Kajian: Adab Berpakaian (Kitab Minhajul Muslim)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, sholawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.
Bapak, Ibu, Saudara-saudari sekalian yang dirahmati Allah,
Malam hari ini kita akan membahas sebuah topik yang mungkin bagi sebagian orang terasa sepele, ketinggalan zaman, atau bahkan dianggap hanya urusan kulit luar saja. Padahal, topik ini merupakan cerminan dari identitas kita sebagai seorang Muslim, sebuah bagian tak terpisahkan dari akhlak dan adab yang diajarkan dalam agama kita yang mulia. Kita akan menyelami tentang "Adab Berpakaian dalam Islam."
Coba kita perhatikan sekeliling kita. Di era modern ini, media sosial dan berbagai tren datang silih berganti begitu cepat. Pakaian bukan lagi sekadar penutup tubuh atau pelindung dari panas dan dingin. Pakaian kini menjadi simbol status, ekspresi diri, bahkan identitas kelompok. Akibatnya, kita sering melihat berbagai fenomena dalam masyarakat kita:
Mungkin kita melihat bagaimana sebagian kaum Adam, para pemuda dan bapak-bapak, mengenakan pakaian yang menjuntai melebihi mata kaki mereka, tanpa menyadari larangan isbal yang tegas dalam syariat kita.
Kita juga bisa melihat bagaimana sebagian kaum Hawa, para ibu dan remaja putri, berbusana yang seolah-olah sudah "syar'i" dengan hijabnya, namun ternyata pakaiannya ketat, menampakkan lekuk tubuh, atau kainnya tipis sehingga tidak memenuhi fungsi utama pakaian Islami sebagai penutup dan pelindung.
Bahkan, ada fenomena tasyabbuh, di mana batas antara busana laki-laki dan perempuan menjadi samar, laki-laki mengenakan perhiasan yang dilarang baginya, atau gaya berpakaian yang disengaja menyerupai lawan jenis.
Fenomena-fenomena ini, baik yang disadari maupun tidak, menunjukkan adanya kesenjangan pemahaman dan pengamalan terhadap adab berpakaian yang diajarkan dalam Islam. Pakaian yang seharusnya menjadi tanda ketakwaan, rasa syukur atas nikmat Allah, dan penjaga kehormatan, justru terkadang bergeser menjadi simbol kesombongan, kebanggaan yang semu, atau bahkan menyeret kita pada pelanggaran syariat.
Lalu, mengapa penting sekali bagi kita untuk mempelajari adab berpakaian ini?
Ini Perintah Allah dan Rasul-Nya: Sebagaimana kita sholat dan puasa karena perintah, adab berpakaian juga adalah bagian dari perintah Allah dan sunnah Rasulullah SAW. Ini bukan sekadar pilihan pribadi, melainkan bagian dari ketaatan kita sebagai hamba.
Cerminan Identitas Muslim: Pakaian kita adalah syiar, identitas yang membedakan kita dari yang lain. Pakaian yang sesuai adab adalah cerminan dari keimanan, kesopanan, dan kehormatan diri seorang Muslim.
Menjaga Kemuliaan Diri dan Masyarakat: Adab berpakaian melindungi kita dari pandangan yang tidak pantas, menjaga kehormatan diri, serta menciptakan lingkungan masyarakat yang menjunjung tinggi kesopanan dan akhlak mulia.
Mencegah Kesombongan dan Berlebihan: Islam mengajarkan keseimbangan dalam segala hal, termasuk dalam berpakaian. Adab ini membimbing kita untuk tidak berlebih-lebihan (israf) dan tidak sombong (makhiliyyah), dua sifat yang sangat dibenci oleh Allah.
Pahala dan Keberkahan: Setiap ketaatan membawa pahala. Mempelajari dan mengamalkan adab berpakaian ini bukan hanya tentang gaya, tetapi tentang meraih keberkahan dan keridhaan Allah SWT.
Maka dari itu, mari kita buka hati dan pikiran kita untuk memahami lebih dalam tentang adab berpakaian ini. Semoga kajian malam ini membawa kita pada pemahaman yang benar, mengikis keraguan, dan menguatkan langkah kita dalam berhijrah menjadi pribadi yang lebih baik, lahir dan batin, sesuai tuntunan syariat.
Mari kita mulai.
ADAB BERPAKAIAN
اَلْـمُسْلِمُ يَرَى
أَنَّ اللِّبَاسَ قَدْ أَمَرَ اللَّهُ تَعَالَى بِهِ فِي قَوْلِهِ: {يَا بَنِي
آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا
تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ} [الأعراف: 31].
Muslim
meyakini bahwa pakaian telah diperintahkan oleh Allah SWT dalam
firman-Nya: "{Wahai anak cucu Adam, pakailah perhiasanmu pada setiap masuk
masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan}" [Al-A'raf: 31].
وَامْتَنَّ بِهِ فِي
قَوْلِهِ: {يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي
سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ} [الأعراف: 26].
Dan
Allah memberikannya sebagai nikmat dalam firman-Nya: "{Wahai anak cucu
Adam, sungguh Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan
(pakaian) indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling
baik}" [Al-A'raf: 26].
وَفِي قَوْلِهِ:
{وَجَعَلَ لَكُمْ سَرَابِيلَ تَقِيكُمُ الْحَرَّ وَسَرَابِيلَ تَقِيكُمْ
بَأْسَكُمْ} [النحل: 81]
Dan
dalam firman-Nya: "{Dan Dia menjadikan bagimu pakaian yang melindungimu
dari panas dan pakaian yang melindungimu dari serangan (dalam
peperanganmu)}" [An-Nahl: 81].
.
وَفِي قَوْلِهِ: {وَعَلَّمْنَاهُ صَنْعَةَ لَبُوسٍ لَكُمْ لِتُحْصِنَكُمْ
مِنْ بَأْسِكُمْ فَهَلْ أَنْتُمْ شَاكِرُونَ} [الأنبياء: 80].
Dan
dalam firman-Nya: "{Dan Kami ajarkan kepadanya (Daud) cara membuat baju
besi untukmu, untuk melindungimu dari serangan (dalam peperanganmu). Maka
apakah kamu bersyukur?}" [Al-Anbiya: 80].
وَأَنَّ رَسُولَهُ -
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - قَدْ أَمَرَ بِهِ فِي قَوْلِهِ: "كُلُوا
وَاشْرَبُوا وَالْبَسُوا وَتَصَدَّقُوا فِي غَيْرِ إِسْرَافٍ وَلَا مَخِيلِيَّةٍ
Dan
bahwasanya Rasul-Nya - semoga shalawat dan salam tercurah padanya - telah
memerintahkannya dalam sabdanya: "Makanlah, minumlah, berpakaianlah,
dan bersedekahlah tanpa berlebihan dan tanpa kesombongan."
".
كَمَا قَدْ بَيَّنَ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - مَا يَجُوزُ
مِنْهُ، وَمَا لَا يَجُوزُ، وَمَا يُسْتَحَبُّ لُبْسُهُ، وَمَا يُكْرَهُ،
Sebagaimana
beliau - semoga shalawat dan salam tercurah padanya - telah menjelaskan apa
yang boleh darinya, apa yang tidak boleh, apa yang dianjurkan untuk dipakai,
dan apa yang dibenci.
فَلِهَذَا كَانَ عَلَى
الْمُسْلِمِ أَنْ يَلْتَزِمَ فِي لِبَاسِهِ بِالْآدَابِ التَّالِيَةِ:
Oleh karena itu, seorang Muslim harus berpegang teguh pada
adab-adab berpakaian berikut:
Bagian pembuka ini menyoroti kedudukan pakaian dalam
Islam, bukan hanya sebagai penutup aurat, melainkan juga sebagai nikmat
dan perhiasan dari Allah.
Ayat-ayat Al-Qur'an yang dikutip menunjukkan berbagai
fungsi pakaian, seperti pelindung dari panas dan bahaya, serta yang terpenting,
sebagai "pakaian takwa" yang lebih baik.
Hadits Nabi Muhammad SAW juga menekankan pentingnya kesederhanaan
dan kerendahan hati dalam berpakaian, menjauhi sifat berlebihan dan
sombong.
Semua dalil ini menjadi dasar mengapa seorang Muslim
perlu memahami dan mengamalkan adab-adab berpakaian yang akan diuraikan
selanjutnya.
Adab
ke-1
أَنْ لَا يَلْبَسَ
الْحَرِيرَ مُطْلَقًا، سَوَاءً كَانَ فِي ثَوْبٍ أَوْ عِمَامَةٍ أَوْ غَيْرِهِمَا؛
لِقَوْلِ الرَّسُولِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: "لَا تَلْبَسُوا
الْحَرِيرَ، فَإِنَّهُ مَنْ لَبِسَهُ فِي الدُّنْيَا لَمْ يَلْبَسْهُ فِي الْآخِرَةِ".
Tidak memakai sutra sama sekali, baik dalam bentuk
pakaian, sorban, atau lainnya; karena sabda Rasulullah - semoga shalawat dan
salam tercurah padanya -: "Janganlah kalian memakai sutra, sesungguhnya
barangsiapa yang memakainya di dunia, dia tidak akan memakainya di
akhirat."
وَقَوْلِهِ وَقَدْ أَخَذَ حَرِيرًا فَجَعَلَهُ
فِي يَمِينِهِ، وَذَهَبًا فَجَعَلَهُ فِي شِمَالِهِ: "إِنَّ هَذَيْنِ حَرَامٌ
عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي". وَقَوْلِهِ:
"حُرِّمَ لِبَاسُ الْحَرِيرِ وَالذَّهَبِ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي، وَأُحِلَّ
لِنِسَائِهِمْ".
Dan sabdanya ketika beliau mengambil sutra dan
meletakkannya di tangan kanannya, dan emas di tangan kirinya: "Sesungguhnya
kedua ini haram bagi laki-laki umatku." Dan sabdanya: "Diharamkan
pakaian sutra dan emas bagi laki-laki umatku, dan dihalalkan bagi wanita
mereka."
Poin pertama ini sangat jelas tentang larangan mutlak
bagi laki-laki Muslim untuk memakai sutra dan emas.
Hadits-hadits yang disebutkan secara tegas menyatakan
bahwa hal ini adalah haram dan memiliki konsekuensi di akhirat.
Larangan ini hanya berlaku untuk laki-laki, sedangkan dihalalkan
bagi wanita Muslim, menunjukkan adanya perbedaan aturan berpakaian antara
pria dan wanita dalam Islam.
Adab
ke-2:
أَنْ لَا يُطِيلَ ثَوْبَهُ، أَوْ سِرْوَالَهُ،
أَوْ بُرْنُسَهُ أَوْ رِدَاءَهُ إِلَى أَنْ يَتَجَاوَزَ كَعْبَيْهِ لِقَوْلِ
الرَّسُولِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: "مَا أَسْفَلَ
الْكَعْبَيْنِ مِنَ الْإِزَارِ فِي النَّارِ"
Tidak memanjangkan pakaiannya, atau celananya,
atau jubahnya, atau selendangnya hingga melebihi mata kakinya karena sabda
Rasulullah - semoga shalawat dan salam tercurah padanya -: "Apa yang di
bawah mata kaki dari sarung (pakaian bawah) berada di neraka"
وَقَوْلِهِ:
"الْإِسْبَالُ فِي الْإِزَارِ وَالْقَمِيصِ وَالْعِمَامَةِ مَنْ جَرَّ
مِنْهَا شَيْئًا خُيَلَاءَ لَمْ يَنْظُرْ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ".
Dan sabdanya: "Mengulurkan pakaian bawah, kemeja,
dan sorban, barangsiapa yang menyeretnya karena kesombongan, Allah tidak akan
melihatnya pada hari kiamat."
وَقَوْلِهِ: "لَا
يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلَاءَ".
Dan sabdanya: "Allah tidak akan melihat orang yang
menyeret pakaiannya karena kesombongan."
Poin kedua ini membahas tentang larangan isbal,
yaitu memanjangkan pakaian (celana, gamis, sarung, dll.) hingga melewati
mata kaki, terutama jika dilakukan dengan niat sombong.
Hadits-hadits yang disebutkan mengindikasikan bahwa
tindakan ini adalah suatu dosa besar yang dapat mengakibatkan pelakunya tidak
mendapat pandangan (rahmat) dari Allah pada Hari Kiamat.
Hal ini menekankan pentingnya kerendahan hati dan
menghindari kesombongan dalam penampilan.
Adab ke-3:
أَنْ يُؤْثِرَ لِبَاسَ
الْأَبْيَضِ عَلَى غَيْرِهِ، وَأَنْ يَرَى لِبَاسَ كُلِّ لَوْنٍ جَائِزًا لِقَوْلِ
الرَّسُولِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: "الْبَسُوا الْبَيَاضَ
فَإِنَّهَا أَطْهَرُ وَأَطْيَبُ، كَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ".
Mengutamakan pakaian putih daripada warna lain, dan memandang
bahwa memakai setiap warna adalah boleh karena sabda Rasulullah - semoga
shalawat dan salam tercurah padanya -: "Pakailah pakaian putih, karena
itu lebih suci dan lebih baik, dan kafankanlah mayit kalian dengannya."
وَلِقَوْلِ الْبَرَاءِ
بْنِ عَازِبٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: "كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ مَرْبُوعًا، وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ فِي حُلَّةٍ
حَمْرَاءَ مَا رَأَيْتُ شَيْئًا قَطُّ أَحْسَنَ مِنْهُ".
Dan karena perkataan Bara' bin Azib - semoga Allah
meridhainya -: "Rasulullah SAW adalah seorang yang bertubuh sedang, dan
aku pernah melihatnya mengenakan pakaian merah yang tidak pernah kulihat
sesuatu pun yang lebih indah darinya."
وَلَمَّا صَحَّ عَنْهُ
- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - مِنْ أَنَّهُ لَبِسَ الثَّوْبَ
الْأَخْضَرَ، وَاعْتَمَّ بِالْعِمَامَةِ السَّوْدَاءِ.
Dan karena telah sah darinya - semoga shalawat dan salam
tercurah padanya - bahwa beliau memakai pakaian hijau, dan memakai sorban
hitam.
Poin ketiga ini menjelaskan tentang pilihan warna
pakaian.
Meskipun ada anjuran untuk mengutamakan pakaian
berwarna putih karena dianggap lebih suci dan baik (bahkan dianjurkan untuk
kain kafan), teks ini juga secara jelas menyatakan bahwa memakai pakaian
dengan warna lain adalah boleh (mubah).
Hal ini diperkuat dengan contoh dari Nabi Muhammad SAW
sendiri yang pernah mengenakan pakaian merah, hijau, dan sorban hitam.
Ini menunjukkan bahwa Islam memberikan fleksibilitas
dalam memilih warna pakaian, selama tidak ada larangan khusus atau niat
kesombongan.
Adab
ke-4:
أَنْ تُطِيلَ
الْمُسْلِمَةُ لِبَاسَهَا إِلَى أَنْ يَسْتُرَ قَدَمَيْهَا، وَأَنْ تُسْبِلَ
خِمَارَهَا عَلَى رَأْسِهَا فَتَسْتُرَ عُنُقَهَا وَنَحْرَهَا؛ وَصَدْرَهَا؛
لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ
وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ} [الأحزاب:
59].
Muslimah
memanjangkan pakaiannya hingga menutupi kedua kakinya, dan mengulurkan
khimarnya (kerudungnya) di atas kepalanya sehingga menutupi leher, dada, dan
punggungnya; karena firman Allah SWT: "{Wahai Nabi! Katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan perempuan-perempuan mukmin, hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka}" [Al-Ahzab: 59].
وَقَوْلِهِ تَعَالَى: {وَلْيَضْرِبْنَ
بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا
لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ} [النور: 31]،
Dan
firman Allah SWT: "{Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada
mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka}" [An-Nur: 31],
وَلِقَوْلِ عَائِشَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: "يَرْحَمُ اللَّهُ نِسَاءَ الْمُهَاجِرَاتِ
الْأُوَلَ لَمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ: {وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى
جُيُوبِهِنَّ} شَقَّقْنَ أَكْثَفَ مُرُوطِهِنَّ فَاخْتَمَرْنَ بِهَا".
dan
karena perkataan Aisyah - semoga Allah meridhainya -: "Semoga Allah
merahmati wanita-wanita Muhajirin yang pertama, ketika Allah menurunkan: {Dan
hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dada mereka}, mereka merobek
selimut mereka yang paling tebal lalu mereka berkerudung dengannya."
وَلِقَوْلِ أُمِّ
سَلَمَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا -: "لَمَّا نَزَلَتْ: {يَا أَيُّهَا
النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ
عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ}، خَرَجَ نِسَاءُ الْأَنْصَارِ كَأَنَّ عَلَى
رُؤُوسِهِنَّ الْغِرْبَانَ مِنَ الْأَكْسِيَةِ".
Dan karena perkataan Ummu Salamah - semoga Allah
meridhainya -: "Ketika turun: {Wahai Nabi! Katakanlah kepada
istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan perempuan-perempuan mukmin, hendaklah
mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka}, para wanita Anshar
keluar seolah-olah di atas kepala mereka ada burung gagak dari kain-kain
(hitam)."
Poin keempat ini secara khusus membahas adab
berpakaian bagi wanita Muslimah, yang mencakup memanjangkan pakaian
hingga menutupi kaki dan menggunakan khimar (kerudung) untuk menutupi
kepala, leher, dan dada.
Ayat-ayat Al-Qur'an dari Surah Al-Ahzab dan An-Nur
menjadi dalil utama.
Kisah-kisah dari Aisyah dan Ummu Salamah memberikan
contoh konkret bagaimana para wanita Sahabat Nabi dengan segera dan patuh
melaksanakan perintah ini, menunjukkan pentingnya hijab (jilbab dan khimar)
dalam Islam untuk menjaga kesopanan dan kehormatan wanita.
Adab
ke-5:
أَنْ لَا يَتَخَتَّمَ بِخَاتَمِ الذَّهَبِ؛
لِقَوْلِ الرَّسُولِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ فِي الذَّهَبِ
وَالْحَرِيرِ: "إِنَّ هَذَيْنِ حَرَامٌ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي"
Tidak memakai cincin emas; karena sabda
Rasulullah SAW tentang emas dan sutra: "Sesungguhnya kedua ini haram
bagi laki-laki umatku"
وَقَوْلِهِ:
"حُرِّمَ لِبَاسُ الْحَرِيرِ وَالذَّهَبِ عَلَى ذُكُورِ أُمَّتِي وَأُحِلَّ
لِنِسَائِهِمْ"
dan
sabdanya: "Diharamkan pakaian sutra dan emas bagi laki-laki umatku dan
dihalalkan bagi wanita mereka"
وَقَوْلِهِ وَقَدْ
رَأَى خَاتَمًا مِنْ ذَهَبٍ فِي يَدِ رَجُلٍ فَنَزَعَهُ فَطَرَحَهُ وَقَالَ:
"يَعْمِدُ أَحَدُكُمْ إِلَى جَمْرَةٍ مِنْ نَارٍ فَيَجْعَلُهَا فِي يَدِهِ
dan
sabdanya ketika beliau melihat cincin emas di tangan seorang laki-laki, lalu
beliau mencabutnya dan melemparkannya seraya berkata: "Apakah salah
seorang dari kalian sengaja mengambil bara api neraka lalu meletakkannya di
tangannya?"
".
فَقِيلَ لِلرَّجُلِ بَعْدَمَا ذَهَبَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: خُذْ خَاتَمَكَ انْتَفِعْ بِهِ، فَقَالَ: لَا، وَاللَّهِ
لَا آخُذُهُ أَبَدًا وَقَدْ طَرَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ -.
Kemudian dikatakan kepada laki-laki itu setelah Rasulullah
SAW pergi: "Ambillah cincinmu, manfaatkanlah!" Maka dia menjawab:
"Tidak, demi Allah aku tidak akan mengambilnya selamanya, padahal
Rasulullah SAW telah melemparkannya."
Poin kelima ini kembali menegaskan larangan
penggunaan emas bagi laki-laki Muslim, khususnya dalam bentuk cincin.
Hadits-hadits Nabi Muhammad SAW secara tegas menyatakan
keharaman ini, bahkan menyamakan cincin emas di tangan laki-laki dengan
memegang bara api neraka.
Kisah laki-laki yang menolak mengambil kembali cincin
emasnya setelah dibuang oleh Nabi menunjukkan betapa besar ketaatan dan
penghormatan Sahabat terhadap perintah Rasulullah SAW, serta pemahaman
mereka akan konsekuensi dari larangan tersebut.
Adab
ke-6:
لَا بَأْسَ لِلْمُسْلِمِ أَنْ يَتَخَتَّمَ
بِخَاتَمِ الْفِضَّةِ أَوْ يَنْقُشَ فِي فَصِّهِ اسْمَهُ وَيَتَّخِذَهُ طَابَعًا
يَطْبَعُ بِهِ رَسَائِلَهُ وَكِتَابَاتِهِ، وَيُوَقِّعَ بِهِ الصُّكُوكَ
وَغَيْرَهَا "
Tidak masalah bagi seorang Muslim untuk memakai cincin perak atau mengukir namanya di batunya dan menjadikannya stempel untuk
mencetak surat-surat dan tulisannya, serta menandatangani cek dan lainnya
"
لِاتِّخَاذِ النَّبِيِّ
- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - خَاتَمًا مِنْ فِضَّةٍ نَقَشَهُ:
"مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ"
karena
Nabi - semoga shalawat dan salam tercurah padanya - memakai cincin perak yang
diukir dengan tulisan: "Muhammad Rasulullah"
وَكَانَ يَجْعَلُهُ فِي
الْخِنْصَرِ مِنْ يَدِهِ الْيُسْرَى". لِقَوْلِ أَنَسٍ -
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: "كَانَ خَاتَمُ النَّبِيِّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ
وَالسَّلَامُ فِي هَذِهِ- وَأَشَارَ إِلَى الْخِنْصَرِ مِنْ يَدِهِ الْيُسْرَى".
dan beliau meletakkannya di jari kelingking tangan
kirinya." Karena perkataan Anas - semoga Allah meridhainya -: "Cincin
Nabi - semoga shalawat dan salam tercurah padanya - berada di sini- dan beliau
menunjuk ke jari kelingking tangan kirinya."
Berbeda dengan emas, poin keenam ini menjelaskan bahwa memakai
cincin perak diperbolehkan bagi laki-laki Muslim.
Hal ini didukung oleh praktik Nabi Muhammad SAW sendiri
yang memiliki cincin perak dan menggunakannya sebagai stempel.
Ini menunjukkan bahwa Islam tidak melarang perhiasan
secara mutlak, melainkan menetapkan batasan berdasarkan jenis bahan
(emas haram bagi laki-laki, perak halal) dan juga memperbolehkan penggunaan
fungsional dari perhiasan tersebut.
Adab ke-7:
أَنْ لَا يَشْتَمِلَ الصَّمَّاءَ وَهِيَ أَنْ
يَلُفَّ الثَّوْبَ عَلَى جِسْمِهِ، وَلَا يَتْرُكَ مَخْرَجًا مِنْهُ لِيَدَيْهِ
لِنَهْيِ النَّبِيِّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَنْ ذَلِكَ،
Tidak memakai pakaian dengan cara
"ash-shamma'" yaitu melilitkan pakaian pada tubuhnya, dan tidak
menyisakan lubang untuk kedua tangannya karena larangan Nabi - semoga shalawat
dan salam tercurah padanya - akan hal itu,
وَأَنْ لَا يَمْشِيَ فِي نَعْلٍ وَاحِدَةٍ
لِقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: "لَا يَمْشِ أَحَدُكُمْ فِي
نَعْلٍ وَاحِدَةٍ لِيَحْفَهُمَا، أَوْ لِيُنْعِلَهُمَا جَمِيعًا".
dan tidak berjalan dengan satu sandal karena
sabdanya - semoga shalawat dan salam tercurah padanya -: "Janganlah
salah seorang dari kalian berjalan dengan satu sandal, hendaklah dia memakai
keduanya atau melepaskan keduanya secara keseluruhan."
Poin ketujuh ini menyangkut dua adab berpakaian yang
terkait dengan kenyamanan dan kesopanan.
Larangan ash-shamma' (melilitkan pakaian tanpa ruang
untuk tangan) mungkin karena dapat menghambat gerakan atau terlihat
tidak pantas.
Sementara itu, larangan berjalan dengan hanya satu
sandal menunjukkan keutamaan kerapian dan keseimbangan.
Anjuran adalah untuk memakai kedua sandal secara lengkap
atau melepaskan keduanya, mencerminkan kesempurnaan dan keselarasan.
Adab ke-8:
أَنْ لَا يَلْبَسَ الْمُسْلِمُ لُبْسَةَ
الْمُسْلِمَةِ، وَلَا الْمُسْلِمَةُ لُبْسَةَ الرَّجُلِ لِتَحْرِيمِ الرَّسُولِ -
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ذَلِكَ
Seorang Muslim tidak boleh memakai pakaian Muslimah, dan Muslimah tidak
boleh memakai pakaian laki-laki karena Rasulullah -
semoga shalawat dan salam tercurah padanya - mengharamkan hal itu
بِقَوْلِهِ: "لَعَنَ اللَّهُ
الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالْمُتَرَجِّلَاتِ مِنَ النِّسَاءِ".
dengan
sabdanya: "Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita
yang menyerupai laki-laki."
وَقَوْلِهِ:
"لَعَنَ اللَّهُ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لُبْسَةَ الْمَرْأَةِ، وَالْمَرْأَةَ
تَلْبَسُ لُبْسَةَ الرَّجُلِ، كَمَا لَعَنَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ
بِالنِّسَاءِ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ".
Dan sabdanya: "Allah melaknat laki-laki yang
memakai pakaian wanita, dan wanita yang memakai pakaian laki-laki, sebagaimana
Dia melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, dan wanita yang menyerupai
laki-laki."
Poin kedelapan ini sangat penting dalam Islam, yaitu larangan
tasyabbuh (penyerupaan gender) dalam berpakaian.
Hadits-hadits Nabi Muhammad SAW dengan tegas menyatakan laknat
Allah bagi siapa pun yang menyerupai gender lain dalam hal pakaian.
Ini adalah prinsip fundamental dalam menjaga identitas
dan peran gender yang jelas dalam Islam, yang dianggap sebagai fitrah manusia.
Adab ke-9:
إِذَا انْتَعَلَ بَدَأَ بِالْيَمِينِ، وَإِذَا
نَزَعَ بَدَأَ بِالشِّمَالِ لِقَوْلِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -:
"إِذَا انْتَعَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِالْيُمْنَى وَإِذَا نَزَعَ
فَلْيَبْدَأْ بِالشِّمَالِ، لِتَكُونَ الْيُمْنَى أَوَّلَهُمَا تُنْعَلُ،
وَآخِرَهُمَا تُنْزَعُ".
Apabila memakai sandal, mulailah dengan yang kanan,
dan apabila melepasnya, mulailah dengan yang kiri karena sabdanya -
semoga shalawat dan salam tercurah padanya -: "Apabila salah seorang
dari kalian memakai sandal, maka mulailah dengan yang kanan, dan apabila
melepasnya, maka mulailah dengan yang kiri, agar yang kanan menjadi yang
pertama kali dipakai, dan yang terakhir dilepas."
Poin kesembilan ini mengajarkan adab sederhana namun
penting dalam keseharian, yaitu memulai dengan anggota tubuh yang kanan
saat memakai sesuatu (seperti sandal) dan dengan anggota tubuh yang kiri saat
melepasnya.
Ini adalah bagian dari preferensi Nabi Muhammad SAW
untuk memulai segala sesuatu yang baik dengan kanan, mencerminkan kerapian,
keberkahan, dan keteraturan dalam setiap tindakan.
Adab
ke-10:
أَنْ يَبْدَأَ فِي لُبْسِ ثَوْبِهِ
بِالْيَمِينِ؛ لِقَوْلِ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا -: "كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يُحِبُّ التَّيَمُّنَ فِي
شَأْنِهِ كُلِّهِ فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ".
Memulai memakai pakaian dengan yang kanan; karena
perkataan Aisyah - semoga Allah meridhainya -: "Rasulullah - semoga
shalawat dan salam tercurah padanya - menyukai untuk memulai dengan yang kanan
dalam semua urusannya, dalam memakai sandalnya, menyisir rambutnya, dan
bersucinya."
Poin kesepuluh ini memperluas prinsip mendahulukan
yang kanan ke dalam adab memakai pakaian secara umum.
Berdasarkan kesaksian Aisyah RA, Nabi Muhammad SAW
secara konsisten menerapkan prinsip ini dalam berbagai aspek kehidupan beliau,
mulai dari memakai alas kaki, menyisir rambut, hingga bersuci.
Ini menunjukkan bahwa memulai dengan kanan adalah
sunnah yang mencerminkan kebaikan dan keberkahan.
Adab
ke-11:
أَنْ يَقُولَ إِذَا لَبِسَ ثَوْبًا جَدِيدًا،
أَوْ عِمَامَةً أَوْ أَيَّ مَلْبُوسٍ جَدِيدٍ: "اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ
أَنْتَ كَسَوْتَنِيهِ، أَسْأَلُكَ خَيْرَهُ، وَخَيْرَ مَا صُنِعَ لَهُ، وَأَعُوذُ
بِكَ مِنْ شَرِّهِ، وَشَرِّ مَا صُنِعَ لَهُ" لِوُرُودِ ذَلِكَ عَنْهُ -
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -.
Arti: Mengucapkan doa ketika memakai pakaian baru,
atau sorban, atau pakaian baru lainnya: "Ya Allah, bagi-Mu segala puji,
Engkau telah memakaikannya kepadaku. Aku memohon kepada-Mu kebaikannya, dan
kebaikan apa yang dibuat untuknya, dan aku berlindung kepada-Mu dari
keburukannya, dan keburukan apa yang dibuat untuknya" karena hal itu
telah diriwayatkan darinya - semoga shalawat dan salam tercurah padanya -.
Poin kesebelas ini mengajarkan doa khusus yang
dianjurkan untuk diucapkan saat memakai pakaian baru.
Doa ini mencerminkan rasa syukur kepada Allah
atas nikmat pakaian, memohon kebaikan dan keberkahan dari pakaian
tersebut, serta perlindungan dari keburukan yang mungkin menyertainya.
Ini adalah praktik yang mengingatkan seorang Muslim
untuk senantiasa mengingat Allah dalam setiap nikmat yang ia terima.
Adab ke-12:
أَنْ يَدْعُوَ لِأَخِيهِ الْمُسْلِمِ إِذَا
رَآهُ لَبِسَ جَدِيدًا يَقُولُ لَهُ: "أَبْلِ وَأَخْلِقْ"؛
Mendoakan saudaranya sesama Muslim jika melihatnya
memakai pakaian baru dengan mengucapkan: "أَبْلِ وَأَخْلِقْ"
(Semoga engkau memakaikannya sampai usang dan sobek);
لِدُعَائِهِ - صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بِذَلِكَ لِأُمِّ خَالِدٍ لَمَّا لَبِسَتْ جَدِيدًا.
karena doa beliau - semoga shalawat dan salam tercurah
padanya - demikian kepada Ummu Khalid ketika ia memakai pakaian baru.
Poin terakhir ini mengajarkan adab mendoakan orang lain yang memakai pakaian baru. Ungkapan "أَبْلِ وَأَخْلِقْ" meskipun secara harfiah berarti "sampai usang dan sobek", mengandung makna doa keberkahan agar pakaian itu awet dan bermanfaat, dan kemudian diganti dengan yang lebih baik di masa depan. Ini adalah praktik yang menunjukkan kepedulian dan kasih sayang antar sesama Muslim, serta saling mendoakan kebaikan.
Penutupan Kajian
Waktu tak terasa berlalu, dan kita telah sampai di penghujung kajian kita malam ini tentang Adab Berpakaian dalam Islam. Semoga setiap ilmu yang kita dapatkan menjadi penerang hati dan penambah semangat kita untuk beramal shalih.
Mari kita merenungkan kembali, apa sebenarnya faedah besar dari adab berpakaian ini?
Pertama, ini adalah bentuk ketaatan dan cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Mengikuti adab berpakaian bukanlah sekadar tradisi nenek moyang atau aturan kaku. Ini adalah wujud penghambaan kita, bukti bahwa kita mendengar dan patuh pada setiap perintah dari Sang Pencipta dan utusan-Nya yang mulia. Setiap helai pakaian yang kita kenakan sesuai syariat adalah ibadah.
Kedua, adab ini menjaga kemuliaan dan kehormatan diri kita. Pakaian adalah cerminan pribadi. Ketika kita berpakaian dengan adab, kita memancarkan aura kesopanan, harga diri, dan ketakwaan. Ini melindungi kita dari pandangan-pandangan yang tidak pantas dan menjauhkan kita dari fitnah. Baik bagi laki-laki maupun perempuan, adab berpakaian adalah perisai.
Ketiga, adab berpakaian menciptakan lingkungan masyarakat yang lebih baik. Bayangkan jika setiap Muslim dan Muslimah menjaga adab berpakaian mereka. Lingkungan kita akan dipenuhi dengan nuansa ketenangan, rasa hormat, dan jauh dari hal-hal yang dapat memicu maksiat. Pakaian kita bisa menjadi dakwah tanpa kata, mengajak orang lain untuk kembali pada fitrah kesucian.
Keempat, adab ini melatih jiwa untuk rendah hati dan bersyukur. Larangan berlebihan dan kesombongan dalam berpakaian mengajarkan kita untuk bersahaja, tidak ujub, dan senantiasa mensyukuri nikmat Allah SWT dengan cara yang benar. Kita diingatkan bahwa nilai sejati seseorang bukan pada kemewahan kainnya, melainkan pada ketakwaan di hatinya.
Bapak, Ibu, Saudara-saudari sekalian, setelah kita mengkaji bersama, saya berharap adab berpakaian ini tidak berhenti hanya sebagai teori yang kita dengar. Mari kita jadikan ilmu ini sebagai panduan praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk para pria, mari kita perhatikan kembali panjang celana kita, jauhi isbal, dan hindari penggunaan emas dan sutra yang diharamkan bagi kita. Pilihlah pakaian yang longgar, rapi, dan mencerminkan kemuliaan seorang Muslim.
Untuk para wanita, mari kita pastikan pakaian dan jilbab kita memenuhi standar syar'i, menutupi aurat sempurna tanpa membentuk lekuk tubuh, dan tidak transparan. Ingatlah, pakaianmu adalah penjaga kehormatanmu dan tanda ketakwaanmu.
Untuk kita semua, mari jauhi tasyabbuh (menyerupai lawan jenis) dalam berpakaian, dan jadikan kesederhanaan sebagai perhiasan terbaik.
Mungkin tidak mudah untuk langsung mengubah kebiasaan. Lingkungan dan tren bisa jadi godaan besar. Namun, ingatlah bahwa setiap langkah kecil menuju ketaatan adalah hijrah yang dicintai Allah. Mulailah dari diri sendiri, lalu ajaklah keluarga terdekat kita dengan hikmah dan teladan yang baik.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita taufik, hidayah, dan kekuatan untuk mengamalkan setiap adab yang telah diajarkan dalam agama kita. Semoga pakaian kita bukan hanya menjadi penutup tubuh, melainkan juga menjadi penjaga iman, peningkat ketakwaan, dan penarik rahmat Allah SWT di dunia hingga di akhirat kelak.
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا
مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ بِرَحْمَتِكَ، وَاجْعَلْ خَيْرَ أَيَّامِنَا يَوْمَ
نَلْقَاكَ، وَاخْتِمْ لَنَا بِالْإِيمَانِ وَحُسْنِ الْخَاتِمَةِ.
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk penghuni surga dengan
rahmat-Mu. Jadikanlah hari terbaik kami adalah hari ketika kami berjumpa
dengan-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan beriman serta dengan akhir yang
baik.
وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ
إِلَىٰ أَقْوَمِ الطَّرِيقِ.
Kita tutup kajian dengan doa kafaratul majelis:
🌿 سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.
وَالسَّلَامُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.