Hadits: Penipu Itu Bukan dari Golongan Umat Muhammad
بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا، فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلًا فَقَالَ: مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ؟ قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: أَفَلَا جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ، مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي
Sesungguhnya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lewat di depan tumpukan makanan, lalu
beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, maka jari-jari beliau terasa basah.
Beliau berkata: Apa ini, wahai pemilik makanan? Dia menjawab: Kena air hujan,
wahai Rasulullah. Beliau berkata: Mengapa kamu tidak meletakkannya di atas
makanan agar bisa dilihat oleh orang-orang? Barang siapa yang menipu, maka dia
bukan dari golonganku.
(HR Muslim No. 102)
Arti dan Penjelasan Per Perkataan
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Sesungguhnya Rasulullah ﷺ
Perkataan ini memulai narasi hadis dengan menyebutkan langsung peran utama Nabi Muhammad ﷺ sebagai subjek.
Ini menekankan bahwa kejadian ini bukan sekadar peristiwa biasa, melainkan sebuah teladan dan ajaran langsung dari utusan Allah.
Penyebutan "Rasulullah ﷺ" mengindikasikan otoritas dan pentingnya ajaran yang akan disampaikan melalui tindakan dan perkataan beliau.
مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ
Melewati tumpukan makanan.
Perkataan ini menggambarkan latar tempat dan objek kejadian.
Rasulullah ﷺ, yang dikenal aktif berinteraksi dengan masyarakat di pasar, melewati tumpukan makanan yang lazim diperdagangkan pada masanya.
"Shubrah" (صُبْرَةِ) merujuk pada tumpukan barang curah, seperti gandum, kurma, atau biji-bijian lainnya, yang dijual tanpa ditimbang secara detail di awal, melainkan diperkirakan volumenya.
فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا، فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلًا
Maka beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, lalu jari-jarinya merasakan basah.
Tindakan Rasulullah ﷺ memasukkan tangan ke dalam tumpukan makanan menunjukkan inisiatif beliau untuk memeriksa kualitas barang dagangan secara langsung dan mendalam, bukan hanya melihat dari permukaan.
Penemuan "basah" (بَلَلًا) oleh jari-jari beliau menjadi titik krusial dalam cerita, mengindikasikan adanya sesuatu yang tidak beres atau disembunyikan di balik tumpukan makanan tersebut.
Ini adalah metode investigasi yang sederhana namun efektif untuk mengetahui kondisi sebenarnya dari barang yang dijual.
فَقَالَ: مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ؟
Lalu beliau bertanya: "Apa ini, wahai pemilik makanan?"
Pertanyaan ini menunjukkan cara Rasulullah ﷺ dalam menghadapi suatu masalah: langsung bertanya kepada pihak yang bertanggung jawab dengan sopan namun lugas.
Beliau tidak langsung menuduh, melainkan mencari klarifikasi. Ini adalah pendekatan yang mendidik, memberikan kesempatan kepada pedagang untuk menjelaskan kondisinya.
قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ،
Ia terkena hujan, wahai Rasulullah.
Jawaban pedagang ini menjelaskan sebab basahnya makanan tersebut, yaitu karena terkena hujan.
Pengakuannya secara tidak langsung membenarkan bahwa memang ada bagian yang basah.
Namun, di balik jawaban ini tersirat adanya kelalaian atau kesengajaan dalam menyusun barang dagangan agar bagian yang basah tersebut tersembunyi.
قَالَ: أَفَلَا جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ،
Beliau berkata: "Mengapa tidak engkau letakkan di atas makanan agar orang-orang bisa melihatnya?"
Perkataan ini adalah teguran langsung dan solusi konkret dari Rasulullah ﷺ.
Beliau tidak hanya menyoroti masalahnya, tetapi juga memberikan pedoman yang jelas tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh pedagang yang jujur.
Dengan meletakkan bagian yang basah di atas, pembeli akan mengetahui kondisi sebenarnya dari barang tersebut, sehingga tidak ada kerugian atau ketidakjelasan dalam transaksi.
Ini menegaskan prinsip transparansi dan kejujuran dalam berdagang.
مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي
Barang siapa menipu, maka ia bukan dari golonganku.
Ini adalah puncak dari hadis ini, sebuah peringatan keras dan prinsip universal yang ditetapkan oleh Rasulullah ﷺ.
Perkataan "bukan dari golonganku" (فليسَ مِنِّي) bukanlah berarti keluar dari Islam, melainkan menunjukkan bahwa orang yang melakukan penipuan tidak mengikuti petunjuk, akhlak, dan jalan hidup yang diajarkan oleh Nabi Muhammad ﷺ.
Ini adalah ancaman serius bagi mereka yang melakukan kecurangan, menekankan betapa besar dosa dan bahaya penipuan dalam pandangan Islam, serta mengindikasikan bahwa perilaku tersebut sangat bertentangan dengan esensi ajaran Islam yang mengedepankan kejujuran, keadilan, dan amanah.
Syarah Hadits
الْأَمَانَةُ مِنْ مَحَاسِنِ الْأَخْلَاقِ
Amanah itu dari keutamaan-keutamaan akhlak.
وَالتَّعَامُلُ فِي التِّجَارَةِ وَالْأُمُورِ
الْمَادِّيَّةِ يَسْتَلْزِمُ الْأَمَانَةَ
Dan berinteraksi dalam perdagangan dan urusan-urusan materi
memerlukan amanah.
حَتَّى تَتِمَّ الْأُمُورُ وَالتَّعَامُلَاتُ
بَيْنَ النَّاسِ بِلَا مُنَازَعَاتٍ
Agar urusan-urusan dan transaksi-transaksi antara manusia
terlaksana tanpa perselisihan.
وَبِلَا إِثَارَةِ شُرُورٍ فِي الْمُجْتَمَعِ
Dan tanpa menimbulkan kejahatan-kejahatan dalam masyarakat.
وَعَلَى الْعَكْسِ مِنْ ذَلِكَ؛ فَإِنَّ
الْغِشَّ وَالْخِدَاعَ يَجْلِبُ عَلَى الْمُجْتَمَعِ الْوَيْلَاتِ وَالْبَغْضَاءَ
وَالتَّشَاحُنَ بَيْنَ النَّاسِ
Sebaliknya; sesungguhnya penipuan dan kebohongan membawa
bencana, kebencian, dan permusuhan di antara manusia.
وَهَذَا الْحَدِيثُ يُوَضِّحُ أَنَّ الْغِشَّ
لَيْسَ مِنَ الْإِسْلَامِ
Hadis ini menjelaskan bahwa penipuan bukan bagian dari
Islam.
وَأَنَّ الْغَشَّاشَ عَلَى خَطَرٍ عَظِيمٍ
Dan bahwa penipu berada dalam bahaya yang besar.
فَيَرْوِي أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ
Abu Hurairah radhiyallahu anhu meriwayatkan.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ
Bahwa Rasulullah ﷺ melewati tumpukan makanan.
وَالصُّبْرَةُ: هِيَ الْكَوْمَةُ مِنَ
الطَّعَامِ
Dan 'subrah' adalah tumpukan dari makanan.
مِثْلُ الْقَمْحِ أَوِ الشَّعِيرِ
Seperti gandum atau jelai.
يَعْرِضُهَا التَّاجِرُ لِيَبِيعَهَا
Yang dipajang oleh pedagang untuk dijual.
فَأَدْخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ فِي جَوْفِهَا
Jadi Nabi ﷺ memasukkan tangannya ke dalamnya.
فَوَجَدَ بَلَلًا فِي أَسْفَلِ الطَّعَامِ
Maka beliau menemukan kelembaban (basah) di bagian bawah
makanan.
وَفِي رِوَايَةِ أَبِي دَاوُدَ
Dan dalam riwayat Abu Dawud.
«أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِرَجُلٍ يَبِيعُ طَعَامًا
Bahwa Rasulullah ﷺ lewat di depan seorang laki-laki yang
menjual makanan.
فَسَأَلَهُ: كَيْفَ تَبِيعُ؟
Maka beliau bertanya kepadanya: Bagaimana kamu menjualnya?
فَأَخْبَرَهُ، فَأُوحِيَ إِلَيْهِ: أَنْ
أَدْخِلْ يَدَكَ فِيهِ
Dia memberitahunya, lalu diwahyukan kepadanya: Masukkan
tanganmu ke dalamnya.
فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهِ، فَإِذَا هُوَ
مَبْلُولٌ
Maka dia memasukkan tangannya ke dalamnya, dan ternyata
makanan itu basah.
فَكَانَ إِدْخَالُ يَدِهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَحْيٍ مِنَ اللَّهِ سُبْحَانَهُ
Jadi memasukkan tangan beliau ﷺ adalah dengan wahyu
dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.
فَسَأَلَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ؟
Maka Nabi ﷺ bertanya kepadanya: Apa ini, wahai pemilik
makanan?
فَأَخْبَرَهُ التَّاجِرُ أَنَّهُ قَدْ سَقَطَ
عَلَيْهِ الْمَطَرُ فَبَلَّلَهُ
Pedagang itu memberitahunya bahwa hujan telah turun dan
membasahi makanan tersebut.
وَهَذَا يَعْنِي أَنَّهُ جَعَلَ الْجَافَّ
الصَّحِيحَ ظَاهِرًا، وَالْمَبْلُولَ الرَّدِيءَ فِي الْأَسْفَلِ
Ini berarti dia meletakkan yang kering dan baik di atas,
sementara yang basah dan buruk di bawah.
فَقَبِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عُذْرَهُ
Maka Nabi ﷺ menerima alasannya.
وَنَبَّهَهُ إِلَى مَا يَنْبَغِي أَنْ
يَعْمَلَهُ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ
Dan beliau menegurnya tentang apa yang seharusnya dia
lakukan dalam keadaan ini.
فَقَالَ: أَفَلَا جَعَلْتَهُ فَوْقَ
الطَّعَامِ
Beliau berkata: 'Mengapa tidak meletakkannya di atas
makanan?'
بِأَنْ تُخْرِجَ الْحَبَّ الْمُبْتَلَّ مِنْ
أَسْفَلَ إِلَى أَعْلَى
Yaitu mengeluarkan biji yang basah dari bawah ke atas.
حَتَّى يَرَاهُ النَّاسُ الْمُشْتَرُونَ
Agar orang-orang yang membeli bisa melihatnya.
وَيَكُونُوا عَلَى بَيِّنَةٍ وَيَعْلَمُوا
بِحَالِهِ وَمَا فِيهِ مِنَ الْعَطَبِ
Dan agar mereka jelas dan mengetahui kondisinya serta
kerusakannya.
وَقَدْ كَانُوا يَتَبَايَعُونَ بِالصُّبْرَةِ
كَامِلَةً دُونَ النَّظَرِ إِلَى مَا فِيهَا
Dan mereka biasa melakukan transaksi dengan subrah secara
utuh tanpa melihat isinya.
وَقَدْ عَدَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَمَلَ هَذَا التَّاجِرِ غِشًّا
Dan Nabi ﷺ menganggap tindakan pedagang ini sebagai
penipuan.
فَقَالَ: مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّي
Beliau berkata: 'Barang siapa menipu, maka dia bukan dari
golonganku.'
أَيْ: مَنْ خَدَعَ النَّاسَ بِأَيِّ صُورَةٍ
فَلَيْسَ عَلَى هَدْيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسُنَّتِهِ
وَطَرِيقَتِهِ
Yaitu: Barang siapa menipu manusia dalam bentuk apapun,
maka dia bukan mengikuti petunjuk, sunnah, dan cara Nabi ﷺ.
وَهَذَا زَجْرٌ شَدِيدٌ مِنَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Ini adalah peringatan keras dari Nabi ﷺ.
وَفِيهِ تَهْدِيدٌ لِمَنْ تَمَادَى فِي
الْغِشِّ بِأَنْ يَخْرُجَ عَنْ طَرِيقَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
Dan di dalamnya ada ancaman bagi mereka yang terus-menerus
menipu agar keluar dari cara hidup Nabi ﷺ.
وَفِي الْحَدِيثِ: الزَّجْرُ وَالنَّهْيُ عَنِ
الْغِشِّ فِي كُلِّ الْأُمُورِ، وَفِي الْمُعَامَلَاتِ خَاصَّةً
Dan dalam hadis ini terdapat larangan dan peneguran
terhadap penipuan dalam segala hal, khususnya dalam transaksi.
وَفِيهِ: ضَرُورَةُ تَبْيِينِ عَيْبِ
السِّلْعَةِ لِلْمُشْتَرِي
Dan di dalamnya terdapat keharusan untuk menjelaskan cacat
barang kepada pembeli.
وَفِيهِ: أَنَّ الْحَاكِمَ يَسْتَظْهِرُ
أَحْوَالَ النَّاسِ وَيَنْصَحُ مَنْ يَحْتَاجُ لِلنَّصِيحَةِ
Dan di dalamnya ada bahwa penguasa harus memeriksa keadaan
manusia dan memberi nasihat kepada yang membutuhkan.
وَفِيهِ: حِرْصُ الشَّرِيعَةِ عَلَى إِبْعَادِ
كُلِّ مَا يَحْصُلُ بِهِ الضَّرَرُ لِلْمُسْلِمِ
Dan di dalamnya terdapat perhatian syariat untuk menjauhkan
segala hal yang dapat menimbulkan bahaya bagi seorang Muslim.bahaya bagi seorang Muslim.
Pelajaran dari Hadits ini
1.
Amanah dalam Perdagangan:
Hadits ini menegaskan pentingnya amanah dalam transaksi perdagangan. Pedagang
yang jujur harus memberi informasi yang jelas kepada pembeli mengenai kondisi
barang, terutama jika ada cacat atau kerusakan. Menutupi kondisi yang buruk
atau melakukan penipuan adalah tindakan yang sangat dilarang dalam Islam.
2.
Larangan terhadap
Penipuan (Ghisy): Hadits ini menunjukkan bahwa penipuan dalam segala bentuk
adalah dosa besar. Rasulullah ﷺ dengan tegas mengatakan, "Barang
siapa yang menipu, maka dia bukan dari golonganku." Hal ini menunjukkan
bahwa penipuan, terutama dalam hal jual beli, bertentangan dengan ajaran Islam.
3.
Transparansi dalam
Transaksi: Islam mendorong transparansi dalam semua bentuk transaksi. Dalam
kasus pedagang yang menutupi bagian bawah makanan yang basah dengan bagian atas
yang kering, Rasulullah ﷺ mengingatkan agar barang yang cacat
(basah) harus diletakkan di atas agar pembeli bisa melihatnya dan mengetahui
kondisi barang tersebut. Ini mengajarkan pentingnya kejujuran dalam bisnis.
4.
Pengawasan terhadap
Perilaku Pedagang: Hadits ini juga menunjukkan bahwa penting bagi
masyarakat dan otoritas (seperti pemerintah atau pemimpin) untuk mengawasi
perilaku pedagang dan memberikan nasihat atau peringatan kepada mereka yang
melanggar prinsip-prinsip kejujuran dalam perdagangan.
5.
Menghindari Kerusakan
dalam Masyarakat: Penipuan tidak hanya merugikan individu yang ditipu,
tetapi juga dapat merusak hubungan sosial dan menciptakan ketidakpercayaan
dalam masyarakat. Oleh karena itu, kejujuran dalam transaksi sangat penting
untuk menjaga keharmonisan dan keadilan sosial.
6.
Keseriusan dalam
Mengikuti Petunjuk Nabi ﷺ: Hadits ini juga
mempertegas bahwa siapa pun yang mengikuti jalan penipuan atau kebohongan tidak
mengikuti petunjuk dan cara hidup Nabi ﷺ. Ini adalah
peringatan keras agar umat Islam selalu berusaha untuk mengikuti sunnah Nabi
dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam berdagang.
Secara
keseluruhan, hadits ini mengajarkan nilai-nilai kejujuran, transparansi, dan
amanah dalam interaksi sosial, terutama dalam perdagangan, serta memberikan
peringatan tentang bahaya penipuan yang dapat merusak hubungan antar sesama.
Penutupan Kajian
Bapak, Ibu, saudara-saudari sekalian yang dirahmati Allah,
Dari hadis yang mulia ini, kita bisa memetik beberapa faedah dan pelajaran yang sangat berharga:
Pertama, penguatan pentingnya amanah dan kejujuran dalam setiap aspek kehidupan kita, terutama dalam muamalah. Rasulullah ﷺ menunjukkan dengan tegas bahwa penipuan dalam bentuk apa pun adalah perilaku yang sangat dicela dan bukan bagian dari ajaran Islam. Ini mengingatkan kita bahwa keberkahan rezeki tidak hanya ditentukan oleh seberapa banyak yang kita dapatkan, tetapi juga oleh bagaimana cara kita mendapatkannya.
Kedua, keharusan untuk bersikap transparan dan menjelaskan cacat atau kekurangan pada barang dagangan. Nabi Muhammad ﷺ tidak hanya menegur pedagang tersebut, tetapi juga memberikan solusi praktis: letakkan bagian yang basah di atas agar pembeli tahu dan bisa memutuskan dengan informasi yang lengkap. Ini adalah prinsip dasar dalam etika berbisnis yang adil dan jujur, membangun kepercayaan antara penjual dan pembeli.
Ketiga, hadis ini menunjukkan betapa besar perhatian syariat Islam terhadap hak-hak sesama Muslim dan upaya untuk menjauhkan segala bentuk kerugian. Allah dan Rasul-Nya sangat peduli agar setiap interaksi kita berjalan di atas dasar keadilan dan kebaikan, jauh dari penipuan yang bisa menimbulkan permusuhan dan kerusakan dalam masyarakat.
Keempat, adanya peran pemimpin atau ulama dalam mengawasi dan menasihati umatnya. Nabi ﷺ, sebagai pemimpin, turun langsung ke pasar untuk memeriksa dan memberikan bimbingan. Ini menjadi teladan bagi kita semua untuk senantiasa saling menasihati dalam kebaikan dan mengingatkan jika ada penyimpangan.
Harapan kami setelah kajian ini, semoga kita semua bisa menerapkan semangat hadis ini dalam kehidupan sehari-hari.
Mari kita senantiasa menjaga amanah dalam setiap peran kita, baik sebagai pedagang, pembeli, karyawan, pemimpin, atau bahkan dalam lingkup keluarga. Jujurlah dalam perkataan dan perbuatan.
Jika kita adalah seorang pedagang, jadilah pedagang yang jujur dan transparan. Jangan sembunyikan cacat atau kekurangan barang demi keuntungan sesaat. Ingatlah bahwa keberkahan ada pada kejujuran.
Jika kita sebagai pembeli, jadilah pembeli yang cerdas dan kritis, namun tetap menjunjung tinggi adab dan kesopanan.
Dan secara umum, mari kita menjadi agen perubahan di lingkungan kita, mengajak kepada kebaikan dan menjauhi segala bentuk kecurangan.
Dengan demikian, insyaallah masyarakat kita akan kembali dipenuhi dengan kepercayaan, keberkahan, dan kasih sayang. Mari kita berdoa agar Allah SWT senantiasa membimbing kita menjadi hamba-hamba-Nya yang amanah dan jujur.
Semoga Allah memberkahi ilmu kita dan memudahkan kita untuk mengamalkannya.
اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا
مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ بِرَحْمَتِكَ، وَاجْعَلْ خَيْرَ أَيَّامِنَا يَوْمَ
نَلْقَاكَ، وَاخْتِمْ لَنَا بِالْإِيمَانِ وَحُسْنِ الْخَاتِمَةِ.
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk penghuni surga dengan
rahmat-Mu. Jadikanlah hari terbaik kami adalah hari ketika kami berjumpa
dengan-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan beriman serta dengan akhir yang
baik.
وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ
إِلَىٰ أَقْوَمِ الطَّرِيقِ.
Kita tutup kajian dengan doa kafaratul majelis:
🌿 سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.
وَالسَّلَامُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.
Belajar membaca dan menerjemahkan syarah hadits tanpa
harakat