Hadits: Larangan Jual Beli Muhaqalah, Mukhadarah, Mulamasah, Munabadzah, dan Muzabanah

 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ.

Hadirin sekalian,

Hari ini kita akan membahas sebuah hadis yang sangat relevan dengan kehidupan kita sehari-hari, terutama dalam urusan muamalah atau transaksi jual beli. Di zaman sekarang, dengan segala kemudahan teknologi, jual beli menjadi sangat beragam dan cepat. Kita bisa berbelanja hanya dengan sentuhan jari, melihat barang lewat gambar, bahkan terkadang tanpa perlu bertemu langsung dengan penjualnya. Namun, di balik kemudahan ini, seringkali muncul berbagai permasalahan.

Pernahkah kita mendengar keluhan pembeli yang merasa tertipu karena barang yang diterima tidak sesuai dengan yang dilihat di gambar? Atau ada penjual yang merasa dirugikan karena pembeli tidak serius atau membatalkan sepihak? Bahkan, ada juga praktik-praktik jual beli yang sekilas tampak menguntungkan, tapi ternyata di kemudian hari menimbulkan sengketa dan rasa tidak puas. Ini semua seringkali berakar pada ketidakjelasan informasi atau adanya unsur spekulasi dalam transaksi.

Nah, hadis yang akan kita pelajari malam ini, yang diriwayatkan dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu, secara gamblang melarang dua jenis jual beli yang mengandung unsur ketidakjelasan, yaitu jual beli munabadzah dan mulamasah. Meskipun istilah ini mungkin terdengar asing di telinga kita, namun intinya sangat relevan: Islam sangat melarang praktik jual beli yang berpotensi merugikan salah satu pihak karena minimnya informasi atau adanya unsur tebak-tebakan.

Mempelajari hadis ini menjadi sangat penting dan mendesak bagi kita. Pertama, ini adalah bagian dari ketaatan kita kepada ajaran Nabi ﷺ yang merupakan petunjuk dari Allah. Kedua, dengan memahami hadis ini, kita bisa lebih berhati-hati dalam bertransaksi, baik sebagai pembeli maupun penjual, sehingga terhindar dari praktik-praktik yang dilarang agama dan merugikan. Ketiga, ini akan membantu kita membangun iklim transaksi yang adil, transparan, dan penuh keberkahan, sehingga harta yang kita dapatkan benar-benar halal dan menentramkan jiwa. Mari kita bersama-sama gali lebih dalam makna dan hikmah dari hadis ini, agar kita bisa bermuamalah sesuai syariat dan mendapatkan keridaan Allah SWT. Wallahu a'lam bishawab. 


Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, dia berkata:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمُحَاقَلَةِ، وَالْمُخَاضَرَةِ، وَالْمُلَامَسَةِ، وَالْمُنَابَذَةِ، وَالْمُزَابَنَةِ
Rasulullah melarang (akad jual beli) muhaqalah, mukhadarah, mulamasah, munabadzah, dan muzabanah.

HR. al-Bukhari dalam Shahih al-Bukhari (2207), al-Hakim dalam al-Mustadrak (2344), ath-Thahawi dalam Syarh Ma'ani al-Atsar (5571), dan al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra (10679).

mendengarkan mp3 hadits ini: https://t.me/mp3qhn/333


Arti dan Penjelasan per Perkataan


نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Rasulullah melarang

Larangan dalam Islam merupakan bentuk pencegahan terhadap sesuatu yang dapat merusak nilai-nilai keadilan dan keberkahan dalam kehidupan.

Nabi Muhammad sebagai pembawa syariat menutup celah-celah ketidakadilan dalam muamalah, termasuk dalam aktivitas jual beli.

Kata "nahā" menunjukkan bahwa bentuk larangan ini bersifat tegas, bukan hanya imbauan.

Dalam konteks jual beli, larangan ini bersumber dari prinsip menjaga harta dan menghindari kezhaliman.

Ini sekaligus menunjukkan bahwa Rasulullah bukan hanya pemimpin spiritual, tapi juga regulator sosial dan ekonomi.


عَنِ الْمُحَاقَلَةِ
Dari muhaqalah

Muhaqalah adalah jual beli hasil pertanian (seperti gandum yang masih di ladang) dengan makanan sejenis yang telah dikeringkan atau ditakar.

Jenis jual beli ini mengandung gharar (ketidakjelasan), karena hasil panen belum pasti dan masih berada di tahap pertumbuhan.

Larangan terhadap muhaqalah menjaga kejelasan dan keadilan dalam transaksi, terutama dalam aspek kuantitas dan kualitas barang.

Islam mengajarkan agar transaksi dilakukan berdasarkan ilmu dan pengamatan yang jelas, bukan spekulasi.

Dalam konteks modern, larangan ini relevan untuk mencegah kontrak pertanian yang merugikan petani karena patokan hasil yang belum pasti.


وَالْمُخَاضَرَةِ
Dan mukhadarah

Mukhadarah adalah jual beli buah-buahan atau tanaman yang masih hijau dan belum matang, biasanya dijual saat belum diketahui hasil akhirnya.

Perkataan ini mencakup bentuk spekulasi karena menjual sesuatu yang masih belum sempurna dan belum jelas baik-buruknya.

Dalam banyak kasus, pembeli tidak dapat menilai secara objektif kualitas hasil, sedangkan penjual pun tidak dapat memastikan hasil panen.

Ini membuka peluang sengketa antara kedua belah pihak dan menghilangkan unsur saling ridha.

Larangan ini menegaskan pentingnya transparansi dalam akad dan perlunya menunggu kejelasan kondisi objek transaksi.


وَالْمُلَامَسَةِ
Dan mulamasah

Mulamasah adalah akad jual beli yang menjadi sah hanya dengan sentuhan, tanpa melihat atau meneliti barang terlebih dahulu.

Model seperti ini biasanya terjadi dalam pasar malam atau jual beli cepat yang tidak rasional.

Islam tidak memperbolehkan cara seperti ini karena tidak menjamin kejelasan objek transaksi dan merugikan salah satu pihak.

Dalam dunia modern, praktik seperti ini bisa disamakan dengan pembelian impulsif tanpa informasi memadai, dan termasuk dalam bentuk penipuan terselubung.

Transaksi yang baik menurut Islam adalah yang disertai dengan ilmu, observasi, dan kerelaan penuh dari kedua belah pihak.


وَالْمُنَابَذَةِ
Dan munabadzah

Munabadzah adalah jual beli yang dilakukan dengan melempar barang, sebagai tanda bahwa jual beli telah terjadi.

Perkataan ini menunjukkan bentuk kesepakatan tanpa kejelasan objek dan tanpa evaluasi barang yang diperjualbelikan.

Cara seperti ini lazim terjadi di masa jahiliah, dan Islam datang untuk menghapus praktik-praktik yang merugikan.

Prinsip muamalah Islam menuntut kejelasan spesifikasi, jenis, jumlah, dan kualitas barang sebelum terjadi kesepakatan.

Munabadzah dilarang karena membuka celah ketidakadilan dan mengeksploitasi ketidaktahuan pembeli.


وَالْمُزَابَنَةِ
Dan muzabanah

Muzabanah adalah menjual buah segar yang masih di pohon dengan takaran buah kering (yang sudah dipanen dan diketahui volumenya).

Akad ini dilarang karena mengandung unsur riba dan gharar: ada pertukaran barang sejenis yang tidak jelas ukurannya.

Islam mewajibkan takaran dan timbangan yang adil dalam pertukaran barang sejenis, dan larangan ini memperkuat prinsip tersebut.

Selain itu, muzabanah rawan mengecoh pembeli karena buah yang tampak banyak belum tentu akan menghasilkan setara dengan yang ditakar.

Larangan ini menunjukkan perhatian Islam terhadap stabilitas harga, kejelasan kualitas, dan perlindungan dari eksploitasi dalam jual beli.


Syarah Hadits


جَاءَ الْإِسْلَامُ لِيَمْحُوَ آثَارَ الْجَاهِلِيَّةِ وَمَا فِيهَا مِن بُيُوعٍ تُخَالِفُ الشَّرِيعَةَ،

Islam datang untuk menghapus jejak-jejak jahiliah dan jual beli yang bertentangan dengan syariat di dalamnya,

وَيَكُونُ فِيهَا ظُلْمٌ، وَلَا تَتَحَقَّقُ فِيهَا الْمَنَافِعُ.

yang di dalamnya terdapat kezaliman, dan tidak terwujud kemanfaatan.

وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ يُخْبِرُ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ «الْمُحَاقَلَةِ»،

Dalam hadis ini, Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu mengabarkan bahwa Rasulullah melarang «al-Muhaqalah»,

وَهِيَ بَيْعُ الْحِنْطَةِ (الْقَمْحِ) فِي سُنبُلِهَا بِكَيْلٍ مَعْلُومٍ مِنَ الْحِنْطَةِ الْخَالِصَةِ.

yaitu menjual gandum (biji gandum) yang masih di tangkainya dengan takaran tertentu dari gandum murni.

وَنَهَى أَيْضًا عَنِ «الْمُخَاضَرَةِ»،

Dan beliau juga melarang «al-Mukhadharah»,

وَهِيَ بَيْعُ الزَّرْعِ وَهُوَ أَخْضَرُ قَبْلَ ظُهُورِ صَلَاحِهِ.

yaitu menjual tanaman yang masih hijau sebelum tampak kematangannya.

وَنَهَى عَنِ «الْمُلَامَسَةِ«،

Dan beliau melarang «al-Mulamasah»,

وَهِيَ أَن يَبيعَ الْبَائِعُ لِلْمُشْتَرِي شَيْئًا مِن ثِيَابٍ وَغَيْرِهِ مَطْوِيًّا فِي ظُلْمَةٍ دُونَ أَن يَرَاهُ جَيِّدًا،

yaitu penjual menjual kepada pembeli sesuatu berupa pakaian dan lainnya yang terlipat di tempat gelap tanpa ia melihatnya dengan baik,

عَلَى أَن لَا خِيَارَ لَهُ إِذَا رَآهُ،

dengan syarat ia tidak memiliki hak pilih (membatalkan) jika ia melihatnya (nanti),

أَوْ أَنَّهُ مَتَى لَمَسَهُ فَقَدْ تَمَّ الْبَيْعُ.

atau bahwa kapan saja ia menyentuhnya, maka jual beli telah selesai.

وَنَهَى عَنِ «الْمُنَابَذَةِ»، وَالنَّبْذُ هُوَ الْإِلْقَاءُ؛

Dan beliau melarang «al-Munabadzah», dan an-nabdz adalah melempar;

وَهِيَ أَن يَقُولَ الْمُشْتَرِي لِلْبَائِعِ:

yaitu pembeli berkata kepada penjual:

أَيَّ ثَوْبٍ نَبَذْتَهُ إِلَيَّ -أَي: أَلْقَيْتَهُ إِلَيَّ- فَأَنَا آخُذُهُ بِكَذَا،

«Kain mana saja yang engkau lempar kepadaku –yaitu: engkau berikan kepadaku– maka aku akan mengambilnya dengan harga sekian,»

فَيَجْعَلُ إِلْقَاءَ السِّلْعَةِ إِيجَابًا لِلْبَيْعِ أَوْ إِتْمَامًا لَهُ، وَأُلْزِمَ الْمُشْتَرِي بِشِرَائِهِ.

maka ia menjadikan pelemparan barang sebagai ijab untuk jual beli atau penyelesaiannya, dan pembeli diwajibkan untuk membelinya.

وَنَهَى عَنِ «الْمُزَابَنَةِ«

Dan beliau melarang «al-Muzabanah»,

وَهِيَ بَيْعُ الثَّمَرِ فِي رُؤُوسِ النَّخْلِ قَبْلَ جَنْيِهِ خَرْصًا، بِالتَّمْرِ عَلَى الْأَرْضِ،

yaitu menjual buah yang masih di puncak pohon kurma sebelum dipanen, secara taksiran, dengan kurma yang ada di tanah,

وَالْعِنَبِ عَلَى الشَّجَرِ بِالزَّبِيبِ.

dan anggur yang masih di pohon dengan kismis.

وَقَد نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنها،

Dan sungguh Nabi melarangnya,

وَاسْتَثْنَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِن ذَلِكَ الْعَرِيَّةَ،

dan beliau mengecualikan dari itu jual beli ariyah (pengecualian khusus),

كَمَا فِي الصَّحِيحَيْنِ مِن حَدِيثِ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ:

sebagaimana dalam Ash-Shahihain dari hadis Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu:

«أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَخَّصَ لِصَاحِبِ الْعَرِيَّةِ أَن يَبِيعَهَا بِخَرْصِهَا مِنَ التَّمْرِ«،

«Bahwasanya Rasulullah memberikan rukhsah (keringanan) bagi pemilik ariyah untuk menjualnya dengan taksiran kurma.»

وَذَلِكَ أَنَّ مَن لَا نَخْلَ لَهُ مِن ذَوِي الْحَاجَةِ يُدْرِكُ الرُّطَبَ وَلَا نَقْدَ بِيَدِهِ يَشْتَرِي بِهِ الرُّطَبَ لِعِيَالِهِ،

Dan itu karena siapa saja yang tidak memiliki pohon kurma dari kalangan orang yang membutuhkan, ia mendapatkan kurma basah namun tidak memiliki uang tunai untuk membeli kurma basah bagi keluarganya,

وَلَا نَخْلَ لَهُ يُطْعِمُهُمْ مِنهُ، وَيَكُونُ قَدْ فَضَلَ لَهُ مِن قُوتِهِ تَمْرٌ،

dan ia tidak memiliki pohon kurma untuk memberi makan mereka darinya, dan ia memiliki sisa kurma dari makanannya,

فَيَجِيءُ إِلَى صَاحِبِ النَّخْلِ فَيَقُولُ لَهُ:

maka ia datang kepada pemilik pohon kurma dan berkata kepadanya:

بِعْنِي ثَمَرَ نَخْلَةٍ أَو نَخْلَتَيْنِ بِخَرْصِهَا مِنَ التَّمْرِ،

«Jualilah aku buah dari satu atau dua pohon kurma dengan taksiran kurma keringnya,»

فَيُعْطِيهِ ذَلِكَ الْفَاضِلَ مِنَ التَّمْرِ بِثَمَرِ تِلْكَ النَّخَلَاتِ؛

maka ia memberinya sisa kurma tersebut sebagai ganti buah dari pohon-pohon kurma itu;

لِيُصِيبَ مِن رُطَبِهَا مَعَ النَّاسِ،

agar ia mendapatkan kurma basah darinya bersama orang lain,

فَرَخَّصَ فِيهِ إِذَا كَانَ دُونَ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ،

maka diperbolehkan jika kurang dari lima wasaq (takaran),

كَمَا فِي الصَّحِيحَيْنِ مِن حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ،

sebagaimana dalam Ash-Shahihain dari hadis Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu,

وَالْوَسْقُ: وِعَاءٌ مُعَيَّنٌ يَسَعُ سِتِّينَ صَاعًا.

dan al-wasq: wadah tertentu yang memuat enam puluh sha'.

وَفِي الْحَدِيثِ: النَّهْيُ عَنِ الْمُعَامَلَاتِ الْمَالِيَّةِ وَالْمُبَابَعَاتِ الَّتِي فِيهَا غَرَرٌ وَجَهَالَةٌ.

Dalam hadis ini: Larangan atas transaksi keuangan dan jual beli yang mengandung gharar (ketidakjelasan) dan jahalah (ketidaktahuan).

Sumber: https://dorar.net/hadith/sharh/24737


Gharar dalam Jual Beli Online


Yang Dilarang dalam Jual Beli Online

Prinsip utama yang dilarang adalah segala bentuk ketidakjelasan yang bisa merugikan salah satu pihak. Ini mencakup praktik-praktik yang mirip dengan munabadzah dan mulamasah di dunia nyata.

1.   Deskripsi atau Gambar Barang Tidak Jelas/Menyesatkan: Ini adalah bentuk gharar yang paling umum di jual beli online.

o    Barang tidak ditampilkan secara detail: Misalnya, hanya ada satu foto buram atau foto yang tidak menunjukkan semua sisi/kondisi barang. Pembeli tidak bisa membolak-balik atau memeriksa barang secara virtual. Ini mirip dengan munabadzah (jual beli lempar-lemparan) di mana pembeli tidak sempat melihat barang.

o    Deskripsi tidak lengkap atau ambigu: Penjual tidak mencantumkan spesifikasi penting, ukuran, bahan, cacat (jika ada), atau kondisi sebenarnya dari barang. Misalnya, menjual "pakaian bekas" tanpa menyebutkan kondisinya (ada noda/robek atau tidak).

o    Foto editan atau filter berlebihan: Foto yang terlalu banyak diedit sehingga tidak merepresentasikan kondisi asli barang. Ini bisa dianggap penipuan dan menyebabkan pembeli membeli sesuatu tanpa pengetahuan yang akper (seperti mulamasah yang hanya mengandalkan sentuhan tanpa melihat jelas).

2.   Jual Beli Misteri/Keberuntungan (Mystery Box, Gacha): Ini adalah bentuk nyata dari gharar yang dilarang.

o    Menjual "kotak misteri" di mana pembeli tidak tahu persis isi di dalamnya, hanya mengandalkan keberuntungan.

o    Sistem "gacha" atau undian di mana pembeli membayar sejumlah uang tanpa kepastian barang apa yang akan didapat, mirip dengan perjudian (maisir) yang disebutkan dalam syarah hadis.

3.   Barang Gaib atau Tidak Ada Wujudnya: Jual beli online yang melibatkan barang yang tidak jelas wujudnya atau keberadaannya, yang intinya tidak bisa dipastikan dan berpotensi penipuan.

Yang Dibolehkan dalam Jual Beli Online

Jual beli online diperbolehkan selama prinsip kejelasan dan ketiadaan gharar terpenuhi. Ini sesuai dengan pengecualian yang disebutkan dalam syarah hadis, seperti jual beli salam (pemesanan) dengan deskripsi yang jelas.

1.   Deskripsi dan Gambar Barang Sangat Jelas dan Akurat:

o    Foto atau video detail: Menampilkan berbagai sisi barang, bahkan detail cacat jika ada. Semakin banyak visual yang realistis, semakin baik. Ini seperti pembeli bisa "membolak-balik" dan "melihat" barang secara virtual.

o    Deskripsi lengkap dan jujur: Mencakup semua informasi relevan seperti ukuran, warna, bahan, merek, kondisi (baru/bekas, cacat/tidak), fungsi, dan cara penggunaan.

o    Transparansi: Jika ada kekurangan pada barang, penjual wajib mencantumkannya secara jelas. Ini penting untuk menghilangkan gharar.

2.   Jual Beli Pesanan (Pre-Order/Custom Order) dengan Spesifikasi Jelas: Mirip dengan konsep jual beli salam.

o    Pembeli memesan barang yang belum ada secara fisik atau akan dibuat khusus, tetapi dengan spesifikasi yang sangat rinci dan jelas.

o    Jika barang yang diterima tidak sesuai dengan spesifikasi yang disepakati, pembeli berhak membatalkan atau meminta pertanggungjawaban.

3.   Sistem Retur atau Garansi yang Jelas: Memberikan jaminan kepada pembeli jika barang tidak sesuai ekspektasi atau rusak dalam periode tertentu. Ini meminimalkan risiko gharar setelah transaksi.

Penting untuk diingat: Jual beli online yang sah adalah yang memastikan kedua belah pihak, baik pembeli maupun penjual, memiliki pengetahuan yang memadai tentang objek transaksi, sehingga tidak ada yang merasa tertipu atau dirugikan. Ini adalah inti dari larangan gharar yang diajarkan Nabi .


Pelajaran dari Hadits ini


1. Mengikuti Petunjuk Nabi

Perkataan أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (Bahwa Rasulullah ﷺ) mengingatkan kita bahwa segala ajaran, larangan, dan perintah yang datang dari Nabi Muhammad ﷺ itu adalah petunjuk langsung dari Allah. Beliau diutus untuk membimbing manusia ke jalan yang benar. Oleh karena itu, kita wajib patuh dan menjalankan apa yang beliau ajarkan, termasuk dalam urusan jual beli. Sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Hasyr ayat 7:

  وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ  

(Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.) Ketaatan kepada Nabi adalah bentuk ketaatan kepada Allah itu sendiri.


2. Larangan Jual Beli yang Tidak Jelas (Gharar)

Dari perkataan نَهَى عَنِ الْمُنَابَذَةِ (Melarang jual beli munabadzah), kita memahami bahwa Nabi ﷺ melarang transaksi yang mengandung unsur ketidakjelasan atau gharar. Jual beli yang tidak jelas ini bisa merugikan salah satu pihak dan menimbulkan perselisihan. Islam sangat menjaga agar setiap transaksi itu adil dan transparan. Ini adalah prinsip dasar dalam muamalah (interaksi sosial dan ekonomi) Islam. Hadis lain dari Abu Hurairah riwayat Muslim juga menguatkan hal ini,

  نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ

(Rasulullah ﷺ melarang jual beli gharar.)


3. Detil Pelarangan Jual Beli Munabadzah

Perkataan وَهِيَ طَرْحُ الرَّجُلِ ثَوْبَهُ بِالْبَيْعِ إِلَى الرَّجُلِ قَبْلَ أَنْ يُقَلِّبَهُ أَوْ يَنْظُرَ إِلَيْهِ (Yaitu seorang laki-laki melempar kainnya untuk dijual kepada laki-laki lain sebelum membolak-baliknya atau melihatnya) menjelaskan dengan sangat rinci bentuk jual beli munabadzah. Bayangkan saja, seseorang membeli barang hanya karena barang itu dilempar ke dia, tanpa sempat diperiksa atau dilihat kondisinya. Ini jelas sangat berpotensi merugikan pembeli karena dia tidak tahu apa yang sebenarnya dia beli. Bisa jadi ada cacat, atau tidak sesuai harapan. Islam mengajarkan agar dalam bertransaksi, kedua belah pihak harus sama-sama jelas dan puas. Allah berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 29:

  يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

(Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu.) Ini menegaskan bahwa kerelaan dan kesepakatan itu harus dibangun atas dasar pengetahuan yang cukup.


4. Pelarangan Jual Beli Mulamasah

Dari perkataan وَنَهَى عَنِ الْمُلَامَسَةِ (Dan beliau juga melarang jual beli mulamasah), kita kembali melihat bagaimana Nabi ﷺ sangat memperhatikan keadilan dalam transaksi. Larangan ini menunjukkan bahwa ada banyak cara ketidakjelasan bisa terjadi, dan semuanya harus dihindari. Mulamasah ini adalah bentuk gharar lain yang juga dilarang karena merugikan.


5. Detil Pelarangan Jual Beli Mulamasah

Perkataan وَالْمُلَامَسَةُ: لَمْسُ الرَّجُلِ الثَّوْبَ وَلَا يَنْظُرُ إِلَيْهِ. (Dan mulamasah: yaitu seorang laki-laki menyentuh kain tanpa melihatnya.) menjelaskan bentuk jual beli mulamasah. Ini mirip dengan munabadzah, hanya saja pembeli menyentuh barang tanpa melihatnya. Misalnya, membeli kain di ruangan gelap hanya dengan meraba-raba. Meskipun ada sentuhan, ini tidak cukup untuk menilai kualitas barang. Tanpa melihat secara langsung, pembeli tidak bisa tahu apakah ada robek, noda, atau kualitas bahan yang kurang baik. Ini juga bentuk ketidakjelasan yang bisa menimbulkan masalah. Transaksi yang sehat itu butuh informasi yang lengkap dan jelas dari kedua belah pihak.


6. Pentingnya Informasi dan Transparansi dalam Transaksi

Hadis ini secara keseluruhan mengajarkan bahwa dalam setiap transaksi jual beli, baik pembeli maupun penjual harus memiliki informasi yang cukup dan jelas mengenai barang yang diperjualbelikan. Tidak boleh ada yang merasa dirugikan karena kurangnya informasi atau adanya spekulasi. Prinsip ini sangat relevan dalam segala bentuk jual beli, termasuk jual beli modern seperti daring, di mana foto atau deskripsi barang harus sesuai dengan kenyataan. Kejelasan ini penting untuk membangun kepercayaan antara kedua belah pihak dan menghindari perselisihan.


7. Menjaga Kepercayaan dan Persaudaraan

Jual beli yang dilarang karena gharar seperti munabadzah dan mulamasah bisa merusak kepercayaan antar sesama. Ketika seseorang merasa tertipu atau dirugikan, itu akan menimbulkan dendam dan merusak hubungan persaudaraan. Islam sangat menekankan pentingnya menjaga hubungan baik antar sesama Muslim, termasuk dalam bermuamalah. Rasulullah ﷺ bersabda dalam sebuah hadis riwayat Muslim (2559):

  لَا تَقَاطَعُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا 

(Janganlah kalian saling memutus hubungan, saling membelakangi, saling membenci, dan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara.

Praktik jual beli yang adil adalah salah satu cara menjaga hubungan ini.


Secara keseluruhan, hadis ini mengajarkan kita tentang pentingnya kejelasan dan transparansi dalam setiap transaksi jual beli untuk menghindari kerugian dan perselisihan. Nabi Muhammad ﷺ melarang praktik gharar seperti munabadzah dan mulamasah karena keduanya menimbulkan ketidakpastian. Pelajaran ini menegaskan prinsip keadilan, kejujuran, dan saling ridha dalam bermuamalah, demi menjaga hak-hak semua pihak dan mempererat tali persaudaraan. 

 


Penutupan Kajian


Alhamdulillah, Bapak, Ibu, dan Saudara-saudari sekalian yang dirahmati Allah,

Kita telah sampai di penghujung kajian kita malam ini. Semoga apa yang kita pelajari dari hadis Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu tentang larangan jual beli munabadzah dan mulamasah bisa menambah ilmu dan pemahaman kita tentang syariat Islam, khususnya dalam masalah muamalah.

Ada banyak faedah dan pelajaran berharga yang bisa kita petik dari hadis ini. Yang utama, hadis ini mengajarkan kita tentang pentingnya kejelasan dan transparansi dalam setiap transaksi. Islam tidak ingin ada satu pun pihak yang merasa ditipu atau dirugikan akibat ketidakjelasan informasi. Ini adalah bentuk perlindungan syariat terhadap hak-hak individu, baik pembeli maupun penjual. Hadis ini juga menegaskan prinsip keadilan dan kejujuran dalam berbisnis, yang merupakan fondasi penting bagi keberkahan rezeki kita.

Harapan kami, setelah kajian ini, kita semua bisa menerapkan pelajaran dari hadis ini dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita senantiasa berhati-hati saat bertransaksi, pastikan kita memahami betul barang atau jasa yang kita beli, dan pastikan pula kita memberikan informasi yang jujur dan lengkap saat menjual. Hindari segala bentuk transaksi yang sifatnya spekulatif atau tidak jelas, meskipun kelihatannya menguntungkan. Ingatlah bahwa keberkahan rezeki itu datang dari cara yang halal dan sesuai tuntunan syariat.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita taufik dan hidayah untuk selalu menjalankan syariat-Nya dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam berbisnis dan bermuamalah. Mari kita terus berusaha menjadi Muslim yang tidak hanya taat dalam ibadah ritual, tetapi juga dalam setiap sendi kehidupan kita. 

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ بِرَحْمَتِكَ، وَاجْعَلْ خَيْرَ أَيَّامِنَا يَوْمَ نَلْقَاكَ، وَاخْتِمْ لَنَا بِالْإِيمَانِ وَحُسْنِ الْخَاتِمَةِ.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk penghuni surga dengan rahmat-Mu. Jadikanlah hari terbaik kami adalah hari ketika kami berjumpa dengan-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan beriman serta dengan akhir yang baik.

وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ إِلَىٰ أَقْوَمِ الطَّرِيقِ.

Kita tutup kajian dengan doa kafaratul majelis:

🌿 سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.

 

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci