Kajian: Iqalah – Pembatalan Jual Beli (Kitab Minhajul Muslim)
بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ.
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga kita bisa berkumpul di majelis ilmu yang mulia ini. Selawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad ﷺ ., keluarga, para sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.
Pentingnya Memahami Fikih Muamalah: Solusi Menghadapi Kompleksitas Ekonomi Modern
Bapak, Ibu, dan Saudara-saudari sekalian, di era modern ini, kehidupan kita tak bisa lepas dari berbagai bentuk transaksi dan interaksi ekonomi. Mulai dari urusan yang paling sederhana seperti membeli kebutuhan sehari-hari di warung, berbelanja daring, hingga transaksi yang lebih kompleks seperti jual beli properti, investasi, atau bahkan pembiayaan syariah.
Namun, pernahkah kita berhenti sejenak untuk merenungkan: apakah semua transaksi yang kita lakukan ini sudah sesuai dengan syariat Islam? Apakah kita sudah memahami hak dan kewajiban kita sebagai penjual atau pembeli? Bagaimana jika terjadi masalah dalam transaksi, seperti salah satu pihak menyesal atau barang yang dibeli tidak sesuai?
Di tengah hiruk-pikuk aktivitas ekonomi yang semakin beragam dan terkadang membingungkan, banyak dari kita yang mungkin merasa abai atau kurang memahami hukum-hukum syariat yang mengatur transaksi finansial. Akibatnya, tak jarang kita terjebak dalam praktik-praktik yang meragukan, bahkan mungkin haram, tanpa kita sadari. Permasalahan ini bukan hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada keberkahan rezeki dan ketenteraman masyarakat secara luas.
Oleh karena itu, kajian kita pada hari ini, yang akan membahas salah satu bab penting dalam fikih muamalah, yaitu "Iqalah" atau pembatalan jual beli, menjadi sangat relevan dan mendesak untuk kita pelajari bersama. Memahami Iqalah bukan hanya sekadar menambah wawasan keagamaan, tetapi juga membekali kita dengan ilmu praktis yang bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Urgensi kajian ini terletak pada beberapa hal:
Menjaga Keberkahan Rezeki: Dengan memahami hukum-hukum jual beli, termasuk Iqalah, kita bisa memastikan bahwa setiap harta yang kita peroleh adalah halal dan berkah.
Menumbuhkan Etika Bermuamalah: Iqalah mengajarkan kita tentang pentingnya sikap saling tolong-menolong, berempati, dan memberikan kemudahan kepada sesama, terutama saat salah satu pihak mengalami penyesalan atau kesulitan. Ini adalah cerminan akhlak mulia dalam Islam.
Menghindari Perselisihan: Pemahaman yang benar tentang Iqalah akan membantu kita menyelesaikan potensi perselisihan dalam transaksi dengan cara yang Islami dan damai, tanpa merugikan salah satu pihak.
Meningkatkan Kesadaran Hukum Syariah: Kajian ini akan membuka mata kita tentang betapa detailnya Islam mengatur setiap aspek kehidupan, termasuk dalam berinteraksi ekonomi, demi kemaslahatan umat.
Mari kita manfaatkan waktu ini sebaik-baiknya untuk menyelami ilmu fikih muamalah, khususnya tentang Iqalah. Semoga Allah Swt. memberkahi majelis kita ini dan menjadikan ilmu yang kita dapatkan sebagai bekal untuk meraih keberkahan di dunia dan akhirat. Aamiin ya Rabbal Alamin.
---
الْمَادَّةُ التَّاسِعَةُ: فِي الْإِقَالَةِ
Pasal Kesembilan: Tentang Iqalah (Pembatalan Jual Beli)
1.
Definisi
تَعْرِيفُهَا: الْإِقَالَةُ هِيَ
فَسْخُ الْبَيْعِ وَتَرْكُهُ وَرَدُّ الثَّمَنِ إِلَى صَاحِبِهِ وَالسِّلْعَةِ
إِلَى بَائِعِهَا إِذَا نَدِمَ أَحَدُ الْمُتَبَايِعَيْنِ أَوْ كِلَاهُمَا.
Definisinya: Iqalah
adalah membatalkan jual beli, meninggalkannya, mengembalikan harga kepada
pemiliknya, dan mengembalikan barang kepada penjualnya, jika salah satu dari
kedua belah pihak yang bertransaksi atau keduanya menyesal.
Penjelasan: Iqalah, dalam konteks fikih muamalah,
adalah sebuah kesepakatan antara penjual dan pembeli untuk membatalkan akad
jual beli yang telah terjadi. Ini terjadi ketika salah satu pihak atau keduanya
merasakan penyesalan atau ketidaknyamanan setelah transaksi berlangsung,
sehingga mereka sepakat untuk mengembalikan kondisi seperti semula: pembeli
mengembalikan barang dan penjual mengembalikan uang. Hal ini menunjukkan
pentingnya keridaan dan kemudahan dalam bermuamalah antar sesama muslim.
Contoh aplikatif:
Misalnya, Pak Budi membeli sebuah kulkas dari Toko
Elektronik Jaya. Sesampainya di rumah, Bu Budi, istrinya, merasa bahwa kulkas
tersebut terlalu besar untuk dapur mereka dan menyarankan untuk membeli kulkas
yang lebih kecil. Pak Budi kemudian kembali ke Toko Elektronik Jaya dan
berbicara dengan Pak Amir, pemilik toko. Karena Pak Amir memahami kondisi Pak
Budi dan ingin menjaga kepuasan pelanggan, mereka sepakat untuk membatalkan
pembelian. Pak Budi mengembalikan kulkas, dan Pak Amir mengembalikan uang pembayaran
secara penuh. Ini adalah contoh konkret dari iqalah yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, di mana penyesalan salah satu pihak (Pak Budi)
diakomodasi oleh pihak lain (Pak Amir) demi kebaikan bersama dan menjaga
hubungan baik.
2. Hukum
حُكْمُهُ: تُسْتَحَبُّ
الْإِقَالَةُ عِنْدَ طَلَبِ أَحَدِ الْمُتَبَايِعَيْنِ لَهَا لِقَوْلِهِ - صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: "مَنْ أَقَالَ مُسْلِمًا بَيْعَتَهُ أَقَالَ
اللهُ عَثْرَتَهُ". وَقَوْلِهِ - صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: "مَنْ أَقَالَ نَادِمًا أَقَالَهُ اللهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ".
Hukumnya: Iqalah
disunahkan (mustahab) ketika salah satu dari kedua belah pihak yang
bertransaksi memintanya, berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ: "Barang siapa
yang membatalkan jual beli seorang Muslim, niscaya Allah akan membatalkan
kesalahannya (kesulitan/kekeliruannya)." Dan sabdanya ﷺ: "Barang siapa
yang membatalkan (jual beli) orang yang menyesal, niscaya Allah akan
membatalkannya (mengampuninya/menyelamatkannya) pada Hari Kiamat."
Penjelasan: Hukum iqalah adalah mustahab
(disunahkan), terutama jika ada permintaan dari salah satu pihak yang
merasa menyesal. Hal ini menunjukkan betapa Islam sangat menganjurkan sikap saling
tolong-menolong, memaafkan, dan berempati terhadap sesama Muslim.
Dalil-dalil dari Hadis Nabi ﷺ secara eksplisit menyebutkan pahala besar
bagi mereka yang mau melakukan iqalah, yaitu Allah akan menghilangkan kesulitan
atau kesalahan mereka di dunia dan akhirat. Ini adalah bentuk kemudahan
dalam bermuamalah yang sangat ditekankan dalam syariat.
Dalil dari Al-Qur'an yang mendukung prinsip kemudahan
dalam Islam: Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam Surah Al-Baqarah
ayat 280:
وَإِنْ كَانَ ذُو
عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيْسَرَةٍ ۚ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ
كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan,
maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu
menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, itu lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui." Ayat ini, meskipun berbicara tentang utang-piutang,
menggarisbawahi prinsip memudahkan orang yang kesulitan dan pahala yang
besar bagi mereka yang berbuat demikian. Prinsip ini sangat relevan dengan
semangat iqalah.
Dalil dari Hadis Nabi ﷺ: Hadis yang
disebutkan di atas merupakan dalil utama mengenai keutamaan iqalah
: "مَنْ أَقَالَ مُسْلِمًا
بَيْعَتَهُ أَقَالَ اللهُ عَثْرَتَهُ."
(Hadis riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah) "Barang siapa
yang membatalkan jual beli seorang Muslim, niscaya Allah akan membatalkan
kesalahannya."
"مَنْ أَقَالَ نَادِمًا
أَقَالَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ."
(Hadis riwayat Baihaqi) "Barang siapa yang membatalkan
(jual beli) orang yang menyesal, niscaya Allah akan membatalkannya
(mengampuninya/menyelamatkannya) pada Hari Kiamat."
Contoh aplikatif:
Seorang petani, Pak Hadi, membeli bibit
unggul dalam jumlah besar dari distributor, Pak Arif. Beberapa hari kemudian,
terjadi hama di desanya yang membuat banyak petani lain membatalkan rencana
tanamnya. Pak Hadi khawatir bibitnya tidak akan laku jika ia tanam sekarang dan
ia akan rugi besar. Ia mendatangi Pak Arif dan menjelaskan situasinya, meminta
untuk membatalkan sebagian pembelian bibit. Karena Pak Arif memahami kesulitan
yang dialami Pak Hadi dan ia pun ingin mendapat pahala dari Allah, ia menyetujui
pembatalan tersebut dan mengembalikan uang Pak Hadi sesuai jumlah bibit yang
tidak jadi dibeli. Tindakan Pak Arif ini adalah aplikasi dari hadis di atas, di
mana ia memudahkan kesulitan sesama muslim dan berharap pengampunan dari Allah.
3. Ketentuan Iqalah
أَحْكَامُ الْإِقَالَةِ هِيَ Hukum-hukumnya:
Ketentuan ke-1:
اخْتُلِفَ، هَلِ
الْإِقَالَةُ تُعْتَبَرُ فَسْخًا لِلْبَيْعِ الْأَوَّلِ، أَوْ هِيَ بَيْعٌ
جَدِيدٌ؟. ذَهَبَ إِلَى الْأَوَّلِ أَحْمَدُ
وَالشَّافِعِيُّ وَأَبُو حَنِيفَةَ، وَإِلَى الثَّانِي مَالِكٌ، رَحِمَهُمُ اللهُ.
1 - Terdapat perbedaan pendapat, apakah iqalah dianggap
sebagai pembatalan jual beli yang pertama, ataukah ia adalah jual beli yang
baru? Madzhab Ahmad (Hanbali), Syafi'i, dan Abu Hanifah (Hanafi) berpendapat
bahwa iqalah adalah pembatalan jual beli yang pertama, sedangkan Madzhab Malik
berpendapat bahwa ia adalah jual beli yang baru, semoga Allah merahmati mereka
semua.
Penjelasan: Para ulama fikih memiliki perbedaan
pandangan mengenai hakikat iqalah: apakah ia sekadar membatalkan akad jual
beli sebelumnya (fasakh) atau justru merupakan akad jual beli yang baru dengan
objek dan harga yang sama. Perbedaan ini memiliki implikasi hukum pada beberapa
detail, misalnya terkait dengan hak syuf'ah (hak pre-emption) atau masalah
riba. Namun, intinya tetap pada esensi kesepakatan untuk mengembalikan
keadaan seperti semula. Mayoritas ulama (Hanafi, Syafi'i, Hanbali)
cenderung menganggapnya sebagai fasakh, yang berarti transaksi awal dianggap
tidak pernah ada.
Contoh aplikatif:
Jika sebuah toko elektronik menjual laptop kepada
pelanggan, lalu kemudian terjadi iqalah, maka menurut pendapat mayoritas
(fasakh), transaksi jual beli laptop tersebut dianggap batal dan tidak pernah
terjadi. Ini berarti toko tidak perlu mengeluarkan faktur penjualan baru atau
mencatatnya sebagai penjualan lain. Status laptop dan uang kembali ke posisi
sebelum transaksi. Namun, menurut pendapat Malik (jual beli baru), toko perlu
mencatat transaksi iqalah ini sebagai sebuah penjualan baru (meskipun dengan tujuan
pengembalian) yang mungkin memerlukan pencatatan ulang untuk tujuan akuntansi
atau perpajakan.
Ketentuan ke-2:
تَجُوزُ الْإِقَالَةُ إِنْ هَلَكَ بَعْضُ
الْبَيْعِ فِي الْبَعْضِ الْبَاقِي.
2 - Iqalah diperbolehkan jika sebagian dari barang yang
diperjualbelikan itu rusak atau hilang, pada bagian yang tersisa.
Penjelasan: Poin ini menjelaskan bahwa iqalah
tetap boleh dilakukan meskipun ada sebagian barang yang sudah rusak atau
hilang, selama masih ada sisa barangnya. Tentu saja, harga yang
dikembalikan akan disesuaikan dengan nilai barang yang tersisa atau disepakati
oleh kedua belah pihak. Ini menunjukkan fleksibilitas fikih dalam
mengakomodasi kondisi riil di lapangan, sehingga tujuan tolong-menolong dan
memudahkan tetap tercapai.
Contoh aplikatif:
Bu Aminah membeli 10 kg jeruk dari Pak Ali. Setibanya di
rumah, Ia menyesal dan ingin mengembalikan jeruk tersebut. Bu Aminah mendapati 2
kg jeruk di antaranya sudah busuk karena perjalanan dari took buah ke rumahnya.
Ketika ia mendatangi Pak Ali, mereka sepakat untuk melakukan iqalah hanya untuk
8 kg jeruk yang masih bagus, sementara 2 kg yang busuk tidak dihitung. Pak Ali
mengembalikan uang Bu Aminah sejumlah harga 8 kg jeruk, dan Bu Aminah
mengembalikan 8 kg jeruk tersebut. Ini menunjukkan bahwa iqalah tetap sah
meskipun ada sebagian barang yang tidak sempurna.
Ketentuan ke-3:
لَا يَجُوزُ فِي الْإِقَالَةِ أَنْ يَنْقُصَ
الثَّمَنُ أَوْ يَزِيدَ وَإِلَّا فَلَا إِقَالَةَ، وَأَصْبَحَتْ حِينَئِذٍ بَيْعًا
جَدِيدًا تَجْرِي عَلَيْهِ أَحْكَامُ الْبَيْعِ بِكَامِلِهَا مِنِ اسْتِحْقَاقِ
الشُّفْعَةِ، وَاشْتِرَاطِ الْقَبْضِ فِي الطَّعَامِ، وَمَا إِلَى ذَلِكَ مِنْ
صِيغَةِ الْبَيْعِ وَغَيْرِهَا.
3 - Tidak boleh dalam iqalah mengurangi harga atau
menambahnya, jika tidak demikian maka tidak disebut iqalah, dan ia akan menjadi
jual beli baru yang berlaku padanya hukum-hukum jual beli secara keseluruhan,
seperti hak syuf'ah (hak membeli lebih dulu), syarat serah terima (qabdh) dalam
makanan, dan lain sebagainya dari bentuk jual beli dan lainnya.
Penjelasan: Syarat penting dalam iqalah adalah harga
yang dikembalikan harus sama persis dengan harga awal transaksi. Jika ada
perubahan harga (lebih rendah atau lebih tinggi), maka akad tersebut tidak lagi
disebut iqalah, melainkan dianggap sebagai akad jual beli baru.
Konsekuensinya, semua hukum jual beli yang berlaku pada transaksi baru akan
diterapkan, seperti adanya hak syuf'ah (hak prioritas membeli bagi pihak
tertentu), atau syarat serah terima (qabdh) yang langsung dalam jual
beli makanan untuk menghindari riba. Ini menunjukkan kehati-hatian syariat
agar tidak terjadi celah untuk praktik riba atau ketidakadilan lainnya.
Contoh aplikatif:
Seseorang membeli sebidang tanah dari tetangganya
seharga Rp 500 juta. Beberapa waktu kemudian, pembeli menyesal karena merasa
harga tanah sedang turun. Ia meminta iqalah kepada penjual. Jika penjual setuju
mengembalikan Rp 500 juta dan pembeli mengembalikan tanah, ini adalah iqalah.
Namun, jika penjual hanya mau mengembalikan Rp 480 juta (karena harga tanah
turun), atau pembeli meminta Rp 520 juta (karena ada penyesuaian biaya), maka
ini bukan lagi iqalah, melainkan jual beli baru. Apabila dianggap jual
beli baru, maka misalnya jika ada pihak ketiga yang memiliki hak syuf'ah
(misalnya, tetangga lain yang berbatasan langsung), ia bisa menuntut haknya
untuk membeli tanah tersebut sebelum transaksi baru ini diselesaikan. Prinsip
ini menjaga keadilan dan mencegah manipulasi dalam transaksi.
Pelajaran dari Kajian ini
1. Memahami Hakikat dan Fleksibilitas Transaksi dalam Islam
Pelajaran pertama yang fundamental adalah pemahaman tentang definisi dan hakikat iqalah. Kita belajar bahwa iqalah bukan sekadar membatalkan transaksi, melainkan kesepakatan saling rida untuk mengembalikan kondisi semula ketika salah satu pihak (atau keduanya) menyesal.
Faedah: Ini menunjukkan bahwa syariat Islam sangat fleksibel dan tidak kaku dalam urusan muamalah. Ada ruang untuk penyesuaian dan solusi damai jika terjadi ketidaknyamanan setelah akad. Ini juga mengajarkan pentingnya kerelaan (taradhi) dalam setiap transaksi.
2. Keutamaan Memberi Kemudahan dan Berempati kepada Sesama
Pelajaran berikutnya adalah mengenai hukum dan keutamaan iqalah. Kita mengetahui bahwa iqalah adalah perbuatan yang disunahkan (mustahab), bahkan dijanjikan pahala besar oleh Allah Swt. bagi pelakunya. Hadis-hadis Nabi Muhammad ﷺ secara gamblang menyebutkan bahwa siapa saja yang membatalkan jual beli saudaranya yang muslim atau orang yang menyesal, niscaya Allah akan membatalkan kesulitan atau kesalahannya di dunia dan akhirat.
Faedah: Ini adalah pelajaran tentang akhlak mulia dalam berbisnis dan bermuamalah. Islam mengajarkan kita untuk tidak hanya mencari keuntungan materi, tetapi juga menumbuhkan empati, tolong-menolong, dan memudahkan urusan orang lain. Keberkahan rezeki seringkali datang dari kemudahan yang kita berikan kepada sesama.
3. Memahami Perbedaan Pandangan Ulama dan Implikasinya
Pelajaran penting lainnya datang dari pembahasan hukum-hukum iqalah, khususnya terkait perbedaan pendapat ulama mengenai apakah iqalah itu pembatalan akad lama atau akad baru. Meskipun ada perbedaan pendapat antara mazhab Hanafi, Syafi'i, dan Hanbali (yang menganggapnya fasakh/pembatalan) dengan mazhab Maliki (yang menganggapnya jual beli baru), intinya adalah adanya kesepakatan untuk mengembalikan barang dan uang.
Faedah: Ini mengajarkan kita tentang keluasan dan kekayaan fikih Islam. Perbedaan pendapat ini menunjukkan dinamika ijtihad ulama dan memberikan fleksibilitas dalam penerapan hukum. Bagi kita sebagai muslim awam, yang terpenting adalah memahami esensi dan implikasi praktisnya, yaitu terjadinya pengembalian barang dan uang secara penuh.
4. Fleksibilitas dalam Kondisi Tertentu dan Pentingnya Kesetaraan Harga
Terakhir, kita mempelajari bahwa iqalah diperbolehkan meskipun sebagian barang rusak (dengan penyesuaian). Namun, poin krusial adalah larangan mengurangi atau menambah harga dalam iqalah. Jika harga diubah, maka itu bukan lagi iqalah melainkan jual beli baru yang harus mengikuti semua aturan jual beli baru (seperti hak syuf'ah).
Faedah: Pelajaran ini menekankan kehati-hatian syariat dalam menjaga keadilan dan mencegah praktik riba atau manipulasi. Iqalah murni adalah pengembalian ke kondisi semula tanpa ada keuntungan atau kerugian tambahan yang tidak semestinya. Ini memastikan bahwa niat tolong-menolong tidak disusupi oleh motif lain yang melanggar syariat.
Secara keseluruhan, kajian Iqalah ini memberikan kita pemahaman yang lebih mendalam tentang indahnya syariat Islam dalam mengatur hubungan antar manusia, khususnya dalam bidang ekonomi. Islam bukan hanya mengatur ibadah, tetapi juga detail muamalah agar senantiasa mendatangkan keberkahan, keadilan, dan kasih sayang di antara umatnya.
Penutupan Kajian
Kita telah sampai di penghujung kajian kita hari ini, sebuah perjalanan singkat namun insyaallah penuh berkah dalam memahami salah satu aspek penting dari fikih muamalah, yaitu Iqalah. Semoga setiap ilmu yang kita dengar, setiap pemahaman yang kita dapatkan, menjadi cahaya yang membimbing langkah kita dalam bermuamalah.
Ada beberapa faedah besar yang bisa kita petik dari pembahasan Iqalah ini:
Meningkatkan Kualitas Transaksi Kita: Kita belajar bahwa jual beli dalam Islam bukan sekadar pertukaran barang dan uang, melainkan juga melibatkan etika, tanggung jawab, dan saling kerelaan. Dengan memahami konsep Iqalah, kita tahu ada jalan keluar yang syar'i dan mulia ketika salah satu pihak merasa menyesal atau kesulitan setelah transaksi.
Menumbuhkan Empati dan Kebaikan: Iqalah mengajarkan kita untuk tidak hanya memikirkan keuntungan pribadi, tetapi juga berempati kepada sesama muslim. Kesediaan untuk membatalkan transaksi karena penyesalan pihak lain adalah wujud dari akhlak mulia, yang dijanjikan pahala besar oleh Allah Swt.
Mencegah Perselisihan dan Menjaga Ukhuwah: Dalam kehidupan bermasyarakat, perselisihan seringkali muncul dari urusan muamalah. Dengan memahami dan menerapkan prinsip Iqalah, kita memiliki instrumen untuk menyelesaikan perbedaan dengan damai dan menjaga tali persaudaraan antar sesama.
Mendekatkan Diri kepada Sunnah Nabi: Kita telah melihat bagaimana Rasulullah ﷺ sangat menganjurkan Iqalah, bahkan menjanjikan balasan yang luar biasa bagi pelakunya. Ini menunjukkan betapa pentingnya praktik ini dalam pandangan syariat.
Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari: Jadikan Muamalah Kita Berkah
Kajian ini tidak akan sempurna tanpa adanya aplikasi nyata dalam kehidupan kita sehari-hari. Oleh karena itu, saya sangat berharap:
Marilah kita mulai menerapkan prinsip kemudahan (taysir) dalam setiap transaksi kita. Jika ada saudara kita yang datang dengan penyesalan atau kesulitan setelah membeli barang dari kita, selagi syariat membolehkan, usahakanlah untuk memberikan kemudahan melalui Iqalah. Ingatlah sabda Nabi, "Barang siapa yang membatalkan jual beli seorang Muslim, niscaya Allah akan membatalkan kesalahannya."
Jadilah penjual atau pembeli yang jujur, amanah, dan toleran. Janganlah kita memaksakan kehendak atau mencari keuntungan di atas penderitaan orang lain.
Sebarkanlah ilmu ini kepada keluarga dan kerabat kita. Ajak mereka untuk memahami pentingnya fikih muamalah agar rezeki kita semua senantiasa diberkahi Allah Swt.
Semoga Allah Swt. senantiasa memberikan kita taufik dan hidayah untuk mengamalkan setiap ilmu yang telah kita pelajari. Semoga majelis ini menjadi saksi kebaikan kita di hadapan Allah pada Hari Kiamat kelak.
Amin ya Rabbal Alamin.
Akhir kata, saya ucapkan jazakumullahu khairan katsiran atas kehadiran dan perhatian Bapak, Ibu, dan Saudara-saudari sekalian. Mohon maaf jika ada kekurangan atau kekhilafan selama penyampaian.
وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ
إِلَىٰ أَقْوَمِ الطَّرِيقِ.
Kita tutup kajian dengan doa kafaratul majelis:
🌿 سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.
وَالسَّلَامُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.