah cara untuk menghindari percikan najis kembali ke tubuh. Mengurut kemaluan setelah buang air kecil adalah salah satu cara untuk memastikan tidak ada sisa najis yang keluar setelah bersuci, yang sangat penting untuk keabsahan wudhu.


4. Menghormati Nama Allah dan Kesucian Tempat Ibadah

Pelajaran dari perkataan: وَيَحْرُمُ دُخُولُ مَحِلٍّ يُذْكَرُ فِيهِ اللهُ تَعَالَى إِلَّا لِحَاجَةٍ، وَرَفْعُ ثَوْبِهِ قَبْلَ دُنُوِّهِ مِنَ الْأَرْضِ، وَكَلَامُهُ فِيهِ، وَبَوْلُهُ فِي شَيْءٍ وَنَحْوِهِ، وَمَسْحُ فَرْجِهِ بِيَمِينِهِ، وَاسْتِنْجَاؤُهُ وَاسْتِجْمَارُهُ بِهَا. (Dan diharamkan masuk ke tempat yang di dalamnya disebut nama Allah SWT, kecuali dalam keadaan darurat, dan menyingkap pakaiannya sebelum mendekati tanah, berbicara di dalamnya, buang air kecil di wadah, mengusap kemaluannya dengan tangan kanan, dan beristinja' serta beristijmar dengannya). 

Pelajaran ini mengajarkan tentang pengagungan terhadap nama Allah dan benda-benda suci. Membawa Al-Qur'an atau cincin berlafadz Allah ke dalam toilet dilarang untuk menghormati nama Allah. Larangan berbicara di toilet juga menunjukkan bahwa tempat itu tidak layak untuk percakapan. Selain itu, ada pembagian tugas antara tangan kanan dan kiri: tangan kanan digunakan untuk hal-hal yang baik, sementara tangan kiri untuk membersihkan kotoran, yang menunjukkan adab dan kebiasaan yang rapi dalam hidup seorang muslim.


5. Menjaga Kehormatan Arah Kiblat dan Hak Masyarakat

Pelajaran dari perkataan: وَيَحْرُمُ اسْتِقْبَالُ الْقِبْلَةِ وَاسْتِدْبَارُهَا فِي غَيْرِ بِنَاءٍ، وَلَهُ فَوْقَ حَاجَتِهِ، وَبَوْلُهُ فِي طَرِيقٍ، وَظِلٍّ نَافِعٍ، وَتَحْتَ شَجَرَةٍ عَلَيْهَا ثَمَرٌ. (Dan diharamkan menghadap atau membelakangi kiblat di tempat yang tidak ada bangunan, dan buang hajat lebih dari kebutuhan, dan buang air kecil di jalan, di tempat berteduh yang bermanfaat, dan di bawah pohon yang berbuah). 

Pelajaran ini mengajarkan kita untuk menghormati arah kiblat sebagai simbol persatuan umat Islam, bahkan saat buang hajat di tempat terbuka. Larangan buang hajat di tempat-tempat umum seperti jalan, tempat berteduh, dan di bawah pohon berbuah menunjukkan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan menghormati hak orang lain. Ini adalah bentuk kepedulian sosial yang diajarkan dalam Islam.


6. Kesempurnaan Bersuci dan Kemudahan dalam Syariat

Pelajaran dari perkataan: وَيَسْتَجْمِرُ، ثُمَّ يَسْتَنْجِي بِالْمَاءِ، وَيُجْزِئُهُ الاِسْتِجْمَارُ إِنْ لَمْ يَنْقُضِ الْخَارِجُ مَوْضِعَ الْعَادَةِ. (Dan dianjurkan beristijmar, kemudian beristinja' dengan air, dan mencukupi baginya istijmar jika kotoran yang keluar tidak melewati batas tempat keluarnya). 

Pelajaran ini menunjukkan bahwa cara bersuci terbaik adalah dengan menggabungkan istijmar (dengan benda padat) dan istinja' (dengan air). Namun, Islam juga memberikan kemudahan. Jika tidak ada air, beristijmar saja sudah cukup, selama najis tidak meluber dari batasnya. Ini adalah bukti bahwa syariat Islam tidak memberatkan, tetapi selalu mengedepankan kebersihan dan kemudahan bagi umatnya dalam kondisi apa pun.


7. Kriteria Benda untuk Membersihkan Najis

Pelajaran dari perkataan: وَيُشْتَرَطُ لِلاِسْتِجْمَارِ بِأَحْجَارٍ وَنَحْوِهَا: أَنْ يَكُونَ طَاهِرًا مُنَقِّيًا غَيْرَ عِظَامٍ وَرَوْثٍ وَطَعَامٍ وَمُكَرَّمٍ وَمُفَصَّلٍ بِحَيَوَانٍ. وَأَنْ يَمْسَحَ ثَلَاثَ مَسَاحَاتٍ مُنَقِّيَةٍ فَأَكْثَرَ، وَلَوْ بِحَجَرٍ ذِي شُعَبٍ قَطَعَهُ عَلَى وَتْرٍ. (Dan disyaratkan untuk beristijmar dengan batu atau sejenisnya: hendaknya benda itu suci, membersihkan, bukan tulang, kotoran hewan, makanan, benda yang dimuliakan, dan benda yang ada bagian tubuh hewan. Dan hendaknya mengusap tiga kali usapan yang membersihkan atau lebih, meskipun dengan satu batu yang memiliki beberapa sisi, dengan jumlah ganjil). 

Perkataan ini memberikan panduan rinci mengenai benda yang boleh dan tidak boleh digunakan untuk bersuci. Dilarang menggunakan tulang karena itu adalah makanan jin. Juga dilarang menggunakan kotoran hewan. Menggunakan makanan dilarang sebagai bentuk penghormatan terhadap rezeki. Ini adalah bukti bahwa syariat Islam sangat memperhatikan detail kebersihan dan etika, bahkan dalam hal memilih alat bersuci.


8. Bersuci Hanya untuk Kotoran Fisik

Pelajaran dari perkataan: وَيَجُوزُ الاِسْتِنْجَاءُ لِكُلِّ خَارِجٍ إِلَّا الرِّيحَ، وَلَا يَصِحُّ مُنْفَصِلٌ وَلَا مَوْضُوعٌ. (Dan diperbolehkan istinja' untuk setiap yang keluar kecuali angin, dan tidak sah (dengan benda) yang terpisah maupun yang diletakkan). 

Pelajaran ini menegaskan bahwa istinja' hanya diwajibkan untuk kotoran yang berbentuk fisik, seperti tinja atau air seni. Angin yang keluar tidak memerlukan istinja', tetapi cukup membatalkan wudhu. Selain itu, ada syarat mengenai air yang digunakan: air tersebut harus langsung dari sumbernya atau wadah, bukan air yang sudah terpisah dan diletakkan di tanah. Ini menunjukkan pentingnya menggunakan air yang bersih dan tidak terkontaminasi.


9. Menjaga Kebersihan adalah Ciri Keimanan

Pelajaran ini merupakan pelajaran tambahan yang relevan dengan keseluruhan tema matan. Kebersihan, termasuk bersuci dari najis, adalah bagian yang tidak terpisahkan dari iman seorang muslim. Nabi Muhammad SAW bersabda:

عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ

(Artinya: Dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Kebersihan itu sebagian dari iman.”)

Hadits ini menunjukkan bahwa kebersihan bukan hanya sekadar praktik fisik, tetapi juga cerminan dari kondisi keimanan seseorang. Matan di atas adalah panduan praktis untuk mewujudkan kebersihan ini dalam kehidupan sehari-hari.


10. Mengikuti Sunah adalah Kunci Keberkahan

Pelajaran ini juga merupakan pelajaran tambahan yang relevan. Setiap adab yang disebutkan dalam matan, mulai dari doa masuk toilet hingga tata cara bersuci, adalah sunah Nabi Muhammad SAW. Dengan mengamalkan sunah ini, seorang muslim tidak hanya mendapatkan pahala, tetapi juga keberkahan dalam hidupnya. Mengikuti jejak Rasulullah adalah jalan menuju kesempurnaan.

Secara keseluruhan, matan ini mengajarkan bahwa Islam adalah agama yang sempurna, mengatur setiap aspek kehidupan, bahkan yang paling pribadi sekalipun. Pelajaran dari matan ini meliputi pentingnya menjaga kebersihan, menghormati hak orang lain, memuliakan nama Allah, dan senantiasa bersyukur. Semua adab dan aturan ini adalah bagian dari ajaran yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim yang beradab, suci, dan bertanggung jawab. 


Penutupan Kajian


 Bapak, Ibu, dan Saudara sekalian yang dirahmati Allah,

Alhamdulillah, kita telah sampai di akhir kajian kita hari ini. Kita sudah menyelami matan yang singkat, tetapi penuh makna tentang adab istinja'. Dari pembahasan kita tadi, kita bisa menarik beberapa faedah yang sangat berharga:

  • Faedah Pertama: Kita belajar bahwa kebersihan bukanlah sekadar urusan fisik, tapi juga urusan spiritual. Doa-doa yang diajarkan Nabi SAW saat masuk dan keluar toilet mengajarkan kita untuk selalu terhubung dengan Allah, bahkan di tempat yang paling pribadi sekalipun.

  • Faedah Kedua: Kita memahami pentingnya menjaga privasi dan kehormatan diri. Adab menutupi diri, menjauh dari keramaian, dan tidak berbicara di toilet adalah cerminan dari rasa malu dan harga diri seorang muslim.

  • Faedah Ketiga: Kita diingatkan untuk menghargai lingkungan dan hak-hak orang lain. Larangan buang hajat sembarangan di jalan atau di tempat umum menunjukkan bahwa Islam mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang peduli, bukan egois.

  • Faedah Keempat: Kita diajarkan tentang kesempurnaan syariat Islam. Aturan-aturan detail tentang cara bersuci, syarat benda yang boleh digunakan, hingga adanya keringanan jika air tidak tersedia, membuktikan bahwa Islam adalah agama yang mudah dan memberikan solusi untuk setiap keadaan.

Maka, setelah kita memahami semua ini, mari kita ubah kebiasaan kita mulai dari hal yang paling kecil. Jangan lagi menganggap remeh urusan buang hajat. Mari kita amalkan sunah-sunah yang telah kita pelajari.

Saya berharap, setelah kajian ini, setiap kali kita masuk toilet, kita ingat untuk membaca doanya. Setiap kali kita membersihkan diri, kita lakukan dengan cara yang paling sempurna. Dan setiap kali kita berada di tempat umum, kita jaga kebersihan lingkungan demi kenyamanan bersama.

Mari kita jadikan adab-adab ini sebagai bagian dari gaya hidup kita. Insyaallah, dengan begitu, kebersihan lahiriah kita akan sejalan dengan kebersihan batiniah kita.

Akhir kata, semoga ilmu yang kita dapat hari ini bermanfaat dan menjadi bekal bagi kita di dunia dan akhirat. 

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ بِرَحْمَتِكَ، وَاجْعَلْ خَيْرَ أَيَّامِنَا يَوْمَ نَلْقَاكَ، وَاخْتِمْ لَنَا بِالْإِيمَانِ وَحُسْنِ الْخَاتِمَةِ.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk penghuni surga dengan rahmat-Mu. Jadikanlah hari terbaik kami adalah hari ketika kami berjumpa dengan-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan beriman serta dengan akhir yang baik.

وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ إِلَىٰ أَقْوَمِ الطَّرِيقِ.

Kita tutup kajian dengan doa kafaratul majelis:

🌿 سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci