Hadits: Wasiat Rasulullah ﷺ di Haji Wada
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ الكِتَابَ وَعَلَّمَهُ، وَالحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي بَعَثَ نَبِيَّهُ هَادِيًا وَمُعَلِّمًا، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا
إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَوَاتُ رَبِّي وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ، وَعَلَىٰ آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَىٰ يَوْمِ الدِّينِ.
Segala
puji bagi Allah yang telah menurunkan kitab Al-Qur'an dan mengajarkannya.
Segala puji bagi Allah yang telah mengutus nabi-Nya sebagai pemberi petunjuk
dan pengajar. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain
Allah, satu-satunya, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah hamba dan utusan-Nya. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah
kepadanya, kepada keluarganya, para sahabatnya, serta orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat.
Hadirin yang dirahmati Allah ﷻ,
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberi kita kesempatan untuk berkumpul dalam majelis ilmu ini, semoga pertemuan kita menjadi wasilah bertambahnya iman, ilmu, dan ketakwaan kepada Allah ﷻ.
Pada kesempatan kali ini, kita akan mengkaji sebuah hadits yang sangat istimewa, yaitu hadits yang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ dalam Haji Wada’, khutbah perpisahan beliau sebelum wafat. Hadits ini memuat pesan-pesan penting yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari keadilan dalam pembagian warisan, aturan nasab dan kehormatan keluarga, tanggung jawab dalam transaksi keuangan, hingga hak dan kewajiban dalam kehidupan rumah tangga.
📌 Latar Belakang Permasalahan di Masyarakat
Jika kita melihat realitas masyarakat hari ini, kita akan menemukan betapa banyak persoalan yang berkaitan dengan tema-tema dalam hadits ini:
🔹 Sengketa warisan yang sering berujung pada permusuhan antar saudara.
🔹 Maraknya perbuatan zina dan pengabaian terhadap hukum nasab.
🔹 Banyaknya kasus penipuan dan pengkhianatan dalam transaksi utang-piutang serta tanggung jawab terhadap barang pinjaman.
🔹 Kurangnya pemahaman tentang hak dan kewajiban dalam rumah tangga, termasuk dalam pengelolaan harta bersama.
Semua ini terjadi karena kurangnya pemahaman terhadap ajaran Islam dan jauhnya masyarakat dari tuntunan Nabi ﷺ. Oleh karena itu, kajian ini menjadi sangat relevan dan mendesak untuk kita pelajari bersama.
📌 Urgensi Tema Kajian Ini
Hadits yang akan kita bahas ini adalah salah satu wasiat terakhir Rasulullah ﷺ kepada umatnya. Dalam khutbah perpisahan tersebut, beliau menegaskan prinsip-prinsip yang akan menjadi kunci keselamatan di dunia dan akhirat. Jika kita memahami dan mengamalkannya, insyaAllah kita akan terhindar dari banyak permasalahan yang menghancurkan kehidupan individu, keluarga, dan masyarakat.
📖 Melalui kajian ini, kita akan:
✅ Memahami prinsip-prinsip Islam dalam pembagian hak dan kewajiban.
✅ Mengetahui bagaimana Islam menjaga kehormatan nasab dan keluarga.
✅ Mempelajari etika dan tanggung jawab dalam muamalah, termasuk utang-piutang dan pinjaman.
✅ Menyadari pentingnya ketaatan kepada aturan Allah dalam rumah tangga dan kehidupan sosial.
Semoga kajian ini menjadi wasilah bagi kita semua untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat, memperbaiki amal, dan semakin mendekatkan diri kepada Allah ﷻ.
Mari kita buka hati dan pikiran kita, serta niatkan kajian ini sebagai bentuk ibadah dan pencarian ridha Allah. Semoga Allah memudahkan kita untuk memahami dan mengamalkan sunnah Rasulullah ﷺ dalam kehidupan sehari-hari.
Mari kita baca hadits ini dengan seksama:
-----
Dari Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي خُطْبَتِهِ عَامَ حَجَّةِ
الْوَدَاعِ: إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى، قَدْ
أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ، فَلَا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ.
الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ،
وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى، وَمَنِ ادَّعَى
إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ، أَوِ انْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيهِ، فَعَلَيْهِ
لَعْنَةُ اللَّهِ التَّابِعَةُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
لَا تُنْفِقُ امْرَأَةٌ
مِنْ بَيْتِ زَوْجِهَا إِلَّا بِإِذْنِ زَوْجِهَا.
قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَلَا الطَّعَامُ؟
قَالَ: ذَاكَ أَفْضَلُ أَمْوَالِنَا.
وَقَالَ: الْعَارِيَةُ مُؤَدَّاةٌ، وَالْمِنْحَةُ مَرْدُودَةٌ، وَالدَّيْنُ
مَقْضِيٌّ، وَالزَّعِيمُ غَارِمٌ.
----
Aku mendengar Rasulullah ﷺ berkhutbah pada tahun Haji Wada’: "Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala telah memberikan setiap orang yang berhak akan haknya, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris."
"Anak itu (nasabnya) mengikuti tempat tidur (suami-istri), sedangkan bagi pezina adalah batu (kekecewaan, bukan nasab), dan perhitungan mereka ada pada Allah Ta’ala. Barang siapa yang mengaku sebagai anak orang lain selain ayahnya, atau mengaku sebagai budak kepada selain tuannya, maka atasnya laknat Allah yang terus-menerus hingga hari kiamat."
"Seorang wanita tidak boleh menginfakkan harta dari
rumah suaminya kecuali dengan izinnya."
Lalu seseorang bertanya, "Wahai Rasulullah, termasuk makanan juga?"
Beliau menjawab, "Itu adalah harta kita yang paling utama."
Beliau juga bersabda: "Barang pinjaman harus
dikembalikan, hadiah harus dikembalikan jika diminta, utang harus dibayar, dan
penjamin bertanggung jawab."
HR Abu Dawud (3565), At-Tirmidzi (2120), dan Ibnu Majah (2007, 2295, 2398, 2405).
Arti dan Penjelasan per Perkataan
إِنَّ اللَّهَ
تَبَارَكَ وَتَعَالَى
Sesungguhnya Allah Maha Suci dan Maha Tinggi
Perkataan ini menunjukkan pengagungan terhadap Allah yang disampaikan di
awal pernyataan untuk menguatkan kebenaran hukum yang akan disebutkan.
Penegasan ini merupakan bentuk pembukaan yang sarat dengan nuansa tauhid dan
keagungan, menandakan bahwa hukum yang ditetapkan bukanlah buatan manusia, tapi
ketetapan langsung dari Dzat yang Mahabijaksana. Penyebutan "Tabaraka wa
Ta‘ala" menambah kesan penghormatan dan membangkitkan rasa tunduk pada
syariat yang akan dijelaskan.
قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِي
حَقٍّ حَقَّهُ
Sungguh Dia telah memberikan setiap yang berhak akan haknya
Perkataan ini menetapkan prinsip keadilan ilahi dalam sistem hak dan
kewajiban. Allah telah menetapkan secara adil bagian masing-masing orang dalam
warisan dan hak sosial lainnya. Frasa ini juga menjadi dalil bahwa pembagian
harta tidak boleh melampaui batas yang telah ditentukan syariat. Ini sekaligus
menutup celah campur tangan manusia untuk menetapkan hak waris yang
bertentangan dengan ketentuan Allah.
فَلَا وَصِيَّةَ
لِوَارِثٍ
Maka tidak ada wasiat bagi ahli waris
Perkataan ini mengandung hukum yang sangat penting dalam warisan, yaitu
larangan memberi wasiat kepada orang yang sudah mendapat bagian warisan. Hal
ini untuk menjaga keadilan dan mencegah adanya diskriminasi atau ketimpangan
antara ahli waris. Jika seorang pewaris membuat wasiat khusus untuk salah satu
ahli warisnya, hal itu bisa mengganggu keseimbangan distribusi warisan yang
telah ditetapkan oleh Allah.
الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ
Anak itu (nasabnya) untuk ranjang (suami sah)
Perkataan ini adalah kaidah dalam penetapan nasab. Maksudnya, jika seorang
wanita menikah dengan seorang laki-laki, maka anak yang lahir selama masa
pernikahan dianggap sebagai anak dari suami tersebut, kecuali ada bukti kuat
sebaliknya. Kaidah ini menjaga kehormatan keluarga dan kestabilan hukum nasab
dalam masyarakat. Ia juga melindungi hak anak dalam menerima warisan, nama
keluarga, dan perlakuan sosial lainnya.
وَلِلْعَاهِرِ
الْحَجَرُ
Dan bagi pezina hanyalah batu
Perkataan ini menunjukkan bahwa pria yang berzina dengan seorang wanita yang
telah bersuami tidak memiliki hak atas anak yang lahir dari wanita itu.
Ungkapan "batu" adalah bentuk penolakan total terhadap klaim atau hak
apa pun dari pezina. Hal ini menegaskan bahwa hanya ikatan pernikahan yang sah
yang menjadi dasar penetapan nasab, bukan hubungan gelap atau di luar nikah.
وَحِسَابُهُمْ عَلَى
اللَّهِ تَعَالَى
Dan perhitungan mereka berada di sisi Allah Yang Maha Tinggi
Perkataan ini menunjukkan bahwa meskipun hukum dunia menolak klaim nasab
dari pezina, namun dosa dan balasan dari perbuatan tersebut menjadi urusan
Allah. Allah yang akan mengadili dan membalas amal perbuatan manusia sesuai
dengan niat dan keadaannya. Ini juga menjadi pengingat bahwa hukum syariat
tidak berarti mengabaikan aspek akhirat, justru menempatkan semuanya pada
tempatnya.
وَمَنِ ادَّعَى إِلَى
غَيْرِ أَبِيهِ
Barang siapa mengaku kepada selain ayahnya
Perkataan ini menunjukkan ancaman bagi orang yang mengklaim nasab palsu.
Mengganti nasab merupakan dosa besar karena menyangkut hak-hak hukum, sosial,
dan warisan. Perbuatan ini merusak identitas seseorang dan menghancurkan
tatanan masyarakat Islam yang berbasis pada kebenaran dan silsilah yang sah.
أَوِ انْتَمَى إِلَى
غَيْرِ مَوَالِيهِ
Atau berafiliasi kepada selain tuannya
Perkataan ini menegaskan hal serupa dalam konteks budak yang telah
dimerdekakan (mawla). Mengklaim keterikatan dengan kelompok atau suku yang
bukan asalnya tanpa alasan yang benar adalah bentuk penipuan dan pengkhianatan
terhadap ikatan sosial Islam. Hal ini mencerminkan pentingnya menjaga kejujuran
dalam identitas dan silsilah dalam Islam.
فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ
اللَّهِ التَّابِعَةُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Maka atasnya laknat Allah yang terus-menerus hingga Hari Kiamat
Perkataan ini menunjukkan betapa beratnya dosa mengubah nasab atau identitas
sosial. Laknat adalah pengusiran dari rahmat Allah, dan jika sifatnya
terus-menerus sampai kiamat, berarti ini termasuk dosa besar yang tidak
dianggap sepele. Ini juga menjadi peringatan keras agar tidak bermain-main
dengan masalah identitas dan kehormatan dalam masyarakat Islam.
لَا تُنْفِقُ امْرَأَةٌ
مِنْ بَيْتِ زَوْجِهَا إِلَّا بِإِذْنِ زَوْجِهَا
Tidak boleh seorang wanita membelanjakan dari rumah suaminya kecuali dengan
izinnya
Perkataan ini menegaskan pentingnya amanah dan tanggung jawab dalam rumah
tangga. Harta suami adalah amanah yang harus dijaga oleh istri. Pengeluaran
yang dilakukan tanpa izin bisa termasuk tindakan khianat atau merugikan. Namun,
ini tidak berarti menafikan peran istri sama sekali, karena dalam banyak kasus,
ada kelonggaran jika sudah ada kebiasaan saling ridha.
قِيلَ: يَا رَسُولَ
اللَّهِ، وَلَا الطَّعَامُ؟
Dikatakan: Wahai Rasulullah, apakah termasuk makanan juga?
Perkataan ini menunjukkan bahwa para sahabat sangat hati-hati terhadap
perkara kecil sekalipun. Mereka ingin memastikan apakah pengeluaran makanan —
yang kadang dianggap ringan — juga termasuk dalam larangan ini. Pertanyaan ini
menunjukkan betapa mereka memahami bahwa prinsip amanah berlaku pada semua
jenis harta, besar maupun kecil.
قَالَ: ذَاكَ أَفْضَلُ
أَمْوَالِنَا
Beliau bersabda: Itu adalah sebaik-baik harta kami
Perkataan ini menunjukkan bahwa makanan adalah bentuk harta yang utama
karena ia kebutuhan pokok dan sering dikonsumsi. Maka, tidak boleh dianggap
remeh. Ini mengajarkan kita untuk menghargai segala bentuk harta dan tidak
menganggap pengeluaran yang tampak kecil sebagai hal sepele tanpa pertimbangan.
الْعَارِيَةُ
مُؤَدَّاةٌ
Barang pinjaman harus dikembalikan
Perkataan ini adalah prinsip keadilan dalam muamalah. Barang yang dipinjam
hanyalah amanah, bukan milik pribadi, sehingga wajib dikembalikan sebagaimana
keadaannya. Ini menunjukkan pentingnya menjaga hak orang lain dan bersikap
jujur dalam interaksi sosial.
وَالْمِنْحَةُ
مَرْدُودَةٌ
Pemberian sementara harus dikembalikan
Perkataan ini menjelaskan bahwa jika seseorang memberi sesuatu secara
cuma-cuma untuk dipakai (bukan dimiliki), maka benda itu tetap miliknya dan
harus dikembalikan. Ini berlaku seperti seseorang meminjamkan seekor hewan
untuk diperah atau digunakan sementara, lalu dikembalikan. Islam membedakan
antara pemberian mutlak (hibah) dan pemberian sementara (minhah).
وَالدَّيْنُ مَقْضِيٌّ
Utang harus dibayar
Perkataan ini menegaskan prinsip penting dalam Islam bahwa utang adalah
kewajiban yang harus dilunasi. Bahkan syariat menempatkan pembayaran utang
sebagai salah satu syarat penting sebelum pelunasan hak-hak warisan. Banyak
hadits juga mengingatkan bahwa jiwa seorang mukmin bisa tergantung karena utang
yang belum dibayar.
وَالزَّعِيمُ غَارِمٌ
Penjamin bertanggung jawab
Perkataan ini menetapkan bahwa seseorang yang menjadi penjamin dalam urusan
utang atau kewajiban lain, maka ia ikut memikul tanggung jawab jika yang
dijamin tidak mampu melunasi. Ini menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam
memberikan jaminan dan tidak mudah mengambil alih tanggung jawab orang lain
tanpa pertimbangan matang.
Syarah Hadits
خَطَبَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ خُطْبَةً فِي حِجَّةِ الْوَدَاعِ
"Nabi ﷺ berkhutbah dalam Haji Wada' (haji perpisahan)."
فَكَانَتْ خُطْبَةً جَامِعَةً مَانِعَةً
"Maka khutbah itu merupakan khutbah yang lengkap dan menyeluruh."
جَمَعَ فِيهَا مِنَ الْأَوَامِرِ
وَالنَّوَاهِي مَا إِنْ تَمَسَّكَ بِهَا الْمُسْلِمُ نَجَا فِي الدُّنْيَا
وَالْآخِرَةِ
"Beliau mengumpulkan dalam khutbah itu berbagai perintah dan larangan yang
jika seorang Muslim berpegang teguh padanya, maka ia akan selamat di dunia dan
akhirat."
وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ يَقُولُ أَبُو
أُمَامَةَ الْبَاهِلِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
"Dalam hadits ini, Abu Umamah Al-Bahili radhiyallahu ‘anhu berkata,"
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي خُطْبَتِهِ عَامَ حِجَّةِ الْوَدَاعِ
"Aku mendengar Rasulullah ﷺ dalam khutbahnya pada tahun Haji
Wada',"
إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَدْ
أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ
"Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala
telah memberikan setiap orang yang berhak akan haknya."
أَيْ: إِنَّ اللَّهَ بَيَّنَ وَحَدَّدَ
لِكُلِّ وَارِثٍ نَصِيبَهُ مِنَ الْمِيرَاثِ
"Maksudnya: Allah telah menjelaskan dan menentukan bagian setiap ahli
waris dalam warisan."
فَلَا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
"Maka tidak ada wasiat untuk ahli waris."
أَيْ: فَلَا يَجُوزُ أَنْ يُوصِيَ أَحَدٌ
بِجُزْءٍ مِنَ الْمِيرَاثِ لِوَارِثٍ لَهُ حَظٌّ وَنَصِيبٌ فِي الْمِيرَاثِ
"Maksudnya: Tidak boleh seseorang berwasiat memberikan bagian dari warisan
kepada ahli waris yang sudah memiliki hak dan bagian dalam warisan."
وَقَالَ أَيْضًا:
"الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ"
"Beliau juga bersabda: 'Anak itu (nasabnya) kepada pemilik tempat tidur
(suami yang sah).'"
أَيْ: إِنَّ الْمَوْلُودَ يُنْسَبُ لِصَاحِبِ
الْفِرَاشِ وَهُوَ أَبُوهُ
"Maksudnya: Anak yang lahir dinasabkan kepada pemilik tempat tidur, yaitu
ayahnya."
"وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ"
"Dan bagi pezina itu batu (hukuman atau kekecewaan)."
أَيْ: وَلِلزَّانِي الرَّجْمُ بِالْحَجَرِ،
وَقِيلَ: الْمَقْصُودُ بِالْحَجَرِ الْخَيْبَةُ وَالْخُسْرَانُ
"Maksudnya: Pezina itu mendapat hukuman rajam dengan batu, dan ada yang
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan 'batu' adalah kekecewaan dan
kerugian."
"وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى"
"Dan perhitungan mereka (pezina) ada di sisi Allah Ta’ala."
أَيْ: وَسَوْفَ يُحَاسِبُهُمُ اللَّهُ
جَمِيعًا؛ فَمَنْ شَاءَ عَفَا عَنْهُ، وَمَنْ شَاءَ عَذَّبَهُ
"Maksudnya: Allah akan menghisab mereka semua; siapa yang Dia kehendaki
akan Dia ampuni, dan siapa yang Dia kehendaki akan Dia azab."
"وَمَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ"
"Barang siapa yang mengaku sebagai anak dari selain ayahnya (yang
sebenarnya)."
أَيْ: وَمَنْ انْتَسَبَ إِلَى أَحَدٍ غَيْرِ
أَبِيهِ، أَوِ ادَّعَى أَبًا لَيْسَ بِأَبِيهِ
"Maksudnya: Siapa saja yang menisbatkan dirinya kepada selain ayahnya,
atau mengaku memiliki ayah yang bukan ayahnya."
"أَوِ انْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيهِ"
"Atau mengaku menjadi bagian dari kelompok yang bukan kaumnya."
"فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ التَّابِعَةُ
إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ"
"Maka baginya laknat Allah yang terus berlanjut hingga hari kiamat."
أَيْ: فَجَزَاؤُهُ أَنَّ اللَّهَ يَلْعَنُهُ
لَعْنًا مُتَوَاصِلًا إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَاللَّعْنُ هُوَ الطَّرْدُ مِنْ
رَحْمَةِ اللَّهِ
"Maksudnya: Balasannya adalah Allah melaknatnya dengan laknat yang
terus-menerus hingga hari kiamat, dan laknat berarti dijauhkan dari rahmat
Allah."
"لَا تُنْفِقِ امْرَأَةٌ مِنْ بَيْتِ زَوْجِهَا
إِلَّا بِإِذْنِ زَوْجِهَا"
"Seorang wanita tidak boleh menginfakkan (hartanya) dari rumah suaminya
kecuali dengan izinnya."
"قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ"
"Dikatakan: 'Wahai Rasulullah!'"
"وَلَا الطَّعَامَ؟"
"'Apakah juga makanan?'"
"قَالَ: ذَاكَ أَفْضَلُ أَمْوَالِنَا"
"Beliau menjawab: 'Itu adalah harta terbaik kita.'"
"الْعَارِيَّةُ مُؤَدَّاةٌ"
"Barang pinjaman harus dikembalikan."
"وَالْمِنْحَةُ مَرْدُودَةٌ"
"Hadiah sementara harus dikembalikan."
"وَالدَّيْنُ مَقْضِيٌّ"
"Hutang harus dilunasi."
"وَالزَّعِيمُ غَارِمٌ"
"Dan penjamin bertanggung jawab (membayar hutang)."
Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/35172
Pelajaran dari hadits ini
1. Setiap Orang Mendapat Haknya Sesuai Ketetapan Allah
➡ "إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ"
📌 Pelajaran:
- Allah telah menentukan hak setiap orang, terutama dalam warisan.
- Pembagian warisan sudah diatur dalam Islam, sehingga tidak boleh diubah sesuka hati.
- Mengubah hukum waris dengan wasiat yang melanggar ketentuan syariat dilarang.
2. Wasiat Tidak Berlaku bagi Ahli Waris
➡ "فَلَا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ"
📌 Pelajaran:
- Tidak boleh memberikan wasiat kepada ahli waris karena mereka sudah memiliki hak yang ditetapkan oleh syariat.
- Wasiat hanya boleh diberikan kepada orang yang tidak termasuk ahli waris dan tidak boleh melebihi 1/3 harta.
3. Nasab Anak Ditentukan oleh Perkawinan yang Sah
➡ "الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ"
📌 Pelajaran:
- Anak yang lahir dari pernikahan yang sah nasabnya mengikuti ayahnya.
- Anak yang lahir dari zina tidak memiliki hubungan nasab dengan laki-laki pezina, melainkan hanya dengan ibunya.
- Dalam kasus perselingkuhan, nasab anak tetap kepada suami sah, bukan kepada lelaki yang berzina dengan ibunya.
4. Larangan Mengaku sebagai Anak dari Orang Lain atau Berpura-pura Menjadi Budak yang Bukan Tuannya
➡ "وَمَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ أَوِ انْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيهِ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ التَّابِعَةُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ"
📌 Pelajaran:
- Seseorang wajib mengakui nasabnya yang sebenarnya, tidak boleh berpura-pura menjadi anak dari orang lain.
- Larangan ini berlaku untuk menghindari kebohongan dan manipulasi hak waris atau kehormatan keluarga.
- Hukuman bagi orang yang melanggar adalah laknat Allah hingga hari kiamat.
5. Harta Suami Tidak Boleh Dibelanjakan oleh Istri Tanpa Izin
➡ "لَا تُنْفِقِ امْرَأَةٌ مِنْ بَيْتِ زَوْجِهَا إِلَّا بِإِذْنِ زَوْجِهَا"
📌 Pelajaran:
- Istri tidak boleh menggunakan harta suami untuk sedekah atau pemberian tanpa izinnya.
- Ini menegaskan bahwa harta suami adalah tanggung jawabnya, dan istri perlu menghormati hak kepemilikan tersebut.
- Jika suami sudah mengizinkan secara umum, seperti memberi nafkah atau uang belanja, maka istri boleh menggunakannya dalam batas kewajaran.
6. Makanan adalah Harta yang Paling Utama
➡ "ذَاكَ أَفْضَلُ أَمْوَالِنَا"
📌 Pelajaran:
- Makanan termasuk harta yang berharga dan tidak boleh disia-siakan.
- Seorang istri pun tidak boleh menyedekahkan makanan dari rumah tanpa izin suami.
- Ini menunjukkan pentingnya menghargai makanan sebagai rezeki yang telah diberikan Allah.
7. Barang Pinjaman Harus Dikembalikan
➡ "الْعَارِيَّةُ مُؤَدَّاةٌ"
📌 Pelajaran:
- Barang yang dipinjam harus dikembalikan dalam kondisi baik.
- Islam mengajarkan untuk bertanggung jawab terhadap barang yang bukan milik sendiri.
- Menyalahgunakan barang pinjaman atau tidak mengembalikannya termasuk bentuk kezaliman.
8. Hadiah (Minhah) Bisa Diminta Kembali
➡ "وَالْمِنْحَةُ مَرْدُودَةٌ"
📌 Pelajaran:
- Hadiah yang diberikan bisa diminta kembali jika ada alasan yang kuat.
- Ini berlaku terutama untuk barang yang diberikan sebagai bantuan sementara, bukan sebagai hibah murni.
- Contoh: Seseorang memberi sapi untuk diperah susunya, setelah beberapa waktu, pemiliknya berhak mengambil kembali sapi tersebut.
9. Hutang Harus Dibayar
➡ "وَالدَّيْنُ مَقْضِيٌّ"
📌 Pelajaran:
- Hutang adalah tanggung jawab yang harus dilunasi, tidak boleh diabaikan.
- Orang yang meninggal dalam keadaan memiliki hutang akan tertahan di akhirat sampai hutangnya dibayar.
- Islam sangat menekankan pentingnya memenuhi janji dalam urusan keuangan.
10. Penjamin (Kafil) Bertanggung Jawab atas Hutang yang Dijaminnya
➡ "وَالزَّعِيمُ غَارِمٌ"
📌 Pelajaran:
- Jika seseorang menjadi penjamin hutang, ia bertanggung jawab melunasi hutang tersebut jika orang yang dijamin tidak mampu membayarnya.
- Ini menunjukkan bahwa menjadi penjamin bukan sekadar formalitas, tetapi sebuah amanah yang besar.
- Islam mengajarkan kehati-hatian dalam menjamin orang lain agar tidak terbebani hutang yang tidak mampu ditanggung.
Kesimpulan dari Hadits Ini
✅ Menjaga hak-hak orang lain sesuai ketetapan Allah.
✅ Menjunjung tinggi kejujuran dalam nasab dan hubungan keluarga.
✅ Memastikan kepatuhan terhadap hukum waris Islam.
✅ Menjadi pribadi yang bertanggung jawab terhadap pinjaman dan hutang.
✅ Menghormati kepemilikan harta dalam rumah tangga dan masyarakat.
✅ Bersikap adil dan tidak menzalimi orang lain dalam pergaulan sosial.
Hadits ini adalah panduan hidup yang sangat komprehensif, yang jika diikuti dengan baik akan membawa kebaikan di dunia dan keselamatan di akhirat. 🌿
Penutup Kajian
Alhamdulillah, kita telah bersama-sama mengkaji hadits dari khutbah Rasulullah ﷺ dalam Haji Wada’, yang mengandung prinsip-prinsip agung dalam kehidupan umat Islam.
Sebagai kesimpulan, ada beberapa poin penting yang telah kita bahas dalam kajian ini:
✅ Keadilan dalam warisan, bahwa Allah telah menetapkan hak setiap ahli waris dan tidak boleh ada wasiat bagi mereka yang telah mendapatkan bagian dalam warisan.
✅ Penjagaan nasab dan kehormatan keluarga, bahwa anak dinisbatkan kepada ayahnya, dan bagi pezina tidak ada hak pengakuan nasab.
✅ Tanggung jawab dalam transaksi keuangan, bahwa barang pinjaman harus dikembalikan, utang harus dilunasi, dan penjamin wajib menunaikan tanggung jawabnya jika orang yang dijaminnya tidak mampu membayar.
✅ Hak dan kewajiban dalam rumah tangga, bahwa seorang istri tidak boleh membelanjakan harta suaminya tanpa izinnya, terutama dalam hal sedekah.
✅ Larangan menyandarkan diri kepada nasab atau kelompok yang bukan miliknya, karena hal itu merupakan bentuk kebohongan yang diancam dengan laknat Allah hingga hari kiamat.
Semua poin ini menunjukkan betapa Islam adalah agama yang sangat menjaga hak-hak manusia, menegakkan keadilan, serta membimbing umatnya agar hidup dengan penuh tanggung jawab dan kehormatan.
Nasihat dan Saran
Hadirin yang berbahagia,
Setelah mengikuti kajian ini, marilah kita merenungi dan mengamalkan ilmu yang telah kita pelajari:
📌 Jaga hak-hak orang lain, baik dalam warisan, harta, maupun hubungan sosial. Jangan sampai kita termasuk orang yang menzalimi atau mengambil hak orang lain.
📌 Perhatikan nasab dan kehormatan keluarga, agar keturunan kita tumbuh dalam lingkungan yang bersih dan terhormat.
📌 Tunaikan amanah dalam muamalah, baik dalam utang-piutang, pinjaman, maupun transaksi lainnya, karena semua itu akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.
📌 Jaga hubungan rumah tangga, dengan saling memahami hak dan kewajiban masing-masing, sehingga tercipta rumah tangga yang harmonis dan penuh keberkahan.
📌 Berpegang teguh pada ajaran Islam, karena hanya dengan mengikuti tuntunan Allah dan Rasul-Nya kita akan selamat di dunia dan akhirat.
Harapan Setelah Kajian Ini
Semoga kajian ini tidak hanya menjadi wawasan bagi kita, tetapi juga menjadi dorongan untuk kita semua agar lebih berhati-hati dalam menjalankan kehidupan ini sesuai dengan syariat Islam. Mari kita jadikan ilmu ini sebagai bekal dalam kehidupan sehari-hari, agar kita semakin dekat kepada Allah dan semakin berhati-hati dalam berinteraksi dengan sesama.
Akhir kata, semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang mendengar perkataan lalu mengikuti yang terbaik darinya. Dan semoga ilmu yang kita pelajari hari ini menjadi cahaya yang menerangi kehidupan kita di dunia dan akhirat.
وَصَلَّى اللَّهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.
والله تعالى أعلم، وبالله التوفيق، والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته.