Khutbah: Kekuatan Lisan: Antara Ridha Ilahi dan Jurang Neraka

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ


KHUTBAH PERTAMA


اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللّٰهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُونَ.

 

Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,

Segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam, yang telah menganugerahkan kita nikmat iman dan Islam, nikmat kesehatan dan kesempatan, sehingga pada hari yang mulia ini kita dapat berkumpul di rumah-Nya yang agung, menunaikan salah satu kewajiban kita sebagai seorang hamba, yaitu shalat Jumat. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi besar Muhammad , beserta keluarga, para sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman. Semoga kita semua termasuk golongan yang senantiasa meneladani sunah-sunah beliau dan mendapatkan syafaatnya kelak di hari Kiamat.

Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,

Mari sejenak kita menatap realitas yang terhampar di hadapan kita. Di era serba cepat ini, di mana informasi dan komunikasi mengalir tanpa batas, kita menyaksikan betapa mudahnya lisan ini berucap, jari-jemari ini menari di atas gawai, merangkai kata demi kata, kalimat demi kalimat. Kita hidup di tengah pusaran hiruk-pikuk kata, baik di ruang nyata maupun di jagat maya. Berita tersebar dalam hitungan detik, opini bertebaran tanpa filter, dan perdebatan seringkali memanas hanya karena untaian kata.

Namun, pernahkah kita berhenti sejenak untuk merenungkan, seberapa besar bobot dari setiap kata yang keluar dari lisan kita? Seberapa jauh dampak dari setiap kalimat yang kita tulis, kita unggah, kita sebarkan? Seringkali, kita merasa bahwa kata-kata hanyalah sekadar bunyi atau deretan huruf, tanpa makna yang mendalam, tanpa konsekuensi yang besar. Kita cenderung meremehkan kekuatan sebuah ucapan, seolah-olah ia hanya berlalu begitu saja, hilang ditelan angin, atau tenggelam dalam lautan informasi.

Padahal, sejatinya, lisan adalah pedang bermata dua. Ia bisa menjadi kunci surga, atau sebaliknya, menjadi jalan menuju jurang neraka. Ia bisa menjadi sebab kemuliaan dan keberkahan, atau justru menjadi pemicu malapetaka dan kehinaan. Berapa banyak perselisihan yang berawal dari kesalahpahaman kata? Berapa banyak hati yang terluka karena lidah yang tak terjaga? Dan berapa banyak pula kebaikan dan keberkahan yang tersebar luas berkat ucapan-ucapan yang penuh hikmah dan kebenaran?

Hadirin jamaah Jumat yang dirahmati Allah, atas dasar urgensi inilah, pada kesempatan yang mulia ini, izinkanlah khatib menyampaikan khutbah dengan judul "Kekuatan Lisan: Antara Ridha Ilahi dan Jurang Neraka". Judul ini kami angkat sebagai pengingat bagi kita semua, betapa krusialnya peran lisan dalam menentukan arah perjalanan hidup kita di dunia dan akhirat.

Urgensi tema ini semakin nyata ketika kita menyadari bahwa banyak permasalahan sosial, bahkan konflik besar, seringkali berawal dari kegagalan kita dalam mengelola lisan. Fitnah, ghibah, adu domba, ujaran kebencian, hingga perkataan dusta, semua itu adalah produk dari lisan yang tidak terkendali. Namun, di sisi lain, dakwah, nasehat, ilmu yang bermanfaat, dan kalimat thayyibah, juga lahir dari lisan yang terjaga dan diarahkan pada kebaikan.

Untuk memperdalam pemahaman kita tentang bagaimana lisan dapat membawa dampak yang begitu besar, marilah kita bersama-sama merenungi sebuah hadits Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu. Hadits ini secara gamblang menjelaskan dahsyatnya efek dari setiap perkataan yang terucap, baik disadari maupun tidak:


Arti dan Penjelasan Per Kalimat

Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,

Marilah kita selami lebih dalam setiap Perkataan dari hadits agung ini, agar kita dapat menangkap pesan-pesan ilahiah yang terkandung di dalamnya dan menjadikannya pedoman dalam setiap ucapan kita. Hadits ini adalah peringatan sekaligus motivasi bagi setiap jiwa yang beriman.


إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ،

Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan satu kalimat yang diridhai oleh Allah,

Perkataan ini membuka mata kita pada sebuah realitas yang seringkali luput dari perhatian. "Seorang hamba" mencakup kita semua, tanpa terkecuali, dari kalangan apapun dan profesi apapun.

Sementara "mengucapkan satu kalimat" menunjukkan betapa ringkas dan sederhana sebuah ucapan itu bisa jadi. Ia bukanlah pidato panjang, bukan ceramah berjam-jam, melainkan bisa jadi hanya seuntai kata, sepotong kalimat.

Namun, yang menjadikannya luar biasa adalah Perkataan "yang diridhai oleh Allah". Ini adalah inti dari kemuliaan perkataan tersebut.

Artinya, kalimat itu adalah kalimat yang mengandung kebenaran, kebaikan, hikmah, nasehat, atau ajakan kepada kebajikan, yang sejalan dengan syariat Allah dan membawa manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.

Kalimat yang terucap dengan niat tulus karena Allah, semata-mata mengharap pahala dan kebaikan dari-Nya.


لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا،

ia tidak terlalu mempedulikannya,

Inilah poin yang sangat penting untuk kita garis bawahi. "Tidak terlalu mempedulikannya" atau "tidak menganggapnya penting".

Perkataan ini menggambarkan bagaimana terkadang sebuah kebaikan, sebuah ucapan yang benar dan baik, keluar dari lisan seorang hamba dalam kondisi yang sangat sederhana, bahkan tanpa kesadaran penuh akan bobot dan dampaknya.

Mungkin itu adalah sebuah nasihat tulus kepada teman yang sedang kalut, sebuah kalimat tasbih yang terucap di tengah kesibukan, sebuah senyuman dan kata sapaan ramah kepada sesama muslim, atau bahkan sekadar ucapan syukur yang terlontar begitu saja. Pelakunya tidak sedang mencari pujian, tidak mengharapkan imbalan, bahkan mungkin tidak menyangka bahwa kalimat ringan itu memiliki nilai yang begitu besar di sisi Allah. Ia terucap secara spontan, tulus, dan sesuai dengan apa yang Allah cintai.


 يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ،

maka Allah akan mengangkat derajatnya dengannya.

Betapa menakjubkannya balasan dari Allah! Hanya dengan "satu kalimat" yang diridhai-Nya, yang bahkan tidak terlalu dipedulikan oleh pengucapnya, Allah akan "mengangkat derajatnya".

Ini bukan hanya sekadar peningkatan status di dunia, melainkan lebih utama lagi adalah peningkatan derajat di sisi Allah, di surga-Nya.

Ini menunjukkan besarnya nilai kebaikan dan keberkahan yang terkandung dalam satu ucapan tulus yang sesuai dengan kehendak Allah.

Sebuah kalimat yang mungkin bagi kita sepele, namun di hadapan Allah ia memiliki timbangan yang sangat berat, mampu mengangkat hamba-Nya ke posisi yang lebih tinggi, mendekatkannya kepada ridha dan rahmat-Nya.


وَإِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ،

Dan sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan satu kalimat yang dimurkai oleh Allah,

Bagian kedua hadits ini adalah peringatan yang sangat keras, sebuah antitesis dari bagian pertama. Kembali disebutkan "seorang hamba" dan "satu kalimat".

Ini menegaskan bahwa siapapun bisa tergelincir, dan bahwa bukan kuantitas kalimatnya, melainkan kualitas dan substansinya yang menentukan.

Namun kali ini, kalimat tersebut "dimurkai oleh Allah".

Artinya, ia adalah perkataan yang mengandung kebatilan, kebohongan, fitnah, ghibah, adu domba, caci maki, ujaran kebencian, kesaksian palsu, atau segala ucapan yang bertentangan dengan syariat dan membawa kerusakan.

Ucapan yang tidak keluar dari hati yang bersih, melainkan dari hawa nafsu, amarah, kedengkian, atau niat buruk.


لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا،

ia tidak terlalu mempedulikannya,

Sama seperti pada bagian pertama, Perkataan ini kembali muncul

. Ini menunjukkan betapa seringnya manusia mengucapkan kata-kata buruk tanpa kesadaran penuh akan konsekuensinya.

Mereka mengucapkan ghibah seolah itu hal biasa, menyebar fitnah tanpa merasa bersalah, melontarkan sumpah serapah tanpa berpikir panjang, atau berbohong untuk kesenangan sesaat.

Mereka tidak "menganggapnya penting" atau "tidak terlalu mempedulikannya" karena menganggapnya remeh, sepele, atau hanya sekadar candaan.

Padahal, di balik keremehan itu, tersembunyi murka Allah yang sangat dahsyat. Ini adalah kelalaian yang fatal, sebuah pengabaian terhadap amanah lisan.


يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ

. maka ia akan terjerumus ke neraka Jahanam karenanya.

Inilah puncak dari peringatan hadits ini. Hanya dengan "satu kalimat" yang dimurkai Allah, yang bahkan tidak dianggap penting oleh pengucapnya, ia bisa "terjerumus ke neraka Jahanam".

Perkataan "yahwi biha" (يَهْوِي بِهَا) memberikan gambaran yang mengerikan, seolah-olah ia jatuh bebas ke dalam jurang yang dalam, tanpa kendali, tanpa daya.

Ini adalah konsekuensi yang sangat berat, sebuah balasan setimpal atas kelalaian lisan yang meremehkan murka Allah.

Sebuah kalimat yang kita anggap remeh di dunia, bisa menjadi pemberat yang menyeret kita ke dalam azab yang pedih di akhirat.

Sungguh, hadits ini adalah cermin bagi kita semua. Ia mengajarkan betapa setiap kata yang terucap memiliki bobot dan pertanggungjawaban di hadapan Allah.

Ia bukan hanya sekadar bunyi yang berlalu, melainkan energi yang memiliki dampak luar biasa, baik bagi kebaikan maupun keburukan.

Maka, marilah kita jadikan lisan kita sebagai jembatan menuju ridha-Nya, bukan jurang menuju murka-Nya.


Faedah Hadits Berdasarkan Urutan Perkataan


Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,

Setelah kita menyelami makna setiap Perkataan dari hadits agung ini, kini saatnya kita memetik pelajaran-pelajaran berharga yang terkandung di dalamnya. Pelajaran-pelajaran ini adalah panduan praktis bagi kita untuk menjalani hidup, mengelola lisan, dan meraih ridha Allah Subhanahu wa Ta'ala.


Pelajaran pertama:

Pentingnya Niat dalam Setiap Ucapan

 (إنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ)

Pelajaran pertama yang kita dapatkan adalah betapa pentingnya niat yang tulus dan ikhlas karena Allah dalam setiap perkataan kita.

Kalimat yang "diridhai Allah" adalah kalimat yang keluar dari hati yang bersih, bukan karena ingin dipuji, bukan karena riya', apalagi karena ingin menyakiti.

Ini adalah ucapan yang sejalan dengan nilai-nilai kebaikan, kebenaran, dan ajaran Islam.

Mungkin itu adalah ucapan zikir, nasihat yang bijak, ajakan kepada kebaikan, atau bahkan sekadar kata-kata yang menenangkan hati sesama.

Rasulullah bersabda:

عَن أَمِيرِ المُؤمِنِينَ أَبي حَفصٍ عُمَرَ بنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنُه قَالَ: سَمِعتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَقُولُ: « إِنَّمَا الأَعمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امرِئٍ مَا نَوَى »

Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya.’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka, sebelum bibir ini berucap, sebelum jari ini mengetik, tanyakan pada diri kita: apakah kalimat ini akan mendatangkan ridha Allah?

Apakah niatku murni karena-Nya? Jadikan setiap ucapan kita sebagai ibadah, sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.


Pelajaran ke-2:

Kebaikan yang Diremehkan Memiliki Nilai Besar di Sisi Allah

 (لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ)

Pelajaran berikutnya adalah sebuah penghiburan sekaligus motivasi.

Hadits ini menunjukkan bahwa sebuah kebaikan yang kita anggap sepele atau kita lakukan tanpa terlalu memikirkannya, bisa jadi memiliki bobot yang sangat besar di hadapan Allah.

Sebuah kalimat sederhana seperti ucapan salam, kalimat tasbih, doa kecil untuk orang lain, atau bahkan sekadar ucapan terima kasih yang tulus, bisa mengangkat derajat kita di surga.

Ini menunjukkan kemurahan Allah yang tiada tara.

Allah tidak memandang besarnya amal secara kuantitas, tetapi kualitas dan keikhlasan.

Berapa banyak kisah orang yang masuk surga karena perbuatan kecil yang dilakukannya, yang mungkin luput dari pandangan manusia? Oleh karena itu, jangan pernah meremehkan kebaikan sekecil apapun, termasuk kebaikan dalam lisan.

Teruslah berucap kalimat yang baik, yang bermanfaat, dan yang mendatangkan kebaikan, sekalipun kita merasa itu hal yang biasa.

Niatkan karena Allah, dan biarkan Dia yang menentukan balasan terbaiknya.


Pelajaran ke-3:

Bahaya Lisan yang Terabaikan dan Tidak Terkendali

(وإِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ، لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا)

Pelajaran ketiga adalah peringatan keras. Bagian hadits ini mengajarkan kita tentang bahaya lisan yang tidak terkendali, lisan yang mengucapkan perkataan yang dimurkai Allah tanpa kesadaran akan konsekuensinya.

Ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), dusta, sumpah palsu, caci maki, fitnah, ujaran kebencian, bahkan sekadar perkataan yang melukai hati orang lain, semua itu adalah contoh kalimat yang mendatangkan murka Allah.

 

Seringkali kita mengucapkan kata-kata buruk karena terbawa emosi, amarah, atau hanya sekadar ikut-ikutan tanpa berpikir panjang.

Kita menganggapnya "tidak penting" atau "hanya bercanda", padahal dampak dari kata-kata itu bisa sangat merusak, baik bagi diri sendiri, orang lain, maupun tatanan sosial.

Rasulullah pernah ditanya oleh Mu'adz bin Jabal tentang amalan yang memasukkannya ke surga dan menjauhkannya dari neraka. Di akhir hadits yang panjang itu, Rasulullah bersabda:

« أَلَا أُخْبِرُكَ بِمِلَاكِ ذَلِكَ كُلِّهِ ؟ » قُلْتُ : بَلَى يَا نَبِيَّ اللهِ ، فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ ، وَقَالَ : « كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا »

“Maukah aku beritahukan kepadamu tentang kunci semua itu?” Aku menjawab, “Tentu, wahai Nabi Allah.” Lalu beliau memegang lisannya seraya bersabda, “Jagalah ini (lisanmu).” HR. Tirmidzi (2616)

Hadits ini adalah tamparan keras bagi kita yang seringkali ceroboh dalam berucap. Ingatlah, bahwa lisan adalah amanah besar yang akan dimintai pertanggungjawaban di hari Kiamat.


Pelajaran ke-4:

Satu Kata Buruk Dapat Menjerumuskan ke Neraka

 (يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ)

Pelajaran terakhir adalah konsekuensi paling mengerikan dari kelalaian lisan. Hanya dengan satu kalimat yang dimurkai Allah, yang kita anggap remeh, seseorang bisa terjerumus ke dalam neraka Jahanam.

Ini bukan hanya tentang jatuh ke neraka karena dosa-dosa besar yang disadari, melainkan juga karena dosa lisan yang seringkali diabaikan.

Ini adalah peringatan bagi kita untuk tidak pernah meremehkan dosa lisan, sekecil apapun itu.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam Al-Qur'an:

﴿ مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ ﴾

“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 18)

Setiap kata, setiap huruf, setiap desahan nafas yang membentuk suara, semuanya dicatat.

Tidak ada yang luput dari pengawasan Allah. Maka, berhati-hatilah dengan lisan kita.

Sebelum berucap, pikirkan: apakah ini akan membawa saya lebih dekat ke surga atau lebih dekat ke neraka?

Apakah kata-kata ini akan menjadi saksi yang memberatkan atau meringankan di hari perhitungan nanti?

Marilah kita jadikan hadits ini sebagai pengingat abadi. Lisan adalah anugerah terbesar sekaligus ujian terberat bagi kita.

Gunakanlah ia untuk mendatangkan ridha Allah, dan hindari dari segala hal yang dapat memicu murka-Nya.

Semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk menjaga lisan dan menjadikannya sarana kebaikan di dunia dan akhirat.


Penutup Khutbah Pertama


Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,

Secara keseluruhan, hadits agung dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu ini memberikan pelajaran fundamental tentang kekuatan dan tanggung jawab lisan.

Ia menegaskan bahwa setiap kalimat yang terucap, baik disadari maupun tidak, memiliki konsekuensi besar di sisi Allah.

Satu kalimat kebaikan yang tulus, meskipun remeh di mata manusia, dapat mengangkat derajat di surga.

Sebaliknya, satu kalimat keburukan yang dimurkai Allah, yang kita anggap sepele, dapat menjerumuskan ke dalam neraka Jahanam.

Oleh karena itu, kita memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga lisan, menyaring setiap kata, dan hanya mengucapkan apa yang mendatangkan ridha Allah, demi keselamatan dunia dan akhirat.


KHUTBAH KEDUA


اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا كَمَا أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.

Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,

Alhamdulillah, kita telah sampai pada penutup khutbah kita kali ini.

Semoga uraian tentang hadits yang mulia ini semakin menyadarkan kita akan pentingnya menjaga lisan.

Hadits ini bukanlah sekadar teori, melainkan panduan praktis yang harus kita terapkan dalam setiap detik kehidupan kita.

Ia mengajarkan kita bahwa lisan adalah aset paling berharga sekaligus potensi bahaya paling besar yang kita miliki.

Lihatlah sekeliling kita. Berapa banyak masalah rumah tangga yang pecah karena lisan yang tak terkontrol?

Berapa banyak hubungan persahabatan yang hancur karena kalimat fitnah atau ghibah?

 Berapa banyak konflik sosial yang berawal dari ujaran kebencian di media sosial? Semua ini adalah bukti nyata dari dahsyatnya dampak lisan yang tidak terjaga.

Oleh karena itu, marilah kita ubah cara pandang kita terhadap ucapan. Jangan lagi menganggap remeh satu kata pun yang keluar dari mulut kita. Anggaplah setiap kata adalah bibit yang akan kita tanam, dan kelak kita akan memanen buahnya di akhirat.

Jika kita menanam kebaikan, kita akan menuai pahala dan keridhaan Allah. Jika kita menanam keburukan, kita akan menuai penyesalan dan murka-Nya.

Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,

Mari kita jadikan hadits ini sebagai motivasi untuk senantiasa berkata yang baik atau diam.

Biasakanlah lisan kita untuk berzikir, mengucapkan kalimat thayyibah, memberikan nasihat yang santun, mendoakan kebaikan bagi sesama, dan menebarkan kedamaian.

Hindarilah ghibah, namimah, dusta, sumpah palsu, atau segala ucapan yang menyakiti hati orang lain dan mendatangkan murka Allah.

Ingatlah selalu firman Allah dalam surat Al-Isra' ayat 53:

﴿ وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنزَغُ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنسَانِ عَدُوًّا مُّبِينًا ﴾

 “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: ‘Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar).’ Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. Al-Isra’: 53)

Mari kita wujudkan pesan Nabi , "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam." Jadikan kalimat ini sebagai filter utama sebelum kita berbicara.

Ya Allah, Rabb kami, jadikanlah lisan kami ini sebagai jembatan menuju ridha-Mu, bukan jurang menuju murka-Mu. Bimbinglah kami untuk senantiasa berkata yang benar, yang baik, dan yang bermanfaat. Jauhkanlah kami dari segala ucapan yang Engkau benci, dari ghibah, dari fitnah, dan dari perkataan yang menyakitkan. Ampunilah kelalaian kami dalam menjaga lisan selama ini.

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ قَوْلاً سَدِيداً، وَلِسَاناً ذَاكِراً، وَعَمَلاً صَالِحاً مُتَقَبَّلاً، وَعَمَلاً بِرِضْوَانِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ.

 “Ya Allah, kami memohon kepada-Mu perkataan yang benar, lisan yang senantiasa berzikir, amal saleh yang diterima, dan amal yang mendatangkan keridhaan-Mu, wahai Dzat Yang Maha Penyayang di antara para penyayang.”

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, kesucian diri, dan kecukupan.

اللَّهُمَّ فَقِّهْنَا فِي الدِّينِ وَعَلِّمْنَا التَّأْوِيلَ

Ya Allah, jadikanlah kami faqih dalam agama dan ajarkanlah kami tafsir (pemahaman yang benar).

اللَّهُمَّ انْفَعْنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا وَعَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا وَزِدْنَا عِلْمًا

Ya Allah, berikanlah kami manfaat dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, ajarkanlah kami apa yang bermanfaat bagi kami, dan tambahkanlah ilmu bagi kami.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ

Ya Allah, ampunilah dosa kaum Muslimin dan Muslimat, Mukminin dan Mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab api neraka.

 

[Penutup]

عِبَادَ اللّٰهِ، إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَلَذِكْرُ اللّٰهِ أَكْبَرُ، وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.

وَأَقِمِ الصَّلاةَ

 

 

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci