Khutbah: Istiqamah Adalah Kunci Pahala Berkelanjutan di Masa Uzur
بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ
حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى
نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ
إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا
عِبَادَ اللّٰهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُونَ.
KHUTBAH PERTAMA
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Dalam kehidupan ini, kita menyaksikan sebuah ironi yang
sering luput dari perhatian.
Kita begitu giat dan bersemangat dalam beramal shalih
ketika berada dalam kondisi ideal, ketika fisik kita sehat, waktu kita luang,
dan segala urusan terasa mudah.
Namun, ketika ujian datang—saat tubuh dilanda sakit, atau
terhalang oleh safar, bahkan kondisi seperti haid atau nifas bagi wanita, serta
situasi darurat yang tidak terduga—semangat untuk beramal dengan rutinitas yang
sudah dilakukan itu- seringkali meredup.
Padahal, Islam adalah agama yang penuh rahmat dan
kemudahan.
Hadits-hadits Nabi ﷺ hadir bukan hanya sebagai
panduan, tetapi juga sebagai penyejuk hati yang menawarkan kabar gembira di
setiap kondisi.
Hadits yang akan kita uraikan hari ini adalah salah satu
bukti nyata kasih sayang Allah, yang memotivasi kita untuk tetap menjaga
konsistensi amal dalam segala situasi, bahkan dalam keterbatasan.
Hadits riwayat Imam Bukhari ini, dari Abu Musa Al-Asy’ari,
adalah mutiara berharga yang menegaskan betapa Allah menghargai niat tulus dan
kebiasaan baik seorang hamba. Hadits ini berbunyi:
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ
أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِنَ الْعَمَلِ مَا كَانَ يَعْمَلُهُ وَهُوَ صَحِيحٌ
مُقِيمٌ
Kita akan mengkaji hadits ini secara mendalam, memahami
setiap kalimatnya, dan mengambil pelajaran berharga yang dapat kita terapkan
dalam kehidupan sehari-hari, Insya Allah.
Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua untuk
senantiasa menjadi hamba yang istiqamah, baik dalam keadaan lapang maupun
sempit.
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Hadits yang mulia ini menawarkan kabar gembira yang luar
biasa, sebuah manifestasi dari keadilan dan kemurahan Allah.
Mari kita bedah setiap frasa dalam hadits ini, agar kita
dapat meresapi hikmahnya secara mendalam.
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ
Apabila seorang hamba sakit
Potongan hadits ini membuka pintu rahmat Allah bagi kita
yang berada dalam kondisi lemah dan tidak berdaya.
Penyakit seringkali dianggap sebagai musibah yang
menghalangi ibadah, namun dalam pandangan syariat, ia bisa menjadi ladang
pahala jika disikapi dengan sabar.
Allah melihat keterbatasan fisik kita, dan Dia tidak
membebani hamba-Nya di luar batas kemampuannya.
أَوْ سَافَرَ
Atau bepergian (safar)
Safar adalah kondisi lain yang seringkali menghalangi
rutinitas ibadah kita.
Perjalanan dapat menimbulkan kesulitan, kelelahan, dan
ketidakstabilan.
Potongan hadits ini menunjukkan bahwa Islam memahami
tantangan yang ada dalam perjalanan.
Allah memberikan kemudahan (rukhshah) dan sekaligus
memberikan jaminan pahala bagi mereka yang terhalang ibadahnya karena safar.
كُتِبَ لَهُ مِنَ الْعَمَلِ
Maka dituliskan baginya dari amal
Inilah inti dari kemurahan Allah.
Bahkan ketika kita tidak mampu melakukan ibadah secara
fisik karena sakit atau safar, Allah tetap mencatat pahala amal tersebut.
Ini bukan hanya tentang niat, tetapi tentang pengakuan
Allah terhadap kebiasaan baik yang telah kita tanamkan sebelumnya.
Allah menghargai konsistensi dan niat yang tulus.
مَا كَانَ يَعْمَلُهُ وَهُوَ صَحِيحٌ
مُقِيمٌ
Apa yang biasa ia lakukan ketika ia sehat dan mukim
(tidak bepergian)
Potongan hadits ini adalah syarat sekaligus penekanan.
Pahala yang dicatat ini adalah pahala dari amal yang rutin
dan konsisten dilakukan saat kita dalam kondisi normal (sehat dan tidak
bepergian).
Ini menegaskan pentingnya istiqamah.
Hadits ini mengajarkan bahwa siapa yang menjadikan ketaatan
sebagai kebiasaan baik dalam hidupnya, maka kebiasaan itu akan menjadi
"tabungan pahala" saat ia menghadapi uzur atau halangan.
Sungguh, hadits ini adalah motivasi terbesar bagi kita
untuk beramal shalih secara konsisten.
Allah Maha Tahu, dan Dia memberikan penghargaan yang
sempurna bagi hamba-Nya yang berjuang mempertahankan kebaikan dalam segala
kondisi.
Faedah Hadits Berdasarkan
Urutan Perkataan
Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,
Hadits yang kita kaji ini bukan sekadar informasi, tetapi
peta jalan menuju konsistensi dan rahmat Allah.
Mari kita ambil pelajaran berharga dari setiap bagian
hadits ini, menjadikannya motivasi dalam setiap langkah kehidupan kita.
Pelajaran Pertama:
Keringanan dan Rahmat dalam Ujian ( إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ
سَافَرَ )
Islam mengajarkan bahwa setiap ujian—baik sakit (maradh)
atau perjalanan jauh (safar)—mengandung rahmat.
Kondisi ini seringkali menjadi penghalang bagi kita untuk
beribadah seperti biasanya.
Namun, hadits ini menghapuskan kekhawatiran itu.
Allah memandang sakit bukan sebagai hukuman, melainkan
sebagai kesempatan untuk meraih pahala melalui kesabaran.
Ketika seorang hamba terbaring sakit, ia mungkin tidak bisa
shalat berjamaah, berpuasa, atau beramal fisik lainnya. Namun, jika ia sabar
dan ridha, Allah menghapus dosanya dan mencatat pahala.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حَزَنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
"Tidak ada musibah yang menimpa seorang muslim,
baik berupa kelelahan, penyakit, kegundahan, kesedihan, gangguan, atau
penderitaan, bahkan duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapus
dosa-dosanya karenanya." HR. Bukhari (5642) dan Muslim (2573)
Pelajaran penting di sini adalah: jangan pernah merasa
putus asa saat sakit atau safar.
Anggaplah itu sebagai jeda yang penuh rahmat, di mana Allah
masih mencatat kebaikan kita.
Pelajaran ke-2:
Penghargaan Allah terhadap Kebiasaan Baik ( كُتِبَ لَهُ مِنَ الْعَمَلِ
)
Allah Subhanahu wa Ta'ala sangat mencintai hamba-Nya yang
istiqamah.
Hadits ini menunjukkan bahwa Allah tidak hanya melihat amal
saat itu, tetapi juga kebiasaan yang telah tertanam.
Pahala dituliskan (kutiba lahu min al-'amal)
meskipun kita tidak mengerjakannya karena uzur.
Ini adalah bentuk penghargaan tertinggi dari Allah terhadap
niat baik dan konsistensi.
Jika kita memiliki kebiasaan shalat malam, berpuasa sunnah,
atau sedekah rutin, lalu kita tidak bisa melakukannya karena sakit atau safar,
kita tetap mendapatkan pahalanya.
Ini selaras dengan firman Allah:
وَأَنَّ سَعْيَهُ
سَوْفَ يُرَى
"Dan bahwa usahanya (amal perbuatannya) akan
dilihat (oleh Allah)." (QS. An-Najm: 40)
Amal yang sudah menjadi kebiasaan akan menjadi saksi
kebaikan kita di hari akhirat.
Oleh karena itu, kita harus berkomitmen untuk membentuk
kebiasaan-kebiasaan shalih.
Pelajaran ke-3:
Pentingnya Istiqamah saat Sehat dan Mukim ( مَا كَانَ يَعْمَلُهُ وَهُوَ
صَحِيحٌ مُقِيمٌ )
Inilah inti dan syarat utama dari hadits ini.
Agar pahala kita terus mengalir saat sakit atau safar, amal
itu harus biasa dilakukan saat kita sehat dan mukim (shahihun muqimun).
Hadits ini menekankan pentingnya istiqamah.
Jika seseorang hanya beramal sesekali atau hanya ketika
sedang semangat, ia tidak akan mendapatkan jaminan pahala ini saat ia terhalang.
Jadikan masa sehat kita sebagai waktu emas untuk menabung
amal. Jangan menunggu datangnya penyakit untuk mulai beramal.
Masa sehat adalah modal utama.
Jika kita sudah terbiasa shalat dhuha, membaca Al-Quran,
atau berdzikir setiap pagi, kebiasaan ini akan terus tercatat pahalanya meski
kita sedang terhalang.
Seorang hamba yang konsisten dalam ketaatan akan meraih
jaminan ini.
Hadits ini memotivasi kita untuk tidak menunda amal dan
menjadikan ibadah sebagai bagian tak terpisahkan dari hidup kita.
Penutup Khutbah Pertama
Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,
Secara keseluruhan, hadits “Jika seorang hamba sakit atau
bepergian, maka dituliskan baginya amal yang biasa ia lakukan ketika ia sehat
dan mukim” (Idzaa maridha al-'abdu aw saafara kutiba lahu min al-'amali maa
kaana ya’maluhu wa huwa shahihun muqim) adalah jaminan luar biasa dari
Allah bagi mereka yang istiqamah.
Hadits ini menegaskan bahwa Allah menghargai konsistensi
dalam beramal saleh.
Kita memiliki tanggung jawab untuk memanfaatkan masa sehat
dan kelapangan kita untuk menabung amal, karena kebiasaan baik inilah yang akan
terus dicatat pahalanya oleh Allah saat kita menghadapi halangan atau uzur.
Jangan pernah meremehkan kekuatan sebuah kebiasaan baik.
أَقُولُ قَوْلِي هَذَا،
وَأَسْتَغْفِرُ ٱللَّهَ لِي وَلَكُمْ وَلِجَمِيعِ ٱلْمُسْلِمِينَ وَٱلْمُسْلِمَاتِ،
فَٱسْتَغْفِرُوهُ، إِنَّهُ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ.
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ
حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,
Hadits yang telah kita kaji bersama adalah sebuah pelajaran
fundamental mengenai nilai konsistensi dalam Islam.
Hadits ini memberikan motivasi luar biasa untuk mengubah
cara pandang kita terhadap ibadah.
Kita sering merasa khawatir jika sakit atau safar akan
memutus amalan kita, namun hadits ini memastikan bahwa amal yang sudah menjadi
kebiasaan tidak akan terputus pahalanya.
Pelajaran ini mengajarkan kita untuk tidak hanya beramal
saat kita merasa kuat, tetapi menjadikan amal shalih sebagai bagian tak
terpisahkan dari hidup kita.
Ini adalah ajakan langsung: Jadikan masa sehatmu sebagai
tabungan pahala untuk masa sakitmu.
Jika Anda terbiasa membaca Al-Qur'an setiap pagi,
teruskanlah.
Jika Anda terbiasa shalat sunnah rawatib atau bersedekah
rutin, jangan tinggalkan.
Konsistensi dalam amal yang kecil namun rutin lebih
dicintai Allah daripada amal besar yang sesekali.
Marilah kita jadikan sisa umur kita untuk membangun
kebiasaan-kebiasaan baik.
Allah melihat kesungguhan kita, bukan hanya hasil fisik
yang kita capai.
[Doa]
Mari kita tundukkan hati, memohon kepada Allah agar
senantiasa diberikan kekuatan untuk beristiqamah.
اَللّٰهُمَّ أَعِنَّا
عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ.
Ya Allah, bantulah kami untuk senantiasa berdzikir
kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan memperbaiki ibadah kami kepada-Mu.
اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا
مِمَّنْ يَسْتَمِرُّونَ فِي طَاعَتِكَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ.
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang
terus-menerus dalam ketaatan kepada-Mu, baik dalam kelapangan maupun kesusahan.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ.
Ya Allah, ampunilah kaum muslimin dan muslimat, mukminin
dan mukminat, yang masih hidup maupun yang telah wafat.
رَبَّنَا آتِنَا فِي
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat, serta lindungilah kami dari azab api neraka.
[Penutup]
عِبَادَ اللّٰهِ، إِنَّ
اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ
يُعْطِكُمْ، وَلَذِكْرُ اللّٰهِ أَكْبَرُ، وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.