Khutbah: Mukmin Yang Kuat Lebih Baik Daripada Mukmin Yang Lemah

 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ


KHUTBAH PERTAMA


اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.

أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللّٰهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُونَ.

Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,

Marilah kita sejenak merenungi realitas yang membentang di hadapan kita. Kita hidup di tengah pusaran zaman yang penuh dinamika, di mana informasi mengalir deras tanpa batas, tantangan datang silih berganti, dan ujian keimanan kerap menghampiri tanpa permisi. Ada di antara kita yang tampak kokoh menghadapi badai kehidupan, berpegang teguh pada prinsip-prinsip kebenaran, tak gentar menghadapi cemooh, dan terus berjuang menegakkan panji-panji Islam. Namun, tidak sedikit pula yang terombang-ambing, mudah goyah oleh godaan dunia, rentan terhadap bisikan syaitan, dan bahkan terkadang putus asa saat musibah menyapa.

 

Fenomena ini sejatinya bukanlah hal baru. Ia adalah cerminan dari pergulatan batiniah manusia sepanjang masa.

Lantas, bagaimana seorang mukmin seharusnya menyikapi fenomena ini?

Bagaimana kita bisa menjadi pribadi yang tangguh, tidak mudah menyerah, dan senantiasa berorientasi pada kebermanfaatan?

Sesungguhnya, petunjuk agung telah Rasulullah sampaikan kepada kita, sebuah wasiat berharga yang mampu menjadi kompas penunjuk jalan di tengah lautan kehidupan.

 

Izinkanlah khatib pada kesempatan yang mulia ini untuk menyampaikan khutbah yang bertajuk: "Mukmin Yang Kuat Lebih Baik Daripada Mukmin Yang Lemah."

Hadits yang mulia ini, yang diriwayatkan oleh sahabat mulia Abu Hurairah dan dicatat dalam Shahih Muslim, bukanlah sekadar deretan kata.

Ia adalah intisari bimbingan nabawi yang mengajak kita merefleksikan kembali hakikat kekuatan sejati seorang mukmin, pentingnya usaha, kebergantungan total kepada Allah, serta sikap pasrah yang benar di hadapan takdir Ilahi.

Kita akan mengurainya, bagian demi bagian, kalimat demi kalimat, agar maknanya meresap dalam sanubari dan menggerakkan amal perbuatan kita.


Pembacaan Hadits


Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Marilah kita simak sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (2664), dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah bersabda:

الْمُؤْمِنُ الْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ، وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ. احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجِزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ؛ فَإِنَّ (لَوْ) تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ.

Artinya: "Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada masing-masing ada kebaikan. Bersemangatlah atas apa yang bermanfaat bagimu, dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah engkau menjadi lemah (atau malas/putus asa). Dan jika sesuatu menimpamu, maka janganlah engkau berkata: 'Seandainya aku melakukan demikian dan demikian, niscaya akan terjadi demikian dan demikian', akan tetapi katakanlah: 'Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki, Dia lakukan'; karena sesungguhnya (kata) 'seandainya' itu membuka pintu bagi perbuatan syaitan."


Arti dan Penjelasan Per Kalimat


Marilah kita selami makna hadits agung ini, memetik hikmah dari setiap perkataan yang terucap dari lisan mulia Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, agar kita mendapatkan pencerahan.


Hadits ini dimulai dengan kalimat

الْمُؤْمِنُ القَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إلى اللهِ مِنَ المُؤْمِنِ الضَّعِيفِ،

Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah,

Kalimat pembuka ini mengukir sebuah prinsip fundamental dalam Islam.

Kekuatan yang dimaksud di sini bukanlah semata-mata kekuatan fisik, harta, atau jabatan.

Namun, ia adalah kekuatan yang menyeluruh, mencakup kekuatan iman yang kokoh tak tergoyahkan oleh syubhat (kerancuan pemikiran) maupun syahwat (nafsu duniawi), kekuatan akal yang cerdas dan mampu membedakan hak dan batil, kekuatan jiwa yang sabar dan tabah menghadapi musibah, kekuatan fisik yang sehat dan digunakan untuk ketaatan, serta kekuatan ekonomi yang mandiri agar tidak bergantung pada orang lain dan mampu berinfak di jalan Allah.

Mukmin yang kuat adalah ia yang mampu menanggung amanah dakwah, membela kebenaran, dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi umat dan agamanya.

Ia adalah pribadi yang tidak mudah menyerah pada godaan, tidak goyah oleh ujian, dan senantiasa bersemangat dalam beribadah serta beramal shalih.


وَفِي كُلٍّ خَيْرٌ.

dan pada masing-masing ada kebaikan.

perkataan ini adalah sebuah penyejuk dan penyeimbang.

Setelah menekankan keutamaan mukmin yang kuat, Rasulullah tidak serta merta menafikan kebaikan pada mukmin yang lemah.

Ini menunjukkan rahmat dan keadilan Islam. Bahwa setiap mukmin, meskipun ia mungkin belum mencapai derajat kekuatan yang ideal, tetaplah memiliki kebaikan dalam dirinya selama ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.

Sekecil apapun kebaikan dan keimanan yang ada pada seorang mukmin, ia tetap dihargai di sisi Allah.

Hal ini memberikan motivasi agar tidak berputus asa bagi mereka yang merasa lemah, melainkan terus berusaha untuk meningkatkan kualitas diri dan keimanannya.

Ini juga mengajarkan kita untuk tidak meremehkan sesama mukmin, betapapun terlihat lemahnya mereka di mata manusia.


احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ،

Bersemangatlah atas apa yang bermanfaat bagimu,

Ini adalah perintah yang sangat praktis dan mendasar bagi setiap mukmin.

Hadits ini mendorong kita untuk memiliki ambisi, inisiatif, dan energi yang tinggi dalam meraih segala sesuatu yang mendatangkan manfaat, baik manfaat duniawi maupun ukhrawi.

Manfaat di sini sangat luas: mencari ilmu syar'i, belajar keterampilan yang berguna, menjaga kesehatan, menjalin silaturahim, mencari rezeki yang halal, hingga melakukan amal shalih.

Perkataan ini mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang produktif, visioner, dan selalu berorientasi pada kemajuan, bukan pribadi yang pasif, malas, atau hanya menunggu takdir tanpa usaha.


وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلَا تَعْجِزْ،

dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah engkau menjadi lemah (atau malas/putus asa),

Setelah perintah untuk bersemangat, hadits ini segera diikuti dengan adab yang paling mulia: bersandar dan memohon pertolongan hanya kepada Allah.

Betapapun hebatnya usaha kita, tanpa taufik dan pertolongan dari Allah, semua akan sia-sia.

Ini adalah esensi tawakkal yang benar: berusaha sekuat tenaga, lalu menyerahkan hasilnya sepenuhnya kepada Allah.

Bagian ini juga melarang kita dari sikap 'ajz (العجز) yaitu kelemahan, kemalasan, keputusasaan, atau merasa tidak mampu.

Ia adalah dorongan untuk senantiasa optimis, pantang menyerah, dan menyadari bahwa dengan pertolongan Allah, segala kesulitan dapat diatasi.


وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ، فَلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا،

Dan jika sesuatu menimpamu, maka janganlah engkau berkata: 'Seandainya aku melakukan demikian dan demikian, niscaya akan terjadi demikian dan demikian',

Ini adalah petunjuk emas dalam menghadapi musibah atau kejadian yang tidak menyenangkan.

Hadits ini melarang kita untuk terjebak dalam penyesalan yang berlebihan, "andai-andai" yang tak berujung, dan khayalan tentang apa yang seharusnya terjadi jika kita bertindak berbeda.

Kalimat "seandainya aku melakukan demikian" ini seringkali diucapkan dalam konteks penyesalan atas takdir yang telah terjadi, seolah ingin mengubah kenyataan atau menyalahkan diri sendiri secara berlebihan.

Penyesalan semacam ini hanya akan menguras energi, menumbuhkan kekecewaan, dan menghalangi kita untuk bangkit.


وَلَكِنْ قُلْ: قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ؛

Akan tetapi katakanlah: 'Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki, Dia lakukan;

Inilah solusi yang diajarkan Rasulullah .

Ketika musibah datang, setelah kita berusaha dan bertawakal, sikap terbaik adalah menerima dengan lapang dada bahwa itu semua adalah ketentuan (qadar) dari Allah.

Meyakini bahwa Allah memiliki hikmah di balik setiap kejadian, bahkan di balik hal-hal yang tidak kita sukai.

Dengan berkata " قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ," kita menyatakan keimanan kita pada takdir Allah, mengakui kekuasaan-Nya yang mutlak, dan melepaskan diri dari belenggu penyesalan yang tak bermanfaat.

Ini akan menenangkan hati dan memberikan kekuatan untuk move on.


فَإِنَّ (لَوْ) تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ.

karena sesungguhnya (kata) 'seandainya' itu membuka pintu bagi perbuatan syaitan.

Bagian terakhir ini menjelaskan alasan mengapa kita dilarang berkata "seandainya".

Kata "seandainya" dalam konteks penyesalan terhadap takdir yang telah terjadi adalah celah bagi syaitan untuk masuk dan merusak hati seorang mukmin.

Syaitan akan meniupkan bisikan keraguan, ketidakpuasan terhadap takdir Allah, menyalahkan diri sendiri atau orang lain secara berlebihan, bahkan hingga mengarah pada kekufuran terhadap takdir.

Kata "seandainya" bisa menumbuhkan kesedihan yang berkepanjangan, rasa frustasi, hingga putus asa dari rahmat Allah. Oleh karena itu, menjauhi ucapan tersebut adalah benteng dari godaan syaitan.


Faedah Hadits Berdasarkan Urutan Perkataan


Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,

Dari setiap perkataan dalam hadits yang agung ini, terpancar mutiara hikmah yang tak ternilai harganya. Mari kita dalami pelajaran-pelajaran penting ini dan jadikan sebagai bekal dalam menapaki jalan kehidupan.


Pelajaran pertama:

Urgensi Menjadi Mukmin yang Kuat di Segala Sisi

Hadits ini dengan tegas mengedepankan mukmin yang kuat sebagai pribadi yang khairun wa ahabbu ilallah (خير وأحب إلى الله) – lebih baik dan lebih dicintai Allah.

Ini adalah seruan untuk kita tidak berpuas diri dengan keimanan yang pasif.

Kekuatan yang dimaksud mencakup spektrum yang luas (ada 6 kekuatan yang perlu diperhatikan):

(1)      Kekuatan Iman: Ini adalah fondasi utama. Iman yang kuat adalah iman yang tidak goyah oleh cobaan, tidak luntur oleh godaan dunia, dan selalu memancarkan keyakinan akan kebenaran Allah dan Rasul-Nya. Ia adalah iman yang mendorong kita untuk taat dan menjauhi maksiat.

(2)      Kekuatan Ibadah: Mukmin yang kuat adalah yang konsisten dalam ibadah fardhu maupun sunnah, yang khusyuk dalam shalat, tekun membaca Al-Qur'an, dan bersemangat dalam berzikir. Ini akan menguatkan hubungan kita dengan Sang Pencipta.

(3)      Kekuatan Akal dan Ilmu: Islam menganjurkan kita untuk menjadi pribadi yang cerdas, berilmu, dan kritis dalam menyaring informasi. Dengan ilmu, kita dapat membuat keputusan yang bijak, membedakan yang haq dan batil, serta memberikan kontribusi nyata bagi umat. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Mujadilah ayat 11:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ

"...niscaya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat."

(4)      Kekuatan Fisik dan Kesehatan: Tubuh adalah amanah dari Allah. Mukmin yang kuat fisiknya akan lebih mampu beribadah, bekerja mencari nafkah, berdakwah, dan membela agama-Nya. Jagalah kesehatan kita agar bisa beramal shalih secara optimal.

(5)      Kekuatan Moral dan Akhlak: Ini adalah cerminan keimanan yang sejati. Mukmin yang kuat akhlaknya adalah yang jujur, amanah, adil, pemaaf, dan berani menegakkan kebenaran.

(6)      Kekuatan Ekonomi dan Kemandirian: Seorang mukmin yang mandiri secara ekonomi akan lebih leluasa dalam beribadah, berinfak, dan tidak mudah terjerat oleh bujuk rayu dunia atau ketergantungan pada sesama manusia.

Mari kita introspeksi diri, di bidang apa saja kita bisa memperkuat diri demi meraih cinta dan keridhaan Allah.


Pelajaran Kedua: Optimisme dan Penghargaan atas Kebaikan Sekecil Apapun

Perkataan wa fi kullin khair (وفي كلٍّ خيرٌ) – dan pada masing-masing ada kebaikan – adalah pesan yang menghangatkan hati. Ia mengajarkan kita untuk tidak meremehkan kebaikan yang ada pada diri seseorang, betapapun ia tampak "lemah" di mata kita.

Ini juga menguatkan hati bagi kita yang merasa belum mampu mencapai derajat mukmin yang ideal, maka.

(1) Jangan Putus Asa:

Jika kita merasa belum mencapai level kekuatan yang ideal, janganlah berputus asa.

Setiap langkah kecil menuju kebaikan adalah kebaikan itu sendiri yang dicatat di sisi Allah.

(2) Hargai Diri dan Orang Lain:

Kenali potensi kebaikan dalam diri kita dan terus kembangkan.

Dan yang tak kalah penting, jangan meremehkan orang lain.

Mungkin ada kebaikan tersembunyi pada mereka yang tidak kita ketahui.

Ini adalah ajakan untuk senantiasa optimis, terus berproses, dan menanamkan nilai-nilai positif dalam setiap interaksi.


Pelajaran Ke-3:

Proaktif dalam Mencari Manfaat dan Meminta Pertolongan Allah

Perintah ihris 'ala ma yanfa'uka (احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ) – bersemangatlah atas apa yang bermanfaat bagimu – adalah seruan untuk menjadi pribadi yang proaktif, berinisiatif, dan produktif.

Seorang mukmin sejati bukanlah pribadi yang pasif, malas, atau hanya menunggu kebaikan datang tanpa usaha. Maka:

(1) Identifikasi Manfaat:

Mulailah dengan mengidentifikasi apa saja yang benar-benar bermanfaat bagi dunia dan akhirat kita.

Apakah itu ilmu, keterampilan, kesehatan, harta yang halal, atau amal shalih?

Fokuslah pada hal-hal tersebut.

 

(2) Berusaha dengan Maksimal:

Setelah mengidentifikasi, berusahalah dengan segenap daya dan upaya.

Jangan setengah-setengah. Kerahkan seluruh potensi yang Allah berikan.

 

(3) Tawakal yang Benar:

Setelah semua usaha maksimal kita lakukan, barulah kita sandarkan segala hasilnya kepada Allah.

Inilah esensi dari wasta'in billah (وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ) – dan mohonlah pertolongan kepada Allah. Kita berusaha, Allah yang menentukan.

Rasulullah bersabda dalam hadits riwayat Tirmidzi:

لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

"Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya Dia akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung: ia pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali di sore hari dalam keadaan kenyang."

 

(4) Jauhi Kelemahan dan Kemalasan:

Pesan wa la ta'jiz (وَلَا تَعْجِزْ) – dan janganlah engkau menjadi lemah/malas/putus asa – adalah penekanan agar kita tidak menyerah pada kemalasan atau keputusasaan.

Kelemahan dan keputusasaan adalah pintu gerbang menuju stagnasi dan kegagalan.

Bangkitlah, terus berusaha, karena Allah menyukai hamba-Nya yang berjuang.


Pelajaran Keempat:

Sikap Benar dalam Menghadapi Takdir dan Menutup Pintu Syaitan

Bagian terakhir hadits ini adalah panduan emas saat musibah atau hal yang tidak diinginkan menimpa kita.

Ia melarang ucapan lau anni fa'altu kana kadza wa kadza (لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا) – seandainya aku melakukan demikian dan demikian, niscaya akan terjadi demikian dan demikian. Maka:

(1)       Hindari Penyesalan Berlebihan:

Penyesalan atas sesuatu yang telah berlalu, apalagi jika disertai dengan "andai-andai" yang mempertanyakan takdir Allah, adalah sikap yang tidak produktif dan bisa merusak hati. Ini bukan berarti kita tidak boleh mengevaluasi diri, namun jangan sampai evaluasi itu menjadi penyesalan yang mendalam hingga menggerogoti iman.

 

(2) Tanamkan Keyakinan pada Takdir:

Solusinya adalah dengan mengatakan qadarullah wa ma syaa'a fa'ala (قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ) – Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki, Dia lakukan.

Ini adalah manifestasi keimanan kita pada Qada dan Qadar Allah.

Mengimani bahwa segala sesuatu terjadi atas kehendak-Nya yang Maha Bijaksana, meskipun kita tidak selalu memahami hikmah di baliknya. Keyakinan ini akan menenangkan hati dan melapangkan dada.

 

(3) Bentengi Diri dari Bisikan Syaitan:

Peringatan fa inna (law) taftahu 'amala asy-Syaithan (فَإِنَّ (لَوْ) تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ) – karena sesungguhnya (kata) 'seandainya' itu membuka pintu bagi perbuatan syaitan – adalah alarm bagi kita.

Syaitan sangat senang ketika seorang hamba dilanda penyesalan, keraguan, dan ketidakpuasan terhadap takdir Allah.

Dengan "andai-andai" ini, syaitan bisa menumbuhkan kesedihan berkepanjangan, kekecewaan mendalam, bahkan menggerogoti keimanan hingga seseorang menyalahkan Tuhan.

Maka, setelah berusaha semaksimal mungkin, dan takdir datang tidak sesuai harapan, katakanlah: "Ini adalah ketetapan Allah, dan apa yang Dia kehendaki, Dia lakukan." Kemudian, bangkit dan tatap masa depan dengan semangat baru, tanpa terbelenggu masa lalu.


Penutup Khutbah Pertama


Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Secara keseluruhan, hadits Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam ini adalah peta jalan yang komprehensif bagi setiap mukmin untuk meraih kehidupan yang berkualitas, baik di dunia maupun di akhirat.

Ia mendorong kita menjadi pribadi yang kuat secara menyeluruh, bersemangat dalam mencari kebaikan dan manfaat, senantiasa mengandalkan Allah dalam setiap usaha, tidak mudah menyerah pada kelemahan, dan memiliki sikap yang benar dalam menghadapi takdir, yakni menerima dengan lapang dada tanpa terjebak dalam penyesalan yang membuka pintu bagi tipu daya syaitan.

Ini adalah bimbingan agung yang membentuk karakter mukmin sejati yang produktif, optimis, dan bertawakal penuh kepada Rabb-nya.

Tanggung jawab kita bersama adalah tidak hanya memahami, tetapi juga mengamalkan dan menyebarkan ilmu yang bermanfaat ini.


بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.


KHUTBAH KEDUA


اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا كَمَا أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.

Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,

Melanjutkan dari khutbah pertama, marilah kita jadikan hadits agung yang baru saja kita bedah ini sebagai cermin untuk mengoreksi diri dan peta jalan menuju kehidupan yang lebih bermakna.

Hadits ini bukan sekadar teori, melainkan seruan untuk perubahan nyata dalam setiap aspek hidup kita.

Pertama, mari ubah cara pandang kita terhadap ilmu dan amal. Jangan hanya berpuas diri dengan ibadah rutinitas.

Raihlah ilmu syar'i agar iman kita kokoh, dan raihlah ilmu dunia yang bermanfaat agar kita menjadi pribadi yang mandiri, produktif, dan mampu memberi kontribusi maksimal bagi kemaslahatan umat.

Ingatlah sabda Nabi, 'IHRISH 'ALA MA YANFA'UKA'"Bersemangatlah atas apa yang bermanfaat bagimu." Jadilah pembelajar seumur hidup, karena ilmu adalah cahaya yang menerangi jalan.

 

Kedua, tanamkan dalam jiwa kita semangat pantang menyerah dan optimisme.

Di hadapan setiap tantangan, jadikan ia sebagai peluang untuk tumbuh. Ketika kegagalan menghampiri, jangan biarkan ia membelenggu. Angkatlah kepala dan katakan, 'WASTA'IN BILLAHI WA LA TA'JIZ'"Mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah engkau menjadi lemah/putus asa."

Kekuatan sejati datang dari keyakinan bahwa bersama Allah, tidak ada yang tidak mungkin.

 

Ketiga, latih hati kita untuk menerima takdir dengan lapang dada.

Ketika musibah datang, atau harapan tak sejalan dengan kenyataan, hindarilah kata "seandainya" yang menyesatkan. Cukuplah kita berucap, 'QADARULLAHI WA MA SYAA-A FA'ALA'"Ini adalah takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki, Dia lakukan."

Kalimat ini adalah perisai dari bisikan syaitan yang ingin menjerumuskan kita pada kekecewaan dan ketidakpuasan. Keimanan pada takdir akan membebaskan hati dari beban penyesalan dan membuka jalan menuju ketenangan batin.

 

Wahai kaum muslimin, mari kita jadikan diri kita mukmin yang kuat dalam segala dimensi: kuat imannya, kuat ibadahnya, kuat ilmunya, kuat fisiknya, kuat akhlaknya, dan kuat ekonominya. Kuat bukan untuk sombong, melainkan untuk lebih banyak memberi manfaat, lebih banyak membela kebenaran, dan lebih banyak mendekatkan diri kepada Allah.

Marilah kita menengadahkan tangan, memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ الْأَقْوِيَاءِ الَّذِينَ يُحِبُّونَكَ وَتُحِبُّهُمْ، وَتَوَكَّلُوا عَلَيْكَ حَقَّ التَّوَكُّلِ، وَرَضُوا بِقَضَائِكَ وَقَدَرِكَ.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk golongan orang-orang mukmin yang kuat, yang mencintai-Mu dan Engkau mencintai mereka, yang bertawakal kepada-Mu dengan sebenar-benar tawakal, dan yang ridha dengan ketetapan dan takdir-Mu.

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَّنْ يَحْرِصُونَ عَلَى مَا يَنْفَعُهُمْ، وَلَا يَضْعُفُونَ وَلَا يَعْجِزُونَ، وَاجْعَلْنَا صَابِرِينَ شَاكِرِينَ عِنْدَ الْبَلَاءِ، غَيْرَ قَائِلِينَ مَا يَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang bersemangat pada apa yang bermanfaat bagi mereka, yang tidak lemah dan tidak putus asa, dan jadikanlah kami orang-orang yang sabar dan bersyukur saat ditimpa musibah, dan tidak mengucapkan perkataan yang membuka pintu bagi perbuatan syaitan.

اللَّهُمَّ آتِ نُفُوسَنَا تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا.

Ya Allah, berikanlah ketakwaan pada jiwa-jiwa kami, sucikanlah ia karena Engkau sebaik-baik Dzat yang mensucikannya, Engkaulah Pelindung dan Penguasanya.

 

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ

Ya Allah, ampunilah dosa kaum Muslimin dan Muslimat, Mukminin dan Mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat.

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab api neraka.

 

[Penutup]

عِبَادَ اللّٰهِ، إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ، وَلَذِكْرُ اللّٰهِ أَكْبَرُ، وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.

وَأَقِمِ الصَّلاةَ

 

 

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci