Hadits: Keistimewaan Orang Beriman dalam Menyikapi Nikmat dan Musibah
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ،
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ
Bapak, Ibu, Saudara-saudari sekalian yang dirahmati Allah,
Kita hidup di zaman yang penuh dengan dinamika kehidupan. Ada yang sedang berada di puncak kebahagiaan karena rezeki yang lancar, keluarga yang harmonis, dan usaha yang berkembang. Namun tak sedikit pula yang sedang dirundung kesedihan karena musibah, kehilangan pekerjaan, atau cobaan rumah tangga. Dalam kondisi seperti ini, kita sering melihat dua hal yang mengkhawatirkan: sebagian orang yang diberi nikmat justru lupa bersyukur, dan sebagian yang diuji malah terjerumus dalam keputusasaan bahkan menyalahkan takdir.
Inilah realita yang banyak terjadi di tengah masyarakat kita. Padahal, Islam telah memberikan pedoman yang sangat jelas dalam menyikapi dua situasi kehidupan ini: saat lapang dan saat sempit. Salah satu pedoman agung tersebut adalah hadits Rasulullah ﷺ yang akan kita bahas pada kajian hari ini, yang dimulai dengan sabda beliau: عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ... — "Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin..."
Hadits ini bukan hanya untuk dibaca, tetapi perlu dipahami dan dihayati dalam-dalam. Karena di dalamnya terkandung resep ketenangan hidup, cara pandang positif terhadap takdir Allah, dan bimbingan sikap dalam segala kondisi. Ia membentuk karakter mukmin yang tidak mudah terguncang, baik oleh kesenangan maupun penderitaan. Maka hadits ini sangat penting untuk kita pelajari bersama, agar kita tidak hanya menjadi mukmin di lisan, tetapi juga di dalam hati dan tindakan.
Mari kita renungkan hadits ini, kita gali makna-maknanya, dan kita niatkan untuk mengamalkannya dalam keseharian, agar kita termasuk golongan orang-orang yang urusannya selalu berada dalam kebaikan.
Dari Shuhaib bin Sinan Ar-Rumi radhiyallahu 'anhu, bahwa
Rasulullah ﷺ bersabda:
عَجَبًا لأَمْرِ
المُؤْمِنِ، إنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا
لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ
أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya
seluruh urusannya adalah kebaikan, dan hal itu tidak dimiliki oleh siapa pun
kecuali oleh orang mukmin. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, maka itu
menjadi kebaikan baginya. Dan jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, maka itu
pun menjadi kebaikan baginya.
HR. Muslim (2999)
Arti
dan Penjelasan Per Kalimat
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ
Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin.
Perkataan ini menunjukkan kekaguman Rasulullah ﷺ terhadap karakter orang mukmin yang memiliki keistimewaan dalam
menyikapi semua peristiwa hidup.
Takjubnya Rasulullah ﷺ bukan sekadar ekspresi emosional,
melainkan pengakuan terhadap keunggulan spiritual dan psikologis seorang
mukmin.
Dalam pandangan Islam, mukmin adalah pribadi yang tidak hanya beriman secara
teori, tetapi juga menjadikan imannya sebagai fondasi utama dalam berpikir,
merasa, dan bertindak.
Urusannya — yang mencakup segala aspek hidup, baik lahir maupun batin —
menjadi indah dan positif karena landasan imannya.
إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ
Sesungguhnya seluruh urusannya adalah kebaikan.
Ini adalah penegasan dari ungkapan sebelumnya, bahwa
setiap aspek kehidupan mukmin — tanpa kecuali — mengandung nilai kebaikan.
Baik itu urusan dunia maupun akhirat, keberuntungan atau musibah, semuanya
memiliki hikmah dan potensi pahala jika disikapi dengan benar.
Kebaikan di sini bukan diukur dari persepsi duniawi semata, melainkan dari
standar ukhrawi, yang menilai hati yang sabar, syukur yang tulus, dan sikap
tawakal.
Konsep ini menjadikan seorang mukmin selalu berada dalam posisi menang,
apapun yang terjadi.
وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ
Dan hal itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh orang mukmin.
Ungkapan ini membatasi keistimewaan tersebut hanya pada
orang yang benar-benar beriman.
Orang kafir atau orang munafik mungkin memiliki kekayaan atau kesenangan,
tetapi tidak akan meraih makna hakiki dari kebaikan dalam semua urusannya.
Hanya mukmin yang mampu melihat musibah sebagai rahmat tersembunyi dan
nikmat sebagai ujian yang harus disyukuri.
Ini menunjukkan bahwa iman bukan sekadar identitas, tetapi sebuah filter
spiritual yang memengaruhi bagaimana seseorang menafsirkan kehidupannya.
إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ
خَيْرًا لَهُ
Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, maka itu menjadi kebaikan baginya.
Perkataan ini menggambarkan reaksi ideal seorang mukmin
ketika mendapatkan nikmat atau kebahagiaan.
Bersyukur bukan hanya mengucap “alhamdulillah”, tetapi juga melibatkan hati
yang mengakui nikmat, lisan yang memuji Allah, dan anggota tubuh yang
menggunakan nikmat itu dalam ketaatan.
Syukur menambah nikmat dan menjaga jiwa dari kesombongan serta lupa diri.
Karena itu, nikmat yang disyukuri menjadi sumber kebaikan yang abadi, bukan
hanya fana.
وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ، فَكَانَ
خَيْرًا لَهُ
Dan jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, maka itu pun menjadi kebaikan
baginya.
Inilah sisi lain dari keseimbangan mukmin dalam
menghadapi hidup: ketika dilanda kesulitan, ia memilih sabar.
Sabar bukan berarti pasrah tanpa usaha, tetapi tetap teguh dalam ketaatan
dan tidak berkeluh kesah kepada makhluk.
Dalam kesabaran, seorang mukmin memperlihatkan kualitas keimanannya yang
tinggi — bahwa ia meyakini ujian datang dari Allah dan pasti mengandung hikmah.
Dengan sabar, ujian menjadi pahala, musibah menjadi penghapus dosa, dan
penderitaan menjadi pengangkat derajat.
Syarah Hadits
ٱلصَّبْرُ مِنَ ٱلْأَخْلَاقِ ٱلْفَاضِلَةِ
وَٱلْخِصَالِ ٱلنَّبِيلَةِ
Sabar termasuk akhlak yang mulia dan sifat yang terpuji
ٱلَّتِي أَمَرَ ٱللَّهُ تَعَالَى بِهَا،
وَرَغَّبَ فِيهَا وَبَيَّنَ فَضْلَهَا
yang Allah Ta‘ālā perintahkan, anjurkan, dan jelaskan keutamaannya
وَفِي هَذَا ٱلْحَدِيثِ يَقُولُ ٱلنَّبِيُّ
صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «عَجَبًا لِأَمْرِ ٱلْمُؤْمِنِ»
Dalam hadits ini Nabi ﷺ bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan
orang mukmin”
فَأَظْهَرَ ٱلنَّبِيُّ صَلَّى ٱللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ٱلْعَجَبَ عَلَى وَجْهِ ٱلِٱسْتِحْسَانِ
Maka Nabi ﷺ menampakkan rasa takjub dalam bentuk pujian
لِشَأْنِ ٱلْمُؤْمِنِ وَأَحْوَالِهِ
terhadap keadaan dan urusan orang mukmin
وَذَٰلِكَ لِأَنَّ أَحْوَالَ ٱلْمُؤْمِنِ
كُلَّهَا فِيهَا خَيْرٌ
Karena seluruh keadaan orang mukmin itu selalu dalam kebaikan
وَلَيْسَ ذَٰلِكَ لِأَحَدٍ إِلَّا ٱلْمُؤْمِنُ
Dan itu tidak berlaku kecuali bagi orang mukmin
فَكُلُّ إِنسَانٍ فِي قَضَاءِ ٱللَّهِ
وَقَدَرِهِ بَيْنَ أَمْرَيْنِ: مُؤْمِنٍ وَغَيْرِ مُؤْمِنٍ
Setiap manusia dalam takdir Allah ada dua macam: mukmin dan bukan mukmin
فَٱلْمُؤْمِنُ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ مِنْ
نِعْمَةٍ دِينِيَّةٍ؛ كَٱلْعِلْمِ وَٱلْعَمَلِ ٱلصَّالِحِ
Jika orang mukmin mendapat kesenangan berupa nikmat agama seperti ilmu dan amal
saleh
وَنِعْمَةٍ دُنْيَوِيَّةٍ؛ كَٱلْمَالِ
وَٱلْبَنِينَ وَٱلْأَهْلِ
dan nikmat duniawi seperti harta, anak-anak, dan keluarga
شَكَرَ ٱللَّهَ
ia pun bersyukur kepada Allah
فَهُوَ يَعْرِفُ حَقَّ ٱللَّهِ فِي تِلْكَ
ٱلنِّعْمَةِ وَمَا قُدِّرَ لَهُ مِنْهَا
Karena ia mengenal hak Allah dalam nikmat itu dan apa yang telah ditentukan
baginya
فَيَقُومُ بِٱلطَّاعَةِ وَٱلْعِبَادَةِ
وَٱلْقُرْبِ مِنَ ٱللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ٱمْتِنَانًا وَشُكْرًا لَهُ سُبْحَانَهُ
Maka ia pun taat, beribadah, dan mendekat kepada Allah sebagai bentuk syukur
dan penghambaan kepada-Nya
فَيَحْصُلُ لَهُ ٱلْأَجْرُ فِي ٱلْآخِرَةِ
sehingga ia mendapatkan pahala di akhirat
وَيُضَافُ لِهَٰذَا ٱلشُّكْرِ فَرَحُهُ
ٱلَّذِي يَشْمَلُهُ بِتِلْكَ ٱلنِّعْمَةِ
Dan ditambah dengan rasa bahagia yang ia rasakan karena nikmat tersebut
وَكَذَٰلِكَ فَإِنَّ ٱلْمُؤْمِنَ إِذَا
أَصَابَتْهُ ٱلضَّرَّاءُ مِنْ فَقْرٍ، أَوْ مَرَضٍ، أَوْ بَلِيَّةٍ، أَوْ ضَرَرٍ
Demikian pula, jika orang mukmin tertimpa musibah seperti kemiskinan, sakit,
bencana, atau kesulitan
صَبَرَ عَلَى أَقْدَارِ ٱللَّهِ
ia bersabar atas takdir Allah
وَٱنْتَظَرَ ٱلْفَرَجَ مِنَ ٱللَّهِ
dan menanti jalan keluar dari Allah
وَٱحْتَسَبَ ٱلْأَجْرَ عَلَى ٱللَّهِ
serta mengharapkan pahala dari Allah
وَلَجَأَ إِلَيْهِ تَعَالَى فِي كَشْفِهَا
dan bersandar kepada-Nya dalam menghilangkan kesulitan itu
فَكَانَ ٱلصَّبْرُ خَيْرًا لَهُ
maka sabar itu menjadi kebaikan baginya
لِأَنَّهُ يُثَابُ عَلَى صَبْرِهِ
karena ia akan diberi pahala atas kesabarannya
وَيَحُوزُ أَجْرَ ٱلصَّابِرِينَ
dan memperoleh pahala orang-orang yang sabar
ٱلَّذِينَ يُوَفَّوْنَ أُجُورَهُم بِغَيْرِ
حِسَابٍ
yang pahalanya diberikan tanpa batas
فَكَانَ أَمْرُهُ كُلُّهُ خَيْرًا، فَكَانَ
ذَٰلِكَ خَيْرًا لَهُ
maka seluruh urusannya menjadi kebaikan, dan itu adalah kebaikan baginya
فَٱلْإِيمَانُ بِقَضَاءِ ٱللَّهِ وَقَدَرِهِ
Iman kepada takdir dan ketentuan Allah
يَجْعَلُ ٱلْمُؤْمِنَ فِي رِضًى كَامِلٍ عَلَى
كُلِّ أَحْوَالِهِ
menjadikan seorang mukmin selalu ridha atas segala keadaannya
بِخِلَافِ غَيْرِ ٱلْمُؤْمِنِ
berbeda dengan orang yang bukan mukmin
ٱلَّذِي يَكُونُ فِي سَخَطٍ دَائِمٍ عِندَ
وُقُوعِ ضَرَرٍ عَلَيْهِ
yang selalu dalam keadaan marah ketika tertimpa musibah
وَإِذَا مَا حَازَ نِعْمَةً مِنَ ٱللَّهِ
عَزَّ وَجَلَّ
dan jika ia memperoleh nikmat dari Allah عزَّ وجلَّ
ٱنْشَغَلَ بِهَا عَنْ طَاعَتِهِ، فَضْلًا عَنْ
صَرْفِهَا فِي مَعْصِيَةٍ
ia malah sibuk dengan nikmat itu hingga lalai dari ketaatan, bahkan
menggunakannya untuk maksiat.
Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/84432
Pelajaran dari Hadits ini
1. Keistimewaan Orang Beriman
Dalam perkataan عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ yang berarti "Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin", Rasulullah ﷺ menunjukkan betapa luar biasanya cara seorang mukmin menjalani hidup. Orang beriman memiliki cara pandang yang berbeda dari orang kebanyakan. Ia tidak gampang kecewa saat gagal, dan tidak lupa diri saat berhasil. Keistimewaan ini muncul karena imannya membuatnya selalu mengaitkan setiap peristiwa dengan kehendak dan kasih sayang Allah. Ia tidak mengandalkan logika dunia semata, tetapi meyakini bahwa setiap kejadian adalah bagian dari takdir ilahi yang penuh hikmah.
2. Semua Urusan Mukmin Bernilai Kebaikan
Perkataan إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ yang berarti "Sesungguhnya seluruh urusannya adalah kebaikan", menunjukkan bahwa seorang mukmin selalu mendapatkan nilai positif dari setiap kejadian, baik itu berupa nikmat maupun musibah. Hal ini karena ia menilai hidup bukan hanya dari apa yang tampak, tetapi dari bagaimana ia bersikap terhadapnya. Bila ia bersyukur saat senang dan bersabar saat susah, maka semua peristiwa menjadi ladang pahala dan peningkatan iman. Nilai kebaikan itu bukan hanya di akhirat, tapi juga membuat hatinya tenang di dunia.
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا
(Artinya: Katakanlah, tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami) — QS. At-Taubah: 51
3. Keistimewaan Ini Hanya untuk Mukmin
Dalam perkataan وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ yang berarti "Dan hal itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh orang mukmin", dijelaskan bahwa cara pandang penuh berkah ini tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh mereka yang benar-benar beriman. Orang yang tidak beriman atau yang lemah imannya akan mudah terpuruk saat gagal dan sombong saat berhasil. Mereka melihat segala sesuatu hanya dari sudut duniawi. Sementara mukmin memiliki lensa iman yang membimbing pikirannya untuk tetap positif dan terarah kepada keridhaan Allah, apa pun kondisi hidupnya.
4. Bersyukur Saat Mendapat Nikmat
Perkataan إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ yang berarti "Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, maka itu menjadi kebaikan baginya", mengajarkan bahwa respon terbaik terhadap nikmat adalah syukur. Syukur bukan hanya ucapan di lisan, tetapi mencakup pengakuan dalam hati dan penggunaan nikmat untuk kebaikan. Orang yang bersyukur akan menjaga nikmat itu agar tidak disalahgunakan, dan nikmat tersebut menjadi sebab bertambahnya keberkahan dalam hidup. Allah bahkan menjanjikan penambahan nikmat bagi orang yang bersyukur.
لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
(Artinya: Jika kamu bersyukur, pasti Aku akan menambah (nikmat) kepadamu) — QS. Ibrahim: 7
5. Bersabar Saat Ditimpa Musibah
Perkataan وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ yang berarti "Dan jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, maka itu pun menjadi kebaikan baginya", memberikan pelajaran bahwa musibah bukanlah tanda keburukan, tapi kesempatan menguatkan iman. Sabar bukan berarti diam tanpa usaha, tetapi tetap taat dan tidak mengeluh kepada manusia. Orang yang sabar tahu bahwa setiap ujian ada akhirnya, dan bahwa Allah mencintai orang-orang yang bersabar. Pahala sabar tidak terbatas, dan derajat orang sabar sangat tinggi di sisi Allah.
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
(Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang sabar akan diberi pahala mereka tanpa batas) — QS. Az-Zumar: 10
6. Ketenangan Jiwa Orang Beriman
Hadits ini juga mengajarkan bahwa iman menghadirkan ketenangan jiwa dalam segala kondisi. Orang mukmin tidak mudah stres karena hidupnya selalu ia serahkan kepada Allah. Ketika orang lain bingung menghadapi cobaan hidup, mukmin tetap tenang karena ia yakin bahwa Allah bersamanya. Ia percaya bahwa setiap kejadian pasti ada maksud baiknya, sehingga hatinya tidak mudah galau dan lisannya tidak tergelincir dalam keluh kesah.
7. Ukuran Kebaikan Bukan Selalu Nikmat
Kebaikan dalam pandangan mukmin bukan sekadar nikmat dunia seperti harta, kesehatan, atau jabatan. Justru terkadang musibah bisa menjadi jalan menuju kebaikan yang lebih besar, seperti penghapus dosa atau penambah pahala. Maka, ia tidak menilai hidup berdasarkan kesenangan semata, tetapi dari bagaimana ia bisa mendekatkan diri kepada Allah. Ini membuat mukmin selalu optimis dan lapang dada, bahkan di tengah kesulitan.
8. Syukur dan Sabar Harus Selalu Seimbang
Syukur dan sabar adalah dua sayap keimanan yang saling melengkapi. Jika hanya pandai bersyukur tapi tidak sabar saat diuji, atau sebaliknya, maka keimanan belum sempurna. Hadits ini mengajarkan bahwa dua sikap ini harus ada bersamaan dalam kehidupan. Dengan keseimbangan ini, mukmin mampu menghadapi segala kondisi hidup dengan sikap terbaik dan tidak mudah goyah.
9. Setiap Kejadian Adalah Ladang Amal
Hadits ini menunjukkan bahwa waktu senang dan susah adalah peluang yang sama untuk beramal. Saat senang, ada peluang bersyukur. Saat susah, ada peluang bersabar. Maka tidak ada waktu yang kosong bagi mukmin. Ia selalu bisa mencari cara untuk dekat dengan Allah. Dengan pemahaman ini, seorang mukmin tidak menyia-nyiakan waktunya untuk bersedih atau berbangga diri secara berlebihan.
10. Menjadi Mukmin Adalah Sebuah Karunia Besar
Karena semua keistimewaan dalam hadits ini hanya dimiliki oleh orang mukmin, maka menjadi mukmin adalah anugerah terbesar dalam hidup seseorang. Ini mengingatkan kita untuk terus menjaga iman, memperbarui keyakinan, dan berusaha menjadi mukmin sejati, bukan hanya sekadar nama atau identitas. Tanpa iman, seseorang akan kehilangan arah saat senang maupun susah.
Kesimpulan:
Secara keseluruhan, hadits ini mengajarkan bahwa hidup orang mukmin selalu berada dalam lingkaran kebaikan, karena ia tahu bersyukur saat senang dan bersabar saat susah. Iman membuatnya memiliki ketenangan, arah hidup, dan sikap positif dalam segala kondisi. Ini adalah keistimewaan yang tak dimiliki siapa pun kecuali oleh mukmin sejati.
Penutup
Kajian
Setelah kita menyelami isi hadits agung ini, kita menyadari bahwa Islam tidak membiarkan kita berjalan tanpa arah dalam menghadapi lika-liku kehidupan. Hadits عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ adalah bimbingan yang sangat mendalam tentang bagaimana cara seorang mukmin menyikapi nikmat dan musibah dengan sikap yang benar: syukur saat senang, dan sabar saat susah.
Faedah besar dari hadits ini adalah bahwa hidup seorang mukmin selalu menguntungkan, selalu berpahala, dan selalu berada dalam jalur kebaikan selama ia menjaga imannya. Tidak ada istilah “hari sial” atau “musibah yang merugikan” bagi seorang mukmin yang memahami hakikat sabar dan syukur. Bahkan setiap peristiwa bisa menjadi tangga menuju ridha Allah ﷻ.
Harapan kita semua, semoga setelah mengikuti kajian ini, kita tidak hanya paham secara teori, tetapi juga siap mengamalkan kandungan hadits ini dalam kehidupan sehari-hari. Ketika mendapat nikmat, semoga kita tidak lupa untuk bersyukur dengan lisan, hati, dan perbuatan. Dan saat mendapat ujian, semoga kita tidak terjerumus dalam keluhan, tetapi menguatkan diri dengan kesabaran dan tawakal.
Akhirnya, marilah kita jaga keimanan kita agar selalu menjadi mukmin sejati, karena hanya dengan imanlah kita bisa merasakan nikmatnya ketenangan dalam suka maupun duka, serta menjadikan hidup ini penuh makna dan keberkahan.
وَصَلَّى
اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْـحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ
وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ
إِلَيْكَ