Kajian: Adab Bersama Allah (Kitab Minhajul Muslim)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, shalawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Bapak-bapak, Ibu-ibu, Saudara-saudari sekalian, para peserta kajian yang dirahmati Allah.
Hari ini, kita akan menyelami sebuah bahasan yang sangat mendasar dan krusial dalam kehidupan seorang Muslim, yaitu "Adab Bersama Allah". Judul ini mungkin terdengar sederhana, namun sesungguhnya di dalamnya terkandung intisari dari setiap gerak-gerik, pikiran, dan perasaan kita sebagai hamba.
Seringkali, di tengah kesibukan dunia, kita lupa untuk kembali merenungi hakikat keberadaan kita. Banyak dari kita yang mungkin merasa gelisah, kurang tenang, atau bahkan kehilangan arah, meskipun segala kebutuhan materi telah terpenuhi. Mengapa demikian? Salah satu alasannya adalah adanya celah dalam adab kita kepada Allah SWT.
Coba kita perhatikan fenomena di masyarakat. Betapa seringnya kita melihat orang-orang yang mengeluh saat diuji, padahal nikmat yang mereka terima jauh lebih banyak. Ada yang terburu-buru dalam melakukan maksiat tanpa rasa malu, seakan-akan Allah tidak melihat. Ada pula yang putus asa dari rahmat Allah ketika menghadapi kesulitan, padahal Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Bahkan, tidak sedikit yang taat beribadah, namun masih ragu akan balasan dan penerimaan amalnya di sisi Allah. Bukankah semua ini menunjukkan adanya permasalahan dalam cara kita berinteraksi, bersikap, dan berprasangka kepada Sang Pencipta?
Hadits yang akan kita kaji malam ini, atau lebih tepatnya kutipan dari sebuah kitab yang menjelaskan tentang hakikat adab kepada Allah, hadir sebagai lentera yang menerangi jalan bagi kita. Hadits ini sangat urgen untuk kita pelajari karena ia akan menuntun kita untuk:
Mengenali hakikat nikmat Allah dan kewajiban bersyukur: Agar kita tidak lagi kufur nikmat, melainkan menjadi hamba yang senantiasa memuji dan menggunakan karunia-Nya di jalan yang benar.
Menumbuhkan rasa malu dan takut kepada Allah: Sehingga kita senantiasa menjaga diri dari perbuatan maksiat, baik di terang maupun tersembunyi, karena sadar bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui.
Memperkuat tawakal dan harapan kepada-Nya: Agar kita tidak mudah putus asa di tengah cobaan, melainkan selalu berlari dan bersandar hanya kepada Allah, Dzat yang memiliki kendali penuh atas segala sesuatu.
Membangun husnuzon (prasangka baik) kepada Allah: Sehingga kita yakin akan janji-janji-Nya bagi orang-orang yang taat dan menyadari konsekuensi bagi mereka yang mendurhakai-Nya.
Mempelajari adab ini bukan hanya tentang tata krama spiritual, melainkan tentang pondasi kebahagiaan dan ketenangan hidup. Ketika adab kita kepada Allah telah tertata dengan baik, hati kita akan menjadi lebih lapang, jiwa kita lebih tentram, dan kehidupan kita akan dipenuhi berkah. Kita akan menjadi pribadi yang senantiasa merasa diawasi, dicintai, dan dirahmati oleh Allah SWT. Ini adalah puncak cita-cita setiap Muslim, yaitu mendapatkan wilayah (perlindungan) dan pemeliharaan Allah, serta menjadi tempat berlabuhnya rahmat dan nikmat-Nya.
ADAB BERSAMA ALLAH
المسلمُ يَنْظُرُ إِلَى
مَا لِلَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ مِنْ مِنَنٍ لَا تُحْصَى، وَنِعَمٍ لَا تُعَدُّ،
اكْتَنَفَتْهُ مِنْ سَاعَةِ عُلُوقِهِ نُطْفَةً فِي رَحِمِ أُمِّهِ، وَتُسَايِرُهُ
إِلَى أَنْ يَلْقَى رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ،
Seorang Muslim memandang karunia Allah Ta'ala yang tak
terhitung jumlahnya dan nikmat yang tak terhingga, yang meliputinya sejak saat
ia berupa setetes nutfah dalam rahim ibunya, dan menyertainya hingga ia bertemu
dengan Tuhannya Yang Maha Perkasa dan Maha Agung.
فَيَشْكُرُ اللَّهَ تَعَالَى عَلَيْهَا
بِلِسَانِهِ بِحَمْدِهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيْهِ بِمَا هُوَ أَهْلُهُ،
وَبِجَوَارِحِهِ بِتَسْخِيرِهَا فِي طَاعَتِهِ،
Maka, ia bersyukur kepada Allah Ta'ala atas nikmat-nikmat
tersebut dengan lisannya melalui pujian dan sanjungan kepada-Nya sesuai dengan
kebesaran-Nya, dan dengan anggota tubuhnya dengan menggunakannya dalam ketaatan
kepada-Nya
فَيَكُونُ هَذَا أَدَبًا مِنْهُ مَعَ اللَّهِ
سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى؛ إِذْ لَيْسَ مِنَ الْأَدَبِ فِي شَيْءٍ كُفْرَانُ
النِّعَمِ، وَجُحُودُ فَضْلِ الْمُنْعِمِ، وَالتَّنَكُّرُ لَهُ وَلِإِحْسَانِهِ
وَإِنْعَامِهِ.
. Ini adalah adab darinya terhadap Allah Subhanahu wa
Ta'ala; karena tidak termasuk adab sama sekali mengingkari nikmat, menolak
anugerah dari Pemberi Nikmat, dan tidak mengakui kebaikan serta karunia-Nya.
وَاللَّهُ سُبْحَانَهُ يَقُولُ: {وَمَا بِكُمْ
مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ} [النحل: 53].
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "{Dan nikmat
apa saja yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)}."
[An-Nahl: 53].
وَتَعَالَى
سُبْحَانَهُ: {وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا} [النحل: 18].
Dan
Allah Subhanahu berfirman: "{Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat
Allah, niscaya kamu tidak dapat menghitungnya.}" [An-Nahl: 18].
وَيَقُولُ عَزَّ
وَجَلَّ: {فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ}
[البقرة: 152].
Dan
Allah Azza wa Jalla berfirman: "{Maka ingatlah Aku, niscaya Aku akan
ingat kepadamu; dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari
(nikmat)-Ku.}" [Al-Baqarah: 152].
Penjelasan: Bagian ini mengawali pembahasan tentang adab seorang Muslim
terhadap Allah SWT dengan menyoroti pentingnya rasa syukur. Penulis menekankan
bahwa setiap nikmat yang kita rasakan, sekecil apa pun, berasal dari Allah.
Mulai dari keberadaan kita di rahim ibu hingga saat ini, semua adalah
karunia-Nya. Oleh karena itu, adab yang benar adalah mensyukuri nikmat-nikmat
tersebut. Syukur ini diwujudkan tidak hanya dengan ucapan (memuji dan
menyanjung Allah), tetapi juga dengan perbuatan (menggunakan seluruh anggota
tubuh untuk taat kepada-Nya). Bagian ini juga memperingatkan bahwa mengingkari
nikmat atau tidak mengakui kebaikan Allah sama sekali bukan bagian dari adab.
Ayat-ayat Al-Qur'an yang disertakan semakin memperkuat argumen ini, menegaskan
bahwa nikmat Allah tidak terhitung dan kewajiban untuk bersyukur kepada-Nya.
وَيَنْظُرُ الْمُسْلِمُ
إِلَى عِلْمِهِ تَعَالَى بِهِ وَاطِّلَاعِهِ عَلَى جَمِيعِ أَحْوَالِهِ
فَيَمْتَلِئُ قَلْبُهُ مِنْهُ مَهَابَةً وَنَفْسُهُ لَهُ وَقَارًا وَتَعْظِيمًا،
Dan seorang Muslim memandang kepada ilmu Allah Ta'ala
tentang dirinya dan pengawasan-Nya atas segala keadaannya, sehingga hatinya
dipenuhi oleh rasa takut dan jiwanya diliputi oleh rasa hormat serta
pengagungan kepada-Nya.
فَيَخْجَلُ مِنْ
مَعْصِيَتِهِ، وَيَسْتَحِي مِنْ مُخَالَفَتِهِ، وَالْخُرُوجِ عَنْ طَاعَتِهِ.
Maka, ia akan merasa malu untuk bermaksiat kepada-Nya, dan
merasa segan untuk menyelisihi perintah-Nya serta keluar dari ketaatan
kepada-Nya.
فَيَكُونُ هَذَا
أَدَبًا مِنْهُ مَعَ اللَّهِ تَعَالَى، إِذْ لَيْسَ مِنَ الْأَدَبِ فِي شَيْءٍ
أَنْ يُجَاهِرَ الْعَبْدُ سَيِّدَهُ بِالْمَعَاصِي، أَوْ يُقَابِلَهُ
بِالْقَبَائِحِ وَالرَّذَائِلِ وَهُوَ يَشْهَدُهُ وَيَنْظُرُ إِلَيْهِ.
Ini adalah adab darinya terhadap Allah Ta'ala, karena sama
sekali bukan termasuk adab bagi seorang hamba untuk terang-terangan bermaksiat
kepada tuannya, atau menghadapi-Nya dengan keburukan dan kerendahan sementara
Dia menyaksikan dan melihatnya.
قَالَ تَعَالَى: {مَا
لَكُمْ لَا تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا (13) وَقَدْ خَلَقَكُمْ أَطْوَارًا} [نوح].
Allah Ta'ala berfirman: "{Mengapa kamu tidak
berharap akan kebesaran Allah (13) Padahal Dia sungguh telah menciptakan kamu
dalam beberapa tingkatan (kejadian)?}" [Nuh].
وَقَالَ: {يَعْلَمُ مَا
تُسِرُّونَ وَمَا تُعْلِنُونَ} [النحل: 19].
Dan Dia berfirman: "{Dia mengetahui apa yang kamu
rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan.}" [An-Nahl: 19].
وَقَالَ: {وَمَا
تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِنْ قُرْآنٍ وَلَا تَعْمَلُونَ مِنْ
عَمَلٍ إِلَّا كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ وَمَا يَعْزُبُ
عَنْ رَبِّكَ مِنْ مِثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ} [يونس:
61].
Dan Dia berfirman: "{Dan tidaklah kamu berada dalam
suatu keadaan, dan tidak (pula) kamu membaca dari Al-Qur'an suatu ayatpun, dan
tidak (pula) kamu mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi
atasmu ketika kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun
sebesar zarrah pun (sesuatu) di bumi ataupun di langit.}" [Yunus: 61].
Penjelasan: Bagian ini fokus pada adab yang timbul dari
kesadaran akan ilmu dan pengawasan Allah SWT. Ketika seorang Muslim menyadari
bahwa Allah Maha Mengetahui setiap detail keadaannya, baik yang tersembunyi
maupun yang terlihat, hatinya akan dipenuhi dengan rasa mahabah (takut dan
hormat). Rasa takut ini bukan karena teror, melainkan rasa takut yang disertai
pengagungan, yang mendorongnya untuk malu dan segan melakukan maksiat. Penulis
menekankan bahwa tidaklah beradab jika seorang hamba berani bermaksiat secara
terang-terangan kepada Tuhannya yang Maha Melihat. Ayat-ayat Al-Qur'an yang
dikutip memperkuat konsep ilmu Allah yang meliputi segalanya, mulai dari
perbuatan terang-terangan hingga yang tersembunyi, bahkan sekecil zarrah pun.
Ini menjadi landasan kuat bagi seorang Muslim untuk selalu menjaga adabnya
dalam setiap gerak-geriknya.
وَيَنْظُرُ الْمُسْلِمُ
إِلَيْهِ تَعَالَى وَقَدْ قَدَرَ عَلَيْهِ، وَأَخَذَ بِنَاصِيَتِهِ، وَأَنَّهُ لَا
مَفَرَّ لَهُ وَلَا مَهْرَبَ، وَلَا مَنْجَى وَلَا مَلْجَأَ مِنْهُ إِلَّا
إِلَيْهِ
Dan seorang Muslim memandang kepada-Nya Ta'ala, bahwa Dia
telah berkuasa atas dirinya, dan telah memegang ubun-ubunnya, dan bahwa tidak
ada tempat lari baginya, tidak ada tempat bersembunyi, tidak ada tempat
keselamatan, dan tidak ada tempat berlindung dari-Nya kecuali hanya kepada-Nya.
فَيَفِرُّ إِلَيْهِ تَعَالَى وَيَطَّرِحُ
بَيْنَ يَدَيْهِ، وَيُفَوِّضُ أَمْرَهُ إِلَيْهِ، وَيَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ،
فَيَكُونُ هَذَا أَدَبًا مَعَ رَبِّهِ وَخَالِقِهِ.
Maka, ia akan lari kepada-Nya Ta'ala, dan menyerahkan diri
di hadapan-Nya, serta menyerahkan segala urusannya kepada-Nya, dan bertawakal
kepada-Nya. Maka, ini adalah adab bersama Rabb dan Penciptanya.
إِذْ لَيْسَ مِنَ
الْأَدَبِ فِي شَيْءٍ الْفِرَارُ مِمَّنْ لَا مَفَرَّ مِنْهُ، وَلَا الِاعْتِمَادُ
عَلَى مَنْ لَا قُدْرَةَ لَهُ، وَلَا الِاتِّكَالُ عَلَى مَنْ لَا حَوْلَ وَلَا
قُوَّةَ لَهُ.
Karena sama sekali tidak termasuk adab untuk lari dari Dzat
yang tidak ada tempat lari dari-Nya, dan tidak pula bersandar kepada pihak yang
tidak memiliki kekuatan, serta tidak pula bertawakal kepada pihak yang tidak
memiliki daya dan kekuatan.
قَالَ تَعَالَى: {مَا
مِنْ دَابَّةٍ إِلَّا هُوَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا إِنَّ رَبِّي عَلَى صِرَاطٍ
مُسْتَقِيمٍ} [هود: 56].
Allah Ta'ala berfirman: "{Tidak ada suatu binatang
melata pun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku
berada di atas jalan yang lurus.}" [Hud: 56].
وَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ:
{فَفِرُّوا إِلَى اللَّهِ إِنِّي لَكُمْ مِنْهُ نَذِيرٌ مُبِينٌ} [الذاريات: 50]
Dan Allah Azza wa Jalla berfirman: "{Maka bersegeralah
kembali kepada Allah. Sesungguhnya aku seorang pemberi peringatan yang nyata
dari-Nya untukmu.}" [Adz-Dzariyat: 50]
وَقَالَ: {وَعَلَى
اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ} [المائدة: 23].
Dan Dia berfirman: "{Dan hanya kepada Allah sajalah
hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.}"
[Al-Ma'idah: 23].
Penjelasan: Bagian ini menyoroti adab yang didasari pada
kesadaran akan kekuasaan dan kendali mutlak Allah SWT. Seorang Muslim memahami
bahwa segala sesuatu berada dalam genggaman Allah, dan tidak ada satupun yang
dapat lari atau bersembunyi dari-Nya. Kesadaran ini mendorongnya untuk berlari
dan kembali hanya kepada Allah (al-firar ilallah), menyerahkan diri sepenuhnya
di hadapan-Nya, menyerahkan segala urusan, dan bertawakal (bersandar)
sepenuhnya kepada-Nya. Penulis menegaskan bahwa adalah tidak beradab jika
seseorang mencoba lari dari Dzat yang tidak dapat dilawan atau bersandar pada
selain Dia yang Maha Kuat dan Maha Berkuasa. Ayat-ayat yang dikutip memperjelas
bahwa kekuasaan Allah mencakup seluruh makhluk dan seruan untuk bersegera
kembali (bertaubat) dan bertawakal hanya kepada-Nya bagi orang-orang yang
beriman.
وَيَنْظُرُ الْمُسْلِمُ
إِلَى الْطَافِ اللَّهِ تَعَالَى بِهِ فِي جَمِيعِ أُمُورِهِ،
Dan seorang Muslim memandang kepada kelembutan (kasih
sayang) Allah Ta'ala kepadanya dalam segala urusannya,
وَإِلَى رَحْمَتِهِ لَهُ وَلِسَائِرِ خَلْقِهِ
فَيَطْمَعُ فِي الْمَزِيدِ مِنْ ذَلِكَ،
dan kepada rahmat-Nya untuknya dan untuk seluruh
makhluk-Nya, sehingga ia berhasrat (berharap) akan lebih banyak lagi dari itu.
فَيَتَضَرَّعُ لَهُ بِخَالِصِ الضَّرَاعَةِ
وَالدُّعَاءِ، وَيَتَوَسَّلُ إِلَيْهِ بِطَيِّبِ الْقَوْلِ وَصَالِحِ الْعَمَلِ،
Maka, ia akan merendahkan diri kepada-Nya dengan kerendahan
hati dan doa yang tulus, dan bertawassul kepada-Nya dengan perkataan yang baik
dan amal yang saleh.
فَيَكُونُ هَذَا
أَدَبًا مِنْهُ مَعَ اللَّهِ مَوْلَاهُ؛
Maka,
ini adalah adab darinya bersama Allah, Pelindungnya;
إِذْ لَيْسَ مِنَ الْأَدَبِ فِي شَيْءٍ
الْيَأْسُ مِنَ الْمَزِيدِ مِنْ رَحْمَةٍ وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ، وَلَا الْقُنُوطُ
مِنْ إِحْسَانٍ قَدْ عَمَّ الْبَرَايَا، وَأَلْطَافٍ قَدِ انْتَظَمَتِ الْوُجُودَ.
karena tidak termasuk adab sama sekali berputus asa dari
rahmat yang meliputi segala sesuatu, dan tidak pula berputus asa dari kebaikan
yang telah meluas kepada seluruh makhluk, serta kelembutan yang telah mengatur
seluruh keberadaan.
قَالَ تَعَالَى:
{وَرَحْمَتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ} [الأعراف: 156].
Allah Ta'ala berfirman: "{Dan rahmat-Ku meliputi
segala sesuatu.}" [Al-A'raf: 156].
وَقَالَ: {اللَّهُ
لَطِيفٌ بِعِبَادِهِ} [الشورى: 19].
Dan Dia berfirman: "{Allah Maha Lembut terhadap
hamba-hamba-Nya.}" [Asy-Syura: 19].
وَقَالَ: {وَلَا
تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ} [يوسف: 87].
Dan Dia berfirman: "{Dan janganlah kamu berputus asa
dari rahmat Allah.}" [Yusuf: 87].
وَقَالَ: {لَا
تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ} [الزمر: 53].
Dan Dia berfirman: "{Janganlah kamu berputus asa dari
rahmat Allah.}" [Az-Zumar: 53].
Penjelasan: Bagian ini menyoroti adab yang berasal dari
kesadaran akan sifat rahmat dan kelembutan Allah SWT. Ketika seorang Muslim
merenungkan kebaikan dan kasih sayang Allah dalam setiap aspek kehidupannya,
dan rahmat-Nya yang meliputi seluruh makhluk, ia akan terdorong untuk berharap
dan memohon lebih banyak lagi dari rahmat tersebut. Adab ini diwujudkan melalui
kerendahan hati (tadharru') dalam doa yang tulus dan bertawassul (mendekatkan
diri) kepada Allah dengan perkataan baik dan amal saleh. Penulis menekankan
bahwa berputus asa dari rahmat Allah bukanlah adab, karena rahmat-Nya Maha Luas
dan kebaikan-Nya telah mencakup seluruh alam semesta. Ayat-ayat Al-Qur'an yang
disertakan menegaskan bahwa rahmat Allah meliputi segala sesuatu, Dia Maha
Lembut, dan melarang manusia dari berputus asa dari rahmat dan pertolongan-Nya.
وَيَنْظُرُ الْمُسْلِمُ
إِلَى شِدَّةِ بَطْشِ رَبِّهِ، وَإِلَى قُوَّةِ انْتِقَامِهِ،
Dan seorang Muslim memandang kepada dahsyatnya hukuman
Rabb-nya, dan kepada kuatnya pembalasan-Nya,
وَإِلَى سُرْعَةِ حِسَابِهِ فَيَتَّقِيهِ
بِطَاعَتِهِ، وَيَتَوَقَّاهُ بِعَدَمِ مَعْصِيَتِهِ
serta kepada cepatnya perhitungan-Nya, maka ia bertakwa
kepada-Nya dengan ketaatan, dan menjauhkan diri dari-Nya dengan tidak
bermaksiat.
فَيَكُونُ هَذَا
أَدَبًا مِنْهُ مَعَ اللَّهِ؛ إِذْ لَيْسَ مِنَ الْأَدَبِ عِنْدَ ذَوِي
الْأَلْبَابِ أَنْ يَتَعَرَّضَ بِالْمَعْصِيَةِ وَالظُّلْمِ الْعَبْدُ الضَّعِيفُ
الْعَاجِزُ لِلرَّبِّ الْعَزِيزِ الْقَادِرِ، وَالْقَوِيِّ الْقَاهِرِ
Maka,
ini adalah adab darinya bersama Allah; karena tidak termasuk adab bagi
orang-orang yang berakal sehat jika seorang hamba yang lemah dan tidak berdaya
melakukan maksiat dan kezaliman kepada Rabb yang Maha Perkasa lagi Maha Kuasa,
dan Maha Kuat lagi Maha Mengalahkan,
وَهُوَ يَقُولُ: {وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ
بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ}
[الرعد: 11].
sementara Dia berfirman: "{Apabila Allah menghendaki
keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya; dan tidak
ada pelindung bagi mereka selain Dia.}" [Ar-Ra'd: 11].
وَيَقُولُ: {إِنَّ
بَطْشَ رَبِّكَ لَشَدِيدٌ} [البروج: 12].
Dan Dia berfirman: "{Sesungguhnya azab Tuhanmu
benar-benar keras.}" [Al-Buruj: 12].
وَيَقُولُ: {وَاللَّهُ
عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ} [آل عمران: 4].
Dan Dia berfirman: "{Dan Allah Maha Perkasa lagi
mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.}" [Ali 'Imran: 4].
Penjelasan: Bagian ini membahas adab yang muncul dari
kesadaran akan sifat keadilan dan kekuasaan Allah yang Maha Perkasa. Seorang
Muslim yang memahami bahwa Allah memiliki hukuman yang dahsyat, pembalasan yang
kuat, dan perhitungan yang cepat, akan terdorong untuk bertaqwa kepada-Nya
melalui ketaatan dan menghindari maksiat. Penulis menekankan bahwa orang yang
berakal sehat tidak akan berani bermaksiat atau berbuat zalim kepada Allah yang
Maha Kuasa dan Maha Mengalahkan, karena mereka tahu bahwa azab-Nya sangat keras
dan tidak ada yang bisa menolaknya jika Dia berkehendak. Ayat-ayat yang
disertakan memperkuat pemahaman tentang kekuasaan dan keadilan Allah yang tak
tertandingi.
وَيَنْظُرُ الْمُسْلِمُ
إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عِنْدَ مَعْصِيَتِهِ، وَالْخُرُوجِ عَنْ طَاعَتِهِ،
وَكَأَنَّ وَعِيدَهُ قَدْ تَنَاوَلَهُ، وَعَذَابَهُ قَدْ نَزَلَ بِهِ، وَعِقَابَهُ
قَدْ حَلَّ بِسَاحَتِهِ،
Dan seorang Muslim memandang kepada Allah Azza wa Jalla
ketika ia bermaksiat dan keluar dari ketaatan-Nya, seolah-olah ancaman-Nya
telah menimpanya, azab-Nya telah turun kepadanya, dan siksaan-Nya telah menimpa
halamannya.
كَمَا يَنْظُرُ إِلَيْهِ تَعَالَى عِنْدَ
طَاعَتِهِ، وَاتِّبَاعِ شِرْعَتِهِ وَكَأَنَّ وَعْدَهُ قَدْ صَدَقَهُ لَهُ،
وَكَأَنَّ حُلَّةَ رِضَاهُ قَدْ خَلَعَهَا عَلَيْهِ،
Sebagaimana ia memandang kepada-Nya Ta'ala ketika ia taat
dan mengikuti syariat-Nya, seolah-olah janji-Nya telah Dia benarkan untuknya,
dan seolah-olah pakaian ridha-Nya telah Dia anugerahkan kepadanya.
فَيَكُونُ هَذَا مِنَ الْمُسْلِمِ حُسْنَ ظَنٍّ
بِاللَّهِ،
Maka, ini adalah prasangka baik seorang Muslim terhadap
Allah, dan termasuk adab adalah berprasangka baik kepada Allah.
وَمِنَ الْأَدَبِ حُسْنُ الظَّنِّ بِاللَّهِ،
إِذْ لَيْسَ مِنَ الْأَدَبِ أَنْ يُسِيءَ الْمَرْءُ الظَّنَّ بِاللَّهِ
فَيَعْصِيَهُ وَيَخْرُجَ عَنْ طَاعَتِهِ، وَيَظُنَّ أَنَّهُ غَيْرُ مُطَّلِعٍ
عَلَيْهِ، وَلَا مُؤَاخِذٍ لَهُ عَلَى ذَنْبِهِ،
Karena tidak termasuk adab jika seseorang berprasangka
buruk kepada Allah sehingga ia bermaksiat dan keluar dari ketaatan-Nya, dan
menyangka bahwa Dia tidak mengetahui perbuatannya, dan tidak akan menghukumnya
atas dosanya,
وَهُوَ يَقُولُ:
{وَلَكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيرًا مِمَّا تَعْمَلُونَ
(22) وَذَلِكُمْ ظَنُّكُمُ الَّذِي ظَنَنْتُمْ بِرَبِّكُمْ أَرْدَاكُمْ
فَأَصْبَحْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِينَ} [فصلت: 22 - 23].
padahal Dia berfirman: "{Tetapi kamu menyangka bahwa
Allah tidak mengetahui banyak dari apa yang kamu kerjakan. (22) Dan itulah
prasangkamu yang telah kamu sangka terhadap Tuhanmu, ia telah membinasakan
kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi.}" [Fussilat: 22
- 23].
كَمَا أَنَّهُ لَيْسَ
مِنَ الْأَدَبِ مَعَ اللَّهِ أَنْ يَتَّقِيَهُ الْمَرْءُ وَيُطِيعَهُ وَيَظُنَّ
أَنَّهُ غَيْرُ مُجَازِيهِ بِحُسْنِ عَمَلِهِ، وَلَا هُوَ قَابِلٌ مِنْهُ
طَاعَتَهُ وَعِبَادَتَهُ، وَهُوَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ: {وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ}
[النور: 52].
Sebagaimana pula tidak termasuk adab bersama Allah jika
seseorang bertakwa kepada-Nya dan taat kepada-Nya, namun ia menyangka bahwa Dia
tidak akan membalasnya dengan kebaikan atas amalnya, dan tidak akan menerima
ketaatan serta ibadahnya, padahal Dia Azza wa Jalla berfirman: "{Dan
barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan
bertakwa kepada-Nya, maka mereka itulah orang-orang yang mendapat
kemenangan.}" [An-Nur: 52].
وَيَقُولُ تَعَالَى:
{مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَنْ جَاءَ
بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَى إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ} [الأنعام:
160].
Dan Dia Ta'ala berfirman: "{Barang siapa membawa amal
yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalannya; dan barang siapa
yang membawa perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan seimbang
dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya.}"
[Al-An'am: 160].
وَيَقُولُ سُبْحَانَهُ:
{مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ
مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ} [النحل: 97].
Dan Dia Subhanahu berfirman: "{Barang siapa yang
mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.}" [An-Nahl: 97].
Penjelasan: Bagian ini membahas adab berupa husnuzon
(prasangka baik) kepada Allah SWT, baik dalam kondisi taat maupun bermaksiat.
Penulis menggambarkan bahwa seorang Muslim harus memiliki sensitivitas tinggi
terhadap konsekuensi perbuatannya. Ketika bermaksiat, ia harus merasa
seolah-olah azab dan hukuman Allah telah dekat, yang mendorongnya untuk
bertaubat. Sebaliknya, ketika taat, ia harus merasa yakin bahwa janji Allah
tentang pahala dan keridhaan-Nya akan terwujud.
Ini adalah bentuk prasangka baik yang benar. Penulis
menegaskan bahwa berprasangka buruk kepada Allah adalah tidak beradab, seperti
menyangka bahwa Allah tidak mengetahui perbuatan maksiat kita atau tidak akan
menghukumnya. Ayat-ayat Al-Qur'an menunjukkan bahwa prasangka buruk semacam itu
akan menghancurkan diri sendiri. Di sisi lain, bukanlah adab juga jika
seseorang taat namun meragukan balasan baik dari Allah atau merasa bahwa
ibadahnya tidak akan diterima. Ayat-ayat penutup menegaskan janji Allah tentang
pahala bagi orang yang taat dan beramal saleh, serta keadilan-Nya dalam
memberikan balasan. Ini semua menekankan pentingnya menjaga keyakinan dan
harapan yang positif kepada Allah dalam segala kondisi.
وَخُلَاصَةُ الْقَوْلِ:
أَنَّ شُكْرَ الْمُسْلِمِ رَبَّهُ عَلَى نِعَمِهِ،
Kesimpulannya: Bahwa rasa syukur seorang Muslim kepada
Rabb-nya atas nikmat-nikmat-Nya,
وَحَيَاءَهُ مِنْهُ تَعَالَى عِنْدَ الْمَيْلِ
إِلَى مَعْصِيَتِهِ،
rasa malunya kepada-Nya Ta'ala ketika cenderung bermaksiat,
وَصِدْقَ الْإِنَابَةِ إِلَيْهِ،
ketulusan
taubatnya kepada-Nya,
وَالتَّوَكُّلَ عَلَيْهِ وَرَجَاءَ رَحْمَتِهِ،
وَالْخَوْفَ مِنْ نِقْمَتِهِ
tawakal
kepada-Nya, harapan akan rahmat-Nya,
وَحُسْنَ الظَّنِّ بِهِ
فِي إِنْجَازِ وَعْدِهِ، وَإِنْفَاذِ وَعِيدِهِ فِيمَنْ شَاءَ مِنْ عِبَادِهِ،
هُوَ أَدَبُهُ مَعَ اللَّهِ،
rasa takut akan azab-Nya, serta prasangka baik kepada-Nya
dalam penggenapan janji-Nya dan pelaksanaan ancaman-Nya bagi siapa yang Dia
kehendaki dari hamba-hamba-Nya, adalah adabnya bersama Allah.
وَبِقَدْرِ تَمَسُّكِهِ بِهِ وَمُحَافَظَتِهِ
عَلَيْهِ تَعْلُو دَرَجَتُهُ، وَيَرْتَفِعُ مَقَامُهُ وَتَسْمُو مَكَانَتُهُ،
وَتَعْظُمُ كَرَامَتُهُ
Dan sejauh mana ia berpegang teguh padanya dan menjaganya,
maka akan meningkatlah derajatnya, terangkatlah kedudukannya, mulialah
martabatnya, dan agunglah kemuliaannya,
فَيُصْبِحُ مِنْ أَهْلِ وِلَايَةِ اللَّهِ
وَرِعَايَتِهِ، وَمَحَطِّ رَحْمَتِهِ وَمَنْزِلِ نِعْمَتِهِ.
sehingga ia menjadi bagian dari orang-orang yang
mendapatkan wilayah (perlindungan) dan pemeliharaan Allah, tempat berlabuhnya
rahmat-Nya, dan tempat turunnya nikmat-Nya.
وَهَذَا أَقْصَى مَا
يَطْلُبُهُ الْمُسْلِمُ وَيَتَمَنَّاهُ طُولَ الْحَيَاةِ.
Dan inilah puncak dari apa yang dicari dan diharapkan
seorang Muslim sepanjang hidupnya.
اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا
وِلَايَتَكَ، وَلَا تَحْرِمْنَا رِعَايَتَكَ، وَاجْعَلْنَا لَدَيْكَ مِنَ
الْمُقَرَّبِينَ، يَا اللَّهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.
Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami wilayah-Mu, dan
janganlah Engkau haramkan kami dari pemeliharaan-Mu, dan jadikanlah kami di
sisi-Mu termasuk orang-orang yang dekat, ya Allah, ya Tuhan semesta alam.
Penjelasan: Paragraf penutup ini merupakan rangkuman
komprehensif dari seluruh konsep adab yang telah dijelaskan sebelumnya. Penulis
menegaskan bahwa inti adab seorang Muslim terhadap Allah mencakup:
·
Syukur atas nikmat.
·
Malu ketika hendak
bermaksiat.
·
Taubat yang tulus
(inabah).
·
Tawakal (bersandar
sepenuhnya).
·
Raja' (harapan akan
rahmat).
·
Khauf (takut akan azab).
·
Husnuzon (prasangka
baik) terhadap janji dan ancaman Allah.
Penulis kemudian menjelaskan konsekuensi positif dari menjaga adab-adab ini: peningkatan derajat, kedudukan, martabat, dan kemuliaan di sisi Allah. Puncaknya, seorang Muslim yang beradab akan menjadi wali Allah (kekasih Allah), yang berada dalam perlindungan dan pemeliharaan-Nya, serta menjadi objek rahmat dan nikmat-Nya. Bagian ini ditutup dengan doa yang tulus, memohon kepada Allah agar dianugerahi "wilayah" (perlindungan dan kekuasaan-Nya) dan dijadikan termasuk orang-orang yang dekat dengan-Nya. Ini mengakhiri pembahasan dengan nada spiritual dan harapan akan kedekatan dengan Sang Pencipta.
Penutupan Kajian
Alhamdulillah, Bapak-bapak, Ibu-ibu, Saudara-saudari sekalian yang dirahmati Allah.
Kita telah sampai di penghujung kajian kita malam ini mengenai "Adab Bersama Allah عز وجل". Semoga apa yang telah kita pelajari bersama, dari pemahaman tentang syukur, rasa malu, tawakal, hingga husnuzon kepada Allah, tidak hanya berhenti sebagai teori di benak kita.
Sesungguhnya, faedah terbesar dari hadits ini – atau lebih tepatnya, pembahasan tentang adab ini – adalah membimbing kita menuju kehidupan yang lebih bermakna dan berlimpah berkah. Ketika kita mampu menerapkan adab-adab ini dalam keseharian, kita akan merasakan kedamaian batin yang luar biasa. Kita tidak akan lagi mudah mengeluh saat diuji, karena kita tahu itu adalah ketetapan-Nya dan ada hikmah di baliknya. Kita akan lebih berhati-hati dalam setiap tindakan, karena sadar Allah senantiasa mengawasi. Kita akan selalu punya harapan di tengah kesulitan, karena yakin akan luasnya rahmat Allah.
Penerapan adab ini dalam kehidupan sehari-hari adalah kunci untuk membangun hubungan yang kuat dan indah dengan Sang Pencipta. Mari kita mulai dari hal-hal kecil:
Biasakan bersyukur atas setiap nikmat, bahkan yang terkecil sekalipun, setiap kali kita bangun tidur, makan, atau menyelesaikan pekerjaan.
Tanamkan rasa malu untuk bermaksiat, bahkan saat sendirian, karena kita tahu Allah Maha Melihat.
Perkuat tawakal kita saat menghadapi masalah, serahkan urusan kepada Allah setelah berusaha maksimal.
Jaga prasangka baik kepada Allah, yakinlah bahwa setiap ketetapan-Nya adalah yang terbaik bagi kita, baik dalam janji pahala maupun ancaman azab.
Harapan saya, kita semua bisa membawa pulang intisari kajian ini dan menjadikannya pedoman hidup. Mari kita jadikan setiap momen dalam hidup kita sebagai kesempatan untuk beradab kepada Allah. Dengan demikian, insya Allah, kita akan menjadi hamba-hamba yang senantiasa berada dalam wilayah (perlindungan) dan pemeliharaan-Nya, menjadi tempat berlabuhnya rahmat-Nya, dan tempat turunnya nikmat-Nya di dunia dan akhirat.
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا
مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ بِرَحْمَتِكَ، وَاجْعَلْ خَيْرَ أَيَّامِنَا يَوْمَ
نَلْقَاكَ، وَاخْتِمْ لَنَا بِالْإِيمَانِ وَحُسْنِ الْخَاتِمَةِ.
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk penghuni surga dengan
rahmat-Mu. Jadikanlah hari terbaik kami adalah hari ketika kami berjumpa
dengan-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan beriman serta dengan akhir yang
baik.
وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ
إِلَىٰ أَقْوَمِ الطَّرِيقِ.
Kita tutup kajian dengan doa kafaratul majelis:
🌿 سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.
وَالسَّلَامُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.