Hadits: Menolong Muslim yang Terhimpit Kesulitan
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ.
Di tengah kehidupan yang penuh ujian dan ketidakpastian, tidak sedikit di antara saudara-saudara kita yang menghadapi kesulitan hidup: terlilit utang, kesulitan mencari nafkah, sakit yang tak kunjung sembuh, hingga tekanan mental yang tidak tampak oleh mata. Sementara itu, banyak dari kita yang mungkin mampu membantu, namun menunda, enggan, atau bahkan tidak peka terhadap penderitaan orang lain. Padahal, Islam mengajarkan bahwa keberkahan hidup tidak hanya didapat dari ibadah pribadi, tapi juga dari kepedulian terhadap sesama.
Sering kali kita lupa bahwa menolong orang lain bukan hanya urusan sosial, tapi juga bagian dari keimanan. Hadits yang akan kita kaji ini membuka pandangan kita tentang bagaimana bantuan sekecil apa pun kepada orang lain ternyata bisa menjadi sebab besar pertolongan Allah kepada kita—baik di dunia maupun di akhirat. Bahkan lebih dari itu, dalam hadits ini Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa Allah akan terus membantu hamba-Nya selama hamba itu mau membantu saudaranya.
Maka dari itu, hadits ini sangat penting untuk kita pelajari dan hayati. Ia tidak hanya mengajarkan akhlak mulia, tetapi juga menjadi kunci meraih pertolongan Allah di saat kita sendiri berada dalam kesulitan. Kajian ini akan membantu kita memahami betapa agungnya nilai sebuah empati, betapa Islam mendorong kita untuk hadir dalam kehidupan orang lain, dan bagaimana amal seperti menolong, memudahkan, dan menutupi aib bisa menjadi sebab keselamatan kita di akhirat kelak.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ
مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ
كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ فِي الدُّنْيَا
يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ عَلَى
مُسْلِمٍ فِي الدُّنْيَا سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ،
وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ، مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ.
Barang siapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari
seorang muslim, niscaya Allah akan melapangkan darinya satu kesusahan dari
berbagai kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang memudahkan orang yang
dalam kesulitan, niscaya Allah akan memudahkan baginya di dunia dan akhirat.
Barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim di dunia, niscaya Allah akan
menutupi (aibnya) di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong seorang hamba
selama hamba itu menolong saudaranya.
HR. at-Tirmidzi (1930) dan Muslim (2699).
Arti dan Penjelasan per Perkataan
مَنْ نَفَّسَ عَنْ
مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا
Barang siapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari
seorang muslim
Hadits ini diawali dengan dorongan besar untuk peduli
terhadap penderitaan orang lain.
Kata "مَنْ" (barang siapa) menunjukkan bahwa kesempatan mendapatkan
pahala ini terbuka untuk siapa saja, tanpa memandang status, ilmu, atau
kedudukan.
"نَفَّسَ" bermakna menghilangkan atau meringankan tekanan batin dan
penderitaan, menunjukkan bahwa tindakan kecil yang membuat orang lain merasa
lega pun memiliki nilai besar di sisi Allah.
"كُرْبَةً" mengacu pada kesusahan berat yang menyesakkan dada, bukan
hanya sekadar masalah ringan—ini mencakup musibah, krisis keuangan, bencana,
atau tekanan hidup yang menakutkan.
Menolong muslim dalam kesulitan dunia menunjukkan sikap empati dan persaudaraan
yang mendalam, karena seorang mukmin diibaratkan satu tubuh; ketika satu bagian
sakit, bagian lain ikut merasakannya.
Perkataan ini membangun dasar penting bahwa dalam Islam, hidup bersama orang
lain bukan sekadar berdampingan, tetapi saling meringankan beban.
نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ
كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Niscaya Allah akan melapangkan darinya satu kesusahan dari
berbagai kesusahan pada hari kiamat
Allah menjanjikan balasan setimpal bahkan lebih besar:
menolong di dunia akan dibalas dengan pertolongan di akhirat.
Hari kiamat adalah hari paling menakutkan dan penuh kesempitan, di mana tidak
ada pertolongan kecuali dari Allah, maka diberi jaminan “نَفَّسَ اللَّهُ”
adalah kemuliaan luar biasa.
Kata "كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ"
menggambarkan situasi sangat menegangkan—ketika matahari didekatkan, manusia
tenggelam dalam keringat, dan setiap orang memikirkan nasibnya sendiri.
Janji ini menunjukkan bahwa setiap perbuatan baik terhadap sesama tidak pernah
sia-sia, bahkan bisa menjadi sebab keselamatan di hari paling menentukan.
Allah-lah yang akan melapangkan, bukan manusia, yang menunjukkan bahwa balasan
ini bukan sekadar setara, tapi jauh lebih bernilai dan menyentuh keselamatan
abadi.
وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ فِي الدُّنْيَا
Barang siapa yang memudahkan orang yang dalam kesulitan di
dunia
Perkataan ini menekankan nilai kemudahan dalam muamalah
atau interaksi sosial, khususnya terhadap orang yang "مُعْسِرٍ", yaitu orang yang benar-benar mengalami kesempitan
ekonomi.
"يَسَّرَ" berarti memberikan keringanan—bisa dengan menunda
tagihan, memotong utang, memberi peluang usaha, atau bahkan membebaskan
kewajiban tertentu.
Islam tidak hanya menyuruh bersikap adil, tetapi juga menganjurkan untuk
bermurah hati dan tidak mempersulit mereka yang sudah susah.
Orang yang memudahkan urusan orang lain akan mendapatkan kemudahan dari Allah,
karena ia telah menanamkan benih rahmat di bumi.
Dalam konteks sosial, sikap ini sangat relevan di tengah kondisi ekonomi sulit,
di mana banyak orang terjerat utang atau kehilangan penghasilan.
يَسَّرَ اللَّهُ
عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
Niscaya
Allah akan memudahkan baginya di dunia dan akhirat
Janji dari Allah ini bukan hanya balasan ukhrawi, tetapi
juga kemudahan nyata di dunia.
Allah akan memberikan jalan keluar, meringankan urusannya, menumbuhkan
ketenangan batin, dan mempertemukan dengan orang-orang yang baik.
Di akhirat, Allah akan menjadikan hisabnya ringan, menjauhkan dari azab, dan
menempatkannya di barisan orang yang mendapat kasih sayang.
Kata "فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ" menunjukkan bahwa perbuatan
memudahkan itu berdampak luas dan berjangka panjang.
Ini adalah motivasi besar agar manusia bersikap lapang dada dan tidak menjadi
beban tambahan dalam hidup orang lain.
وَمَنْ سَتَرَ عَلَى
مُسْلِمٍ فِي الدُّنْيَا
Barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim di dunia
Perkataan ini menegaskan pentingnya menjaga kehormatan
orang lain.
"سَتَرَ" artinya menutupi, bukan menutupi kezaliman atau kejahatan
publik, tapi menutupi kesalahan pribadi yang tidak berdampak sosial luas.
Islam mengajarkan bahwa manusia bukan hanya makhluk sosial, tetapi juga makhluk
yang punya aib, dan setiap orang punya sisi gelap.
Menutupi aib saudara muslim bukan berarti melegalkan kesalahan, tetapi
menunjukkan kasih sayang dan upaya memberi waktu untuk bertobat.
Kehidupan yang dipenuhi sikap suka membuka aib justru menimbulkan keretakan
sosial dan menjauhkan rahmat Allah.
سَتَرَ اللَّهُ
عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
Niscaya
Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan akhirat
Balasan dari menutup aib bukan hanya keselamatan nama baik di dunia,
tapi juga keselamatan dari pengungkapan dosa di hadapan seluruh makhluk pada
hari kiamat.
Allah adalah Maha Menutup aib, dan Dia mencintai sifat itu ada pada hamba-Nya.
Menjadi pribadi yang tidak suka mengumbar kesalahan orang lain adalah ciri
kemuliaan akhlak dan kekuatan iman.
Ketika Allah menutupi aib seseorang, maka ia akan selamat dari rasa malu,
fitnah, bahkan dari hukuman di dunia dan akhirat.
Ini mendorong kita untuk bersikap bijak, tidak gegabah menyebar kesalahan
orang, dan lebih sibuk memperbaiki diri.
وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ، مَا كَانَ
الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
Dan Allah senantiasa menolong seorang hamba, selama hamba
itu menolong saudaranya
Inilah penutup hadits yang menjadi kunci seluruh pesan
sebelumnya: siapa yang menolong, akan ditolong.
"فِي عَوْنِ الْعَبْدِ" berarti Allah bersama, menyertai,
dan mendukungnya dalam urusan-urusannya.
Selama seseorang terus berada dalam semangat membantu orang lain, maka jaminan
pertolongan dari Allah tetap melekat padanya.
Kalimat ini juga mengajarkan prinsip timbal balik dalam kebaikan; semakin
banyak membantu, semakin dekat dengan pertolongan Ilahi.
Hal ini menjadi sumber motivasi besar agar kita tidak ragu-ragu menolong
sesama, karena setiap bantuan yang kita berikan akan kembali kepada kita dengan
cara yang lebih agung.
Syarah Hadits
Syariat sangat menganjurkan untuk menghiasi diri dengan
akhlak mulia dan budi pekerti yang baik, seperti memenuhi kebutuhan orang lain,
memudahkan urusan mereka, dan memberikan manfaat kepada mereka dengan apa pun
yang dimiliki—baik berupa harta, ilmu, bantuan, atau nasihat.
Dalam hadits ini, Nabi ﷺ bersabda:
«مَن نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً»
Barang siapa yang melapangkan satu kesusahan dari
seorang mukmin...
Artinya, barang siapa yang meringankan kesedihan, beban,
atau kesulitan dari seorang mukmin—meskipun itu tampak kecil—maka balasan dan
pahalanya adalah Allah akan melapangkan satu kesusahan darinya pada hari
kiamat. Melapangkan kesulitan adalah bentuk ihsan (kebaikan), dan Allah
membalas kebaikan dengan balasan yang setimpal.
«وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ»
Barang siapa yang memudahkan orang yang sedang
kesulitan...
Memudahkan orang yang kesulitan dalam urusan dunia,
terutama dalam hal keuangan, bisa dilakukan dengan dua cara: pertama, menunggu
sampai ia mampu membayar utang; kedua, dengan menggugurkan utangnya jika ia
adalah orang yang berutang. Jika bukan pemberi utang, maka bisa dengan
memberinya bantuan agar kesulitannya teratasi. Keduanya sangat utama, dan
balasannya adalah Allah akan memudahkannya di dunia dan akhirat sebagai balasan
sejenis atas perbuatannya.
«وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا»
Barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim...
Maksudnya adalah apabila seseorang melihat saudaranya
melakukan sesuatu yang buruk lalu tidak menyebarkannya ke khalayak, maka
balasannya adalah Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Di dunia,
Allah akan menjaga kehormatan dan menutupi kekurangannya; di akhirat, Allah
akan melindunginya dari malu di hadapan seluruh makhluk. Ini berlaku bagi orang
yang tidak dikenal suka bermaksiat; jika ia melakukan kesalahan sesekali, maka
tidak boleh dibuka atau disebarkan aibnya. Namun, ini tidak berarti kita membiarkannya
tanpa menasihati secara pribadi.
«وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ
الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ»
Dan Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya selama
hamba itu menolong saudaranya...
Artinya, siapa yang membantu saudaranya, maka Allah akan
membantu dirinya. Siapa yang bersungguh-sungguh dalam memenuhi kebutuhan orang
lain, maka Allah akan memenuhi kebutuhannya. Karena balasan itu sesuai dengan
jenis perbuatannya.
Nabi ﷺ juga mengabarkan bahwa:
«مَن سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا»
Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu...
Hal ini mencakup dua makna: jalan secara maknawi dan jalan
secara fisik. Jalan maknawi adalah semua usaha yang ditempuh untuk menuntut
ilmu, seperti menghafal, belajar, mengulang pelajaran, membaca, menulis, dan
memahami. Termasuk juga mencari ilmu dari para ulama dan membaca buku. Jadi,
siapa pun yang belajar, mendengarkan, atau membaca, meskipun ia tidak berpindah
tempat, berarti telah menempuh jalan ilmu. Jalan fisik adalah ketika seseorang
benar-benar berjalan menuju tempat ilmu, seperti masjid, sekolah, universitas,
dan sebagainya.
«سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى
الْجَنَّةِ»
Maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga...
Artinya, Allah akan memudahkan baginya amal-amal salih yang
akan mengantarkannya ke surga karena ridha-Nya. Allah akan memberikan taufik
untuk melakukan amal baik, atau memudahkan jalan ilmunya, karena ilmu syar’i
adalah jalan menuju surga. Ilmu mengenalkan kita pada perintah dan larangan
Allah, menunjukkan jalan yang diridhai-Nya, dan mengantarkan kita ke surga.
Maka menuntut ilmu dan mencapainya bisa dilakukan dengan segala sarana yang
memungkinkan, walaupun tanpa bepergian, seperti duduk rutin di majelis ilmu
atau memiliki buku-buku bermanfaat untuk dipelajari dan diulang.
Nabi ﷺ juga menyampaikan bahwa:
«مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِن بُيُوتِ
اللَّهِ»
Tidaklah sekelompok orang berkumpul di salah satu rumah
Allah...
Yang dimaksud rumah Allah adalah masjid, dan yang sejenis
dengannya seperti tempat belajar dan pusat ilmu. Allah menyandarkan
tempat-tempat ini pada Diri-Nya sebagai bentuk kemuliaan dan kehormatan, karena
di sanalah tempat untuk berzikir, membaca Al-Qur’an, dan mendekatkan diri
dengan salat.
«يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ
بَيْنَهُمْ»
Mereka membaca Kitab Allah dan mempelajarinya
bersama-sama...
Yaitu membaca Al-Qur’an secara bergiliran, memahami
maknanya, mempelajari hukumnya, dan mengulang-ulang agar tidak lupa. Maka Allah
akan menganugerahkan kepada mereka pahala yang besar karena karunia dan
kemurahan-Nya.
Nabi ﷺ kemudian menjelaskan empat keutamaan dari
berkumpul untuk membaca dan mempelajari Al-Qur’an:
Pertama: Turunnya ketenangan (السَّكِينَة)
kepada mereka, yaitu kejernihan hati karena cahaya Al-Qur’an dan hilangnya
kegelapan jiwa, disertai ketentraman dan keridhaan terhadap takdir Allah. Ini
adalah nikmat besar dari Allah sebagaimana dalam firman-Nya:
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي
قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ
(Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin
agar bertambah keimanan mereka di samping keimanan yang sudah ada) — QS.
al-Fath: 4
Kedua:
«وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ»
Dan mereka diliputi oleh rahmat Allah...
Artinya, mereka dibungkus dan dinaungi kasih sayang Allah ﷻ.
Ketiga:
«وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ»
Dan malaikat mengelilingi mereka...
Yaitu, para malaikat mengitari mereka karena memuliakan
amalan mereka, mendengarkan zikir mereka kepada Allah, dan menjadi saksi bagi
mereka di hadapan Allah ﷻ.
Keempat:
«وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِندَهُ»
Dan Allah menyebut mereka di hadapan makhluk yang berada di sisi-Nya...
Yaitu para malaikat di langit, yang merupakan lapisan
makhluk tertinggi. Allah menyebut mereka dengan penuh kebanggaan.
Nabi ﷺ kemudian menutup hadits ini dengan
dorongan untuk memiliki semangat tinggi dalam ilmu dan amal, serta tidak
bergantung pada kehormatan nasab, keturunan, atau kedudukan duniawi. Beliau
menjelaskan:
«وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ
بِهِ نَسَبُهُ»
Barang siapa yang amalnya lambat (kurang), maka nasabnya
tidak akan mempercepat (mengangkat) derajatnya...
Artinya, siapa yang amalnya sedikit atau kurang, maka
kehormatan keturunan tidak akan bisa menyamakannya dengan orang-orang yang
memiliki amal banyak. Maka, seseorang tidak boleh mengandalkan nasab mulia atau
kemuliaan orang tua jika dirinya lalai dari amal.
Hadits ini menunjukkan bahwa balasan sesuai dengan jenis
perbuatan.
Juga menunjukkan keutamaan membantu sesama.
Dan mengandung dorongan kuat untuk menuntut ilmu, membaca Al-Qur’an, dan
mempelajarinya bersama.
Sumber: https://dorar.net/hadith/sharh/20512
Pelajaran dari Hadits ini
1. Menolong Muslim yang Sedang Terhimpit Kesulitan
Perkataan مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا (Barang siapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang muslim) mengajarkan pentingnya meringankan beban saudara seiman yang sedang mengalami kesempitan hidup. Kesulitan ini bisa berupa masalah keuangan, bencana, tekanan batin, atau ujian lainnya. Dalam Islam, membantu sesama bukan hanya tindakan sosial, tetapi juga ibadah yang sangat besar nilainya. Allah memerintahkan kita untuk menjadi hamba yang peka dan peduli. Allah berfirman dalam QS. al-Baqarah: 177:
وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي
الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ
(dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan musafir). Semakin kita meringankan orang lain, semakin besar peluang pertolongan Allah akan datang kepada kita.
2. Balasan Setimpal di Hari Kiamat
Perkataan نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ (niscaya Allah akan melapangkan darinya satu kesusahan dari berbagai kesusahan pada hari kiamat) menunjukkan bahwa setiap kebaikan yang kita berikan akan Allah balas, bahkan dengan balasan yang jauh lebih besar. Kesusahan di hari kiamat adalah penderitaan yang tidak bisa dibayangkan. Allah menjanjikan, siapa yang meringankan beban di dunia, maka Dia akan meringankan beban di akhirat. Ini menunjukkan hubungan erat antara amal dunia dan keselamatan akhirat. Rasulullah ﷺ bersabda:
ارْحَمُوا تُرْحَمُوا، وَاغْفِرُوا يُغْفَرْ
لَكُمْ
(Sayangilah, niscaya kalian disayangi. Maafkanlah, niscaya kalian dimaafkan) – HR. Ahmad (6541). Amal kecil yang ikhlas bisa menjadi sebab keselamatan besar di akhirat kelak.
3. Memudahkan Orang yang Kesulitan
Perkataan وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ فِي الدُّنْيَا (dan barang siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan di dunia) adalah dorongan agar kita menjadi pribadi yang tidak memberatkan orang lain. Memudahkan orang yang susah secara ekonomi bisa berupa memberi tempo utang, membebaskan sebagian tagihan, atau membantu mencarikan solusi dari jeratan kesulitan. Allah mencintai orang yang bersifat lapang, bukan keras dan menekan. Dalam QS. al-Baqarah: 280 disebutkan:
وَإِن كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ
مَيْسَرَةٍ
(dan jika orang yang berutang itu dalam kesulitan, maka berilah tangguh sampai dia mampu membayar). Kemudahan ini adalah bentuk kasih sayang dan salah satu ciri orang yang beriman.
4. Balasan Kemudahan dari Allah di Dunia dan Akhirat
Perkataan يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ (niscaya Allah akan memudahkan baginya di dunia dan akhirat) mengandung janji luar biasa dari Allah. Siapa yang suka memberi kemudahan, maka hidupnya akan dimudahkan oleh Allah, baik urusan dunia seperti rezeki, kesehatan, maupun urusan akhirat seperti hisab dan jalan ke surga. Rasulullah ﷺ bersabda dalam HR. Bukhari (2442) dan Muslim (2580):
مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ
فِي حَاجَتِهِ
(Barang siapa membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan membantu kebutuhannya). Ini menunjukkan bahwa balasan Allah sangat luas dan mencakup segala aspek kehidupan manusia yang berbuat baik.
5. Menjaga Aib Sesama Muslim
Perkataan وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ فِي الدُّنْيَا (dan barang siapa yang menutupi aib seorang muslim di dunia) mengajarkan bahwa menjaga kehormatan orang lain adalah bagian penting dari akhlak Islam. Tidak semua kesalahan harus diumbar, apalagi kesalahan pribadi yang tidak berdampak publik. Islam mengajarkan untuk memberi kesempatan bertaubat, bukan membuka aib yang akan mempermalukan dan memperburuk keadaan. Allah berfirman dalam QS. an-Nur: 19:
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ
الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
(Sesungguhnya orang-orang yang suka tersebarnya perbuatan keji di kalangan orang-orang beriman, bagi mereka azab yang pedih). Menutup aib adalah bentuk kasih sayang dan rasa aman dalam masyarakat.
6. Balasan Allah yang Menutup Aib Kita
Perkataan سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ (niscaya Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan akhirat) adalah bentuk keadilan dan kasih sayang Allah bagi mereka yang menutupi aib saudaranya. Siapa yang tidak suka menyebarkan kesalahan orang, maka Allah pun akan menjaga kehormatannya di dunia dan mencegah aibnya terbongkar di hadapan makhluk pada hari kiamat. Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا،
إِلَّا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
(Tidaklah seorang hamba menutupi (aib) hamba lain di dunia, melainkan Allah akan menutupinya pada hari kiamat – HR. Muslim (2590). Ini memotivasi kita untuk menjadi pribadi yang lembut dan tidak suka mencela.
7. Pertolongan Allah Bergantung pada Kepedulian Kita
Perkataan وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ، مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ (Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya) adalah inti dari semangat tolong-menolong dalam Islam. Allah menggantungkan pertolongan-Nya pada sejauh mana kita mau menolong orang lain. Jika kita mempermudah urusan orang lain, maka Allah akan mempermudah urusan kita. Jika kita membantu saudara kita, maka Allah akan menguatkan langkah kita. Ini adalah rahasia kebahagiaan hidup. Dalam QS. al-Ma’idah: 2 disebutkan:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ
(dan tolong-menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan). Sikap saling membantu akan menjadikan umat Islam kuat, saling mendukung, dan diberkahi.
8. Membantu dengan Ikhlas Mendatangkan Keberkahan
Hadits ini juga mengajarkan bahwa niat dalam membantu sangat penting. Amal yang dilakukan bukan untuk dipuji, bukan karena pamrih, tapi semata karena Allah. Keikhlasan ini yang menjadikan amal kecil bernilai besar. Rasulullah ﷺ bersabda dalam HR. Bukhari dan Muslim:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
(Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya). Jika kita bantu orang lain karena Allah, maka bantuan itu akan kembali kepada kita dalam bentuk keberkahan dan rahmat yang terus mengalir. Ini mengajarkan bahwa keikhlasan adalah kunci utama nilai amal.
9. Kebaikan Dunia Menjadi Simpanan Akhirat
Amal sosial yang kita lakukan hari ini, seperti meringankan kesulitan orang, memudahkan urusan, atau menutupi aib, adalah investasi akhirat. Tidak ada satu pun kebaikan yang hilang di sisi Allah. Bahkan Allah menyebutkan dalam QS. az-Zalzalah: 7–8:
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا
يَرَهُ وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
(Barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya); dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya)). Maka jangan pernah remehkan amal kecil yang dilakukan dengan niat baik.
10. Menolong Orang adalah Bentuk Syukur kepada Allah
Menolong sesama sejatinya adalah wujud syukur atas nikmat Allah yang kita rasakan. Jika kita diberi kecukupan, itu bukan untuk disimpan sendiri, tetapi dibagi dengan yang membutuhkan. Allah berfirman dalam QS. ad-Dhuha: 11:
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
(Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah engkau menyebut-nyebutnya). Bersyukur bukan hanya dengan lisan, tapi dengan tindakan nyata dalam membantu yang kesulitan.
11. Membentuk Masyarakat yang Saling Menguatkan
Hadits ini juga menunjukkan visi Islam dalam membentuk masyarakat yang penuh kepedulian. Bukan masyarakat yang saling menjatuhkan, membongkar aib, atau menambah beban sesama, tetapi masyarakat yang saling menopang, menutupi, dan menolong. Rasulullah ﷺ bersabda:
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ
يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
(Orang mukmin terhadap mukmin yang lain seperti bangunan, yang satu menguatkan yang lain – HR. Bukhari (6026) dan Muslim (2585). Islam ingin umatnya hidup dalam jaringan kasih sayang dan gotong royong yang kokoh.
Penutupan Kajian
Hadirin sekalian yang dirahmati Allah,
Dari hadits yang telah kita pelajari hari ini, kita memahami bahwa Islam bukan hanya agama yang menuntun manusia untuk beribadah secara pribadi, tetapi juga mendorong mereka menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama. Rasulullah ﷺ mengajarkan kepada kita bahwa siapa saja yang mampu menghilangkan kesulitan orang lain, Allah akan membalasnya dengan menghilangkan kesulitan di hari kiamat—hari paling genting dalam hidup manusia. Menolong orang, memudahkan urusan saudara, menutupi aib mereka—semua itu bukan sekadar perbuatan baik, tetapi juga sarana meraih pertolongan Allah.
Hadits ini menanamkan kepada kita bahwa hidup yang berkah adalah hidup yang dilalui dengan kepekaan sosial, empati, dan keinginan untuk membantu. Kita tidak dituntut untuk menjadi orang kaya terlebih dahulu untuk menolong; cukup dengan memudahkan, mendoakan, atau bahkan tidak menyebarkan aib saudara kita, itu sudah termasuk amal yang besar nilainya di sisi Allah.
Maka harapannya, setelah kajian ini, kita bisa lebih ringan tangan dalam membantu, lebih cepat bergerak ketika ada saudara yang sedang kesulitan, dan lebih berhati-hati agar tidak menjadi sebab bertambahnya beban hidup orang lain. Jadilah pribadi yang dinantikan kehadirannya karena membawa kemudahan dan ketenangan bagi sesama. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
خَيْرُ النَّاسِ
أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
(Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.) – HR. al-Mu‘jam al-Awsath no. 5787.
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا
مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ بِرَحْمَتِكَ، وَاجْعَلْ خَيْرَ أَيَّامِنَا يَوْمَ
نَلْقَاكَ، وَاخْتِمْ لَنَا بِالْإِيمَانِ وَحُسْنِ الْخَاتِمَةِ.
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk penghuni surga dengan
rahmat-Mu. Jadikanlah hari terbaik kami adalah hari ketika kami berjumpa
dengan-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan beriman serta dengan akhir yang
baik.
وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ
إِلَىٰ أَقْوَمِ الطَّرِيقِ.
Kita tutup kajian dengan doa kafaratul majelis:
🌿 سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.
وَالسَّلَامُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.