Khutbah: Kekuatan Lisan: Antara Ridha Ilahi dan Jurang Neraka
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
KHUTBAH PERTAMA
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ، حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، كَمَا يُحِبُّ
رَبُّنَا وَيَرْضَى. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ
لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُونَ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا
عِبَادَ اللّٰهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُونَ.
Kaum
Muslimin yang Dirahmati Allah,
Segala
puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam, yang telah menganugerahkan kita
nikmat iman dan Islam, nikmat kesehatan dan kesempatan, sehingga pada hari yang
mulia ini kita dapat berkumpul di rumah-Nya yang agung, menunaikan salah satu
kewajiban kita sebagai seorang hamba, yaitu shalat Jumat. Shalawat serta salam
semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad ﷺ,
beserta keluarga, para sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman. Semoga
kita semua termasuk golongan yang senantiasa meneladani sunah-sunah beliau dan
mendapatkan syafaatnya kelak di hari Kiamat.
Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,
Mari
sejenak kita menatap realitas yang terhampar di hadapan kita. Di era serba
cepat ini, di mana informasi dan komunikasi mengalir tanpa batas, kita
menyaksikan betapa mudahnya lisan ini berucap, jari-jemari ini menari di atas
gawai, merangkai kata demi kata, kalimat demi kalimat. Kita hidup di tengah
pusaran hiruk-pikuk kata, baik di ruang nyata maupun di jagat maya. Berita
tersebar dalam hitungan detik, opini bertebaran tanpa filter, dan perdebatan
seringkali memanas hanya karena untaian kata.
Namun,
pernahkah kita berhenti sejenak untuk merenungkan, seberapa besar bobot dari
setiap kata yang keluar dari lisan kita? Seberapa jauh dampak dari setiap
kalimat yang kita tulis, kita unggah, kita sebarkan? Seringkali, kita merasa
bahwa kata-kata hanyalah sekadar bunyi atau deretan huruf, tanpa makna yang
mendalam, tanpa konsekuensi yang besar. Kita cenderung meremehkan kekuatan
sebuah ucapan, seolah-olah ia hanya berlalu begitu saja, hilang ditelan angin,
atau tenggelam dalam lautan informasi.
Padahal,
sejatinya, lisan adalah pedang bermata dua. Ia bisa menjadi kunci surga, atau
sebaliknya, menjadi jalan menuju jurang neraka. Ia bisa menjadi sebab kemuliaan
dan keberkahan, atau justru menjadi pemicu malapetaka dan kehinaan. Berapa
banyak perselisihan yang berawal dari kesalahpahaman kata? Berapa banyak hati
yang terluka karena lidah yang tak terjaga? Dan berapa banyak pula kebaikan dan
keberkahan yang tersebar luas berkat ucapan-ucapan yang penuh hikmah dan
kebenaran?
Hadirin
jamaah Jumat yang dirahmati Allah, atas dasar urgensi inilah, pada kesempatan
yang mulia ini, izinkanlah khatib menyampaikan khutbah dengan judul
"Kekuatan Lisan: Antara Ridha Ilahi dan Jurang Neraka". Judul ini
kami angkat sebagai pengingat bagi kita semua, betapa krusialnya peran lisan
dalam menentukan arah perjalanan hidup kita di dunia dan akhirat.
Urgensi
tema ini semakin nyata ketika kita menyadari bahwa banyak permasalahan sosial,
bahkan konflik besar, seringkali berawal dari kegagalan kita dalam mengelola
lisan. Fitnah, ghibah, adu domba, ujaran kebencian, hingga perkataan dusta,
semua itu adalah produk dari lisan yang tidak terkendali. Namun, di sisi lain,
dakwah, nasehat, ilmu yang bermanfaat, dan kalimat thayyibah, juga lahir
dari lisan yang terjaga dan diarahkan pada kebaikan.
Untuk
memperdalam pemahaman kita tentang bagaimana lisan dapat membawa dampak yang
begitu besar, marilah kita bersama-sama merenungi sebuah hadits Nabi Muhammad ﷺ yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu. Hadits ini secara gamblang menjelaskan dahsyatnya efek dari setiap
perkataan yang terucap, baik disadari maupun tidak:
Arti dan Penjelasan Per Kalimat
Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,
Marilah
kita selami lebih dalam setiap Perkataan dari hadits agung ini, agar kita dapat
menangkap pesan-pesan ilahiah yang terkandung di dalamnya dan menjadikannya
pedoman dalam setiap ucapan kita. Hadits ini adalah peringatan sekaligus
motivasi bagi setiap jiwa yang beriman.
إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ،
Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan
satu kalimat yang diridhai oleh Allah,
Perkataan
ini membuka mata kita pada sebuah realitas yang seringkali luput dari
perhatian. "Seorang hamba" mencakup kita semua, tanpa terkecuali,
dari kalangan apapun dan profesi apapun.
Sementara
"mengucapkan satu kalimat" menunjukkan betapa ringkas dan sederhana
sebuah ucapan itu bisa jadi. Ia bukanlah pidato panjang, bukan ceramah
berjam-jam, melainkan bisa jadi hanya seuntai kata, sepotong kalimat.
Namun,
yang menjadikannya luar biasa adalah Perkataan "yang diridhai oleh
Allah". Ini adalah inti dari kemuliaan perkataan tersebut.
Artinya,
kalimat itu adalah kalimat yang mengandung kebenaran, kebaikan, hikmah,
nasehat, atau ajakan kepada kebajikan, yang sejalan dengan syariat Allah dan
membawa manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.
Kalimat
yang terucap dengan niat tulus karena Allah, semata-mata mengharap pahala dan
kebaikan dari-Nya.
لَا يُلْقِي لَهَا
بَالًا،
ia tidak terlalu mempedulikannya,
Inilah poin yang sangat penting untuk kita garis bawahi.
"Tidak terlalu mempedulikannya" atau "tidak menganggapnya
penting".
Perkataan ini menggambarkan bagaimana terkadang sebuah
kebaikan, sebuah ucapan yang benar dan baik, keluar dari lisan seorang hamba
dalam kondisi yang sangat sederhana, bahkan tanpa kesadaran penuh akan bobot
dan dampaknya.
Mungkin itu adalah sebuah nasihat tulus kepada teman yang
sedang kalut, sebuah kalimat tasbih yang terucap di tengah kesibukan, sebuah
senyuman dan kata sapaan ramah kepada sesama muslim, atau bahkan sekadar ucapan
syukur yang terlontar begitu saja. Pelakunya tidak sedang mencari pujian, tidak
mengharapkan imbalan, bahkan mungkin tidak menyangka bahwa kalimat ringan itu
memiliki nilai yang begitu besar di sisi Allah. Ia terucap secara spontan,
tulus, dan sesuai dengan apa yang Allah cintai.
يَرْفَعُهُ اللَّهُ
بِهَا دَرَجَاتٍ،
maka Allah akan mengangkat derajatnya dengannya.
Betapa menakjubkannya balasan dari Allah! Hanya dengan
"satu kalimat" yang diridhai-Nya, yang bahkan tidak terlalu
dipedulikan oleh pengucapnya, Allah akan "mengangkat derajatnya".
Ini bukan hanya sekadar peningkatan status di dunia,
melainkan lebih utama lagi adalah peningkatan derajat di sisi Allah, di
surga-Nya.
Ini menunjukkan besarnya nilai kebaikan dan keberkahan yang
terkandung dalam satu ucapan tulus yang sesuai dengan kehendak Allah.
Sebuah kalimat yang mungkin bagi kita sepele, namun di
hadapan Allah ia memiliki timbangan yang sangat berat, mampu mengangkat
hamba-Nya ke posisi yang lebih tinggi, mendekatkannya kepada ridha dan
rahmat-Nya.
وَإِنَّ العَبْدَ
لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ،
Dan sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan
satu kalimat yang dimurkai oleh Allah,
Bagian kedua hadits ini adalah peringatan yang sangat
keras, sebuah antitesis dari bagian pertama. Kembali disebutkan "seorang
hamba" dan "satu kalimat".
Ini menegaskan bahwa siapapun bisa tergelincir, dan bahwa
bukan kuantitas kalimatnya, melainkan kualitas dan substansinya yang
menentukan.
Namun kali ini, kalimat tersebut "dimurkai oleh
Allah".
Artinya, ia adalah perkataan yang mengandung kebatilan,
kebohongan, fitnah, ghibah, adu domba, caci maki, ujaran kebencian, kesaksian
palsu, atau segala ucapan yang bertentangan dengan syariat dan membawa
kerusakan.
Ucapan yang tidak keluar dari hati yang bersih, melainkan
dari hawa nafsu, amarah, kedengkian, atau niat buruk.
لَا يُلْقِي لَهَا
بَالًا،
ia tidak terlalu mempedulikannya,
Sama
seperti pada bagian pertama, Perkataan ini kembali muncul
.
Ini menunjukkan betapa seringnya manusia mengucapkan kata-kata buruk tanpa
kesadaran penuh akan konsekuensinya.
Mereka
mengucapkan ghibah seolah itu hal biasa, menyebar fitnah tanpa merasa bersalah,
melontarkan sumpah serapah tanpa berpikir panjang, atau berbohong untuk
kesenangan sesaat.
Mereka
tidak "menganggapnya penting" atau "tidak terlalu
mempedulikannya" karena menganggapnya remeh, sepele, atau hanya sekadar
candaan.
Padahal,
di balik keremehan itu, tersembunyi murka Allah yang sangat dahsyat. Ini adalah
kelalaian yang fatal, sebuah pengabaian terhadap amanah lisan.
يَهْوِي بِهَا فِي
جَهَنَّمَ
. maka ia akan terjerumus ke neraka Jahanam
karenanya.
Inilah puncak dari peringatan hadits ini. Hanya dengan
"satu kalimat" yang dimurkai Allah, yang bahkan tidak dianggap
penting oleh pengucapnya, ia bisa "terjerumus ke neraka Jahanam".
Perkataan "yahwi biha" (يَهْوِي بِهَا)
memberikan gambaran yang mengerikan, seolah-olah ia jatuh bebas ke dalam jurang
yang dalam, tanpa kendali, tanpa daya.
Ini adalah konsekuensi yang sangat berat, sebuah balasan
setimpal atas kelalaian lisan yang meremehkan murka Allah.
Sebuah kalimat yang kita anggap remeh di dunia, bisa
menjadi pemberat yang menyeret kita ke dalam azab yang pedih di akhirat.
Sungguh, hadits ini adalah cermin bagi kita semua. Ia
mengajarkan betapa setiap kata yang terucap memiliki bobot dan
pertanggungjawaban di hadapan Allah.
Ia bukan hanya sekadar bunyi yang berlalu, melainkan energi
yang memiliki dampak luar biasa, baik bagi kebaikan maupun keburukan.
Maka, marilah kita jadikan lisan kita sebagai jembatan
menuju ridha-Nya, bukan jurang menuju murka-Nya.
Faedah Hadits Berdasarkan Urutan Perkataan
Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,
Setelah
kita menyelami makna setiap Perkataan dari hadits agung ini, kini saatnya kita
memetik pelajaran-pelajaran berharga yang terkandung di dalamnya.
Pelajaran-pelajaran ini adalah panduan praktis bagi kita untuk menjalani hidup,
mengelola lisan, dan meraih ridha Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Pelajaran pertama:
Pentingnya Niat dalam Setiap Ucapan
(إنَّ العَبْدَ
لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ)
Pelajaran pertama yang kita dapatkan adalah betapa
pentingnya niat yang tulus dan ikhlas karena Allah dalam setiap
perkataan kita.
Kalimat yang "diridhai Allah" adalah kalimat yang
keluar dari hati yang bersih, bukan karena ingin dipuji, bukan karena riya',
apalagi karena ingin menyakiti.
Ini adalah ucapan yang sejalan dengan nilai-nilai kebaikan,
kebenaran, dan ajaran Islam.
Mungkin itu adalah ucapan zikir, nasihat yang bijak, ajakan
kepada kebaikan, atau bahkan sekadar kata-kata yang menenangkan hati sesama.
Rasulullah ﷺ bersabda:
عَن أَمِيرِ
المُؤمِنِينَ أَبي حَفصٍ عُمَرَ بنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنُه قَالَ: سَمِعتُ
رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُولُ: « إِنَّمَا الأَعمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا
لِكُلِّ امرِئٍ مَا نَوَى »
Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khaththab
radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya,
dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya.’” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Maka,
sebelum bibir ini berucap, sebelum jari ini mengetik, tanyakan pada diri kita:
apakah kalimat ini akan mendatangkan ridha Allah?
Apakah
niatku murni karena-Nya? Jadikan setiap ucapan kita sebagai ibadah, sebagai
sarana untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Pelajaran ke-2:
Kebaikan yang Diremehkan Memiliki Nilai Besar di Sisi
Allah
(لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ)
Pelajaran berikutnya adalah sebuah penghiburan sekaligus
motivasi.
Hadits ini menunjukkan bahwa sebuah kebaikan yang kita
anggap sepele atau kita lakukan tanpa terlalu memikirkannya, bisa jadi memiliki
bobot yang sangat besar di hadapan Allah.
Sebuah kalimat sederhana seperti ucapan salam, kalimat
tasbih, doa kecil untuk orang lain, atau bahkan sekadar ucapan terima kasih
yang tulus, bisa mengangkat derajat kita di surga.
Ini menunjukkan kemurahan Allah yang tiada tara.
Allah tidak memandang besarnya amal secara kuantitas,
tetapi kualitas dan keikhlasan.
Berapa banyak kisah orang yang masuk surga karena perbuatan
kecil yang dilakukannya, yang mungkin luput dari pandangan manusia? Oleh karena
itu, jangan pernah meremehkan kebaikan sekecil apapun, termasuk kebaikan dalam
lisan.
Teruslah berucap kalimat yang baik, yang bermanfaat, dan
yang mendatangkan kebaikan, sekalipun kita merasa itu hal yang biasa.
Niatkan karena Allah, dan biarkan Dia yang menentukan
balasan terbaiknya.
Pelajaran ke-3:
Bahaya Lisan yang Terabaikan dan Tidak Terkendali
(وإِنَّ العَبْدَ
لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ، لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا)
Pelajaran ketiga adalah peringatan keras. Bagian hadits ini
mengajarkan kita tentang bahaya lisan yang tidak terkendali, lisan yang
mengucapkan perkataan yang dimurkai Allah tanpa kesadaran akan konsekuensinya.
Ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), dusta, sumpah
palsu, caci maki, fitnah, ujaran kebencian, bahkan sekadar perkataan yang
melukai hati orang lain, semua itu adalah contoh kalimat yang mendatangkan
murka Allah.
Seringkali kita mengucapkan kata-kata buruk karena terbawa
emosi, amarah, atau hanya sekadar ikut-ikutan tanpa berpikir panjang.
Kita menganggapnya "tidak penting" atau
"hanya bercanda", padahal dampak dari kata-kata itu bisa sangat
merusak, baik bagi diri sendiri, orang lain, maupun tatanan sosial.
Rasulullah ﷺ pernah ditanya oleh Mu'adz bin Jabal
tentang amalan yang memasukkannya ke surga dan menjauhkannya dari neraka. Di
akhir hadits yang panjang itu, Rasulullah ﷺ bersabda:
«
أَلَا أُخْبِرُكَ بِمِلَاكِ ذَلِكَ كُلِّهِ ؟ » قُلْتُ : بَلَى يَا نَبِيَّ
اللهِ ، فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ ، وَقَالَ : « كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا »
“Maukah aku beritahukan kepadamu tentang kunci semua
itu?” Aku menjawab, “Tentu, wahai Nabi Allah.” Lalu beliau memegang lisannya
seraya bersabda, “Jagalah ini (lisanmu).” HR. Tirmidzi (2616)
Hadits
ini adalah tamparan keras bagi kita yang seringkali ceroboh dalam berucap.
Ingatlah, bahwa lisan adalah amanah besar yang akan dimintai pertanggungjawaban
di hari Kiamat.
Pelajaran ke-4:
Satu Kata Buruk Dapat Menjerumuskan ke Neraka
(يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ)
Pelajaran terakhir adalah konsekuensi paling mengerikan
dari kelalaian lisan. Hanya dengan satu kalimat yang dimurkai Allah, yang
kita anggap remeh, seseorang bisa terjerumus ke dalam neraka Jahanam.
Ini bukan hanya tentang jatuh ke neraka karena dosa-dosa
besar yang disadari, melainkan juga karena dosa lisan yang seringkali
diabaikan.
Ini adalah peringatan bagi kita untuk tidak pernah
meremehkan dosa lisan, sekecil apapun itu.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam Al-Qur'an:
﴿ مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ ﴾
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada
di sisinya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18)
Setiap kata, setiap huruf, setiap desahan nafas yang
membentuk suara, semuanya dicatat.
Tidak ada yang luput dari pengawasan Allah. Maka,
berhati-hatilah dengan lisan kita.
Sebelum berucap, pikirkan: apakah ini akan membawa saya
lebih dekat ke surga atau lebih dekat ke neraka?
Apakah kata-kata ini akan menjadi saksi yang memberatkan
atau meringankan di hari perhitungan nanti?
Marilah kita jadikan hadits ini sebagai pengingat abadi.
Lisan adalah anugerah terbesar sekaligus ujian terberat bagi kita.
Gunakanlah ia untuk mendatangkan ridha Allah, dan hindari
dari segala hal yang dapat memicu murka-Nya.
Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk menjaga lisan
dan menjadikannya sarana kebaikan di dunia dan akhirat.
Penutup Khutbah Pertama
Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,
Secara keseluruhan, hadits agung dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu ini memberikan pelajaran fundamental tentang kekuatan dan tanggung
jawab lisan.
Ia menegaskan bahwa setiap kalimat yang terucap, baik
disadari maupun tidak, memiliki konsekuensi besar di sisi Allah.
Satu kalimat kebaikan yang tulus, meskipun remeh di mata
manusia, dapat mengangkat derajat di surga.
Sebaliknya, satu kalimat keburukan yang dimurkai Allah,
yang kita anggap sepele, dapat menjerumuskan ke dalam neraka Jahanam.
Oleh karena itu, kita memiliki tanggung jawab besar untuk
menjaga lisan, menyaring setiap kata, dan hanya mengucapkan apa yang
mendatangkan ridha Allah, demi keselamatan dunia dan akhirat.
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
حَمْدًا كَثِيرًا كَمَا أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
Kaum
Muslimin yang Dirahmati Allah,
Alhamdulillah,
kita telah sampai pada penutup khutbah kita kali ini.
Semoga
uraian tentang hadits yang mulia ini semakin menyadarkan kita akan pentingnya
menjaga lisan.
Hadits
ini bukanlah sekadar teori, melainkan panduan praktis yang harus kita terapkan
dalam setiap detik kehidupan kita.
Ia
mengajarkan kita bahwa lisan adalah aset paling berharga sekaligus potensi
bahaya paling besar yang kita miliki.
Lihatlah
sekeliling kita. Berapa banyak masalah rumah tangga yang pecah karena lisan
yang tak terkontrol?
Berapa
banyak hubungan persahabatan yang hancur karena kalimat fitnah atau ghibah?
Berapa banyak konflik sosial yang berawal dari
ujaran kebencian di media sosial? Semua ini adalah bukti nyata dari dahsyatnya
dampak lisan yang tidak terjaga.
Oleh
karena itu, marilah kita ubah cara pandang kita terhadap ucapan. Jangan lagi
menganggap remeh satu kata pun yang keluar dari mulut kita. Anggaplah setiap
kata adalah bibit yang akan kita tanam, dan kelak kita akan memanen buahnya di
akhirat.
Jika
kita menanam kebaikan, kita akan menuai pahala dan keridhaan Allah. Jika kita
menanam keburukan, kita akan menuai penyesalan dan murka-Nya.
Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,
Mari
kita jadikan hadits ini sebagai motivasi untuk senantiasa berkata yang baik
atau diam.
Biasakanlah
lisan kita untuk berzikir, mengucapkan kalimat thayyibah, memberikan
nasihat yang santun, mendoakan kebaikan bagi sesama, dan menebarkan kedamaian.
Hindarilah
ghibah, namimah, dusta, sumpah palsu, atau segala ucapan yang menyakiti hati
orang lain dan mendatangkan murka Allah.
Ingatlah
selalu firman Allah dalam surat Al-Isra' ayat 53:
﴿ وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُوا
الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنزَغُ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّ
الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنسَانِ عَدُوًّا مُّبِينًا ﴾
“Dan katakanlah kepada
hamba-hamba-Ku: ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik
(benar).’ Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka.
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. Al-Isra’: 53)
Mari kita wujudkan pesan Nabi ﷺ, "Barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau
diam." Jadikan kalimat ini sebagai filter utama sebelum kita
berbicara.
Ya
Allah, Rabb kami, jadikanlah lisan kami ini sebagai jembatan menuju ridha-Mu,
bukan jurang menuju murka-Mu. Bimbinglah kami untuk senantiasa berkata yang
benar, yang baik, dan yang bermanfaat. Jauhkanlah kami dari segala ucapan yang
Engkau benci, dari ghibah, dari fitnah, dan dari perkataan yang menyakitkan.
Ampunilah kelalaian kami dalam menjaga lisan selama ini.
اللَّهُمَّ إِنَّا
نَسْأَلُكَ قَوْلاً سَدِيداً، وَلِسَاناً ذَاكِراً، وَعَمَلاً صَالِحاً
مُتَقَبَّلاً، وَعَمَلاً بِرِضْوَانِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ.
“Ya Allah, kami memohon kepada-Mu perkataan
yang benar, lisan yang senantiasa berzikir, amal saleh yang diterima, dan amal
yang mendatangkan keridhaan-Mu, wahai Dzat Yang Maha Penyayang di antara para
penyayang.”
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى
وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu petunjuk,
ketakwaan, kesucian diri, dan kecukupan.
اللَّهُمَّ فَقِّهْنَا فِي الدِّينِ
وَعَلِّمْنَا التَّأْوِيلَ
Ya Allah, jadikanlah kami faqih dalam agama dan
ajarkanlah kami tafsir (pemahaman yang benar).
اللَّهُمَّ انْفَعْنَا
بِمَا عَلَّمْتَنَا وَعَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا وَزِدْنَا عِلْمًا
Ya Allah, berikanlah kami manfaat dari apa yang telah
Engkau ajarkan kepada kami, ajarkanlah kami apa yang bermanfaat bagi kami, dan
tambahkanlah ilmu bagi kami.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ
مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ
Ya Allah, ampunilah dosa kaum Muslimin dan Muslimat,
Mukminin dan Mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab api neraka.
[Penutup]
عِبَادَ اللّٰهِ، إِنَّ
اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ
يُعْطِكُمْ، وَلَذِكْرُ اللّٰهِ أَكْبَرُ، وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.
وَأَقِمِ الصَّلاةَ