Hadits: Keutamaan 10 Hari Pertama Dzulhijjah

 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ.

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah ﷻ yang telah memberikan kita waktu demi waktu dalam kehidupan ini, dan menjadikan di antara waktu itu ada yang memiliki nilai keutamaan luar biasa. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, manusia pilihan yang membimbing kita dengan wahyu ilahi menuju jalan yang diridhai Allah.

Hadirin yang dirahmati Allah,
Kita hidup di zaman di mana kesibukan dunia telah menyita perhatian banyak kaum Muslimin. Sering kali, kita mengabaikan momen-momen mulia yang Allah bentangkan untuk mendekat kepada-Nya. Banyak yang menunggu datangnya bulan Ramadan untuk beribadah secara maksimal, tetapi lupa bahwa ada waktu lain yang tidak kalah utama, bahkan dalam beberapa sisi lebih besar keutamaannya, yaitu sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.

Ironisnya, hari-hari yang penuh pahala ini justru banyak berlalu begitu saja tanpa disambut dengan amal terbaik. Tidak terdengar semarak zikir, tidak terasa semangat berpuasa, bahkan banyak yang tidak tahu apa yang istimewa dari hari-hari ini. Umat Islam secara umum lebih mengenal Idul Adha sebagai hari potong kambing, namun tidak mengetahui bahwa hari-hari sebelum itu adalah ladang emas bagi mereka yang ingin mengejar surga.

Inilah latar belakang mengapa hadits yang akan kita pelajari pada kesempatan ini menjadi sangat penting untuk direnungkan bersama. Hadits ini bukan hanya menjelaskan keutamaan sepuluh hari pertama Dzulhijjah, tetapi juga mengajarkan cara pandang seorang Muslim dalam menghargai waktu, menilai amal, dan menyusun prioritas ibadah. Hadits ini bukan sekadar informasi, tapi motivasi besar agar kita menghidupkan hari-hari terbaik itu dengan semangat terbaik pula.

Maka, mari kita duduk dengan hati yang lapang dan telinga yang terbuka, menyimak sabda Nabi ﷺ yang menyentuh inti kehidupan seorang mukmin. Kita akan belajar, mengapa sepuluh hari ini bisa lebih mulia daripada jihad, dan bagaimana mengisi hari-hari tersebut dengan amal yang paling dicintai oleh Allah ﷻ. Semoga dengan memahami hadits ini, kita tidak lagi menyia-nyiakan musim kebaikan, dan menjadi hamba yang cerdas dalam memanfaatkan waktu untuk akhirat.


Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah bersabda:

ما مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هذِهِ الْأَيَّامِ العَشْرِ. قالوا: يا رَسُولَ اللَّهِ، وَلَا الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ قالَ: وَلَا الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بنَفْسِهِ ومَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذلكَ بشيءٍ

“Tidak ada hari-hari yang amal saleh di dalamnya lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari yang sepuluh ini.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak juga jihad di jalan Allah?” Beliau menjawab, “Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali seseorang yang keluar dengan diri dan hartanya lalu tidak kembali dengan sesuatu pun darinya.”

HR. Al-Bukhari (969), dan dinyatakan hasan shahih oleh Imam Ibn Qudamah dalam Al-Mughni (4/443).


Arti dan Penjelasan per Perkataan


ما مِنْ أَيَّامٍ
Tidak ada hari-hari

Perkataan ini menunjukkan pengkhususan waktu yang sangat penting dalam Islam. 

Nabi mengisyaratkan adanya keutamaan yang luar biasa pada hari-hari tertentu yang akan disebutkan kemudian. 

Penggunaan “ما مِن” dalam bahasa Arab berfungsi sebagai bentuk penegasan bahwa tidak ada satu pun dari hari-hari biasa yang bisa menandingi keutamaan hari-hari yang dimaksud. 

Ini menandakan bahwa umat Islam sepatutnya memberikan perhatian serius terhadap momentum waktu dalam beramal.


الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ
Amal saleh di dalamnya

Perkataan ini menekankan bahwa nilai suatu amal bisa meningkat tergantung pada waktu pelaksanaannya. 

Amal saleh mencakup segala bentuk kebaikan seperti salat, puasa, sedekah, dan lainnya yang dilakukan ikhlas karena Allah. 

Dalam konteks ini, amal saleh yang dilakukan dalam “hari-hari tersebut” memperoleh keistimewaan yang tidak terdapat pada waktu lain. 

Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak hanya memperhatikan kualitas amal, tetapi juga momentum amal.


أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ
Lebih dicintai oleh Allah

Perkataan ini menunjukkan kedudukan amal saleh yang dilakukan pada hari-hari tertentu di sisi Allah. 

Cinta Allah kepada suatu amal menunjukkan bahwa amal itu mendatangkan pahala besar dan mendekatkan pelakunya kepada-Nya. 

Ini memberikan motivasi kuat bagi umat Islam untuk memperbanyak amal pada waktu-waktu yang dicintai Allah. 

Maka, siapa yang ingin mendapatkan kecintaan Allah, hendaknya memanfaatkan waktu-waktu istimewa ini.


مِنْ هذِهِ الْأَيَّامِ العَشْرِ
Daripada hari-hari yang sepuluh ini

Perkataan ini merujuk pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. 

Ini adalah waktu yang Allah muliakan dan telah dijelaskan keutamaannya dalam banyak hadits dan ayat Al-Qur’an seperti QS. Al-Fajr: 2 (وَلَيَالٍ عَشْرٍ). 

Pengkhususan ini mengisyaratkan bahwa sepuluh hari ini mengandung nilai spiritual dan ibadah yang sangat tinggi. 

Maka, sepuluh hari ini adalah musim kebaikan yang patut disambut dengan penuh semangat ibadah.


قالوا: يا رَسُولَ اللَّهِ، وَلَا الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟
Mereka berkata: Wahai Rasulullah, tidak juga jihad di jalan Allah?

Perkataan ini menunjukkan kekaguman dan rasa ingin tahu para sahabat terhadap besarnya keutamaan sepuluh hari itu. 

Mereka membandingkan keutamaan amal pada hari-hari itu dengan jihad, yang dalam Islam dikenal sebagai amal yang sangat agung. 

Ini menunjukkan bahwa para sahabat sangat memahami kemuliaan jihad, sehingga jika suatu amal lebih utama darinya, maka itu benar-benar luar biasa.


قالَ: وَلَا الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Beliau bersabda: Tidak juga jihad di jalan Allah

Perkataan ini memperkuat penegasan bahwa amal pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah melebihi keutamaan jihad secara umum. 

Ini memberikan perspektif bahwa jihad bukanlah satu-satunya amal agung, tetapi ada waktu-waktu tertentu yang mengangkat derajat amal lain melampaui jihad. 

Hal ini juga menunjukkan keluasan rahmat Allah bagi hamba-Nya yang tidak mampu berjihad, tetapi tetap bisa memperoleh keutamaan serupa melalui amal saleh di waktu istimewa.


إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بنَفْسِهِ ومَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذلكَ بشيءٍ
Kecuali seseorang yang keluar dengan dirinya dan hartanya, lalu tidak kembali dengan sesuatu pun darinya

Perkataan ini adalah pengecualian yang menunjukkan derajat jihad yang paling tinggi, yaitu pengorbanan total jiwa dan harta. 

Ini menggambarkan bahwa hanya orang yang benar-benar mati syahid dan menginfakkan seluruh hartanya di jalan Allah yang amalnya bisa menyamai keutamaan amal pada sepuluh hari tersebut.

 Ini mengajarkan bahwa pengorbanan total adalah bentuk pengabdian yang sangat tinggi di sisi Allah, namun tetap menunjukkan bahwa peluang keutamaan juga terbuka luas bagi mereka yang memaksimalkan amal pada waktu yang tepat.

 


Syarah Hadits


مِن رَحْمَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ بِعِبَادِهِ

Dari rahmat Allah 'Azza wa Jalla kepada hamba-hamba-Nya

أَنْ مَنَّ عَلَيْهِمْ بِأَيَّامٍ مُبَارَكَةٍ،

bahwa Dia telah menganugerahi mereka hari-hari yang diberkahi,

يُضَاعِفُ لَهُمْ فِيهَا الْأَجْرَ،

Dia melipatgandakan pahala bagi mereka di dalamnya,

وَيُعْطِي فِيهَا جَزِيلَ الثَّوَابِ؛

dan Dia memberikan balasan pahala yang besar di dalamnya;

رَحْمَةً مِنْهُ وَكَرَمًا،

 sebagai rahmat dan kemurahan dari-Nya,

وَمِنْهَا: الْأَيَّامُ الْعَشْرُ الْأُوَلُ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ.

dan di antaranya adalah sepuluh hari pertama dari Dzulhijjah.


وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ يُرْشِدُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى فَضْلِ الْعَمَلِ الصَّالِحِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَائِلِ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ،

Dan dalam hadits ini, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan petunjuk tentang keutamaan amal shalih di sepuluh hari pertama dari Dzulhijjah,

وَيُبَيِّنُ أَنَّ أَجْرَ الْعَمَلِ الصَّالِحِ فِيهَا يَتَضَاعَفُ مَا لَا يَتَضَاعَفُ فِي سَائِرِ الْأَيَّامِ؛

dan menjelaskan bahwa pahala amal shalih di dalamnya berlipat ganda, yang tidak berlipat ganda di hari-hari lainnya;

فَعَلَى الْمُسْلِمِ أَنْ يَغْتَنِمَهَا وَيُكْثِرَ فِيهَا الطَّاعَاتِ،

maka selayaknya bagi seorang muslim untuk memanfaatkannya dan memperbanyak ketaatan di dalamnya,

وَمِنْ أَجَلِّ الطَّاعَاتِ فِيهَا ذِكْرُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ،

dan di antara ketaatan yang paling mulia di dalamnya adalah dzikir kepada Allah 'Azza wa Jalla,

وَأَعْظَمُ الذِّكْرِ قِرَاءَةُ الْقُرْآنِ،

dan dzikir yang paling agung adalah membaca Al-Qur'an,

وَالتَّكْبِيرُ وَالتَّهْلِيلُ وَالتَّحْمِيدُ،

 serta takbir, tahlil, dan tahmid,

وَفِي مُسْنَدِ أَحْمَدَ وَغَيْرِهِ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «

Dan dalam Musnad Ahmad dan lainnya: bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنَ الْعَمَلِ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ؛

 "Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan lebih dicintai-Nya untuk beramal di dalamnya daripada sepuluh hari ini;

فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنَ التَّهْلِيلِ، وَالتَّكْبِيرِ، وَالتَّحْمِيدِ».

Maka perbanyaklah di dalamnya tahlil, takbir, dan tahmid."

وَيَشْمَلُ الْعَمَلُ الصَّالِحُ الْفَرَائِضَ وَالْوَاجِبَاتِ وَكُلَّ أَعْمَالِ الْبِرِّ وَالْمَعْرُوفِ وَأَعْمَالَ التَّطَوُّعِ مِنَ الْعِبَادَاتِ؛

Dan amal shalih meliputi kewajiban (fardhu) dan yang wajib, serta segala bentuk kebajikan dan kebaikan, dan amalan sunnah dari ibadah;

مِنْ صَلَاةٍ وَصَدَقَةٍ وَصِيَامٍ وَبِالْأَخَصِّ صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ؛

seperti shalat, sedekah, dan puasa, dan secara khusus puasa hari Arafah;

فَكُلُّ مَا فُعِلَ مِنْ فَرْضٍ فِي الْعَشْرِ فَهُوَ أَفْضَلُ مِنْ فَرْضٍ فُعِلَ فِي غَيْرِهِ،

maka setiap apa yang dilakukan dari kewajiban di sepuluh hari itu lebih utama daripada kewajiban yang dilakukan di selainnya,

وَكَذَا النَّفْلُ فِي الْعَشْرِ أَفْضَلُ مِنَ النَّفْلِ فِي غَيْرِهَا،

begitu pula amalan sunnah di sepuluh hari itu lebih utama daripada amalan sunnah di selainnya,

كَمَا يَشْمَلُ أَيْضًا تَرْكَ الْمَنْهِيَّاتِ وَالْمُنْكَرَاتِ؛

sebagaimana ia juga mencakup meninggalkan larangan dan kemungkaran;

فَمَنْ تَرَكَ الْمَعْصِيَةَ فِي هَذِهِ الْأَيَّامِ فَلَا شَكَّ أَنَّ أَجْرَهُ أَفْضَلُ مِنْ تَرْكِهِ لِلْمَعْصِيَةِ فِي غَيْرِهَا.

maka barangsiapa meninggalkan maksiat di hari-hari ini, tidak diragukan lagi pahalanya lebih utama daripada meninggalkannya maksiat di selainnya.


فَسَأَلَ الصَّحَابَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْجِهَادِ فِي غَيْرِ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ؛

Maka para sahabat radhiyallahu 'anhum bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang jihad di luar sepuluh hari ini;

هَلِ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا يَفْضُلُهُ أَيْضًا؟

apakah amal shalih di dalamnya juga lebih utama daripada jihad?

وَإِنَّمَا اخْتَصَّ سُؤَالُهُمْ عَنِ الْجِهَادِ لِمَا تَقَرَّرَ عِنْدَهُمْ أَنَّهُ مِنْ أَفْضَلِ الْأَعْمَالِ؛

Dan pertanyaan mereka secara khusus tentang jihad adalah karena telah ditetapkan di sisi mereka bahwa jihad termasuk amalan yang paling utama;

وَلِذَلِكَ وُزِنَ بِهِ أَيَّامُ ذِي الْحِجَّةِ،

dan oleh karena itu hari-hari Dzulhijjah ditimbang dengannya,

فَأَجَابَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: نَعَمْ؛

Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: Ya;

يَفْضُلُ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِي هَذِهِ الْأَيَّامِ الْجِهَادَ فِي غَيْرِهَا،

amal shalih di hari-hari ini lebih utama daripada jihad di selainnya,

إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ مُخَاطِرًا بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ،

kecuali seorang laki-laki yang keluar mempertaruhkan jiwa dan hartanya di jalan Allah,

فَفَقَدَ مَالَهُ وَفَاضَتْ رُوحُهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؛

lalu ia kehilangan hartanya dan ruhnya keluar (meninggal) di jalan Allah;

فَهَذَا الْجِهَادُ بِهَذِهِ الصُّورَةِ هُوَ الَّذِي يَفْضُلُ عَلَى الْعَمَلِ الصَّالِحِ فِي هَذِهِ الْأَيَّامِ الْمُبَارَكَاتِ،

maka jihad dengan bentuk ini adalah yang lebih utama daripada amal shalih di hari-hari yang diberkahi ini,

وَهَذَا بَيَانٌ لِفَخَامَةِ جِهَادِهِ،

dan ini adalah penjelasan tentang keagungan jihadnya,

وَتَعْظِيمٌ لَهُ بِأَنَّهُ قَدْ بَلَغَ مَبْلَغًا لَا يَكَادُ يَتَفَاوَتُ بِشَرَفِ الْأَيَّامِ وَالْأَزْمَانِ وَعَدَمِ شَرَفِهَا.

dan pengagungan baginya bahwa ia telah mencapai derajat yang hampir tidak berbeda dengan kemuliaan hari-hari dan waktu serta ketidakmuliaannya.


وَظَاهِرُ هَذَا الْحَدِيثِ أَنَّ هَذِهِ الْعَشَرَةَ أَفْضَلُ مِنَ الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ.

Dan zahir hadits ini adalah bahwa sepuluh hari ini lebih utama daripada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan.

وَقِيلَ: إِنَّ عَشْرَ ذِي الْحِجَّةِ هِيَ الْأَفْضَلُ أَيَّامًا،

Dan dikatakan: sesungguhnya sepuluh Dzulhijjah adalah yang paling utama dari segi hari-harinya,

وَعَشْرَ رَمَضَانَ هِيَ أَفْضَلُ لَيَالِيَ؛ لِوُجُودِ لَيْلَةِ الْقَدْرِ فِيهَا.

dan sepuluh Ramadhan adalah yang paling utama dari segi malam-malamnya; karena adanya Lailatul Qadar di dalamnya.


وَفِي الْحَدِيثِ: بَيَانُ عِظَمِ فَضْلِ الْعَشْرِ الْأَوَائِلِ مِنْ ذِي الْحِجَّةِ عَلَى غَيْرِهَا مِنْ أَيَّامِ السَّنَةِ.

Dan dalam hadits ini: penjelasan tentang besarnya keutamaan sepuluh hari pertama dari Dzulhijjah dibandingkan hari-hari lainnya dalam setahun.

وَفِيهِ: تَعْظِيمُ أَمْرِ الشَّهَادَةِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَبَذْلِ النَّفْسِ وَالْمَالِ مَعًا،

Dan di dalamnya: pengagungan perkara syahadah (mati syahid) di jalan Allah dan mengorbankan jiwa dan harta secara bersamaan,

وَأَنَّ هَذِهِ هِيَ أَعْلَى مَرَاتِبِ الْجِهَادِ.

dan bahwa ini adalah tingkatan tertinggi dari jihad.

وَفِيهِ: أَنَّ الْعَمَلَ الْمَفْضُولَ فِي الْوَقْتِ الْفَاضِلِ يَلْتَحِقُ بِالْعَمَلِ الْفَاضِلِ فِي غَيْرِهِ مِنَ الْأَوْقَاتِ.

Dan di dalamnya: bahwa amal yang kurang utama (mafdhul) yang dilakukan di waktu yang utama, akan menyamai amal yang utama (fadl) yang dilakukan di waktu lainnya.

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/119897


Pelajaran dari Hadits ini


1. Keistimewaan Waktu dalam Islam

Dalam perkataan ما مِنْ أَيَّامٍ (Tidak ada hari-hari), Rasulullah ﷺ memberi isyarat bahwa waktu memiliki keutamaan tersendiri dalam Islam. Ada hari-hari biasa, dan ada hari-hari yang sangat istimewa, di mana amal saleh di dalamnya lebih utama dibanding waktu lain. Ini mengajarkan kita untuk tidak menyia-nyiakan momen emas yang diberikan Allah dalam setahun. Allah sendiri telah bersumpah dengan waktu-waktu mulia dalam Al-Qur’an, seperti dalam QS. Al-Fajr ayat 2: وَلَيَالٍ عَشْرٍ (Dan demi malam yang sepuluh), yang oleh para ulama ditafsirkan sebagai sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.


2. Nilai Amal Bergantung pada Waktu dan Niat

Perkataan الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ (Amal saleh di dalamnya), mengajarkan bahwa nilai suatu amal tidak hanya dilihat dari bentuknya, tapi juga waktu pelaksanaannya. Amal biasa yang dilakukan di waktu mulia bisa bernilai luar biasa. Hal ini memotivasi kita untuk memanfaatkan waktu istimewa dengan memperbanyak ibadah seperti salat, sedekah, puasa, dan zikir. Rasulullah ﷺ bersabda:

  افْعَلُوا الْخَيْرَ دَهْرَكُمْ، وَتَعَرَّضُوا لِنَفَحَاتِ رَحْمَةِ اللَّهِ 

(Lakukanlah kebaikan sepanjang hidup kalian, dan sambutlah hembusan rahmat Allah – HR. Thabrani).


3. Allah Mencintai Hamba yang Beramal di Waktu Istimewa

Dalam perkataan أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ (Lebih dicintai oleh Allah), disebutkan bahwa amal saleh yang dilakukan pada sepuluh hari ini adalah yang paling dicintai oleh Allah. Ini adalah puncak motivasi bagi seorang hamba, karena amal yang dicintai Allah akan mendatangkan rahmat dan ampunan-Nya. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 222:

  إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ 

(Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang menyucikan diri), dan mencintai orang yang giat berbuat baik.


4. Sepuluh Hari Paling Afdhal dalam Setahun

Perkataan مِنْ هذِهِ الْأَيَّامِ العَشْرِ (Daripada hari-hari yang sepuluh ini) merujuk pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Hari-hari ini sangat istimewa karena semua ibadah utama bisa dilakukan di dalamnya: salat, puasa, sedekah, dan haji. Bahkan puasa di hari Arafah dalam periode ini bisa menghapus dosa dua tahun, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

  صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ المَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ 

(Puasa hari Arafah menghapus dosa tahun lalu dan yang akan datang – HR. Muslim).


5. Rasa Ingin Tahu Para Sahabat tentang Amal Terbaik

Dalam perkataan قالوا: يا رَسُولَ اللَّهِ، وَلَا الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ (Mereka berkata: Wahai Rasulullah, tidak juga jihad di jalan Allah?), terlihat betapa besar rasa ingin tahu sahabat terhadap amal yang paling utama. Mereka menyangka jihadlah yang paling tinggi derajatnya, namun ternyata Nabi ﷺ menunjukkan bahwa amal pada sepuluh hari ini lebih dicintai oleh Allah. Ini menunjukkan semangat para sahabat dalam mencari amal terbaik, dan menjadi contoh bagi kita untuk terus mencari ilmu dan keutamaan amal.


6. Keutamaan Amal Saleh Melebihi Jihad Umum

Perkataan قالَ: وَلَا الجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ (Beliau bersabda: Tidak juga jihad di jalan Allah) menunjukkan bahwa amal yang dilakukan pada sepuluh hari Dzulhijjah bahkan lebih utama daripada jihad pada umumnya. Ini bukan berarti meremehkan jihad, tapi menekankan betapa besar keutamaan amal saleh yang dilakukan pada waktu-waktu yang diridhai Allah. Allah berfirman dalam QS. At-Taubah: 41:

  انفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ 

(Berangkatlah, baik dalam keadaan ringan maupun berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwa kalian), namun tetap saja Nabi ﷺ menyatakan keutamaan amal di sepuluh hari ini lebih tinggi.


7. Pengorbanan Total yang Tiada Tandingannya

Dalam perkataan إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بنَفْسِهِ ومَالِهِ، فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذلكَ بشيءٍ (Kecuali seseorang yang keluar dengan dirinya dan hartanya, lalu tidak kembali dengan sesuatu pun darinya), digambarkan tingkatan jihad yang paling tinggi, yaitu yang dilakukan dengan jiwa dan harta sepenuhnya, dan mati syahid. Ini adalah satu-satunya amal yang setara dengan amal di sepuluh hari Dzulhijjah. Ini juga menjadi motivasi bagi kita untuk berkorban maksimal dalam amal, bukan setengah-setengah. Dalam QS. Al-Hujurat: 15 Allah berfirman:

  إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ 

(Sesungguhnya orang-orang beriman adalah yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, lalu tidak ragu, dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka).


8. Kewajiban Memanfaatkan Musim Kebaikan

Hadits ini juga mengandung pelajaran bahwa seorang Muslim harus jeli memanfaatkan waktu-waktu terbaik untuk memperbanyak ibadah. Jika sepuluh hari pertama Dzulhijjah memiliki nilai lebih besar dari jihad, maka semestinya kita bersungguh-sungguh mengisi hari-hari tersebut dengan amal terbaik. Allah berfirman dalam QS. Al-‘Asr:

  وَالْعَصْرِ. إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ. إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ 

(Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh).


9. Menjadi Hamba yang Peka terhadap Waktu dan Prioritas

Selain itu, hadits ini menanamkan kesadaran bahwa kita harus memiliki kepekaan terhadap waktu dan prioritas amal. Tidak semua waktu bernilai sama, dan tidak semua amal bisa dikerjakan sepanjang waktu. Maka siapa yang mengerti waktu istimewa dan memilih amal terbaik di dalamnya, dialah orang yang cerdas dalam meniti jalan menuju ridha Allah. Nabi ﷺ bersabda:

  المَهْجُورُ مَن هَجَرَ الخَيْرَ بَعْدَ مَعْرِفَتِهِ 

(Orang yang tertinggal adalah orang yang meninggalkan kebaikan setelah mengetahuinya – HR. Ahmad).


10. Amal yang Disertai Pengorbanan Paling Besar, Paling Utama

Akhir hadits menunjukkan bahwa semakin besar pengorbanan dalam amal, semakin tinggi pula nilainya. Ini adalah prinsip umum dalam Islam. Amal yang ringan tetapi dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan penuh pengorbanan akan lebih bernilai daripada amal besar yang dilakukan tanpa hati. Allah berfirman dalam QS. At-Taubah: 120:

  ذَٰلِكَ بِمَا أَنَّهُمْ لَا يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلَا نَصَبٌ... إِلَّا كُتِبَ لَهُمْ بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ 

(Itu semua tidaklah mereka alami melainkan dicatat sebagai amal saleh bagi mereka).


Secara keseluruhan, hadits ini mengajarkan pentingnya mengenali dan memanfaatkan waktu-waktu istimewa untuk beramal saleh, terutama pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Amal di hari-hari itu sangat dicintai Allah, bahkan lebih utama daripada jihad biasa. Kepekaan terhadap keutamaan waktu dan semangat untuk beramal secara maksimal adalah kunci untuk meraih kecintaan Allah dan keberuntungan di dunia dan akhirat. 


Penutupan Kajian


Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah ﷻ yang telah memberikan kita waktu demi waktu dalam kehidupan ini, dan menjadikan di antara waktu itu ada yang memiliki nilai keutamaan luar biasa. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, manusia pilihan yang membimbing kita dengan wahyu ilahi menuju jalan yang diridhai Allah.

Hadirin yang dirahmati Allah,
Kita hidup di zaman di mana kesibukan dunia telah menyita perhatian banyak kaum Muslimin. Sering kali, kita mengabaikan momen-momen mulia yang Allah bentangkan untuk mendekat kepada-Nya. Banyak yang menunggu datangnya bulan Ramadan untuk beribadah secara maksimal, tetapi lupa bahwa ada waktu lain yang tidak kalah utama, bahkan dalam beberapa sisi lebih besar keutamaannya, yaitu sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.

Ironisnya, hari-hari yang penuh pahala ini justru banyak berlalu begitu saja tanpa disambut dengan amal terbaik. Tidak terdengar semarak zikir, tidak terasa semangat berpuasa, bahkan banyak yang tidak tahu apa yang istimewa dari hari-hari ini. Umat Islam secara umum lebih mengenal Idul Adha sebagai hari potong kambing, namun tidak mengetahui bahwa hari-hari sebelum itu adalah ladang emas bagi mereka yang ingin mengejar surga.

Inilah latar belakang mengapa hadits yang akan kita pelajari pada kesempatan ini menjadi sangat penting untuk direnungkan bersama. Hadits ini bukan hanya menjelaskan keutamaan sepuluh hari pertama Dzulhijjah, tetapi juga mengajarkan cara pandang seorang Muslim dalam menghargai waktu, menilai amal, dan menyusun prioritas ibadah. Hadits ini bukan sekadar informasi, tapi motivasi besar agar kita menghidupkan hari-hari terbaik itu dengan semangat terbaik pula.

Maka, mari kita duduk dengan hati yang lapang dan telinga yang terbuka, menyimak sabda Nabi ﷺ yang menyentuh inti kehidupan seorang mukmin. Kita akan belajar, mengapa sepuluh hari ini bisa lebih mulia daripada jihad, dan bagaimana mengisi hari-hari tersebut dengan amal yang paling dicintai oleh Allah ﷻ. Semoga dengan memahami hadits ini, kita tidak lagi menyia-nyiakan musim kebaikan, dan menjadi hamba yang cerdas dalam memanfaatkan waktu untuk akhirat. 

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ بِرَحْمَتِكَ، وَاجْعَلْ خَيْرَ أَيَّامِنَا يَوْمَ نَلْقَاكَ، وَاخْتِمْ لَنَا بِالْإِيمَانِ وَحُسْنِ الْخَاتِمَةِ.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk penghuni surga dengan rahmat-Mu. Jadikanlah hari terbaik kami adalah hari ketika kami berjumpa dengan-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan beriman serta dengan akhir yang baik.

وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ إِلَىٰ أَقْوَمِ الطَّرِيقِ.

Kita tutup kajian dengan doa kafaratul majelis:

🌿 سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.

 

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers