Hadits: Sedekah Paling Utama Adalah dari Orang Yang Sempit Harta

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ

Hadirin yang dirahmati Allah,

Di tengah kehidupan masyarakat kita hari ini, banyak orang berlomba-lomba dalam kebaikan, termasuk dalam bersedekah. Ada yang dengan ringan tangan menyumbang ke berbagai tempat, dari masjid hingga panti asuhan, dari lembaga sosial sampai donasi online. Ini tentu merupakan tanda kebaikan dan kepedulian yang patut disyukuri. Namun, yang sering luput dari perhatian adalah satu kenyataan penting: masih ada orang yang sangat dermawan ke luar, tapi keluarganya sendiri justru terbengkalai. Anak butuh biaya sekolah, istri menahan lapar, orang tua hidup kesepian—sementara si kepala rumah tangga lebih memilih sedekah yang “tampak” mulia di mata manusia.

Di sisi lain, ada pula saudara-saudara kita yang hidup serba kekurangan, merasa rendah diri dan malu karena tak bisa banyak memberi. Mereka mengira bahwa sedekah hanya urusan orang yang punya harta melimpah, sehingga akhirnya memilih untuk tidak memberi sama sekali karena merasa tak layak.

Dalam situasi seperti inilah hadits Nabi yang akan kita kaji hari ini menjadi sangat penting dan relevan. Hadits ini menyadarkan kita bahwa ukuran terbaiknya sebuah sedekah bukan pada seberapa besar jumlahnya, tetapi pada seberapa tulus dan berat perjuangan kita dalam memberikannya. Dan lebih dari itu, hadits ini juga menanamkan satu prinsip utama dalam Islam: bahwa prioritas sedekah dimulai dari keluarga yang menjadi tanggungan kita. Ini bukan hanya soal kewajiban, tapi juga bentuk sedekah yang paling utama di sisi Allah.

Maka mari kita duduk dengan hati yang jernih dan niat yang ikhlas, menyimak sabda Nabi ini, menggali pelajaran yang sangat berharga darinya, dan menata ulang cara pandang kita tentang sedekah—agar menjadi hamba yang tidak hanya dermawan di mata manusia, tapi juga mulia di sisi Allah 

Mari kita membacakan haditsnya. 


Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata:

 يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: جُهْدُ الْمُقِلِّ، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ.

Artinya:

Wahai Rasulullah! Sedekah apa yang paling utama? Beliau bersabda: “(Sedekah) yang diberikan oleh orang yang sedikit hartanya.Dan mulailah (bersedekah) kepada orang yang menjadi tanggunganmu.”

 (HR Abu Daud No. 1677 dan Ahmad No. 8702)

 

mp3: https://t.me/mp3qhn/283



Arti dan Penjelasan Per Perkatan


 يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟
Wahai Rasulullah, sedekah seperti apakah yang paling utama?

Perkataan ini menunjukkan adanya dorongan kuat dari para sahabat untuk mengetahui amal yang paling utama dalam setiap jenis kebaikan, termasuk dalam hal sedekah.
  
Sahabat tidak bertanya “mana sedekah yang cukup baik?”, tetapi langsung bertanya tentang “yang paling utama”. Ini mencerminkan semangat untuk selalu memilih amal yang paling bernilai di sisi Allah, bukan sekadar mencukupkan diri dengan yang biasa-biasa saja.
  
Pertanyaan ini juga mengajarkan kita untuk cerdas dan bijak dalam beramal, sebab tidak semua sedekah memiliki tingkatan yang sama meskipun sama-sama berpahala.
  
Seseorang bisa jadi memberi sedekah besar, namun niatnya tidak tulus atau tujuannya hanya untuk dilihat orang lain, sehingga nilai amal itu turun di hadapan Allah.
  
Dalam kehidupan masyarakat kita, banyak yang terburu-buru ingin bersedekah di tempat jauh, padahal ada tanggungan dekat yang lebih membutuhkan.
  
Maka hadits ini membuka pintu pemahaman bahwa dalam setiap amal, ada tingkat keutamaan yang perlu dikenali agar kita bisa memaksimalkan amal kita.


جُهْدُ الْمُقِلِّ
Usaha terbaik dari orang yang serba kekurangan

Perkataan ini sangat menyentuh hati karena menunjukkan betapa mulianya Allah menilai usaha hamba-Nya yang miskin namun tetap ingin bersedekah.
  
Al-muqill” adalah orang yang memiliki sedikit harta, sedangkan “juhd” berarti usaha keras atau kemampuan maksimal.
  
Sedekah yang berasal dari orang kaya seringkali tidak terasa berat bagi dirinya, namun ketika orang yang hidup dalam kesempitan tetap berusaha memberi, maka itulah sedekah yang utama.
  
Nilai utama di hadapan Allah bukan pada jumlah nominalnya, tapi pada kadar pengorbanan dan keikhlasannya.
  
Dalam masyarakat kita, ada yang merasa malu memberi karena merasa sedikit, padahal justru itulah yang paling dicintai Allah jika ia memberi dengan tulus.
  


 وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ
Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu

Perkataan ini menunjukkan bahwa Islam bukan hanya agama spiritualitas, tetapi juga agama yang sangat logis dan memanusiakan.
  
Orang-orang yang berada dalam tanggungan—seperti istri, anak, orang tua—adalah amanah yang secara langsung Allah titipkan kepada seseorang.
  
Memberi kepada mereka bukan hanya kewajiban, tetapi juga merupakan sedekah yang lebih utama karena langsung menguatkan struktur keluarga.
  
Sayangnya, banyak orang yang lebih sibuk dengan citra sosial di luar rumah, sementara orang-orang terdekat justru merasa kekurangan dan tak diperhatikan.
  
Nabi menempatkan keluarga bukan hanya sebagai objek nafkah, tapi juga sebagai awal dari gerakan sosial Islam yang efektif.
  


Syarah Hadits


كان النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يُرشِدُ أُمَّتَهُ إلى مَعالي الأُمورِ مِن الأقْوالِ والأفْعالِ

Nabi Muhammad selalu membimbing umatnya kepada perkara-perkara yang luhur dalam ucapan dan perbuatan.

وكان يُجيبُ السَّائِلينَ بحَسَبِ حاجَتِهِم وما يَعْلَمُه خيرًا لهم
Dan beliau menjawab para penanya sesuai kebutuhan mereka dan apa yang beliau ketahui baik untuk mereka.

ولهذا وَرَدَ عن النَّبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم كثيرٌ مِن الأقْوالِ والأفْعالِ الموْصوفةِ بأنَّها الأَفْضَلُ والأَحْسَنُ والخَيْرُ
Oleh karena itu, banyak ucapan dan perbuatan Nabi yang disebut sebagai yang paling utama, paling baik, dan paling benar.

وكذلك في الأَسْوَأِ والشَّرِّ
Begitu juga terkait hal-hal yang buruk dan jahat.

وفي هذا الحديثِ يَروي أبو هُريْرةَ رضِيَ اللهُ عنه أنَّه قال: "يا رسولَ الله، أيُّ الصَّدَقَةِ أفضلُ؟"
Dalam hadits ini, Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwa ia berkata: "Wahai Rasulullah, sedekah apa yang paling utama?"

أي: أيُّ أنْواعِ الصَّدَقَةِ تكونُ أفْضَلَ من غيرِها؟
Artinya, sedekah jenis apa yang lebih utama dibanding yang lainnya?

"قال: جُهْدُ المُقِلِّ"
Nabi bersabda: "Sedekah terbaik adalah sedekah yang dilakukan oleh orang yang kekurangan."

والجُهْدُ الوُسْعُ والطَّاقةُ، أو المشَقَّةُ والغايَةُ، والمُقِلُّ: الفقيرُ الَّذي معَه شَيءٌ قَليلٌ مِن المالِ
"Juhd" berarti kesanggupan dan kemampuan, atau kesulitan dan usaha maksimal, sedangkan "muqil" adalah orang miskin yang memiliki sedikit harta.

والمعنى: إنَّ أفضَلَ الصَّدَقةِ هو الَّذي يتَصَدَّقُ به الفقيرُ قليلُ المالِ على قَدْرِ طاقتِهِ ووُسْعِه مع مَشَقَّةِ ذلك عليه
Maknanya, sedekah yang paling utama adalah sedekah yang dikeluarkan oleh orang miskin yang memiliki sedikit harta sesuai kemampuan dan kesanggupannya, meskipun itu sulit baginya.

ثم قال له النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: "وابْدَأْ بمَنْ تَعولُ"

Kemudian Nabi bersabda kepadanya: "Mulailah dengan orang yang menjadi tanggunganmu."

أي: ابْدَأْ بالَّذين تَلْزَمُكَ نَفَقَتُهُم، والقِيامُ بما يَحْتاجون إليه مِن قُوتٍ وكِسْوَةٍ
Artinya, mulailah dengan mereka yang wajib engkau nafkahi dan penuhi kebutuhan mereka seperti makanan dan pakaian.

ووَسِّعْ عليهم أوَّلًا زِيادةً على نَفَقَتِهِم الواجِبَةِ
Dan berikanlah kepada mereka lebih dulu, melebihi nafkah wajib yang harus engkau berikan.

والمقصودُ: أنَّ الأهْلَ والقَرابَةَ أحَقُّ مِن غيرِهم
Maksudnya adalah keluarga dan kerabat lebih berhak dibandingkan yang lainnya.

وفي هذا رِعايَةٌ نَبَوِيَّةٌ لِمَا جُبِلَتْ عليه النَّفْسُ مِن حُبِّ المالِ والوَلَدِ
Dalam hal ini terdapat perhatian Nabi terhadap tabiat manusia yang mencintai harta dan anak.

فتكونُ البِدايَةُ بالنَّفَقَةِ على الأهْلِ والأوْلادِ، ثُمَّ يَنْتَقِلُ منها إلى النَّفَقَةِ على كُلِّ مُحْتاجٍ
Maka nafkah dimulai dari keluarga dan anak-anak, kemudian beralih kepada seluruh orang yang membutuhkan.

وإنَّما كانتْ صَدَقةُ المُقِلِّ أفْضَلَ مِن صَدَقةِ الغَنيِّ
Sesungguhnya sedekah orang yang kekurangan lebih utama dibandingkan sedekah orang kaya.

لأنَّ الفقيرَ يتَصَدَّقُ بما هو مُحْتاجٌ إليه، بخِلافِ الغَنيِّ
Karena orang miskin bersedekah dengan apa yang ia butuhkan, berbeda dengan orang kaya.

فإنَّه يتَصَدَّقُ بفُضولِ مالِهِ
Karena orang kaya bersedekah dari kelebihan hartanya.

ويُجْمَعُ بينَه وبينَ حديثِ البُخارِيِّ: "خَيْرُ الصَّدَقةِ ما كان عن ظَهْرِ غِنًى"
Dan hadits ini dipadukan dengan hadits Bukhari: "Sedekah terbaik adalah yang dilakukan dari kelebihan harta."

أنْ يكون ما أخْرَجَه الإنْسانُ مِن مالِهِ بعدَ أنْ يَسْتَبْقِيَ منه قَدْرَ الكِفَايةِ
Yakni, seseorang mengeluarkan hartanya setelah menyisakan kebutuhan pokok untuk dirinya.

وقَدْرَ ما يُغْنيهِ هو ومَن يَعولُهُ بِحيثُ لا يَصيرُ المُتَصَدِّقُ مُحْتاجًا بعدَ صَدَقَتِهِ إلى أحَدٍ
Dan menyisakan sesuatu yang mencukupi dirinya dan orang yang menjadi tanggungannya sehingga ia tidak menjadi membutuhkan bantuan orang lain setelah bersedekah.

وهذا في مَعْنى الحديثِ المُتَقَدِّمِ
Hal ini selaras dengan makna hadits sebelumnya.

وفي الحديثِ: الحَثُّ على الصَّدَقَةِ بطِيبِ خاطرٍ وإخْلاصِ نيَّةٍ
Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk bersedekah dengan kerelaan hati dan niat yang ikhlas.

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/91634

 


Pelajaran dari Hadits ini


1. Keutamaan Sedekah: Bukan Besarnya, Tapi Keikhlasan dan Pengorbanan

Perkataan يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ (Wahai Rasulullah, sedekah seperti apakah yang paling utama?) menunjukkan bahwa tidak semua sedekah nilainya sama di sisi Allah. Nabi tidak menjawab dengan menyebut jumlah atau bentuk harta tertentu, tapi menunjukkan bahwa kualitas sedekah tergantung pada kondisi orang yang memberi. Ini mengajarkan bahwa sedekah terbaik bukan hanya soal angka besar, tapi soal ketulusan, keikhlasan, dan kesungguhan dalam memberi. Pertanyaan ini juga mengajarkan kita untuk selalu mencari tahu amal terbaik, bukan hanya mengerjakan amal secara umum, tapi memilih yang paling bernilai di sisi Allah.


2. Nilai Sedekah Terletak pada Ketulusan di Tengah Kekurangan

Perkataan جُهْدُ الْمُقِلِّ (usaha terbaik dari orang yang serba kekurangan) mengandung pelajaran luar biasa bahwa nilai sedekah justru bisa lebih tinggi ketika diberikan oleh orang yang tidak memiliki banyak. “Al-muqill” adalah orang yang sedikit hartanya, namun ia tetap bersedekah sesuai kemampuannya. Ini menunjukkan bahwa dalam Islam, kualitas amal tidak hanya diukur dari hasil akhir, tetapi juga dari usaha dan pengorbanan. Allah melihat hati dan niat, bukan hanya besar nominal. Hal ini selaras dengan firman Allah:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ

(Artinya: “Kamu sekali-kali tidak akan sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” – QS Āli ʿImrān: 92)


3. Prioritas Sedekah Dimulai dari Keluarga yang Ditanggung

Perkataan وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ (dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu) mengajarkan prinsip penting dalam Islam bahwa nafkah kepada keluarga bukan hanya kewajiban, tapi juga bentuk sedekah yang utama. Banyak orang salah kaprah dengan lebih mementingkan bersedekah kepada orang luar sementara keluarga sendiri masih kesusahan. Nabi menjelaskan bahwa membantu keluarga sendiri, seperti anak, istri, orang tua yang menjadi tanggungan, justru lebih utama nilainya. Dalam hadits lain disebutkan:

أَفْضَلُ الدِّينَارِ دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ

(Artinya: “Dinar (uang) yang paling utama adalah dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu.” – HR. Muslim)


4. Orang Miskin Pun Bisa Mendapat Pahala Besar Lewat Sedekah

Hadits ini juga mengajarkan bahwa menjadi miskin bukan penghalang untuk meraih pahala besar dalam sedekah. Bahkan, pengorbanan yang kecil dari orang yang sempit rezekinya bisa bernilai lebih besar di sisi Allah dibanding sedekah besar dari orang kaya tapi tanpa rasa pengorbanan. Ini menghibur hati mereka yang hidup pas-pasan, bahwa mereka tetap bisa menjadi orang terbaik jika tetap berbagi walau sedikit. Rasulullah bersabda:

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ

(Artinya: “Lindungilah diri kalian dari api neraka meskipun hanya dengan (bersedekah) separuh biji kurma.” – HR. Bukhārī dan Muslim)


5. Keseimbangan antara Tanggung Jawab dan Kepedulian Sosial

Perintah “mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu” juga mengandung makna penting tentang prioritas dan keseimbangan. Kita tidak dilarang membantu orang lain, tapi harus memastikan dahulu bahwa orang-orang terdekat kita tidak terlantar. Islam mengajarkan sistem sosial yang rapi—setiap kepala keluarga bertanggung jawab atas keluarganya, lalu jika semua berjalan baik, masyarakat pun akan lebih terjamin. Hal ini juga menanamkan rasa tanggung jawab dan cinta dalam keluarga yang menjadi dasar masyarakat Islami.


Secara keseluruhan, hadits ini menanamkan nilai penting bahwa amal yang terbaik adalah yang disertai keikhlasan, pengorbanan, dan prioritas yang benar. Bahkan dari orang yang kekurangan sekalipun, Allah menilai dengan bijak usaha yang dilakukan. Kita diajarkan untuk memulai kebaikan dari dalam rumah, lalu meluas ke masyarakat, agar sedekah membawa manfaat secara utuh.


Penutup Kajian


Jamaah yang dimuliakan Allah,

Dari hadits yang telah kita kaji hari ini, kita belajar bahwa kemuliaan sedekah tidak hanya terletak pada besar kecilnya, tapi pada hati yang ikhlas dan usaha yang sungguh-sungguh, terutama bagi mereka yang hidup dalam keterbatasan. Kita juga diingatkan bahwa sebelum kita menebar kebaikan ke luar, pastikan rumah kita dipenuhi dengan perhatian, nafkah yang layak, dan kasih sayang—sebab itulah sedekah yang lebih utama di sisi Allah.

Hadits ini adalah pelajaran akhlak, manajemen keuangan, juga panduan sosial. Ia mengajarkan kita bahwa Islam sangat peduli pada keseimbangan antara kepedulian terhadap sesama dan tanggung jawab terhadap keluarga. Maka, mari kita bawa pulang hadits ini bukan hanya dalam catatan, tetapi dalam perilaku. Mulailah dengan memberi walau sedikit, jika itu yang mampu kita usahakan. Mulailah dari rumah, dari orang-orang yang setiap hari menatap wajah kita dan berharap uluran kasih sayang, bukan hanya uang.

Semoga Allah memberikan kita taufik untuk mengamalkan sabda Nabi-Nya, menjadikan kita orang-orang yang ringan tangan, lembut hati, dan selalu menempatkan sedekah pada tempat yang paling utama. Semoga rumah kita menjadi ladang pahala, dan keluarga kita menjadi saksi bahwa kita adalah hamba yang bertanggung jawab, dermawan, dan dicintai oleh Allah.

Aamiin.

 

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْـحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ


Belajar membaca dan menerjemahkan syarah hadits tanpa harakat


كان النبي صلى الله عليه وسلم يرشد أمته إلى معالي الأمور من الأقوال والأفعال، وكان يجيب السائلين بحسب حاجتهم وما يعلمه خيرا لهم؛ ولهذا ورد عن النبي صلى الله عليه وسلم كثير من الأقوال والأفعال الموصوفة بأنها الأفضل والأحسن والخير، وكذلك في الأسوأ والشر. وفي هذا الحديث يروي أبو هريرة رضي الله عنه أنه قال: "يا رسول الله، أي الصدقة أفضل؟"، أي: أي أنواع الصدقة تكون أفضل من غيرها؟ "قال: جهد المقل"، والجهد الوسع والطاقة، أو المشقة والغاية، والمقل: الفقير الذي معه شيء قليل من المال، والمعنى: إن أفضل الصدقة هو الذي يتصدق به الفقير قليل المال على قدر طاقته ووسعه مع مشقة ذلك عليه. ثم قال له النبي صلى الله عليه وسلم: "وابدأ بمن تعول"، أي: ابدأ بالذين تلزمك نفقتهم، والقيام بما يحتاجون إليه من قوت وكسوة، ووسع عليهم أولا زيادة على نفقتهم الواجبة، والمقصود: أن الأهل والقرابة أحق من غيرهم، وفي هذا رعاية نبوية لما جبلت عليه النفس من حب المال والولد، فتكون البداية بالنفقة على الأهل والأولاد، ثم ينتقل منها إلى النفقة على كل محتاج. وإنما كانت صدقة المقل أفضل من صدقة الغني؛ لأن الفقير يتصدق بما هو محتاج إليه، بخلاف الغني؛ فإنه يتصدق بفضول ماله، ويجمع بينه وبين حديث البخاري: "خير الصدقة ما كان عن ظهر غنى"-: أن يكون ما أخرجه الإنسان من ماله بعد أن يستبقي منه قدر الكفاية، وقدر ما يغنيه هو ومن يعوله بحيث لا يصير المتصدق محتاجا بعد صدقته إلى أحد، وهذا في معنى الحديث المتقدم. وفي الحديث: الحث على الصدقة بطيب خاطر وإخلاص نية.



 

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers