Hadits: Definisi Muslim dan Makna Hijrah Hakiki
بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ.
Jama'ah yang dirahmati Allah, pada hari ini kita akan bersama-sama membahas sebuah hadits yang sangat agung, pendek namun sarat makna—hadits yang mengajarkan siapa sejatinya seorang Muslim dan apa hakikat hijrah dalam pandangan Islam.
Mengapa hadits ini penting kita kaji? Karena jika kita melihat kondisi umat hari ini, banyak di antara kita yang merasa cukup dengan identitas "Muslim" secara lahiriah—hanya karena nama, kelahiran di keluarga Muslim, atau rutinitas ibadah. Padahal, Islam bukan sekadar status, tetapi tuntunan hidup yang menyentuh akhlak dan perilaku.
Kita juga menyaksikan realita yang memprihatinkan: begitu mudahnya seseorang menyakiti saudaranya dengan lisan—melalui ghibah, cacian, atau komentar tajam di media sosial. Tak jarang pula kita temukan orang yang menzalimi orang lain dengan tangan—baik secara fisik maupun melalui kuasa dan wewenang.
Lebih dari itu, banyak yang mengaku telah “berhijrah”, tapi hijrah hanya berhenti pada tampilan. Sementara maksiat lisan, tangan, dan hati tetap dibiarkan tumbuh. Inilah sebabnya hadits ini sangat relevan: ia tidak hanya memberi definisi, tapi juga arahan praktis untuk menjadi Muslim sejati dan berhijrah secara hakiki.
Maka, hadits ini bukan hanya untuk dihafal, tetapi untuk ditanamkan dalam jiwa dan diterjemahkan dalam sikap. Dengan memahami hadits ini, kita akan mampu menjadi pribadi yang membawa rahmat, bukan ancaman; yang menjauhi larangan Allah, bukan sekadar berpindah tempat.
Semoga kajian ini menjadi momen muhasabah dan titik awal untuk memperbaiki diri—dari Muslim biasa menjadi Muslim sejati, dari hijrah penampilan menuju hijrah makna. Aamiin.
Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhu, bahwa
Rasulullah ﷺ bersabda:
الْمُسْلِمُ مَنْ
سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا
نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Seorang
Muslim adalah orang yang kaum Muslimin selamat dari lisan dan tangannya, dan
seorang muhajir (yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan apa yang
dilarang oleh Allah.
HR. al-Bukhari (10) dan Muslim (40)
Arti dan Penjelasan per Perkataan
الْمُسْلِمُ
Seorang Muslim
Perkataan ini menunjukkan identitas seseorang yang
tunduk kepada Allah dengan keimanan dan amalnya.
Seorang Muslim bukan hanya sekadar pengakuan lisan,
melainkan mencakup sikap lahir dan batin yang menunjukkan ketundukan kepada
syariat.
Dalam konteks hadits ini, penyebutan
"al-Muslim" di awal menjadi penekanan bahwa sifat berikutnya adalah
konsekuensi dari keislaman yang sejati.
Artinya, siapa pun yang mengaku Muslim harus
membuktikannya dengan perilaku yang selamat bagi orang lain.
مَنْ سَلِمَ
الْمُسْلِمُونَ
Adalah orang yang kaum Muslimin selamat
Perkataan ini menjadi kriteria dasar seorang Muslim
menurut pandangan Rasulullah ﷺ.
Selamatnya kaum Muslimin dari gangguan seseorang menjadi
ukuran kualitas keislamannya.
Hal ini juga menekankan pentingnya hubungan sosial dan
amanah dalam kehidupan bermasyarakat.
Islam tidak hanya hubungan vertikal dengan Allah, tapi
juga horizontal, dengan sesama Muslim.
مِنْ لِسَانِهِ
Dari lisannya
Perkataan ini menunjukkan bahwa gangguan paling sering
datang dari ucapan.
Lisan bisa melukai lebih dalam dari senjata, melalui
ghibah, fitnah, cacian, dan kebohongan.
Menjaga lisan adalah bentuk ketaqwaan yang sangat
ditekankan dalam banyak hadits lain.
Lisan mencerminkan isi hati, dan jika tidak
dikendalikan, bisa menjadi sebab kehancuran amal.
وَيَدِهِ
Dan tangannya
Perkataan ini melengkapi unsur fisik yang bisa
menimbulkan gangguan.
Tangan mencerminkan tindakan nyata seperti mencuri, memukul, merusak, atau
menyakiti.
Rasulullah ﷺ mengajarkan
bahwa Muslim sejati tidak menggunakan kekuatannya untuk menzalimi.
Dalam konteks masyarakat, tangan juga mencakup kekuasaan
atau jabatan yang bisa disalahgunakan.
وَالْمُهَاجِرُ
Dan orang yang berhijrah
Perkataan ini memperluas makna hijrah dari sekadar
berpindah tempat ke perubahan moral.
Hijrah sejati tidak hanya berpindah fisik dari satu
negeri ke negeri lain, tetapi juga berpindah dari keburukan kepada ketaatan.
Ini adalah perpindahan spiritual dan perilaku yang
berkelanjutan dalam hidup seorang Muslim.
Rasulullah ﷺ memberi standar
baru bagi hijrah setelah berakhirnya fase hijrah fisik.
مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah
Perkataan ini mendefinisikan hijrah secara substansial.
Meninggalkan larangan Allah adalah bentuk hijrah yang terus-menerus sepanjang
hayat.
Ini menunjukkan bahwa hijrah bersifat internal dan
terkait erat dengan mujahadah (bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu).
Seorang Muslim yang mampu menjauhi maksiat itulah yang
sejatinya telah melakukan hijrah meski tidak berpindah tempat.
.
Syarah Hadits
هٰذَا الْحَدِيثُ مِنْ جَوَامِعِ كَلِمِهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Hadits ini termasuk dari kalimat singkat nan padat makna milik Nabi ﷺ
وَفِيهِ يُرْشِدُنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى التَّحَلِّي بِالْآدَابِ وَالْأَخْلَاقِ
الْإِسْلَامِيَّةِ
Dan di dalamnya, Nabi ﷺ membimbing kita untuk menghiasi diri
dengan adab dan akhlak Islam
الَّتِي تَزِيدُ الْأُلْفَةَ وَالْمَوَدَّةَ
بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ
Yang menambah kedekatan dan kasih sayang di antara kaum Muslimin
وَمَعْنَاهُ: أَنَّ الْمُسْلِمَ الْكَامِلَ
الْجَامِعَ لِخِصَالِ الْإِسْلَامِ
Dan maknanya: bahwa Muslim yang sempurna yang mengumpulkan sifat-sifat Islam
هُوَ مَنْ لَمْ يُؤْذِ مُسْلِمًا بِقَوْلٍ
وَلَا فِعْلٍ
Adalah orang yang tidak menyakiti seorang Muslim baik dengan ucapan maupun
perbuatan
وَخَصَّ اللِّسَانَ وَالْيَدَ لِكَثْرَةِ
أَخْطَائِهِمَا وَأَضْرَارِهِمَا
Dan Nabi mengkhususkan lisan dan tangan karena banyaknya kesalahan dan
bahayanya
فَإِنَّ مُعْظَمَ الشُّرُورِ تَصْدُرُ
عَنْهُمَا
Karena kebanyakan keburukan berasal dari keduanya
فَاللِّسَانُ يَكْذِبُ، وَيَغْتَابُ،
وَيَسُبُّ، وَيَشْهَدُ بِالزُّورِ
Lisan itu berbohong, menggunjing, mencaci, dan memberi kesaksian palsu
وَالْيَدُ تَضْرِبُ، وَتَقْتُلُ، وَتَسْرِقُ،
إِلَى غَيْرِ ذَٰلِكَ
Sedangkan tangan memukul, membunuh, mencuri, dan lainnya
وَقَدَّمَ اللِّسَانَ؛ لِأَنَّ الْإِيذَاءَ
بِهِ أَكْثَرُ وَأَسْهَلُ، وَأَشَدُّ نِكَايَةً
Lisan disebutkan lebih dahulu karena menyakiti dengannya lebih banyak, lebih
mudah, dan lebih menyakitkan
وَيَعُمُّ الْأَحْيَاءَ وَالْأَمْوَاتَ
جَمِيعًا
Dan bisa mengenai yang hidup maupun yang sudah wafat semuanya
وَبَيَّنَ أَنَّ الْمُهَاجِرَ الْكَامِلَ هُوَ
مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
Dan Nabi menjelaskan bahwa orang yang berhijrah dengan sempurna adalah yang
meninggalkan apa yang dilarang Allah
فَالْمُهَاجِرُ الْمَمْدُوحُ هُوَ الَّذِي
جَمَعَ إِلَى هِجْرَانِ وَطَنِهِ وَعَشِيرَتِهِ هِجْرَانَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ
تَعَالَى عَلَيْهِ
Maka orang yang terpuji dalam hijrah adalah yang menggabungkan antara
meninggalkan negeri dan keluarganya dengan meninggalkan apa yang Allah haramkan
atasnya
فَمُجَرَّدُ هِجْرَةِ بَلَدِ الشِّرْكِ مَعَ
الْإِصْرَارِ عَلَى الْمَعَاصِي لَيْسَتْ بِهِجْرَةٍ تَامَّةٍ كَامِلَةٍ
Sekadar berpindah dari negeri syirik sambil terus melakukan maksiat bukanlah
hijrah yang sempurna dan lengkap
فَالْمُهَاجِرُ بِحَقٍّ هُوَ الَّذِي لَمْ
يَقِفْ عِنْدَ الْهِجْرَةِ الظَّاهِرَةِ، مِنْ تَرْكِ دَارِ الْحَرْبِ إِلَى دَارِ
الْأَمْنِ
Maka orang yang berhijrah dengan benar adalah yang tidak hanya berhenti pada
hijrah secara lahir, dari negeri perang ke negeri aman
بَلْ هُوَ مَنْ هَجَرَ كُلَّ مَا نَهَى
اللَّهُ عَنْهُ
Namun dia adalah orang yang meninggalkan semua yang dilarang oleh Allah
وَفِي الْحَدِيثِ: الْحَثُّ عَلَى تَرْكِ
أَذَى الْمُسْلِمِينَ بِكُلِّ مَا يُؤْذِي
Dan dalam hadits ini terdapat anjuran untuk meninggalkan menyakiti kaum
Muslimin dengan segala hal yang menyakitkan
وَفِيهِ: أَنَّ الظَّوَاهِرَ لَا يَعْبَأُ
اللَّهُ تَعَالَى بِهَا إِذَا لَمْ تُؤَيِّدْهَا الْأَعْمَالُ الدَّالَّةُ عَلَى
صِدْقِهَا
Dan di dalamnya juga terdapat makna bahwa penampilan luar tidak diperhatikan
oleh Allah jika tidak disertai dengan amal yang menunjukkan kebenarannya
Sumber: https://dorar.net/hadith/sharh/7259
Pelajaran dari Hadits ini
1. Makna Sejati Seorang Muslim
Dalam perkataan الْمُسْلِمُ (seorang Muslim), Rasulullah ﷺ membuka hadits ini dengan menunjukkan siapa yang pantas disebut sebagai Muslim sejati. Seorang Muslim bukan hanya orang yang mengucap syahadat, tetapi yang mencerminkan Islam dalam sikap dan perilaku. Seorang Muslim yang benar tidak menyakiti orang lain, bahkan menjadi sumber ketenangan bagi sesama. Ini sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 10:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ
(Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu.)Seorang Muslim adalah orang yang hidupnya mendatangkan kedamaian dan menghindari perpecahan.
2. Standar Muslim Menurut Nabi ﷺ
Dalam perkataan مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ (adalah orang yang kaum Muslimin selamat), Rasulullah ﷺ menetapkan standar utama seorang Muslim, yaitu tidak membahayakan saudaranya. Selamatnya kaum Muslimin dari kejahatan seseorang menunjukkan bahwa Islam menekankan pentingnya hubungan sosial yang harmonis. Dalam Islam, tidak cukup hanya beribadah kepada Allah, tapi juga harus menjaga hubungan baik dengan sesama. Dalam QS. Al-Ahzab ayat 58, Allah berfirman:وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا
(Orang-orang yang menyakiti kaum mukminin tanpa kesalahan yang mereka perbuat, sungguh telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.)Seorang Muslim sejati adalah yang tidak membuat saudaranya merasa terancam atau tersakiti.
3. Bahaya Lisan yang Tak Terkendali
Perkataan مِنْ لِسَانِهِ (dari lisannya) mengingatkan bahwa ucapan adalah senjata yang bisa membunuh jiwa tanpa darah. Banyak perselisihan dan kebencian berawal dari kata-kata yang menyakitkan. Islam sangat menekankan pentingnya menjaga lisan, bahkan Rasulullah ﷺ bersabda:«وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ عَلَى وُجُوهِهِمْ فِي النَّارِ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ؟»
(Bukankah manusia akan diseret ke neraka dengan wajahnya hanya karena hasil panen dari lisannya?) – HR. Tirmidzi.Allah juga berfirman dalam QS. Qaf ayat 18:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
(Tiada suatu kata pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang siap mencatat.)Menjaga lisan adalah tanda iman dan bukti akhlak mulia seorang Muslim.
4. Menahan Tangan dari Menyakiti
Perkataan وَيَدِهِ (dan tangannya) mengajarkan bahwa tindakan fisik pun harus dijaga agar tidak menyakiti orang lain. Dalam Islam, tangan bukan hanya bagian tubuh, tapi juga simbol kekuasaan, kekuatan, dan pengaruh. Menyakiti orang dengan tangan, baik secara langsung atau melalui kekuasaan dan jabatan, adalah bentuk kezaliman yang dilarang. Rasulullah ﷺ bersabda:«المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُسْلِمُهُ»
(Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya dizalimi.) – HR. Bukhari.Allah pun memerintahkan keadilan dan melarang kezaliman dalam QS. An-Nahl ayat 90:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ...
(Sesungguhnya Allah menyuruh (berlaku) adil dan berbuat kebajikan...)Mengendalikan tangan dari menyakiti adalah bentuk pengamalan keadilan dan kasih sayang dalam Islam.
5. Makna Hijrah yang Sesungguhnya
Perkataan وَالْمُهَاجِرُ (dan orang yang berhijrah) menandakan bahwa hijrah dalam Islam tidak hanya soal berpindah tempat, tapi juga perubahan diri menuju kebaikan. Setelah pembebasan Makkah, hijrah fisik tidak lagi diwajibkan, tapi hijrah moral tetap berlaku sepanjang masa. Nabi ﷺ memberikan makna baru bagi hijrah, yaitu berpindah dari dosa menuju taat. Dalam hadits lain beliau bersabda:«لاَ هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ، وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ»
(Tidak ada hijrah setelah penaklukan (Makkah), tetapi yang ada adalah jihad dan niat.) – HR. Bukhari dan Muslim.Hijrah hari ini adalah hijrah dari maksiat, dari pergaulan buruk, dan dari kebiasaan yang menjauhkan dari Allah.
6. Hijrah dari Dosa dan Larangan Allah
Dalam perkataan مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ (adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah), Nabi ﷺ menegaskan bahwa hijrah yang paling nyata adalah meninggalkan larangan Allah. Ini adalah bentuk ketaatan yang menunjukkan kekuatan iman. Tidak mudah meninggalkan kebiasaan buruk, apalagi jika sudah mendarah daging, tapi itulah bentuk hijrah sejati. Dalam QS. Al-Hasyr ayat 7, Allah berfirman:وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
(Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.)Hijrah ini adalah proses seumur hidup, bukan sekali pindah, tapi terus menerus memilih jalan yang diridhai Allah.
7. Memperluas Makna Ibadah Sosial
Hadits ini mengajarkan bahwa ibadah tidak hanya dalam bentuk ritual seperti salat dan puasa, tetapi juga dalam menjaga hubungan baik dengan manusia. Menjaga lisan dan tangan dari menyakiti orang lain adalah bentuk ibadah sosial yang bernilai tinggi. Dalam QS. Al-Ma’un ayat 1–3, Allah mencela orang yang mengabaikan hak sosial:أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ، فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ، وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ
(Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.)Ibadah yang benar adalah yang memberi manfaat nyata bagi sesama.
8. Hijrah Digital dan Zaman Modern
Di masa kini, bentuk hijrah juga bisa berarti berpindah dari konten buruk ke konten bermanfaat, dari media sosial yang merusak ke lingkungan digital yang membangun. Menjaga jari dari menyebar kebencian dan hoaks adalah bagian dari menjaga “tangan”. Menjaga komentar di dunia maya agar tidak menyakiti juga bagian dari menjaga “lisan”. Dalam QS. An-Nur ayat 19 Allah berfirman:إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
(Sesungguhnya orang-orang yang suka tersebarnya kejahatan di kalangan orang beriman, bagi mereka azab yang pedih.)Hijrah modern adalah berpindah dari jejak digital yang buruk ke arah yang lebih diridhai Allah.
9. Pentingnya Niat dalam Hijrah dan Keislaman
Hadits ini juga mengandung pelajaran bahwa semua perubahan dan perbaikan harus dilandasi niat karena Allah. Perubahan yang hanya karena tekanan sosial atau trend tidak akan bernilai ibadah. Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadits yang sangat terkenal:«إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى»
(Sesungguhnya semua amal tergantung pada niat, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan niatnya.) – HR. Bukhari (1) dan Muslim (1907).Hijrah yang benar adalah yang niatnya lurus untuk mencari ridha Allah.
Secara keseluruhan, hadits ini memberikan dua tolok ukur penting dalam Islam: bagaimana seorang Muslim tidak menyakiti orang lain, dan bagaimana ia memperbaiki dirinya dengan meninggalkan larangan Allah. Keislaman yang sejati tercermin dari akhlak sosial dan tekad untuk terus hijrah secara moral. Hadits ini relevan sepanjang masa, terutama di era modern, sebagai pedoman menjaga lisan, tangan, dan niat dalam beragama.
Penutupan Kajian
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita kesempatan untuk menuntut ilmu, memahami sabda Nabi ﷺ, dan menelaah makna sejati dari keislaman dan hijrah yang hakiki.
Hadits yang kita pelajari hari ini, meskipun singkat, memuat dua pilar utama dalam kehidupan seorang Muslim. Pertama, bahwa Muslim sejati adalah yang tidak menyakiti saudaranya, baik dengan lisan maupun dengan tangan. Ini menuntut kita untuk menjaga ucapan, menahan tangan dari menyakiti, dan menjadikan diri kita sebagai sumber kenyamanan bagi orang lain. Kedua, bahwa hijrah bukan semata soal berpindah tempat, tapi berpindah dari semua hal yang dilarang oleh Allah, meninggalkan maksiat, dan terus memperbaiki diri.
Jama’ah sekalian, hadits ini hendaknya tidak berhenti di ruang kajian saja. Ia harus menjadi cermin bagi setiap perbuatan kita sehari-hari. Ketika kita berbicara, kita ingat sabda Nabi ﷺ agar lisan tidak menyakiti. Ketika kita bertindak, kita pastikan tidak menzalimi. Ketika kita menyebut diri telah berhijrah, kita pastikan itu bukan hanya dalam tampilan, tetapi juga dalam kebiasaan, akhlak, dan pilihan hidup.
Mari kita jadikan hadits ini sebagai bekal dalam berinteraksi dengan keluarga, tetangga, teman kerja, dan seluruh manusia. Karena sesungguhnya, Islam yang hidup di hati adalah Islam yang mewujud dalam akhlak.
Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang benar-benar Muslim di sisi-Nya dan hijrah kita menjadi hijrah yang diterima. Semoga ilmu yang kita pelajari hari ini menjadi cahaya dalam langkah hidup kita.
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا
مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ بِرَحْمَتِكَ، وَاجْعَلْ خَيْرَ أَيَّامِنَا يَوْمَ
نَلْقَاكَ، وَاخْتِمْ لَنَا بِالْإِيمَانِ وَحُسْنِ الْخَاتِمَةِ.
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk penghuni surga dengan
rahmat-Mu. Jadikanlah hari terbaik kami adalah hari ketika kami berjumpa
dengan-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan beriman serta dengan akhir yang
baik.
وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ
إِلَىٰ أَقْوَمِ الطَّرِيقِ.
Kita tutup kajian dengan doa kafaratul majelis:
🌿 سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.
وَالسَّلَامُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.