Hadits: Shalat Adalah Pembeda Antara Muslim dan Kafir

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ

Hadirin yang dirahmati Allah,

Hari ini kita akan membahas sebuah hadits yang sangat penting, yang bisa menjadi penentu nasib akhirat kita, yaitu hadits yang menerangkan perbedaan seorang muslim dan bukan muslim. 

Mengapa hadits ini penting untuk kita pelajari dan renungkan bersama?

Karena kita hidup di zaman di mana banyak umat Islam yang mengaku Muslim, tetapi ringan dalam meninggalkan shalat. Shalat yang seharusnya menjadi tiang agama justru sering diabaikan. Tidak sedikit yang menunda-nunda waktu shalat, bahkan ada yang tidak shalat sama sekali, meskipun masih menjalankan aktivitas lain yang dianggap “keislaman”, seperti puasa Ramadhan atau membayar zakat. Di sisi lain, masyarakat juga banyak yang belum memahami bahwa meninggalkan shalat bukan sekadar dosa biasa, tetapi bisa menjadi jalan menuju kekufuran.

Kita melihat fenomena ini semakin parah saat kita menjumpai generasi muda yang bahkan tidak merasa berdosa ketika tidak shalat. Orang tua pun kadang merasa tidak perlu mengingatkan anak-anak mereka. Ini menunjukkan bahwa pemahaman akan posisi pentingnya shalat dalam Islam mulai luntur. Padahal, shalat adalah identitas seorang Muslim. Tanpa shalat, keislaman seseorang menjadi sangat rapuh, dan bisa jadi terhapus sama sekali.

Oleh karena itu, hadits ini tidak cukup hanya dibaca, tapi harus dipahami secara mendalam. Kita akan bahas kalimat demi kalimatnya, agar setiap kita sadar bahwa menjaga shalat bukan hanya soal disiplin ibadah, tapi soal menjaga iman dan keselamatan akhirat.

Semoga Allah menjadikan kajian ini sebagai sebab hidayah dan teguhnya kita di atas agama-Nya. Mari kita ikuti pembahasan hadits ini dengan hati yang terbuka dan niat untuk memperbaiki diri. 


 

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ.

Sesungguhnya batas antara seseorang dengan syirik dan kufur adalah meninggalkan shalat

(HR Muslim No. 82)

Mp3: https://t.me/mp3qhn/190


Arti dan Penjelasan Per Perkataan


إِنَّ

Sesungguhnya

Kata ini merupakan huruf taukīd (penegas) yang digunakan untuk menegaskan kebenaran dan keseriusan pernyataan yang akan disampaikan.

Penggunaan kata إِنَّ dalam hadits ini menunjukkan bahwa informasi yang akan disebutkan bukanlah perkara ringan atau sepele, tetapi memiliki bobot yang besar dan perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh.

Hal ini mengisyaratkan bahwa pembahasan yang akan diangkat oleh Rasulullah ﷺ bersifat prinsipil dalam keimanan seorang Muslim.

Dengan penegasan ini, hadits membuka ruang kesadaran agar pendengar atau pembaca mempersiapkan diri menerima pesan penting berikutnya.


 بَيْنَ الرَّجُلِ
Antara seorang laki-laki (manusia)

Perkataan ini menunjuk pada subjek, yaitu manusia secara umum, bukan hanya laki-laki dalam arti gender, tetapi siapa saja yang mukallaf (terbebani syariat).

Penggunaan kata ar-rajul dalam bahasa Arab sering digunakan secara representatif untuk menyebut manusia dalam konteks umum.

Dalam konteks hadits ini, ia menjadi simbol dari pribadi Muslim yang sedang berada di tengah medan antara keimanan dan kekufuran.

Ini menunjukkan bahwa posisi manusia itu bisa sangat dekat ke salah satu dari dua sisi: keimanan atau kekufuran, tergantung pada amalannya.


وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالكُفْرِ
Dan antara kesyirikan dan kekufuran

Perkataan ini menjelaskan kutub ekstrem yang menjadi lawan dari posisi seorang Muslim.

Asy-syirk adalah menyekutukan Allah, sementara al-kufr adalah menolak atau mengingkari kebenaran yang telah ditetapkan Allah.

Penggabungan dua istilah ini mengisyaratkan bahwa posisi orang yang meninggalkan shalat berada dalam bahaya besar, karena ia sangat dekat dengan perbuatan-perbuatan yang membatalkan keislaman.

Kedua istilah ini menekankan sisi aqidah, artinya bahwa tindakan yang dimaksud bukan hanya berdampak secara fiqih, tapi bisa menjatuhkan seseorang dari lingkaran Islam secara akidah.

Ini menunjukkan betapa meninggalkan shalat bukan hanya dosa besar, tapi jalan menuju kerusakan iman.


 تَرْكُ الصَّلاَةِ
Meninggalkan shalat

Inilah inti dari hadits tersebut: perbuatan meninggalkan shalat menjadi pembatas yang memisahkan antara seorang Muslim dengan kekufuran.

Kata tarku menunjukkan sikap meninggalkan secara sengaja, baik karena malas, acuh, atau tidak menganggap penting ibadah shalat.

Shalat adalah tiang agama dan identitas utama seorang Muslim; jika seseorang telah merobohkan tiang ini, maka bangunan keislamannya terancam runtuh.

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum orang yang meninggalkan shalat, tetapi hadits ini menjadi dalil utama bagi yang mengatakan bahwa meninggalkan shalat secara sengaja dapat mengeluarkan seseorang dari Islam.

Hal ini menegaskan bahwa shalat bukan sekadar kewajiban ritual, tetapi penanda keberlangsungan iman.

Shalat adalah hubungan langsung antara hamba dan Rabb-nya; memutus hubungan ini berarti memutus fondasi utama dalam Islam.


Syarah Hadits


الصَّلاةُ فرضُ عَينٍ على كلِّ مُسلمٍ مُكلَّفٍ
Shalat adalah kewajiban yang bersifat individu bagi setiap Muslim yang telah mukallaf (berakal dan baligh).

فهيَ الرُّكنُ الثَّاني من أركانِ الإسلامِ
Maka ia adalah rukun kedua dari rukun-rukun Islam.

وأعظمُ رُكنٍ عَمليٍّ بعدَ التَّوحيدِ
Dan merupakan rukun amalan terbesar setelah tauhid.

وفي هذا الحديثِ حَذَّرَ الرَّسولُ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ تَحذيرًا شَديدًا من تَركِهَا
Dalam hadits ini, Rasulullah memberikan peringatan keras terhadap meninggalkannya (shalat).

وأخبَرَ أنَّ بينَ الرَّجُلِ وبينَ الوُقوعِ في الشِّركِ والكُفرِ تَرْكَ الصَّلاةِ
Dan beliau mengabarkan bahwa antara seorang laki-laki dengan terjatuhnya ke dalam syirik dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.

فتَركُ الصَّلاةِ جُحودًا لوُجوبِها كُفرٌ بالإجماعِ
Maka meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya adalah kekufuran berdasarkan ijma’.

وكذلِك تَركُ الصَّلاةِ بالكُلِّيَّةِ تَهاوُنًا أو كسَلًا
Demikian pula meninggalkan shalat secara keseluruhan karena meremehkan atau malas.

كُفرٌ مُخرِجٌ مِنَ المِلَّةِ في قَولِ كَثيرٍ من أهلِ العِلمِ
Adalah kekufuran yang mengeluarkan dari agama menurut pendapat banyak ulama.

وحُكيَ عليه إجماعُ الصَّحابةِ
Dan telah dinukil adanya ijma’ (kesepakatan) para sahabat tentang hal ini.

ومَن يُصلِّيها مَرَّةً ويَترُكُها مَرَّةً؛ فهذا غيرُ مُحافِظٍ عليها
Barang siapa yang shalat sekali dan meninggalkannya sekali, maka ia tidak menjaga shalatnya.

وهو تَحتَ الوَعيدِ
Dan ia berada dalam ancaman.

وهذا يَتَّفقُ معَ قولِ اللهِ سُبحانَه
Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta'ala:

{فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلَاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا} [مريم: 59، 60]
"Maka datanglah setelah mereka generasi yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti hawa nafsu, maka mereka akan menghadapi kebinasaan" (Maryam: 59-60).

فقد ذمَّ اللهُ تَعالَى في الآيةِ مَن أضاعَ الصَّلاةَ
Maka Allah Ta’ala mencela dalam ayat ini orang yang menyia-nyiakan shalat.

إمَّا بتَركِها بالكُلّيَّةِ
Baik dengan meninggalkannya secara keseluruhan.

أو تَركِ بَعضِ أركانِها وشُروطِها
Atau meninggalkan sebagian rukun-rukun dan syarat-syaratnya.

أوِ التَّفريطِ في واجباتِها
Atau mengabaikan kewajibannya.

أو تَأخيرِها عن مَواقيتِها، وغيرِ ذلك
Atau menundanya dari waktu-waktunya, dan lainnya.

وأقبَلَ على شَهَواتِ نفسِه
Dan ia menuruti hawa nafsunya.

وانهَمَك في تَحقيقِ رَغَباتِها الدُّنيويَّةِ
Serta tenggelam dalam memenuhi keinginannya yang bersifat duniawi.

وآثَرَها على طاعةِ اللهِ وجَنَّتِه الأُخرويَّةِ
Dan mengutamakannya di atas ketaatan kepada Allah dan surga-Nya di akhirat.

فإنَّ ذلك مُوجِبٌ للعُقوبةِ الشَّديدةِ في الآخِرةِ
Maka hal itu menyebabkan hukuman yang berat di akhirat.

إلَّا مَن تَدارَكَ أمرَه، وجاهَدَ نَفسَه فألزَمَها طَريقَ الحَقِّ
Kecuali orang yang memperbaiki keadaannya, bersungguh-sungguh melawan dirinya, lalu ia memaksa dirinya pada jalan kebenaran.

فَتابَ عن إضاعةِ الصَّلواتِ، واتِّباعِ الشَّهَواتِ
Lalu ia bertobat dari menyia-nyiakan shalat dan mengikuti hawa nafsu.

وآمَنَ وأطاعَ
Dan beriman serta taat.

فإنَّه يَنجُو مِنَ النَّارِ ويَدخُلُ الجَنَّةَ
Maka ia akan selamat dari neraka dan masuk surga.

وهذا كُلُّه يُوجِبُ الحَذَرَ الشَّديدَ من تَركِ هذه العِبادةِ العظيمةِ 

Dan semua ini mengharuskan kewaspadaan yang sangat besar terhadap meninggalkan ibadah yang agung ini.

أوِ التَّهاوُنِ فيها وعدَمِ المُحافَظةِ عليها

Atau meremehkannya dan tidak menjaganya.

ثُمَّ إنَّ الشِّركَ والكُفرَ قد يُطلَقَانِ بمعنًى واحدٍ

Kemudian sesungguhnya syirik dan kufur kadang digunakan dalam satu makna.

وهو الكفرُ باللهِ تَعالَى

Yaitu kekufuran terhadap Allah Ta’ala.

وقد يُفَرَّقُ بينهما

Dan kadang dibedakan antara keduanya.

فيُخَصُّ الشِّركُ بِعَبَدَةِ الأوثانِ

Maka syirik dikhususkan untuk penyembah berhala.

وغيرِها مِنَ المخلوقاتِ

Dan selainnya dari makhluk-makhluk.

مع اعترافِهم باللهِ تَعالَى

Sambil mereka mengakui keberadaan Allah Ta’ala.

كَكُفَّارِ قريشٍ

Seperti kaum kafir Quraisy.

فيكونُ الكفرُ أعَمَّ مِنَ الشِّركِ في هذه الحالِ

Maka kufur menjadi lebih umum daripada syirik dalam keadaan ini.

وفي الحديثِ: التَّحذيرُ الشَّديدُ من تَركِ الصَّلاةِ وإضاعتِها

Dalam hadits ini terdapat peringatan keras dari meninggalkan shalat dan menyia-nyiakannya.

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/37352


Pelajaran dari hadits ini


1. Pentingnya Menyimak Perkara Agama dengan Serius

Perkataan إِنَّ yang berarti “Sesungguhnya” menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ sedang menyampaikan sesuatu yang sangat penting dan tidak boleh dianggap enteng. Dalam bahasa Arab, kata ini adalah bentuk penegasan yang kuat. Ini mengajarkan kita bahwa urusan yang akan dibahas bukan perkara biasa, tetapi sangat menentukan nasib seseorang di akhirat. Kita harus membiasakan diri untuk mendengarkan ilmu agama dengan penuh perhatian dan kesungguhan, karena bisa jadi satu kalimat ilmu akan menjadi pembeda antara keselamatan dan kebinasaan kita.


2. Setiap Orang Bertanggung Jawab Menjaga Imannya

Perkataan بَيْنَ الرَّجُلِ yang berarti “antara seorang laki-laki (manusia)” menunjukkan bahwa hadits ini berbicara langsung kepada individu, bukan kelompok. Setiap orang bertanggung jawab atas dirinya sendiri dalam menjaga keimanannya. Rasulullah ﷺ tidak menyebut orang alim atau jahil secara khusus, tetapi menyasar setiap pribadi Muslim. Ini mengingatkan kita bahwa iman seseorang bisa berubah tergantung amalnya. Oleh karena itu, kita tidak boleh merasa aman dari tergelincirnya iman hanya karena kita merasa sudah Muslim sejak lahir.


3. Bahaya Besar di Depan: Syirik dan Kufur

Perkataan وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ berarti “dan antara syirik dan kekufuran”. Kedua kata ini menunjukkan bahaya spiritual yang paling besar dalam Islam. Syirik adalah mempersekutukan Allah, dan kufur adalah mengingkari kebenaran Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah ﷺ menggambarkan bahwa syirik dan kufur itu sangat dekat jaraknya dari seseorang yang lalai. Ini berarti bahwa orang bisa tergelincir kepada kekafiran bukan hanya dengan niat atau keyakinan, tetapi bisa jadi melalui amal yang ditinggalkan.

وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

(Artinya: Dan barang siapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah tersesat sejauh-jauhnya) – QS. An-Nisa: 116


4. Meninggalkan Shalat Bisa Menghancurkan Keimanan

Perkataan تَرْكُ الصَّلَاةِ berarti “meninggalkan shalat”. Inilah yang menjadi penghubung atau pemisah antara iman dan kekufuran. Jika shalat ditinggalkan, maka seseorang telah berada sangat dekat dengan kekafiran, bahkan bisa jadi telah keluar dari Islam jika meninggalkannya dengan sengaja dan tidak ada penyesalan. Shalat adalah tiang agama, dan bila tiang itu roboh, maka bangunan keislaman seseorang juga ikut roboh. Hadits ini menjadi peringatan besar bahwa meninggalkan shalat bukan hanya dosa, tetapi ancaman nyata terhadap status keislaman seseorang.


5. Shalat Adalah Tanda Hidupnya Hati

Hadits ini mengisyaratkan bahwa orang yang menjaga shalat adalah orang yang menjaga hubungannya dengan Allah. Sebaliknya, orang yang meninggalkan shalat berarti telah memutus tali hubungan dengan Rabb-nya. Dalam kondisi ini, hati menjadi kering, kosong dari cahaya iman. Maka, orang yang jarang atau bahkan tidak shalat biasanya juga akan mudah terjerumus dalam maksiat lain karena benteng imannya sudah runtuh. Menjaga shalat adalah cara menjaga hati tetap hidup dan bersih dari kegelapan dosa.

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ

(Artinya: Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar) – QS. Al-‘Ankabut: 45


6. Bahaya Meremehkan Shalat Walau Masih Muslim

Sekalipun sebagian ulama tidak mengkafirkan orang yang meninggalkan shalat karena malas, mereka tetap sepakat bahwa orang seperti ini berada dalam dosa besar yang amat berbahaya. Hadits ini memberikan alarm bahwa shalat bukan pilihan, melainkan identitas utama seorang Muslim. Maka, seseorang yang mengaku Muslim tetapi tidak pernah mengerjakan shalat dengan sengaja sedang berada di tepi jurang kehancuran iman. Ia bisa kehilangan keberkahan hidup di dunia dan terancam azab yang berat di akhirat.


7. Orang Tua Harus Menanamkan Cinta Shalat Sejak Kecil

Hadits ini secara tidak langsung menjadi dorongan bagi orang tua untuk tidak lalai mengajarkan dan menanamkan pentingnya shalat kepada anak-anak. Anak-anak harus terbiasa shalat sejak kecil, bukan hanya diperintah secara keras, tetapi dijadikan kebiasaan yang dicintai. Jika anak tidak terbiasa sejak kecil, maka saat dewasa akan sulit untuk membentuk kebiasaan shalat. Banyak yang akhirnya meninggalkan shalat karena tidak pernah melihatnya sebagai hal yang penting sejak dini.

مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ

(Artinya: Perintahkan anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berumur tujuh tahun) – HR. Abu Daud (495)


8. Lingkungan Berperan dalam Menjaga Shalat

Selain perintah pribadi, hadits ini juga memberi pesan bahwa lingkungan sekitar harus mendukung terbentuknya budaya menjaga shalat. Teman yang baik akan saling mengingatkan shalat, sementara lingkungan yang buruk cenderung membuat seseorang lalai. Masjid harus menjadi tempat yang hidup, bukan hanya untuk shalat Jumat, tetapi juga untuk lima waktu. Negara, lembaga, dan masyarakat harus mendorong hidupnya semangat shalat agar umat terhindar dari kekufuran.


Secara keseluruhan, hadits ini memberi peringatan keras bahwa meninggalkan shalat bukanlah perkara kecil. Ia adalah batas yang membedakan antara iman dan kekufuran. Melalui kalimat yang singkat, Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa menjaga shalat adalah penjaga utama keislaman seseorang. Karena itu, setiap Muslim harus memelihara shalatnya dengan penuh kesungguhan dan tidak pernah meremehkannya. 


Penutup Kajian


Hadirin yang dirahmati Allah, 

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah. Dengan taufiq dan pertolongan-Nya, kita telah menyelesaikan pembahasan hadits yang agung ini:

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ

"Sesungguhnya antara seseorang dan kesyirikan serta kekufuran adalah meninggalkan shalat."

Hadirin yang dirahmati Allah,

Hadits ini adalah peringatan yang sangat keras namun penuh kasih sayang. Ia mengingatkan kita bahwa menjaga shalat bukan hanya kewajiban, tapi juga benteng terakhir yang menjaga keislaman kita. Begitu seseorang meninggalkan shalat, ia tidak hanya sedang bermaksiat, tapi sedang berada di ambang jurang kekufuran yang sangat berbahaya.

Faedah terbesar dari hadits ini adalah bahwa shalat adalah identitas seorang Muslim, pembeda antara iman dan kufur. Ia tiang agama, penghapus dosa, dan penghubung antara hamba dengan Rabb-nya. Barang siapa menjaga shalatnya, maka ia menjaga imannya. Sebaliknya, siapa yang meremehkannya, ia sedang menggadaikan agamanya.

Oleh karena itu, harapan besar dari kajian ini adalah agar kita semua—tanpa kecuali—menjadikan shalat sebagai prioritas utama dalam hidup. Kita mulai dari diri sendiri, kemudian keluarga kita, anak-anak kita, bahkan lingkungan sekitar kita. Ajarkan shalat sejak dini, bangunkan keluarga untuk shalat, dan jadilah teladan dalam menjaga waktu-waktu shalat tepat pada waktunya.

Jika selama ini kita masih sering lalai atau bahkan meninggalkan shalat, maka saat inilah waktu terbaik untuk bertaubat dan kembali memperbaiki. Allah Maha Pengampun bagi siapa pun yang sungguh-sungguh ingin kembali kepada-Nya.

Semoga setelah kita keluar dari majelis ini, semangat menjaga shalat kita semakin kokoh, dan Allah tetapkan kita semua sebagai hamba-hamba-Nya yang istiqamah hingga akhir hayat.

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ

(Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi karunia). (QS. Āli ‘Imrān: 8)

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْـحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ



Belajar membaca dan menerjemahkan syarah hadits tanpa harakat


الصلاة فرض عين على كل مسلم مكلف؛ فهي الركن الثاني من أركان الإسلام، وأعظم ركن عملي بعد التوحيد.

وفي هذا الحديث حذر الرسول صلى الله عليه وسلم تحذيرا شديدا من تركها، وأخبر أن بين الرجل وبين الوقوع في الشرك والكفر ترك الصلاة، فترك الصلاة جحودا لوجوبها كفر بالإجماع، وكذلك ترك الصلاة بالكلية تهاونا أو كسلا، كفر مخرج من الملة في قول كثير من أهل العلم، وحكي عليه إجماع الصحابة، ومن يصليها مرة ويتركها مرة؛ فهذا غير محافظ عليها، وهو تحت الوعيد؛ وهذا يتفق مع قول الله سبحانه: {فخلف من بعدهم خلف أضاعوا الصلاة واتبعوا الشهوات فسوف يلقون غيا * إلا من تاب وآمن وعمل صالحا فأولئك يدخلون الجنة ولا يظلمون شيئا} [مريم: 59، 60]؛ فقد ذم الله تعالى في الآية من أضاع الصلاة؛ إما بتركها بالكلية، أو ترك بعض أركانها وشروطها، أو التفريط في واجباتها، أو تأخيرها عن مواقيتها، وغير ذلك، وأقبل على شهوات نفسه، وانهمك في تحقيق رغباتها الدنيوية، وآثرها على طاعة الله وجنته الأخروية؛ فإن ذلك موجب للعقوبة الشديدة في الآخرة، إلا من تدارك أمره، وجاهد نفسه فألزمها طريق الحق، فتاب عن إضاعة الصلوات، واتباع الشهوات، وآمن وأطاع؛ فإنه ينجو من النار ويدخل الجنة.

وهذا كله يوجب الحذر الشديد من ترك هذه العبادة العظيمة أو التهاون فيها وعدم المحافظة عليها. ثم إن الشرك والكفر قد يطلقان بمعنى واحد، وهو الكفر بالله تعالى، وقد يفرق بينهما، فيخص الشرك بعبدة الأوثان، وغيرها من المخلوقات، مع اعترافهم بالله تعالى؛ ككفار قريش، فيكون الكفر أعم من الشرك في هذه الحال.

وفي الحديث: التحذير الشديد من ترك الصلاة وإضاعتها.

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers