Hadits: Hijrah Sudah Usai, Kini Saatnya Jihad dan Menjaga Kesucian Makkah
بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ.
Jamaah yang dirahmati Allah,
Di zaman ini, banyak di antara kita yang memahami hijrah sebatas berpindah tempat, atau sebatas simbol perubahan penampilan luar. Padahal, hakikat hijrah dalam Islam jauh lebih luas dan dalam. Banyak pula yang menyepelekan larangan-larangan di Tanah Haram seperti Makkah, karena mengira bahwa kota itu kini telah menjadi kota modern yang sama dengan wilayah lain, padahal kesuciannya tetap kekal. Di sisi lain, kita juga menyaksikan fenomena lemahnya semangat umat dalam berjihad secara benar — baik jihad ilmu, harta, maupun pembelaan terhadap agama — karena tidak memahami betapa pentingnya niat dan kesiapan untuk berkorban di jalan Allah, walaupun tidak lagi diwajibkan berhijrah seperti di masa awal Islam.
Hadits yang akan kita kaji hari ini adalah sabda Nabi ﷺ yang beliau ucapkan pada hari penaklukan Makkah, salah satu momen paling monumental dalam sejarah Islam. Hadits ini tidak hanya menandai berakhirnya hijrah fisik dari Makkah ke Madinah, tapi juga mengajarkan kepada kita bahwa semangat hijrah harus tetap hidup dalam bentuk jihad dan niat yang benar. Hadits ini juga menegaskan kesucian Makkah sebagai Tanah Haram sejak penciptaan langit dan bumi hingga hari Kiamat, dan bahwa menjaga kehormatannya adalah kewajiban setiap Muslim, bukan hanya penduduknya.
Kajian ini sangat penting, karena menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar dalam kehidupan kita: apakah kita masih perlu hijrah? Bagaimana semestinya niat kita dalam amal-amal besar? Apa kewajiban kita ketika pemimpin syar’i menyeru? Dan bagaimana adab kita saat berada di Tanah Haram?
Maka mari kita buka hati dan pikiran untuk menggali kandungan hadits ini secara mendalam, agar hidup kita lebih terarah, amal kita lebih berkualitas, dan hubungan kita dengan Allah dan Tanah Haram-Nya semakin penuh penghormatan.
Dari ʿAbdullāh ibn ʿAbbas radhiyallahu ʿanhu, bahwa
Rasulullah ﷺ bersabda:
قالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ افْتَتَحَ مَكَّةَ: لَا هِجْرَةَ، وَلَكِنْ
جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا، فَإِنَّ هَذَا بَلَدٌ
حَرَّمَ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ، وَهُوَ حَرَامٌ
بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَإِنَّهُ لَمْ يَحِلَّ الْقِتَالُ
فِيهِ لِأَحَدٍ قَبْلِي، وَلَمْ يَحِلَّ لِي إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ، فَهُوَ
حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، لَا يُعْضَدُ شَوْكُهُ،
وَلَا يُنَفَّرُ صَيْدُهُ، وَلَا يَلْتَقِطُ لُقَطَتَهُ إِلَّا مَنْ عَرَّفَهَا،
وَلَا يُخْتَلَى خَلَاهَا. قَالَ الْعَبَّاسُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِلَّا
الْإِذْخِرَ؛ فَإِنَّهُ لِقَيْنِهِمْ وَلِبُيُوتِهِمْ، قَالَ: إِلَّا الْإِذْخِرَ.
Pada hari penaklukan Makkah Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidak ada
hijrah (setelah penaklukan ini), tetapi yang ada adalah jihad dan niat. Apabila
kalian dimobilisasi, maka berangkatlah.
Sesungguhnya kota ini telah Allah jadikan tanah haram sejak
Dia menciptakan langit dan bumi; ia tetap haram karena kehormatan Allah sampai
Hari Kiamat.
Perang di dalamnya tidak dihalalkan bagi siapa pun
sebelumku, dan tidak dihalalkan bagiku kecuali sesaat pada siang hari ini; maka
ia tetap haram karena kehormatan Allah sampai Hari Kiamat.
Duri-durinya tidak boleh dipotong, hewannya tidak boleh
ditakuti, barang temuannya tidak boleh diambil kecuali oleh orang yang hendak
mengumumkannya, dan rumputnya tidak boleh ditebang.”
Al-ʿAbbas berkata, “Wahai Rasulullah, kecuali tanaman
idzkhir, karena ia dipergunakan oleh pandai besi dan untuk rumah-rumah mereka.”
Beliau bersabda, “Kecuali idzkhir.”
HR.
Al-Bukhari (1834) Muslim (1353).
Arti dan Penjelasan per Perkataan
لَا هِجْرَةَ
Tidak ada hijrah.
Perkataan ini menunjukkan bahwa setelah penaklukan
Makkah, kewajiban hijrah dari Makkah ke Madinah sebagaimana pada masa awal
Islam telah berakhir.
Hijrah sebelumnya adalah bentuk ketaatan besar karena
kaum muslimin meninggalkan kampung halaman demi mempertahankan iman.
Namun setelah Makkah masuk dalam kekuasaan Islam, tempat
itu menjadi darul Islam, sehingga tidak ada lagi alasan syar’i untuk berhijrah
darinya.
Penegasan ini juga memberi sinyal bahwa prioritas
perjuangan telah bergeser dari hijrah fisik menuju jihad dan niat yang ikhlas
dalam amal.
وَلَكِنْ جِهَادٌ
وَنِيَّةٌ
Tetapi (yang ada adalah) jihad dan niat.
Setelah hijrah tidak lagi diwajibkan, dua komponen
penting dalam Islam tetap berlaku: jihad dan niat.
Jihad di sini mencakup segala bentuk perjuangan membela
agama, baik dengan lisan, harta, maupun jiwa, sesuai konteks zaman.
Niat menjadi ruh dari semua amal, karena tanpa niat yang
benar, jihad bisa menjadi sia-sia atau bahkan tercela.
Rasulullah ﷺ ingin menanamkan
bahwa semangat hijrah tetap hidup dalam bentuk tekad dan pengorbanan dalam
jihad yang ikhlas karena Allah.
وَإِذَا
اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا
Dan apabila kalian dimobilisasi, maka berangkatlah.
Ini adalah perintah langsung bagi kaum muslimin agar
tidak ragu taat bila dipanggil untuk berperang atau berjihad.
Mobilisasi yang dimaksud bisa datang dari pemimpin umat
atau kondisi darurat yang mengharuskan pembelaan terhadap agama dan negara.
Ayat ini menegaskan kewajiban kolektif untuk merespons
panggilan jihad ketika keadaan membutuhkannya.
Ketaatan dalam hal ini menjadi ujian sejati keimanan dan
kesiapan berkorban demi kebenaran.
فَإِنَّ هَذَا بَلَدٌ
حَرَّمَ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ
Sesungguhnya negeri ini telah Allah haramkan sejak hari Dia menciptakan langit
dan bumi.
Rasulullah ﷺ menjelaskan bahwa
tanah Makkah adalah wilayah suci bukan karena beliau yang menetapkannya, tetapi
karena ketetapan Allah sejak penciptaan alam.
Kesucian ini bersifat qadarī dan azali, menunjukkan
kehormatan dan keistimewaan Makkah dibanding wilayah lain.
Tanah ini adalah pusat tauhid, tempat rumah pertama yang
dibangun untuk menyembah Allah, yaitu Ka'bah.
Menjaga kesuciannya adalah kewajiban umat Islam
sepanjang masa.
وَهُوَ حَرَامٌ
بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Dan ia haram karena kehormatan Allah hingga Hari Kiamat.
Kesucian Makkah bukan temporer, tapi berlangsung sampai
akhir zaman.
Ini menunjukkan bahwa pelanggaran terhadap tanah haram
adalah pelanggaran terhadap kehendak Allah sendiri.
Larangan-larangan di tanah haram bukan sekadar aturan
sosial, tapi bentuk pengagungan terhadap kehendak Allah.
Keberlangsungan hukum ini menjadi tanggung jawab umat
Islam untuk menghormatinya secara turun-temurun.
وَإِنَّهُ لَمْ يَحِلَّ
الْقِتَالُ فِيهِ لِأَحَدٍ قَبْلِي
Sungguh tidak dihalalkan perang di dalamnya bagi siapa pun sebelumku.
Ini menegaskan bahwa sejarah Makkah tidak pernah
mengenal legalitas perang bahkan sejak zaman nabi-nabi sebelumnya.
Keamanan dan kedamaian adalah sifat tetap dari tanah
haram, menjadikannya tempat berlindung dan ibadah.
Nabi Muhammad ﷺ mengingatkan bahwa
kekhususan beliau tidak boleh disalahpahami sebagai pembatalan hukum asal
tempat itu.
Ini adalah bentuk penegasan terhadap posisi istimewa
Makkah sebagai zona damai universal.
وَلَمْ يَحِلَّ لِي
إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ
Dan tidak dihalalkan bagiku kecuali sesaat dari siang hari.
Rasulullah ﷺ mendapatkan
pengecualian dari Allah untuk berperang di Makkah hanya dalam waktu yang sangat
terbatas.
Ini menunjukkan bahwa hukum larangan perang tetap berlaku, dan pengecualian
itu bukan dasar bagi siapa pun untuk mengulanginya.
Penaklukan Makkah adalah momen penuh rahmat dan minim
pertumpahan darah, menunjukkan bahwa Islam datang membawa kedamaian.
Kesementaraan izin itu menegaskan kembali kesucian
Makkah.
فَهُوَ حَرَامٌ
بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Maka ia tetap haram karena kehormatan Allah hingga Hari Kiamat.
Rasulullah ﷺ mengulang pernyataan
larangan sebagai bentuk penegasan dan penguatan hukum.
Ulangiannya menunjukkan pentingnya menjaga kesucian
Makkah meskipun pernah terjadi pengecualian.
Umat Islam harus memahami bahwa pengecualian tersebut
tidak membatalkan hukum asal.
Kesucian tempat itu harus dihormati oleh generasi
manapun sampai waktu berakhirnya dunia.
لَا يُعْضَدُ شَوْكُهُ
Tidak boleh dipotong durinya.
Larangan ini menyimbolkan larangan merusak bahkan
hal-hal kecil dari tanah haram.
Duri, yang dianggap remeh, pun tidak boleh diganggu
sebagai bentuk penghormatan terhadap wilayah suci ini.
Islam mengajarkan sensitivitas spiritual terhadap ruang
yang dimuliakan Allah.
Ini juga bentuk edukasi agar manusia tidak
sewenang-wenang terhadap lingkungan dan ciptaan Allah.
وَلَا يُنَفَّرُ
صَيْدُهُ
Dan tidak boleh ditakut-takuti hewannya.
Hewan-hewan liar yang berada di tanah haram tidak boleh
diburu, diganggu, atau ditakut-takuti.
Islam mengajarkan penghormatan terhadap kehidupan,
bahkan terhadap hewan yang tidak berakal.
Ini adalah bentuk manifestasi kasih sayang universal
Islam terhadap makhluk.
Hukum ini juga menunjukkan bahwa keamanan di Makkah
bukan hanya untuk manusia, tapi seluruh ciptaan.
وَلَا يَلْتَقِطُ
لُقَطَتَهُ إِلَّا مَنْ عَرَّفَهَا
Dan tidak boleh mengambil barang temuan di sana kecuali orang yang hendak
mengumumkannya.
Barang temuan di Makkah tidak boleh diambil untuk
dimiliki, kecuali oleh orang yang berniat mengumumkan dan mengembalikannya.
Ini untuk menjaga amanah dan mencegah orang mengambil
keuntungan dari barang hilang secara tidak syar'i.
Makkah adalah tempat aman, maka setiap bentuk
pengambilan hak orang lain, meski kecil, sangat dijaga.
Etika ini menunjukkan bahwa kesucian tanah haram
tercermin dalam integritas moral penghuninya.
وَلَا يُخْتَلَى
خَلَاهَا
Dan tidak boleh ditebang rumput liarnya.
Rumput liar pun tidak boleh ditebang sebagai bentuk
penghormatan terhadap ekosistem tanah haram.
Larangan ini memperkuat ajaran Islam dalam konservasi
alam dan penghormatan terhadap tempat-tempat suci.
Makkah bukan hanya tempat ibadah, tapi juga tempat
perlindungan makhluk hidup.
Ini menegaskan bahwa kesucian juga memiliki dimensi
ekologis yang harus dijaga.
إِلَّا الْإِذْخِرَ
Kecuali tanaman idzkhir.
Tanaman idzkhir dikecualikan karena kebutuhan masyarakat
setempat, terutama untuk keperluan rumah dan pandai besi.
Pengecualian ini menunjukkan bahwa syariat memperhatikan
maslahat dan kebutuhan manusia dalam batas-batas tertentu.
Islam bukan hukum kaku, tetapi fleksibel dalam menjawab
kebutuhan dengan tetap menjaga prinsip dasar.
Ini contoh konkret dari penerapan kaidah
"al-masyaqqah tajlibu at-taysīr" (kesulitan mendatangkan kemudahan).
Syarah Hadits
Hijrah dari Makkah ke Madinah pernah diwajibkan atas kaum
mukminin pada awal masa Islam, sebagai bentuk pertolongan terhadap agama Islam
dan perlindungan bagi kaum muslimin. Maka Nabi ﷺ pun berhijrah, begitu
pula para sahabat beliau radhiyallahu ʿanhum.
Dalam hadits ini, Abdullah bin ʿAbbas radhiyallahu ʿanhuma
meriwayatkan bahwa Nabi ﷺ memberitahukan pada hari penaklukan Makkah
— yang terjadi pada tahun kedelapan Hijriah — bahwa tidak ada lagi hijrah dari
Makkah ke Madinah setelah penaklukan Makkah.
Sebab, pada awal masa Islam, kaum mukminin melarikan diri
dari penindasan dan penyiksaan orang kafir karena takut akan tergoda dari
agamanya dan kembali kepada kekufuran. Namun setelah Makkah ditaklukkan dan
Islam telah tampak nyata, maka tidak ada lagi alasan untuk berhijrah.
Seorang mukmin telah aman terhadap dirinya, dapat beribadah
kepada Rabb-nya kapan pun, di mana pun, dan dengan cara yang dia kehendaki.
Maka hukum hijrah masih berlaku bagi siapa saja yang masuk Islam di negeri
kafir dan tidak merasa aman dalam agamanya, serta memiliki kemampuan untuk
keluar darinya.
Kemudian Nabi ﷺ bersabda:
وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ
Tetapi (yang ada hanyalah) jihad dan niat.
Maksudnya: kalian tetap memiliki jihad melawan orang kafir
dan niat yang baik dalam melakukan kebaikan, yang dengannya kalian akan
memperoleh keutamaan sebagaimana keutamaan hijrah yang dahulu diwajibkan.
Hijrah itu dilakukan untuk meninggalkan kelompok yang batil agar tidak
memperbanyak jumlah mereka, serta untuk meninggikan kalimat Allah dan
menampakkan agama-Nya.
Ungkapan ini sekaligus mengandung kabar gembira dari Nabi ﷺ bahwa Makkah akan senantiasa menjadi negeri Islam selamanya.
Karena beliau meniadakan hijrah setelah penaklukan Makkah, maka itu berarti
Makkah tidak akan kembali menjadi negeri kufur lagi. Sebab, hijrah hanya
diwajibkan dari negeri kufur menuju negeri Islam.
Kemudian Nabi ﷺ bersabda:
وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا
Apabila kalian dimobilisasi (untuk berperang), maka berangkatlah.
Maksudnya: jika imam memanggil kalian untuk berperang
melawan orang kafir, maka penuhilah panggilannya dan keluarlah bersamanya.
Kemudian Nabi ﷺ mengabarkan bahwa Makkah al-Mukarramah
telah diharamkan oleh Allah pada hari Allah menciptakan langit dan bumi. Ini
menunjukkan bahwa pengharaman Makkah adalah ketetapan yang sangat lama, dan
merupakan syariat terdahulu, bukan sesuatu yang diadakan oleh Nabi ﷺ atau dikhususkan dalam syariat beliau.
Bisa jadi maksudnya adalah: Allah menciptakan tanah Makkah
dalam keadaan sudah ditetapkan sebagai tanah haram. Dan kesucian ini terus
berlangsung hingga hari Kiamat, kekal dan abadi.
Dalam Shahihain terdapat hadits dari Abdullah bin Zaid
radhiyallahu ʿanhu bahwa Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ إِبْرَاهِيمَ حَرَّمَ مَكَّةَ وَدَعَا لِأَهْلِهَا
Sesungguhnya Ibrahim telah mengharamkan Makkah dan mendoakan penduduknya.
Kedua hadits ini dapat dikompromikan bahwa pengharaman
Makkah sebenarnya telah tetap sejak Allah menciptakan langit dan bumi, namun
pengharaman itu tersembunyi dan tidak dikenal hingga masa Nabi Ibrahim
‘alayhis-salam, kemudian beliau menampakkan dan menyebarkannya, bukan memulai
hukum itu dari awal. Atau, disandarkannya pengharaman kepada Ibrahim hanya
dalam pengertian bahwa beliau adalah penyampainya. Sebab, yang menetapkan hukum
syariat dan segala aturan adalah Allah Ta’ala, sementara para nabi hanyalah
para penyampainya. Maka sebagaimana hukum itu disandarkan kepada Allah karena
Dia yang menetapkannya, demikian pula ia disandarkan kepada para rasul karena
merekalah yang menyampaikannya.
Kemudian Nabi ﷺ mengabarkan bahwa tidak dihalalkan
berperang di Tanah Haram bagi siapa pun sebelum beliau, dan Allah ʿAzza wa
Jalla hanya memberikan kekhususan itu kepada beliau. Itu pun hanya dalam waktu
sesaat dari siang hari, kemudian kesuciannya kembali seperti semula, dan tetap
haram karena kehormatan dari Allah sampai hari Kiamat.
Dalam
Shahihain disebutkan sebab Nabi ﷺ mengucapkan hal tersebut,
yaitu:
خُزَاعَةُ قَتَلُوا رَجُلًا مِنْ بَنِي لَيْثٍ عَامَ فَتْحِ مَكَّةَ
بِقَتِيلٍ مِنْهُمْ قَتَلُوهُ، فَأُخْبِرَ بِذَلِكَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَرَكِبَ رَاحِلَتَهُ، فَخَطَبَ، فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ
عَزَّ وَجَلَّ حَبَسَ عَنْ مَكَّةَ الْفِيلَ، وَسَلَّطَ عَلَيْهَا رَسُولَهُ
وَالْمُؤْمِنِينَ
Khuza'ah telah membunuh seorang lelaki dari Bani Laits pada
tahun penaklukan Makkah karena membalas dendam atas seseorang dari mereka yang
dibunuh sebelumnya. Maka Rasulullah ﷺ diberi tahu tentang hal itu, lalu beliau
menaiki untanya dan berkhutbah: "Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah
menahan gajah dari Makkah, dan memberikan kekuasaan atasnya kepada Rasul-Nya
dan kaum mukminin.”
Artinya: Allah mencegah gajah-gajah Abrahah yang hendak
menghancurkan Ka'bah, dan kemudian Allah memberikan kekuasaan atas Makkah
kepada Rasul-Nya Muhammad ﷺ dan para sahabatnya radhiyallahu ʿanhum
untuk menguasai kota itu.
Kemudian Nabi ﷺ menjelaskan kehormatan Tanah Haram dengan
sabdanya:
لَا يُعْضَدُ شَوْكُهُ
Duri-durinya tidak boleh dipotong.
Maksudnya: tidak boleh dipotong atau dirusak. Disebutkannya
duri menunjukkan bahwa yang selainnya, seperti pohon biasa yang tidak
menyakitkan, lebih utama untuk tidak dipotong. Namun jika tumbuhan itu
membahayakan, maka boleh dipotong, sebagaimana diperbolehkan membunuh lima
jenis hewan pengganggu di Tanah Haram karena alasan bahaya.
Dalam riwayat Shahihain juga disebutkan:
وَلَا يُعْضَدُ شَجَرُهَا، وَلَا يُنَفَّرُ صَيْدُهَا، وَلَا يَلْتَقِطُ
لُقَطَتَهَا إِلَّا مَنْ عَرَّفَهَا، وَلَا يُخْتَلَى خَلَاهَا
Pohon-pohonnya tidak boleh dipotong, hewannya tidak boleh ditakut-takuti,
barang temuan di dalamnya tidak boleh diambil kecuali oleh orang yang hendak
mengumumkannya, dan rerumputannya tidak boleh ditebang.
Barang temuan di Makkah tidak boleh dimiliki begitu saja
sebagaimana di tempat lain. Hanya orang yang siap mengumumkan dan menyerahkan
kepada pemiliknya yang boleh mengambilnya. Barang temuan (luqathah) adalah
harta atau benda yang ditemukan seseorang di jalan yang tidak diketahui
pemiliknya.
Sedangkan khala’ adalah tumbuhan liar yang tidak
boleh ditebang—baik pohon besar maupun kecil, atau rumput-rumput lembut yang
hijau dan basah.
Kemudian al-ʿAbbas radhiyallahu ʿanhu ingin meminta
keringanan dari Nabi ﷺ agar mengizinkan mereka memanfaatkan
tanaman idzkhir. Tanaman ini adalah tumbuhan berdaun lebar dari jenis
rerumputan, memiliki aroma lemon yang harum, dan bunganya biasa diseduh seperti
teh.
فَإِنَّهُ لِقَيْنِهِمْ
Karena ia (idzkhir) dipakai oleh para pandai besi mereka.
Qayn adalah sebutan untuk pandai besi. Mereka
menggunakan tanaman ini sebagai bahan bakar api, sebagai pengganti kayu.
Masyarakat juga menggunakan idzkhir di rumah mereka untuk atap rumah, sehingga
maknanya adalah: digunakan di rumah mereka semasa hidup dan setelah wafat. Nabi
ﷺ pun mengabulkan permintaan tersebut dan memberi keringanan bagi
mereka.
Hadits ini mengandung pelajaran tentang betapa agungnya
kehormatan Makkah di sisi Allah Ta’ala, serta larangan untuk melakukan
pertempuran di dalamnya.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa penaklukan Makkah terjadi
dengan kekuatan (ʿanwah), bukan melalui perjanjian damai (sulh).
Sumber: https://dorar.net/hadith/sharh/7259
Pelajaran dari Hadits ini
Hijrah Telah Ditutup
Perkataan لَا هِجْرَةَ “tidak ada hijrah” menegaskan bahwa sesudah Makkah menjadi wilayah Islam, kewajiban pindah demi menjaga iman berhenti. Rasulullah ﷺ mengalihkan fokus umat dari perpindahan fisik ke kesungguhan beramal di tempat masing-masing. Prinsipnya, kebaikan kini dapat dibangun di mana saja selama niat lurus dan aturan Allah ditaati.
وَمَن يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً
(Artinya: “Siapa berhijrah di jalan Allah, ia akan mendapati di bumi banyak tempat hijrah dan rezeki yang luas.” – an-Nisāʾ 4:100)
-
Jihad & Niat sebagai Motor Amal
Perkataan وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ “tetapi (yang ada hanyalah) jihad dan niat” mengingatkan bahwa perjuangan menegakkan kebaikan tetap wajib, namun digerakkan oleh niat tulus. Baik jihad fisik, ilmu, maupun ekonomi, semuanya bernilai bila dikerjakan ikhlas. Hadits populer menyertai makna ini:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
(Artinya: “Sesungguhnya amal itu bergantung pada niat.” – Muttafaqun ʿAlayh)
-
Siap Bergerak Saat Dipanggil
Perkataan وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا “apabila kalian dimobilisasi maka berangkatlah” menanamkan disiplin kolektif. Ketika pemimpin syar’i memanggil demi kemaslahatan—mulai dari bela negara hingga bakti sosial—seorang Muslim tidak menunda. Kesiapan ini menjaga kekuatan umat dan menutup celah perpecahan.
-
Makkah Ditetapkan Suci Sejak Penciptaan
Perkataan فَإِنَّ هَذَا بَلَدٌ حَرَّمَ اللَّهُ … “negeri ini telah Allah haramkan sejak Dia menciptakan langit dan bumi” menunjukkan asal-usul kesuciannya bukan keputusan manusia, melainkan titah ilahi. Hal ini melahirkan rasa hormat mendalam ketika beribadah di kota itu.
وَمَن دَخَلَهُ كَانَ آمِنًا
(Artinya: “Barang siapa memasukinya, ia aman.” – Āl-ʿImrān 3:97)
-
Kesucian Berlaku Sampai Kiamat
Perkataan وَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ menegaskan larangan itu tidak akan pernah dicabut. Kaidahnya: siapa pun yang merusak kehormatan Tanah Haram berarti menentang kehendak Allah hingga akhir zaman.
-
Perang Tak Pernah Dihalalkan di Makkah Sebelumnya
Perkataan وَإِنَّهُ لَمْ يَحِلَّ الْقِتَالُ فِيهِ لِأَحَدٍ قَبْلِي menuturkan sejarah panjang Makkah sebagai zona damai universal. Pesan ini memahamkan kita bahwa kekerasan di tempat suci adalah penyimpangan besar.
-
Izin Perang untuk Nabi Hanya Sesaat
Perkataan وَلَمْ يَحِلَّ لِي إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ memberi batas—penaklukan Makkah terjadi dengan pertumpahan darah minimal dan tidak menjadi preseden. Dia menegur siapa saja yang beralasan meniru peristiwa itu untuk kekerasan di kemudian hari.
-
Pengulangan Larangan untuk Mematri Ingatan
Perkataan فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ diulang agar tertanam kukuh: hukum Allah tidak berubah walau ada pengecualian singkat. Umat diwajibkan menjaga tradisi aman dan damai di Makkah.
-
Melindungi Alam Tanah Haram
Perkataan لَا يُعْضَدُ شَوْكُهُ “duri-durinya tidak boleh dipotong” mengajarkan etika ekologi. Bahkan tumbuhan kecil dihargai, menumbuhkan kesadaran Muslim untuk tidak seenaknya merusak lingkungan—lebih-lebih di area suci.
-
Menghormati Hak Hidup Satwa
Perkataan وَلَا يُنَفَّرُ صَيْدُهُ “hewannya tidak boleh ditakuti” menegaskan perlindungan terhadap fauna. Ini landasan praktik konservasi; hewan liar berhak atas rasa aman di wilayah haram.
-
Amanah pada Barang Temuan
Perkataan وَلَا يَلْتَقِطُ لُقَطَتَهُ إِلَّا مَنْ عَرَّفَهَا “barang temuan hanya boleh diambil untuk diumumkan” mendidik kejujuran. Hak milik orang lain dijaga ketat, mengikis peluang penipuan atau korupsi kecil-kecilan.
-
Larangan Menebang Rumput
Perkataan وَلَا يُخْتَلَى خَلَاهَا “rumputnya tidak boleh ditebang” memperluas cakupan perlindungan alam. Rumput pun dihormati, mengisyaratkan keseimbangan ekologi sebagai bagian ibadah.
-
Pengecualian Idzkhir: Syariah Memperhatikan Kebutuhan
Perkataan إِلَّا الْإِذْخِرَ “kecuali idzkhir” menampilkan fleksibilitas hukum. Sebatas yang diperlukan masyarakat—untuk atap rumah dan perapian pandai besi—Allah memberi keringanan. Ini bukti syariat selaras dengan keberlangsungan hidup manusia.
-
Menjaga Kesucian Waktu dan Tempat
Kombinasi larangan perang, perusakan alam, dan perilaku buruk di Makkah mengajarkan bahwa sebagian lokasi dan waktu memiliki kehormatan lebih tinggi. Ketika berada di tempat suci atau bulan mulia, dosa dilipatgandakan, maka kewaspadaan moral harus ditingkatkan.
-
Kemudahan dalam Syariat Ketika Ada Masyaqqah
Kisah idzkhir mencontohkan kaidah al-masyaqqah tajlibu at-taysir—kesulitan memanggil kemudahan. Jika suatu larangan menyulitkan maslahat umum, Islam menyediakan dispensasi dengan tetap menjaga prinsip pokok, memberi jalan tengah yang bijak.
Penutupan Kajian
Hadits yang kita pelajari hari ini menyimpan faedah besar bagi kehidupan umat Islam di sepanjang zaman. Ia mengajarkan bahwa meskipun kewajiban hijrah dari Makkah ke Madinah telah berakhir, semangat untuk berjuang di jalan Allah tidak pernah usang. Jihad dan niat yang ikhlas adalah bekal utama setiap Muslim untuk terus bergerak dalam memperbaiki diri dan membela agama. Hadits ini juga menanamkan penghormatan yang mendalam terhadap Tanah Haram, Makkah al-Mukarramah, yang kesuciannya bukanlah perkara simbolik belaka, melainkan hukum Allah yang berlaku hingga hari kiamat.
Faedah lainnya adalah pentingnya taat kepada pemimpin yang menyerukan kebaikan, menjunjung tinggi aturan syariat, menjaga lingkungan, berlaku jujur terhadap barang temuan, dan memahami bahwa syariat Islam sangat memperhatikan maslahat umat tanpa meninggalkan prinsip-prinsip pokoknya.
Harapan kita semua, semoga kajian ini menjadi pengingat bahwa setiap langkah hidup kita membutuhkan niat yang lurus, semangat perjuangan yang terus menyala, dan kepatuhan terhadap batasan-batasan suci yang ditetapkan Allah. Mari kita terapkan pelajaran dari hadits ini dalam kehidupan sehari-hari—baik dalam ibadah, pekerjaan, bermasyarakat, maupun dalam menjaga adab saat berada di tempat-tempat yang Allah muliakan. Semoga Allah menanamkan dalam hati kita rasa cinta kepada sunnah Nabi-Nya dan menjadikan kita bagian dari orang-orang yang memuliakan syariat-Nya dengan sepenuh jiwa.
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا
مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ بِرَحْمَتِكَ، وَاجْعَلْ خَيْرَ أَيَّامِنَا يَوْمَ
نَلْقَاكَ، وَاخْتِمْ لَنَا بِالْإِيمَانِ وَحُسْنِ الْخَاتِمَةِ.
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk penghuni surga dengan
rahmat-Mu. Jadikanlah hari terbaik kami adalah hari ketika kami berjumpa
dengan-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan beriman serta dengan akhir yang
baik.
وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ
إِلَىٰ أَقْوَمِ الطَّرِيقِ.
Kita tutup kajian dengan doa kafaratul majelis:
🌿 سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.
وَالسَّلَامُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.