Kajian: Sharf Penukaran Uang (Kitab Minhajul Muslim)
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ
Bapak-bapak, Ibu-ibu, dan teman-teman sekalian yang dirahmati Allah,
Tentu, berikut adalah narasi pembukaan kajian Sharf yang bertujuan untuk menjelaskan latar belakang permasalahan di masyarakat, memahamkan urgensi kajian ini, dan menunjukkan faedah mempelajarinya:
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bapak, Ibu, dan Saudara-saudari sekalian peserta kajian yang dirahmati Allah,
Hari ini, kita akan menyelami sebuah bab penting dalam fikih muamalah yang mungkin terdengar asing bagi sebagian kita, namun sesungguhnya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari: Akad Sharf.
Mengapa kita perlu mempelajari Sharf? Coba kita renungkan sejenak. Di era modern ini, siapa di antara kita yang tidak pernah bersentuhan dengan transaksi yang melibatkan pertukaran nilai?
Anda berlibur ke luar negeri, lalu menukarkan Rupiah dengan Dolar atau Euro di money changer.
Anda mungkin pernah membeli emas, baik sebagai perhiasan maupun investasi, dengan membayar tunai atau bahkan ditawari cicilan.
Bagi para pelaku bisnis, pertukaran mata uang asing untuk impor-ekspor adalah rutinitas.
Bahkan, saat kita menukar uang pecahan besar dengan uang receh di pasar, atau mentransfer uang antar rekening bank yang berbeda mata uang, di dalamnya ada unsur Sharf.
Namun, di balik kemudahan transaksi ini, tersembunyi sebuah potensi masalah besar dalam pandangan syariat Islam, yaitu riba. Kita sering mendengar hadis Nabi ﷺ yang sangat tegas: "Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jelai dengan jelai, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam harus semisal dengan semisal, sama dengan sama, tangan dengan tangan (tunai). Apabila jenis-jenis ini berbeda, maka juallah sesuka kalian, apabila dilakukan tangan dengan tangan (tunai)." (HR. Muslim).
Hadis ini bukan sekadar teori lama. Ini adalah fondasi utama yang mengatur bagaimana kita harus bertransaksi dengan emas, perak (yang kini diqiyaskan dengan uang fiat seperti Rupiah, Dolar), dan juga komoditas pokok lainnya. Pelanggaran terhadap prinsip 'tangan dengan tangan' (tunai) ini, atau 'semisal dengan semisal' (sama berat/ukuran) untuk barang sejenis, akan menjerumuskan kita pada praktik riba, baik riba nasi'ah (karena penundaan) maupun riba fadhl (karena kelebihan).
Latar Belakang Permasalahan dan Urgensi Kajian Ini:
Di masyarakat kita, ada beberapa fenomena yang menunjukkan betapa urgensinya bab Sharf ini dipelajari:
Maraknya Transaksi Jual Beli Emas Cicil: Banyak lembaga, baik syariah maupun konvensional, menawarkan program pembelian emas dengan cara dicicil, bahkan hingga bertahun-tahun. Ini adalah titik kritis. Jika kita merujuk pada ketentuan Sharf, emas sebagai barang ribawi utama, harus ditransaksikan secara tunai. Jika dicicil, potensi terjerumusnya dalam riba sangat besar, sebagaimana akan kita bahas nanti. Dampaknya bukan hanya dosa, tapi juga beban utang yang mungkin tidak sepadan.
Transparansi dalam Penukaran Valuta Asing: Sebagian masyarakat kurang memahami bahwa menukarkan mata uang pun ada aturannya dalam Islam. Syarat "tunai" harus terpenuhi. Jika Anda menukarkan uang, tapi salah satu pihak menunda penyerahan, itu sudah bermasalah secara syariah.
Investasi dan Spekulasi yang Tidak Tepat: Di era digital, banyak aplikasi atau platform yang menawarkan "investasi" atau "perdagangan" emas digital, atau forex, yang sering kali tidak melibatkan serah terima fisik atau tunai yang sebenarnya. Ini bisa menjadi pintu gerbang bagi praktik spekulasi yang haram dan riba.
Beban Utang Konsumtif: Ketidaktahuan tentang hukum riba dan Sharf seringkali membuat masyarakat terjerumus ke dalam utang konsumtif berbunga tinggi, yang pada akhirnya memicu krisis keuangan pribadi, rumah tangga, bahkan berpotensi mengguncang stabilitas ekonomi makro.
Lalu, Apa Faedah Mempelajari Akad Sharf?
Mempelajari bab Sharf bukan hanya soal tahu halal-haram, tapi lebih dari itu:
Melindungi Harta dari Riba: Kita akan belajar bagaimana bertransaksi dengan emas, mata uang, dan komoditas lainnya agar terhindar dari riba, sehingga harta kita bersih dan berkah.
Menjamin Keabsahan Transaksi: Memahami Sharf akan membuat kita lebih cermat dan yakin bahwa setiap pertukaran nilai yang kita lakukan adalah sah secara syariah.
Membangun Fondasi Ekonomi Berkah: Dengan praktik Sharf yang benar, kita turut serta membangun sistem ekonomi yang adil, transparan, dan terhindar dari praktik-praktik yang merusak keberkahan harta dan stabilitas ekonomi.
Menjadi Muslim yang Cerdas Bermuamalah: Kita tidak hanya fokus pada ibadah ritual, tapi juga cerdas dalam urusan dunia, sehingga setiap aspek kehidupan kita sejalan dengan tuntunan syariat.
Oleh karena itu, kajian Sharf malam ini sangat urgen. Mari kita buka hati dan pikiran kita untuk memahami setiap detailnya, demi kebaikan dunia dan akhirat kita.
Mari kita mulai dengan Basmalah.
بَاب- الصَّرْفُ:
Bab
– Penukaran Uang (Sharf):
1.
Definisi
تَعْرِيفُهُ: الصَّرْفُ هُوَ
بَيْعُ النَّقْدَيْنِ بِبَعْضِهِمَا بَعْضًا كَبَيْعِ دَنَانِيرِ الذَّهَبِ
بِدَرَاهِمِ الْفِضَّةِ.
1 - Definisi: Sharf adalah jual beli dua mata uang (logam
mulia) satu sama lain, seperti menjual dinar emas dengan dirham perak.
Penjelasan: Sharf secara sederhana adalah
transaksi pertukaran mata uang. Dalam konteks klasik, ini merujuk pada
pertukaran emas dan perak.
Namun, dalam konteks modern, konsep ini meluas ke
pertukaran mata uang fiat (kertas) seperti Rupiah, Dolar, Euro, dan mata uang
lainnya. Misalnya, ketika seseorang menukarkan uang Rupiahnya dengan Dolar
Amerika di sebuah money changer, itulah yang disebut sharf.
Contoh aplikatif di masyarakat: Seorang jamaah haji dari
Indonesia ingin menukarkan uang Rupiahnya dengan Riyal Saudi untuk keperluan
belanja di Makkah. Proses penukaran Rupiah ke Riyal ini adalah contoh dari
transaksi sharf.
2. Hukum Sharf
حُكْمُهُ: الصَّرْفُ جَائِزٌ،
إِذْ هُوَ مِنَ الْبَيْعِ، وَالْبَيْعُ جَائِزٌ بِالْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ، قَالَ
تَعَالَى:
{وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ}
[البقرة: 275].
وَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: "بِيعُوا الذَّهَبَ
بِالْفِضَّةِ كَيْفَ شِئْتُمْ يَدًا بِيَدٍ".
2 - Hukumnya: Sharf hukumnya boleh (jaiz), karena ia
termasuk dalam kategori jual beli, dan jual beli itu dibolehkan berdasarkan
Al-Kitab (Al-Quran) dan As-Sunnah (Hadis). Allah Ta’ala berfirman:
{Dan Allah telah menghalalkan jual beli}
[Al-Baqarah: 275].
Dan Rasulullah ﷺ bersabda: "Juallah emas dengan
perak sesuka kalian, asalkan tunai (dari tangan ke tangan)."
Penjelasan: Hukum dasar dari transaksi
sharf adalah boleh atau halal. Ini didasarkan pada prinsip umum dalam Islam
bahwa jual beli itu diperbolehkan, sebagaimana firman Allah dalam Surah
Al-Baqarah ayat 275 yang secara eksplisit menyatakan kehalalan jual beli.
Selain itu, hadis Nabi Muhammad ﷺ juga secara spesifik
membolehkan pertukaran emas dan perak, dengan syarat harus dilakukan secara
tunai (langsung serah terima di tempat).
Ini menunjukkan bahwa transaksi pertukaran mata uang
adalah sah dalam syariat Islam, asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu.
Contoh aplikatif di masyarakat: Sebuah bank syariah
menawarkan layanan penukaran mata uang asing. Layanan ini sah dan diperbolehkan
dalam Islam karena memenuhi prinsip jual beli yang halal, dan transaksi
dilakukan secara tunai antara nasabah dan bank.
3. Hikmah Disyariatkannya Sharf
حِكْمَتُهُ: حِكْمَةُ
مَشْرُوعِيَّةِ الصَّرْفِ الْإِرْفَاقُ بِالْمُسْلِمِ فِي تَحْوِيلِ عُمْلَتِهِ
إِلَى عُمْلَةٍ أُخْرَى هُوَ فِي حَاجَةٍ إِلَيْهَا.
3 - Hikmahnya: Hikmah disyariatkannya sharf adalah untuk
memudahkan seorang Muslim dalam menukar mata uangnya ke mata uang lain yang ia
butuhkan.
Penjelasan: Tujuan utama dari
disyariatkannya sharf adalah untuk memberikan kemudahan dan fasilitas bagi umat
Muslim dalam memenuhi kebutuhan transaksi mereka. Dalam kehidupan sehari-hari,
seseorang seringkali membutuhkan mata uang yang berbeda untuk berbagai keperluan,
seperti perjalanan ke luar negeri, perdagangan internasional, atau pembayaran
barang/jasa dari negara lain. Tanpa adanya mekanisme sharf yang sah, akan sulit
bagi individu untuk melakukan transaksi lintas mata uang. Oleh karena itu,
syariat Islam membolehkan sharf sebagai bentuk kemudahan bagi umatnya.
Contoh aplikatif di masyarakat: Seorang importir
Indonesia perlu membayar barang dari China dalam mata uang Yuan. Dengan adanya
fasilitas sharf di bank atau money changer, importir tersebut dapat dengan
mudah menukarkan Rupiahnya ke Yuan, sehingga proses perdagangan internasional
dapat berjalan lancar dan kebutuhan bisnisnya terpenuhi.
4. Syarat-syarat Sharf
شُرُوطُهُ: يُشْتَرَطُ فِي
صِحَّةِ جَوَازِ الصَّرْفِ التَّقَابُضُ فِي الْمَجْلِسِ بِحَيْثُ يَكُونُ يَدًا
بِيَدٍ؛ لِقَوْلِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: "بِيعُوا
الذَّهَبَ بِالْفِضَّةِ كَيْفَ شِئْتُمْ يَدًا بِيَدٍ".
وَقَوْلِ عُمَرَ -
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: لَا، وَاللَّهِ لَا تُفَارِقُهُ حَتَّى تَأْخُذَ مِنْهُ،
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: "الذَّهَبُ
بِالْوَرِقِ رِبًا إِلَّا هَاءً وَهَاءً".
قَالَهُ عُمَرُ
لِطَلْحَةَ ابْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ لَمَّا اصْطَرَفَ مِنْهُ مَالِكُ بْنُ أَوْسٍ
فَأَخَذَ الدَّنَانِيرَ، وَقَالَ لَهُ: "حَتَّى يَأْتِيَ خَازِنِي مِنَ
الْغَابَةِ" يَعْنِي فَيُعْطِيهِ حِينَئِذٍ الدَّرَاهِمَ.
4 - Syarat-syaratnya: Disyaratkan dalam keabsahan sharf
adalah serah terima (taqabudh) di tempat transaksi (majelis) secara tunai (dari
tangan ke tangan); berdasarkan sabda Nabi ﷺ: "Juallah emas
dengan perak sesuka kalian, asalkan tunai (dari tangan ke tangan)."
Dan perkataan Umar bin Khattab ra: "Tidak, demi Allah,
janganlah kamu berpisah dengannya sampai kamu mengambil darinya."
Rasulullah ﷺ bersabda: "Emas dengan perak adalah riba kecuali 'haa' dan
'haa' (serah terima langsung)."
Umar mengatakan hal itu kepada Thalhah bin Ubaidillah
ketika Malik bin Aus melakukan sharf dengannya, lalu Malik mengambil dinar dan
berkata kepadanya: "Tunggu sampai bendaharawanku datang dari Ghaba"
(maksudnya, dia akan memberinya dirham saat itu).
Penjelasan: Syarat terpenting dalam
transaksi sharf agar sah dan tidak termasuk riba adalah "taqabudh fil
majlis" atau serah terima langsung di tempat transaksi. Ini berarti kedua
belah pihak harus menyerahkan dan menerima barang tukar (mata uang) pada saat
itu juga, tanpa ada penundaan. Hadis Nabi ﷺ dan tindakan Umar bin
Khattab ra yang menegaskan pentingnya serah terima langsung ini menunjukkan
bahwa penundaan dalam penyerahan salah satu mata uang akan menjadikan transaksi
tersebut riba. Konsep "riba kecuali 'haa' dan 'haa'" menekankan pentingnya
pertukaran yang segera dan tunai. Contoh aplikatif di masyarakat: Seseorang
ingin menukarkan 100 Dolar Amerika dengan Rupiah di sebuah money changer.
Syarat sahnya transaksi ini adalah money changer harus langsung menyerahkan
sejumlah Rupiah yang disepakati, dan nasabah harus langsung menyerahkan 100
Dolar Amerikanya pada saat itu juga, di tempat transaksi. Jika salah satu pihak
menunda penyerahan, misalnya money changer mengatakan "Rupiahnya nanti
sore baru ada", maka transaksi tersebut menjadi tidak sah dan tergolong
riba.
5. Ketentuan Sharf
أَحْكَامُهُ: لِلصَّرْفِ
أَحْكَامٌ، هِيَ:
5 – Hukum-hukumnya: Sharf memiliki beberapa hukum, yaitu:
5.1. Ketentuan Sharf ke-1:
1
- يَجُوزُ صَرْفُ الذَّهَبِ بِالذَّهَبِ، وَالْفِضَّةِ بِالْفِضَّةِ، إِذَا
اتَّحَدَا فِي الْوَزْنِ بِحَيْثُ لَا يَزِيدُ أَحَدُهُمَا عَلَى الْآخَرِ؛
لِقَوْلِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: "لَا تَبِيعُوا الذَّهَبَ
بِالذَّهَبِ إِلَّا مِثْلًا بِمِثْلٍ، وَلَا تُشِفُّوا بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ،
وَلَا تَبِيعُوا الْوَرِقَ بِالْوَرِقِ إِلَّا مِثْلًا بِمِثْلٍ، وَلَا تُشِفُّوا
بَعْضَهَا عَلَى بَعْضٍ، وَلَا تَبِيعُوا مِنْهَا غَائِبًا بِنَاجِزٍ".
وَكَانَ ذَلِكَ فِي
الْمَجْلِسِ؛ لِقَوْلِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: "الذَّهَبُ
بِالذَّهَبِ رِبًا إِلَّا هَاءً وَهَاءً، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ رِبًا إِلَّا
هَاءً وَهَاءً".
1 - Dibolehkan menukar emas dengan emas, dan perak dengan
perak, jika keduanya sama dalam beratnya sehingga tidak ada yang lebih dari
yang lain; berdasarkan sabda Nabi ﷺ: "Janganlah kalian menjual emas
dengan emas kecuali sama (beratnya), dan janganlah kalian melebihkan sebagian
atas sebagian yang lain. Dan janganlah kalian menjual perak dengan perak
kecuali sama (beratnya), dan janganlah kalian melebihkan sebagian atas sebagian
yang lain. Dan janganlah kalian menjual yang tidak ada (gaib) dengan yang ada
(tunai) dari keduanya."
Dan itu harus dilakukan di tempat transaksi (majelis);
berdasarkan sabda Nabi ﷺ: "Emas dengan emas adalah riba
kecuali 'haa' dan 'haa' (serah terima langsung), dan perak dengan perak adalah
riba kecuali 'haa' dan 'haa' (serah terima langsung)."
Penjelasan: Ketika mata uang yang
ditukarkan adalah sejenis (misalnya emas dengan emas, atau perak dengan perak),
maka ada dua syarat yang harus dipenuhi:
Pertama, harus sama beratnya (misalnya 10 gram emas
ditukar dengan 10 gram emas). Tidak boleh ada kelebihan atau kekurangan, karena
ini akan termasuk riba fadhl (riba karena kelebihan).
Kedua, harus dilakukan secara tunai di tempat transaksi
(taqabudh fil majlis), seperti yang dijelaskan sebelumnya. Penundaan atau
pertukaran yang tidak tunai akan termasuk riba nasi'ah (riba karena penundaan).
Contoh aplikatif di masyarakat: Seorang pedagang emas
ingin menukarkan emas batangan lamanya dengan emas batangan baru. Agar
transaksi ini sah secara syariat, berat emas yang ditukarkan harus sama persis,
dan serah terima kedua emas tersebut harus dilakukan pada saat itu juga di toko
emas. Jika ada perbedaan berat atau penundaan dalam penyerahan, transaksi
tersebut menjadi tidak sah.
5.2. Ketentuan Sharf ke-2:
2
- يَجُوزُ التَّفَاضُلُ مَعَ اخْتِلَافِ الْجِنْسِ كَذَهَبٍ بِفِضَّةٍ، إِذَا
كَانَ فِي الْمَجْلِسِ؛ لِقَوْلِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -:
"إِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَشْيَاءُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا
كَانَ يَدًا بِيَدٍ".
2 - Dibolehkan adanya perbedaan (tafadhul) dengan perbedaan
jenis, seperti emas dengan perak, jika dilakukan di tempat transaksi (majelis);
berdasarkan sabda Nabi ﷺ: "Apabila jenis-jenis ini berbeda,
maka juallah sesuka kalian jika dilakukan dari tangan ke tangan (tunai)."
Penjelasan: Berbeda dengan pertukaran mata
uang sejenis, ketika mata uang yang ditukarkan berbeda jenisnya (misalnya emas
dengan perak, atau Rupiah dengan Dolar), maka dibolehkan adanya perbedaan nilai
atau jumlah. Artinya, 10 gram emas bisa ditukar dengan sejumlah perak yang
nilainya berbeda, asalkan transaksi dilakukan secara tunai di tempat transaksi.
Syarat "tunai" ini tetap krusial untuk menghindari riba. Hadis Nabi ﷺ ini memberikan fleksibilitas dalam pertukaran mata uang yang
berbeda jenis, mengakui bahwa nilai intrinsik atau pasar dari jenis yang
berbeda mungkin tidak sama. Contoh aplikatif di masyarakat: Seseorang ingin
menukarkan perhiasan emas lamanya dengan sejumlah uang tunai (Rupiah). Dalam
transaksi ini, nilai emas dan Rupiah tentu berbeda. Transaksi ini sah asalkan
emas diserahkan dan uang diterima secara langsung pada saat itu juga di toko
perhiasan atau bank. Tidak ada keharusan untuk menyamakan berat atau jumlah,
karena jenis barang yang ditukar berbeda.
5.3 Ketentuan Sharf ke-3:
3
- إِذَا افْتَرَقَ الْمُتَصَارِفَانِ قَبْلَ التَّقَابُضِ بَطَلَ الصَّرْفُ؛
لِقَوْلِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - "إِلَّا هَاءً بِهَاءٍ".
وَقَوْلِهِ:
"إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ".
3 - Apabila kedua belah pihak yang melakukan sharf berpisah
sebelum serah terima (taqabudh), maka sharf tersebut batal; berdasarkan sabda
Nabi ﷺ: "kecuali 'haa' dengan 'haa' (serah terima
langsung)."
Dan sabdanya: "jika dilakukan dari tangan ke tangan
(tunai)."
Penjelasan: Poin ini menegaskan kembali
pentingnya syarat "taqabudh fil majlis". Jika kedua belah pihak yang
bertransaksi sharf berpisah dari tempat transaksi sebelum masing-masing
menyerahkan dan menerima mata uang yang ditukarkan, maka transaksi sharf tersebut
otomatis batal dan tidak sah. Hal ini untuk mencegah terjadinya riba nasi'ah
(riba karena penundaan). Kehadiran fisik kedua belah pihak dan serah terima
langsung di tempat transaksi adalah pilar utama keabsahan sharf. Contoh
aplikatif di masyarakat: Seseorang setuju untuk menukarkan 50 Euro dengan
Rupiah kepada temannya. Mereka berjanji akan bertemu di kafe besok untuk serah
terima. Namun, sebelum mereka bertemu dan melakukan serah terima, transaksi ini
belum sah. Jika salah satu pihak membatalkan atau mereka tidak jadi bertemu,
maka transaksi sharf tersebut batal karena tidak memenuhi syarat serah terima
di tempat transaksi secara tunai. Transaksi baru sah jika Euro diserahkan dan
Rupiah diterima pada saat yang sama di kafe tersebut.
Maraji: Kitab Minhajul Muslim Bab Sharf
Pelajaran dari Bab ini
1:
Definisi Sharf
Definisi:
Sharf adalah transaksi pertukaran mata uang (klasik: emas dan
perak; modern: mata uang fiat).
2:
Hukum Sharf
Hukum:
Sharf hukumnya boleh (halal).
·
Dasarnya adalah keumuman
hukum jual beli yang dihalalkan Allah (QS. Al-Baqarah: 275).
·
Dipertegas oleh hadis
Nabi Muhammad ﷺ yang membolehkan
pertukaran emas dan perak, dengan syarat serah terima tunai (yad bi yad).
3.
Hikmah Sharf
Hikmah:
Disyariatkannya sharf bertujuan untuk memudahkan umat Muslim dalam menukar
mata uang sesuai kebutuhan mereka, baik untuk keperluan perjalanan,
perdagangan, maupun transaksi lainnya.
4.
Syarat Sharf
Syarat
Utama: Syarat sah sharf adalah serah terima langsung di tempat transaksi
(taqabudh fil majlis) atau tunai (yad bi yad).
·
Penundaan serah terima
salah satu mata uang akan menjadikan transaksi batal dan tergolong riba.
·
Hal ini ditekankan oleh hadis
Nabi ﷺ ("Emas dengan perak adalah riba kecuali 'haa' dan
'haa'") serta tindakan Umar bin Khattab ra yang melarang perpisahan
sebelum serah terima sempurna.
5.
Hukum-hukum Sharf
Ketentuan
Hukum Berdasarkan Jenis Mata Uang:
1.
Pertukaran Mata Uang
Sejenis (misal: emas dengan emas, perak dengan perak):
o Wajib sama beratnya (tidak boleh ada
kelebihan/kekurangan).
o Wajib serah terima tunai (taqabudh fil majlis).
o Pelanggaran salah satu syarat akan menyebabkan transaksi riba
fadhl (kelebihan) atau riba nasi'ah (penundaan).
2.
Pertukaran Mata Uang
Berbeda Jenis (misal: emas dengan perak, Rupiah dengan Dolar):
o Dibolehkan ada perbedaan nilai/jumlah.
o Wajib serah terima tunai (yad bi yad) di tempat
transaksi.
o Hadis Nabi ﷺ membolehkan perbedaan ini asalkan tunai.
3.
Pembatalan Transaksi:
o Sharf batal jika kedua belah pihak berpisah sebelum
serah terima tunai selesai.
o Ini berdasarkan hadis Nabi ﷺ yang menekankan keharusan serah terima langsung.
5.
Relevansi Sharf dengan Mata Uang Fiat Modern
Meskipun
teks asli membahas emas dan perak, hukum Sharf berlaku mutatis mutandis pada
mata uang fiat modern (seperti Rupiah, Dolar, Euro, dll.). Ini karena mata
uang fiat saat ini berfungsi sebagai nilai tukar dan alat pembayaran yang sah,
menggantikan peran dinar dan dirham di masa lalu. Oleh karena itu, semua syarat
dan ketentuan Sharf, terutama prinsip tunai (serah terima langsung),
harus diterapkan pada pertukaran mata uang kertas untuk menghindari riba.
6.
Sharf Sebagai Pencegah Riba dalam Transaksi Keuangan
Fokus
utama pada syarat serah terima tunai (taqabudh fil majlis) dalam Sharf
adalah mekanisme penting dalam mencegah terjadinya riba. Tanpa syarat
ini, transaksi pertukaran mata uang dapat berubah menjadi riba nasi'ah (riba
karena penundaan) atau riba fadhl (riba karena kelebihan), yang secara tegas
diharamkan dalam Islam. Hal ini menunjukkan bahwa ketentuan Sharf bukan sekadar
formalitas, melainkan fondasi untuk menjaga keadilan dan keberkahan dalam
sistem keuangan Islam.
7.
Implikasi pada Transaksi Keuangan Digital
Di
era digital saat ini, di mana banyak transaksi mata uang dilakukan secara
online atau melalui transfer elektronik, penerapan syarat tunai (taqabudh)
memerlukan pemahaman yang cermat. Para ulama kontemporer berijtihad bahwa
selama transfer dana terjadi secara instan dan tidak tertunda di kedua
belah pihak (misalnya, melalui sistem real-time gross settlement/RTGS atau
transfer antar rekening di bank yang sama yang langsung masuk), hal itu dapat
dianggap memenuhi syarat tunai. Namun, jika ada penundaan yang signifikan atau
ketidakpastian dalam penerimaan dana, transaksi tersebut dapat berisiko riba.
Ini menjadi pertimbangan penting bagi individu maupun institusi keuangan yang
terlibat dalam pertukaran mata uang secara digital.
Pelanggaran Syariah Dalam
Transaksi Sharf
Pelanggaran
syariah dalam transaksi sharf, baik dulu maupun kini, utamanya berpusat pada prinsip
serah terima tunai (taqabudh fil majlis) dan kesetaraan dalam pertukaran
sejenis. Meskipun bentuk transaksinya berevolusi, esensi pelanggarannya
tetap sama.
Pelanggaran di Masa Lalu
(Emas dan Perak)
Di
masa lalu, pelanggaran syariah dalam sharf biasanya terjadi secara fisik dan
mudah diamati:
·
Penundaan Serah Terima
(Riba Nasi'ah): Ini adalah pelanggaran paling umum. Contohnya, seseorang
menukarkan dinar emas dengan dirham perak, namun salah satu pihak baru akan
menyerahkan mata uangnya di kemudian hari atau di tempat lain. Misalnya,
pedagang emas menerima perak dari pembeli, tetapi berjanji akan memberikan
emasnya besok. Ini secara tegas diharamkan oleh hadis Nabi ﷺ dan disebut sebagai
riba.
·
Kelebihan dalam
Pertukaran Sejenis (Riba Fadhl): Terjadi ketika emas ditukar dengan emas
atau perak dengan perak, tetapi ada perbedaan berat atau kualitas yang
disetarakan dengan perbedaan jumlah. Misalnya, 10 gram emas murni ditukar
dengan 11 gram emas yang kurang murni, tanpa memperhitungkan perbedaan kualitas
secara terpisah. Syariat mewajibkan pertukaran sejenis harus setara dalam
timbangan, tidak boleh ada kelebihan sedikit pun.
Pelanggaran di Masa Kini
(Transaksi Online)
Dalam
transaksi sharf secara online, pelanggaran syariah masih berkisar pada prinsip
dasar yang sama, namun dengan kompleksitas teknis yang lebih tinggi:
1.
Transfer Dana yang
Tertunda atau Tidak Langsung (Riba Nasi'ah): Ini adalah tantangan terbesar
dalam transaksi online. Jika seseorang menukar Rupiah dengan Dolar melalui
platform online, dan transfer Dolar atau Rupiah tidak terjadi secara real-time
atau instan di kedua sisi. Contohnya:
o Pengguna mentransfer Rupiah, namun platform mengklaim Dolar baru
akan masuk ke saldo pengguna dalam beberapa jam atau hari kerja berikutnya.
o Sistem kliring antarbank yang menyebabkan dana baru terproses
dan masuk ke rekening penerima setelah jeda waktu tertentu, padahal pengirim
sudah mendebit dananya.
o Penggunaan e-wallet atau payment gateway yang
menahan dana sementara waktu sebelum melepaskannya ke rekening tujuan,
menciptakan jeda antara penyerahan dan penerimaan mata uang.
2.
Perbedaan Kurs Valuta
Asing yang Mengandung Unsur Riba (Riba Fadhl terselubung): Meskipun secara
umum perbedaan kurs antar mata uang berbeda jenis dibolehkan, pelanggaran bisa
terjadi jika ada manipulasi atau eksploitasi yang menyebabkan nilai tukar tidak
adil atau transparan. Ini lebih ke ranah etika bisnis Islami, namun bisa mengarah
pada riba jika ada kesepakatan yang tidak jelas atau adanya janji pertukaran di
masa depan dengan kurs yang menguntungkan salah satu pihak secara tidak wajar.
3.
Transaksi Forex
Spekulatif (Tidak Tunai dan Tanpa Penguasaan Aset): Ini adalah bentuk
pelanggaran besar. Banyak platform trading forex online yang
memungkinkan individu membeli atau menjual mata uang asing tanpa benar-benar
terjadi serah terima fisik atau bahkan penguasaan dana secara penuh. Transaksi
ini seringkali hanya berbasis pergerakan angka di layar, dengan niat spekulasi dan
mengambil keuntungan dari selisih kurs yang cepat, tanpa memenuhi syarat taqabudh
yang hakiki. Dana hanya "terlihat" di platform, namun tidak
benar-benar dikuasai atau ditransfer. Ini jelas termasuk riba dan gharar
(ketidakpastian/spekulasi berlebihan) karena tidak ada pertukaran tunai yang
sesungguhnya.
Memahami
esensi taqabudh fil majlis sangat krusial dalam dunia digital. Selama serah
terima dana berlangsung seketika dan tidak tertunda di kedua
belah pihak, prinsip syariah dapat terpenuhi. Namun, setiap jeda atau penundaan
dalam proses penyerahan/penerimaan dana menjadi indikasi pelanggaran yang harus
dihindari.
Aplikasi Sharf pada
Transaksi Selain Penukaran Mata Uang
Konsep
Sharf, yang dikenal dengan prinsip taqabudh fil majlis (serah terima di tempat
transaksi), sebenarnya bisa diperluas ke transaksi yang melibatkan
barang-barang ribawi lainnya. Dalam fikih, ada enam jenis barang yang
digolongkan sebagai barang ribawi karena memiliki potensi riba jika
tidak diperlakukan sesuai syariat. Barang-barang ini adalah:
1.
Emas
2.
Perak
3.
Gandum
4.
Kurma
5.
Garam
6.
Sya'ir (jelai)
Dari
keenam jenis ini, emas dan perak adalah barang yang secara langsung terkait
dengan Sharf sebagai mata uang. Namun, prinsip Sharf (serah terima tunai dan
kesetaraan jika sejenis) juga berlaku untuk keempat barang ribawi lainnya
ketika ditukarkan.
Contoh Aplikasi Sharf pada Transaksi Selain Penukaran
Mata Uang:
1.
Pertukaran Komoditas Pangan Sejenis (Riba Fadhl dan Riba Nasi'ah)
·
Kasus: Seorang
petani memiliki 100 kg gabah (padi yang belum digiling) dan ingin menukarnya
dengan 100 kg beras (padi yang sudah digiling) dari petani lain.
·
Hukum Sharf Terapan:
Karena gabah dan beras adalah jenis yang sama (sama-sama beras, hanya
beda bentuk), maka pertukaran ini harus memenuhi dua syarat utama Sharf:
1.
Sama Timbangannya:
100 kg gabah harus ditukar dengan 100 kg gabah atau jika ditukar dengan
beras yang merupakan hasil olahannya dan masih satu illat (kesamaan
tujuan/nilai sebagai bahan pangan pokok), maka harus ada kesetaraan nilai atau
kesepakatan bahwa beras tersebut merupakan hasil dari gabah tersebut. Dalam
konteks pertukaran beras dengan beras, misalnya, 100 kg beras ditukar dengan
100 kg beras. Tidak boleh 100 kg beras ditukar dengan 90 kg beras,
karena ini akan menjadi riba fadhl (riba karena kelebihan/kekurangan).
2.
Serah Terima Tunai (Taqabudh):
Pertukaran harus dilakukan seketika di tempat transaksi. Petani A
menyerahkan 100 kg gabah/berasnya, dan Petani B langsung menyerahkan 100 kg
beras/gabahnya. Tidak boleh ada penundaan di mana salah satu pihak baru
akan menyerahkan barangnya besok atau lusa, karena ini akan menjadi riba
nasi'ah (riba karena penundaan).
2.
Pertukaran Komoditas Pangan Berbeda Jenis (Hanya Riba Nasi'ah)
·
Kasus: Seseorang
ingin menukarkan 50 kg kurma dengan 70 kg gandum.
·
Hukum Sharf Terapan:
Karena kurma dan gandum adalah jenis yang berbeda (meskipun sama-sama
barang ribawi pangan), maka:
1.
Boleh Berbeda
Timbangan/Jumlah: Tidak harus sama timbangannya. Diperbolehkan 50 kg kurma
ditukar dengan 70 kg gandum, asalkan nilai tukarnya disepakati.
2.
Wajib Serah Terima Tunai
(Taqabudh): Namun, pertukaran harus tetap dilakukan seketika di tempat
transaksi. Kurma harus langsung diserahkan, dan gandum harus langsung
diterima, tanpa penundaan. Jika ada penundaan, ini akan menjadi riba nasi'ah.
3.
Jual Beli Emas/Perak dengan Pembayaran Tunai (Mirip Sharf)
·
Kasus: Seseorang
membeli 5 gram emas perhiasan dengan uang tunai (Rupiah).
·
Hukum Sharf Terapan:
Meskipun secara teknis bukan sharf murni (karena emas ditukar dengan mata uang
fiat yang tidak sama jenis ribawinya), namun ulama kontemporer sepakat bahwa
prinsip taqabudh juga berlaku. Uang harus diserahkan dan emas harus diterima
pada saat yang sama di toko.
o Pelanggaran: Jika pembeli menyerahkan uang, tetapi toko
perhiasan meminta pembeli datang lagi besok untuk mengambil emasnya (karena
perlu dibuat/diukur), ini adalah pelanggaran taqabudh dan bisa masuk kategori
riba nasi'ah.
o Ilustrasi Aplikasif di Masyarakat: Ketika Anda membeli
emas batangan di toko emas, Anda memberikan uang tunai atau mentransfer secara real-time,
dan toko langsung menyerahkan emasnya kepada Anda. Ini adalah contoh aplikasi
yang benar.
Intinya,
di luar penukaran mata uang itu sendiri, konsep Sharf mengingatkan kita bahwa setiap
pertukaran barang ribawi (emas, perak, gandum, kurma, garam, jelai)—baik
dengan jenis yang sama maupun berbeda—menuntut serah terima tunai untuk
menghindari riba nasi'ah. Jika jenisnya sama, ditambah syarat kesetaraan
untuk menghindari riba fadhl. Ini adalah prinsip fundamental dalam muamalah
Islam untuk memastikan keadilan dan keberkahan dalam transaksi komersial.
Barang-Barang Di Masa Kini
Yang Diqiyaskan Barang Ribawi
Penting
untuk memahami bahwa penetapan barang ribawi di masa kini didasarkan pada illat
(alasan atau karakteristik hukum) dari barang ribawi yang disebutkan dalam
hadis Nabi ﷺ. Para ulama melakukan qiyas (analogi) untuk
mengidentifikasi barang-barang modern yang memiliki illat yang sama.
Secara
umum, illat (alasan hukum) yang paling dominan untuk barang ribawi adalah:
1.
Untuk Emas dan Perak:
Illat-nya adalah tsamaniyyah (nilai sebagai alat tukar/harga), atau
karena keduanya ditimbang (mawzuni).
2.
Untuk Gandum, Kurma,
Garam, dan Sya'ir: Illat-nya adalah qut (makanan pokok) dan dapat
disimpan (muddaḵar), atau karena ditakar (makili).
Berdasarkan
illat ini, berikut adalah barang-barang lain di masa kini yang diqiyaskan sama
atau sejenis dengan barang ribawi yang telah ditentukan dalam hadis:
1.
Diqiyaskan dengan Emas dan Perak (Tsamaniah/Alat Tukar atau Ditimbang)
·
Mata Uang Fiat (Uang
Kertas dan Koin Modern):
o Alasan Qiyas: Ini adalah qiyas yang paling disepakati
ulama kontemporer. Uang kertas dan koin modern, seperti Rupiah, Dolar, Euro,
Yen, dll., berfungsi sebagai alat tukar utama (tsamaniyyah) di masa
kini, sama seperti emas dan perak di masa lalu.
o Implikasi Hukum: Oleh karena itu, semua hukum Sharf yang
berlaku untuk emas dan perak (yaitu, wajib serah terima tunai (taqabudh)
dalam pertukaran sesama mata uang fiat, dan tidak boleh ada kelebihan (tamatsul)
jika jenisnya sama (misalnya, menukar Rp100.000 dengan Rp90.000, atau $100
dengan $90)). Jika beda jenis (misalnya Rupiah dengan Dolar), boleh berbeda
nilai tetapi wajib tunai.
2.
Diqiyaskan dengan Gandum, Kurma, Garam, dan Sya'ir (Makanan Pokok, Dapat
Disimpan, atau Ditakar)
Pendapat
ulama mengenai perluasan kategori ini sedikit beragam, tergantung pada illat
yang mereka anggap paling kuat:
·
Makanan Pokok (Qut) yang
Tahan Lama/Dapat Disimpan:
o Alasan Qiyas: Banyak ulama yang berpendapat bahwa illat utama
pada gandum, kurma, dll., adalah statusnya sebagai makanan pokok (qut)
dan kemampuannya untuk disimpan (muddaḵar) dalam jangka waktu lama, yang
menjadikannya komoditas penting.
o Barang yang Diqiyaskan: Berdasarkan ini, semua bahan
makanan pokok yang dapat disimpan di masa kini termasuk kategori ribawi,
seperti:
§ Beras (makanan pokok di sebagian besar Asia, termasuk
Indonesia)
§ Gandum (dalam berbagai bentuk olahan, seperti tepung)
§ Jagung
§ Sagu
o Implikasi Hukum: Pertukaran antar barang sejenis (misal:
beras dengan beras) harus sama takarannya/timbangannya dan tunai.
Pertukaran antar barang berbeda jenis (misal: beras dengan gula) boleh berbeda
takarannya/timbangannya, tetapi wajib tunai.
·
Barang yang Ditakar atau
Ditimbang (Tanpa Memandang Makanan Pokok/Tidak):
o Alasan Qiyas: Beberapa mazhab (seperti Hanafiyah dan
Hanabilah) memiliki pandangan yang lebih luas, bahwa illat riba pada empat
jenis barang ribawi lainnya adalah karena mereka ditakar (makili) atau ditimbang
(mawzuni).
Penting
untuk Diperhatikan:
·
Kesepakatan Ulama:
Meskipun ada perbedaan pendapat dalam detail qiyas, mayoritas ulama sepakat
bahwa prinsip riba (terutama riba nasi'ah) berlaku meluas pada barang-barang
yang memiliki illat yang sama dengan barang ribawi yang disebutkan dalam hadis.
·
Fokus pada Taqabudh:
Dalam semua kasus ini, syarat serah terima tunai (taqabudh fil majlis)
tetap menjadi aspek paling krusial untuk memastikan keabsahan transaksi dan
menghindari riba.
Dengan
pemahaman ini, umat Muslim dapat lebih berhati-hati dalam melakukan berbagai
jenis transaksi di masa kini agar sesuai dengan syariat Islam.
Penutup Kajian
Alhamdulillah, Bapak, Ibu, dan Saudara-saudari sekalian yang dirahmati Allah, kita telah sampai di penghujung kajian kita tentang Akad Sharf. Semoga materi yang telah kita bahas bersama, mulai dari definisi, hukum, syarat-syaratnya, hingga analisis mendalam tentang aplikasinya di masa kini, termasuk isu jual beli emas cicil, dapat memberikan pencerahan bagi kita semua.
Faedah Mengkaji Akad Sharf
Mari kita ingat kembali, apa saja faedah besar yang kita dapatkan dari kajian Sharf ini:
Kita kini lebih memahami akar masalah riba. Kita tidak lagi melihat riba hanya sebagai "bunga", tetapi sebagai setiap penambahan yang tidak sah atau penundaan yang tidak dibenarkan dalam pertukaran barang-barang ribawi, terutama mata uang. Pemahaman ini adalah perisai bagi harta dan keberkahan hidup kita.
Kita menjadi lebih cermat dalam bertransaksi. Ketika menukar uang di money changer, membeli emas, atau bahkan melakukan transfer dana secara online, kita sekarang memiliki pedoman yang jelas: prinsip tunai (
taqabudh
) adalah kunci. Jika transaksinya sejenis, kesamaan jumlah juga mutlak. Ini melindungi kita dari transaksi yang tidak sah dan menjauhkan kita dari praktik riba yang diharamkan.Kita mengerti mengapa jual beli emas secara cicil itu bermasalah. Argumentasi bahwa emas adalah "barang dagangan" tidak serta merta menghapus sifat aslinya sebagai alat tukar yang memerlukan serah terima tunai. Ini adalah poin krusial yang sering luput dari perhatian, namun memiliki dampak besar bagi ekonomi mikro dan makro kita. Dengan pemahaman ini, kita bisa menghindari jebakan utang riba yang tidak produktif dan berisiko.
Kita diajak untuk membangun ekonomi yang lebih adil dan berkah. Dengan menjauhi riba dan menerapkan Sharf yang benar, kita turut berkontribusi pada terciptanya sistem ekonomi yang bebas dari eksploitasi, mendorong investasi di sektor riil, serta mengurangi kesenjangan kekayaan di masyarakat. Ini adalah bagian dari ibadah kita, menjalankan perintah Allah dalam bermuamalah.
Harapan Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari
Kajian kita tidak akan berhenti di sini. Ilmu yang telah kita dapatkan ini sejatinya adalah amanah yang harus kita terapkan dan sebarkan. Saya sangat berharap Bapak, Ibu, dan Saudara-saudari sekalian dapat:
Mulai menerapkan prinsip
taqabudh
dalam setiap transaksi pertukaran mata uang atau pembelian emas. Pastikan selalu ada serah terima yang tunai dan langsung, tanpa penundaan.Menjadi agen edukasi bagi keluarga, teman, atau bahkan lingkungan sekitar Anda. Bagikan pengetahuan tentang bahaya riba dalam jual beli emas cicil dan pentingnya Sharf yang benar.
Memilih lembaga keuangan syariah yang benar-benar patuh pada prinsip-prinsip ini, dan selalu bertanya serta memastikan akad yang digunakan sudah sesuai syariah.
Berhati-hati terhadap tawaran yang terlihat menggiurkan namun berpotensi mengandung unsur riba, terutama dalam hal utang dan investasi. Prioritaskan keberkahan di atas keuntungan sesaat.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita taufik dan hidayah untuk memahami dan mengamalkan syariat-Nya dalam setiap sendi kehidupan, termasuk dalam muamalah kita. Semoga harta kita senantiasa diberkahi dan dijauhkan dari segala bentuk yang diharamkan. Terima kasih atas perhatian dan partisipasi Bapak, Ibu, dan Saudara-saudari sekalian.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْـحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Mari kita tutup kajian kita ini dengan doa kafaratul majelis.
.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ