Hadits: Candaan yang Berakibat Serius dalam Nikah, Talak, dan Rujuk

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ

Hadirin yang dirahmati Allah,

Kita hidup di zaman ketika banyak orang mulai meremehkan makna ucapan. Kalimat yang seharusnya menjadi ikatan suci, justru diucapkan sambil tertawa. Lafaz yang seharusnya dilandasi tanggung jawab, malah dijadikan lelucon. Di tengah masyarakat kita, sering kita dapati fenomena seseorang berkata, “Aku cerai kamu,” atau “Aku nikahi kamu,” hanya dalam rangka bercanda. Bahkan tidak sedikit yang dengan ringan berkata, “Aku rujuk kamu,” sambil tersenyum, seolah itu hanyalah gurauan belaka.

Padahal, Islam memandang ucapan bukan sekadar suara yang keluar dari lisan. Islam mengajarkan bahwa ada ucapan-ucapan tertentu yang membawa konsekuensi hukum besar—dan tidak bisa dibatalkan hanya dengan alasan, “Saya tidak serius.” Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kesadaran dalam berucap, terutama dalam tiga perkara penting: nikah, talak, dan rujuk.

Jama’ah sekalian,
Karena itu, hari ini kita akan mempelajari sebuah hadits Nabi ﷺ yang sangat relevan dengan fenomena ini. Hadits yang menjadi peringatan sekaligus pelajaran, bahwa ada tiga perkara yang seriusnya adalah serius, dan bercandanya pun tetap serius. Hadits ini tidak hanya berbicara tentang hukum fikih, tetapi juga menyentuh akhlak, kesungguhan, dan tanggung jawab dalam relasi antar manusia, terutama dalam hubungan rumah tangga.

Urgensi mempelajari hadits ini tidak bisa diremehkan.
Pertama, karena banyak rumah tangga yang hancur hanya karena candaan yang seharusnya tidak keluar dari lisan seorang Muslim.
Kedua, karena banyak orang yang tidak menyadari bahwa bercanda dalam hal yang sensitif bisa menjatuhkan hukum yang sebenarnya.
Ketiga, karena memahami hadits ini akan menjadikan kita lebih berhati-hati dalam berkata, lebih bertanggung jawab dalam berucap, dan lebih matang dalam menghadapi urusan pernikahan.

Mari kita buka hati dan pikiran kita, untuk menyelami faedah besar dari sabda Rasulullah ṣallallāhu ʿalaihi wa sallam ini, agar kita tidak termasuk orang-orang yang mempermainkan syariat, dan agar kita bisa menyampaikan ilmu ini kepada keluarga dan masyarakat kita yang belum memahami bahayanya gurauan dalam urusan nikah, talak, dan rujuk.

Semoga kajian ini menjadi sebab bertambahnya ilmu, meningkatnya kehati-hatian, dan tertanamnya rasa takut kepada Allah dalam setiap ucapan dan tindakan kita. Amin.


Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:

ثَلاَثٌ جِدُّهنَّ جِدٌّ وَ هَزلُهُنَّ جِدٌّ: النِّكَاحُ والطَّلَاقُ والرَّجْعَةُ

Artinya:

Ada tiga perkara yang serius tetap dianggap serius dan bercandanya pun tetap dianggap serius yaitu nikah, talak dan rujuk.

(HR Abu Daud No. 2194, At-Tirmidzi No. 1184, Ibnu Majah No. 2039)

 

Mp3: https://t.me/mp3qhn/285



Arti dan Penjelasn Per Perkataan



ثَلاَثٌ جِدُّهنَّ جِدٌّ وَ هَزلُهُنَّ جِدٌّ
Tiga perkara yang seriusnya adalah serius, dan bercandanya pun tetap dianggap serius.

Perkataan ini menunjukkan bahwa dalam Islam, terdapat tiga perkara yang tidak bisa dijadikan bahan main-main, karena konsekuensinya tetap berlaku meskipun dilakukan dalam keadaan bercanda.

Kalimat ini menegaskan prinsip kehati-hatian dalam berkata dan bertindak, terutama dalam urusan yang menyangkut kehidupan seseorang dan masyarakat secara luas.

Dalam hukum Islam, ada wilayah-wilayah yang jika seseorang memasukinya, baik dengan kesungguhan maupun dalam gurauan, maka ia tetap dianggap telah masuk dan terikat hukum.

Ungkapan ini juga menjadi peringatan agar setiap Muslim memiliki kesadaran penuh terhadap ucapan dan perbuatannya, karena bisa berdampak besar dalam kehidupan sosial dan spiritual.

Imam Nawawi dalam syarahnya menyebutkan bahwa keseriusan dan candaan dalam tiga perkara ini memiliki implikasi hukum yang nyata karena melibatkan hak dan status seseorang yang dijamin syariat.


النِّكَاحُ 
Pernikahan.

Perkataan ini adalah salah satu dari tiga perkara yang dimaksud, yaitu akad nikah.

Dalam hukum Islam, ijab dan qabul dalam akad nikah yang dilakukan dengan memenuhi syarat dan rukun, tetap sah dan mengikat, meskipun dilakukan dalam keadaan bercanda atau tidak sungguh-sungguh.

Ini menunjukkan betapa agung dan seriusnya ikatan pernikahan dalam Islam, karena ia menyangkut kehormatan, hak-hak suami istri, dan keberlangsungan keturunan.

Oleh karena itu, tidak boleh ada sikap main-main atau guyonan ketika seseorang mengucapkan akad nikah, atau menyatakan menikah, bahkan jika hanya untuk bersenda gurau.

Para ulama sepakat bahwa jika seseorang mengatakan, “Aku menikahimu,” dengan memenuhi syarat sah, maka akad itu tetap sah meskipun ia tidak berniat menikah secara serius.

Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kejelasan hukum dan menghindari kekacauan dalam hubungan sosial, terutama dalam urusan keluarga.


 والطَّلَاقُ
Dan talak.

Perkataan ini menandakan bahwa perceraian juga termasuk dalam kategori yang tidak bisa dijadikan bahan candaan.

Jika seseorang mengucapkan kata talak kepada istrinya, baik dengan niat serius maupun hanya bercanda, maka talak tersebut tetap jatuh menurut mayoritas ulama.

Ini karena talak membawa dampak hukum yang sangat besar, yaitu berakhirnya ikatan suami istri, dan bisa berujung pada perpisahan permanen, pengasuhan anak, hingga pembagian harta.

Islam menekankan bahwa seorang suami harus bijaksana dan sadar penuh saat mengucapkan kata cerai, bukan dalam keadaan emosi atau main-main.

Sikap bermain-main dalam urusan talak hanya menunjukkan kurangnya tanggung jawab terhadap keluarga dan institusi pernikahan.

Dengan menjadikan talak sebagai perkara yang serius meskipun diucapkan dalam candaan, syariat menjaga stabilitas rumah tangga dan mencegah penyalahgunaan hukum.


 والرَّجْعَةُ
Dan rujuk.

Perkataan ini menunjukkan bahwa rujuk — yaitu mengembalikan istri dalam masa iddah setelah talak raj’i — juga termasuk perkara serius yang berlaku meskipun dilakukan dalam bentuk candaan.

Jika seorang suami mengatakan kepada istrinya yang sedang dalam masa iddah, “Aku rujuk padamu,” dengan syarat-syarat sah rujuk terpenuhi, maka rujuk tersebut tetap berlaku secara hukum.

Rujuk adalah hak suami dalam masa iddah untuk memperbaiki hubungan dengan istri tanpa akad baru, namun harus disertai niat dan pernyataan yang jelas.

Jika rujuk dilakukan tanpa kesadaran tanggung jawab atau dengan niat mempermainkan istri, maka hal itu bertentangan dengan tujuan rujuk, yaitu memperbaiki dan membangun kembali rumah tangga.

Syariat menegaskan bahwa hak ini bukanlah mainan atau alat untuk mempermainkan perasaan pasangan.

Dengan menjadikan rujuk sebagai perkara serius meskipun diucapkan dalam bercanda, Islam menekankan pentingnya tanggung jawab penuh dalam relasi suami istri.


Syarah Hadits


النِّكَاحُ لَهُ أَهَمِّيَّةٌ عَظِيمَةٌ
Pernikahan memiliki pentingnya yang besar;

فَبِهِ بَقَاءُ النَّسْلِ
karena dengannya keberlangsungan keturunan;

وَتَنشَأُ الْأُسَرُ
dan keluarga terbentuk;

وَتَتَّسِعُ الصِّلَاتُ بَيْنَ النَّاسِ
dan hubungan antara manusia meluas;

وَالتَّهَاوُنُ فِي شَأْنِهِ يُؤَدِّي إِلَى مَفَاسِدَ عَظِيمَةٍ
dan meremehkan urusannya akan menyebabkan kerusakan yang besar.

وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ يَقُولُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "ثَلاثٌ"
Dan dalam hadits ini Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tiga";

أَي: ثَلاثَةُ أُمُورٍ
yaitu tiga perkara;

"جِدُّهُنَّ جَدٌّ"
"Seriusnya mereka adalah serius";

أَي: وَالْجِدُّ وَضْعُ الشَّيْءِ فِيمَا وُضِعَ لَهُ
yaitu keseriusan adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya;

وَالْمَعْنَى: أَنَّهُ يَقَعُ فِيهِنَّ الْحُكْمُ إِذَا قُصِدَ مَعْنَاهُ الْحَقِيقِيُّ
dan maknanya adalah bahwa hukum berlaku padanya jika maksudnya adalah makna yang sebenarnya;

"وَهَزْلُهُنَّ"
"Dan bercandanya mereka";

وَالْهَزْلُ: وَضْعُ الشَّيْءِ فِي أَمْرٍ آخَرَ لَمْ يُوضَعْ لَهُ
dan bercanda adalah menempatkan sesuatu pada perkara lain yang bukan tempatnya;

فَمَثَلًا يَقُولُ الْكَلِمَةَ وَلَا يَقْصِدُ الْمَعْنَى الْفِعْلِيَّ لَهَا الَّذِي فَهِمَهُ الْمُخَاطَبُ
maka misalnya seseorang mengucapkan suatu kata namun tidak bermaksud kepada makna sebenarnya yang dipahami oleh lawan bicara;

"جِدٌّ"
"Serius";

أَي: إِنَّ الْجِدَّ وَالْهَزْلَ فِي أَمْرِهِمَا سَوَاءٌ
yaitu bahwa serius dan bercanda dalam perkara ini adalah sama;

فَهُمَا يَرْجِعَانِ لِلْجِدِّ فِي تَنفِيذِهِمَا
maka keduanya kembali kepada keseriusan dalam pelaksanaannya;

وَيَقَعُ الْحُكْمُ فِيهِنَّ
dan hukum berlaku pada mereka;

أَوَّلُهَا: "النِّكَاحُ"
Yang pertama: "Pernikahan";

أَي: عَقْدُ النِّكَاحِ
yaitu akad pernikahan;

"وَالطَّلَاقُ"
"Dan talak";

أَي: النُّطْقُ بِالْفَظِّ الطَّلَاقِ الصَّرِيحِ
yaitu mengucapkan lafadz talak yang jelas;

بِقَوْلِهِ: أَنْتِ طَالِقٌ. وَنَحْوَ ذَٰلِكَ
dengan mengatakan: "Kamu ditalak," dan yang semisalnya;

"وَالْرَّجْعَةُ"
"Dan rujuk";

أَي: يَرْجِعُ امْرَأَتَهُ الَّتِي طَلَّقَهَا قَبْلَ انْقِضَاءِ الْعِدَّةِ
yaitu mengembalikan istrinya yang telah ditalaknya sebelum habis masa iddahnya;

فَكُلُّ ذَٰلِكَ لَا يَصْلُحُ فِيهِ الْهَزْلُ
maka semua itu tidak pantas dijadikan bahan bercanda;

بَلْ يَنْفُذُ الْحُكْمُ فِيهِ بِنَاءً عَلَى الْكَلِمَةِ الْمَنْطُوقَةِ
bahkan hukum berlaku padanya berdasarkan kata-kata yang diucapkan;

وَلَيْسَ عَلَى نِيَّةِ الْفَاعِلِ إِنْ كَانَ يَقْصِدُ شَيْئًا آخَرَ
dan bukan berdasarkan niat pelaku jika dia bermaksud kepada sesuatu yang lain.

وَفِي الْحَدِيثِ: بَيَانُ خُطُورَةِ شَأْنِ الْعِلَاقَاتِ الزَّوْجِيَّةِ فِي الْإِسْلَامِ
Dan dalam hadits ini: Penjelasan tentang pentingnya urusan hubungan pernikahan dalam Islam.

وَفِيهِ: الاعْتِدَادُ وَالاعْتِبَارُ بِالْفِعْلِ الظَّاهِرِيِّ دُونَ النِّيَّةِ فِي النِّكَاحِ وَالطَّلَاقِ وَالرَّجْعَةِ
Dan dalam hadits ini: Penghitungan dan pertimbangan berdasarkan tindakan lahiriah, bukan niat, dalam pernikahan, talak, dan rujuk.

وَفِيهِ: تَحْذِيرٌ مِنَ الْمُهَاتَرَاتِ وَالْهَزْلِ فِي هَذِهِ الْأُمُورِ
Dan dalam hadits ini: Peringatan dari bercanda dan bermain-main dalam perkara-perkara ini;

لِأَنَّهَا تَتَعَلَّقُ بِالْأَعْرَاضِ الَّتِي يَجِبُ حِفْظُهَا
karena perkara-perkara ini terkait dengan kehormatan yang wajib dijaga.

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/63275

 


Pelajaran dari Hadits ini


Hadits ini memberikan banyak pelajaran penting terkait urusan pernikahan, talak, dan rujuk, yaitu:

1. Ucapan yang Serius dan Bercanda Tetap Berlaku

ثَلاَثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ
Tiga hal, yang sungguh-sungguhnya adalah sungguh-sungguh, dan yang bercandanya pun tetap sungguh-sungguh.

Perkataan ini menunjukkan bahwa dalam Islam ada tiga hal penting yang tidak bisa dipermainkan, baik dalam kondisi serius maupun saat bercanda. Ucapan yang menyangkut tiga perkara ini tetap berlaku secara hukum walaupun tidak diniatkan untuk benar-benar dijalankan. Ini adalah peringatan agar umat Islam tidak menjadikan lisan sebagai alat untuk mempermainkan hukum Allah. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang yang berkata “saya cerai kamu” hanya karena emosi atau lelucon, lalu menyesal setelahnya. Hadits ini mengingatkan kita bahwa ucapan tertentu, jika sudah keluar dari lisan, bisa menjatuhkan akibat hukum, walau niat awalnya hanya main-main. Ini mengajarkan betapa besar tanggung jawab dari setiap kata yang kita ucapkan.

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
(Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.)
(QS Al-Isrā’ ayat 36)


2. Ikatan Pernikahan Harus Dijalani dengan Tanggung Jawab

النِّكَاحُ
Pernikahan.

Pernikahan dalam Islam bukan hanya sekadar perjanjian sosial, tetapi merupakan akad suci yang menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan. Perkataan ini diletakkan pertama dalam hadits karena ia adalah dasar dari pembentukan keluarga dan masyarakat. Ketika seseorang mengatakan kalimat nikah, baik serius maupun bercanda, maka jika rukun dan syaratnya terpenuhi, akad itu sah menurut syariat. Inilah mengapa orang tua atau pemuda tidak boleh mempermainkan kata “saya nikah kamu,” dalam candaan atau guyonan. Jika seorang laki-laki mengucapkannya kepada perempuan dan dihadiri saksi serta wali, bisa saja itu benar-benar menjadi pernikahan yang sah, meskipun ia hanya bercanda.

وَأَنكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ
(Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahaya laki-laki dan perempuanmu.)
(QS An-Nūr ayat 32)


3. Talak Bukan Alat untuk Mengancam

وَالطَّلَاقُ
Dan talak.

Perkataan ini menunjukkan bahwa talak (cerai) juga bukan sesuatu yang bisa dijadikan senjata dalam konflik rumah tangga. Banyak suami yang dengan enteng mengucapkan talak kepada istrinya, lalu berdalih “saya tidak serius.” Hadits ini menegaskan bahwa talak yang diucapkan, walaupun dalam keadaan marah atau bercanda, tetap bisa jatuh jika memenuhi syaratnya. Karena itu, seseorang harus benar-benar berpikir panjang sebelum mengucapkan kalimat perceraian, sebab sekali terucap bisa mengubah status hubungan secara hukum. Islam tidak ingin rumah tangga menjadi permainan emosi dan ancaman yang merusak kedamaian keluarga.

فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِن بَعْدُ حَتَّىٰ تَنكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ
(Jika suami menceraikannya (untuk ketiga kalinya), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga ia menikah dengan suami yang lain.)
(QS Al-Baqarah ayat 230)


4. Rujuk Adalah Komitmen, Bukan Rayuan

وَالرَّجْعَةُ
Dan rujuk.

Rujuk adalah kembalinya suami kepada istrinya setelah talak pertama atau kedua dalam masa iddah. Perkataan ini menegaskan bahwa ucapan rujuk juga tidak boleh dijadikan alat rayuan atau basa-basi belaka. Jika suami mengatakan, “Aku rujuk kamu,” meskipun bercanda, maka menurut hadits ini ucapan itu tetap berlaku dan bisa mengembalikan status pernikahan jika masih dalam masa iddah. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai stabilitas rumah tangga dan kejelasan status hubungan. Suami harus paham bahwa setiap kata yang menyangkut status rumah tangga adalah keputusan yang memerlukan tanggung jawab, bukan hanya ungkapan sesaat karena rindu atau menyesal.

وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَٰلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلَاحًا
(Dan para suami lebih berhak untuk merujukinya dalam masa itu, jika mereka menginginkan perbaikan.)
(QS Al-Baqarah ayat 228)


5. Hati-Hati Mengucapkan Sesuatu yang Berdampak Hukum

Ucapan seseorang bisa mengubah status hukum dalam syariat, maka sangat penting bagi setiap Muslim untuk tidak asal bicara. Dalam banyak kasus, seseorang menyepelekan kata-kata seperti “aku cerai kamu” atau “aku nikah kamu” tanpa menyadari bahwa itu bisa dianggap sah dalam pandangan fikih jika memenuhi syarat. Islam bukan hanya menilai niat, tetapi juga memperhatikan dampak dan konteks dari suatu ucapan. Maka hendaknya kita selalu berbicara dengan ilmu, tidak mengucapkan sesuatu yang tidak dipahami konsekuensinya.


6. Syariat Harus Dihormati, Jangan Dijadikan Bahan Candaan

Hadits ini juga mengajarkan kita untuk tidak menjadikan hukum-hukum Islam sebagai bahan guyonan. Menjadikan pernikahan, talak, atau rujuk sebagai lelucon sama saja dengan mempermainkan hukum Allah. Padahal syariat itu datang untuk mengatur dan menata kehidupan manusia dengan penuh kebijaksanaan. Jika manusia menjadikan hukum syariat sebagai bahan olok-olok, maka dia telah merendahkan kemuliaan wahyu.

قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ • لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
(Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian memperolok-olok?” Jangan kalian minta maaf; sesungguhnya kalian telah kafir setelah beriman.)
(QS At-Taubah ayat 65–66)


7. Islam Menjaga Kehormatan Perempuan dan Keluarga

Dengan menetapkan bahwa nikah, talak, dan rujuk tetap berlaku walau dalam candaan, Islam menunjukkan betapa besar penghormatan terhadap perempuan dan institusi keluarga. Dalam masyarakat, sering kali perempuan menjadi korban candaan atau keputusan gegabah suami. Islam tidak memberi ruang untuk hal seperti ini, karena kehormatan perempuan harus dijaga dengan serius. Maka setiap laki-laki yang berperan sebagai suami harus paham bahwa dia memikul amanah yang sangat besar dalam menjaga keluarganya.


Secara keseluruhan, hadits ini mengajarkan kita untuk berhati-hati dalam berbicara, menjunjung tinggi syariat Islam, serta memahami bahwa ucapan kita bisa berkonsekuensi besar. Islam bukan agama main-main, dan hukum-hukumnya tidak boleh dijadikan candaan. Nikah, talak, dan rujuk adalah tanggung jawab suci yang harus disikapi dengan ilmu dan kesungguhan. 


Penutup Kajian


Hadirin yang dirahmati Allah,

Kita telah menyelami makna dan faedah dari sabda Nabi ṣallallāhu ʿalaihi wa sallam tentang tiga perkara yang tidak boleh dijadikan bahan candaan: nikah, talak, dan rujuk. Hadits ini bukan hanya pelajaran hukum, tetapi juga pelajaran tentang adab, tanggung jawab, dan kesungguhan seorang Muslim dalam menyikapi hal-hal yang berdampak besar terhadap kehidupan pribadi dan sosial.

Faedah utama dari hadits ini adalah bahwa Islam tidak memandang remeh ucapan manusia. Bahkan dalam keadaan santai, bercanda, atau tanpa niat serius, ada ucapan yang tetap memiliki konsekuensi hukum nyata. Hal ini menanamkan kepada kita pentingnya menjaga lisan, berpikir sebelum berbicara, dan tidak menjadikan syariat sebagai bahan gurauan.

Hadits ini juga mengajarkan bahwa pernikahan bukan permainan, talak bukan ancaman main-main, dan rujuk bukan rayuan sesaat. Semuanya adalah tanggung jawab besar yang melibatkan hak dan kehormatan orang lain, serta akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah.

Maka harapan kita setelah kajian ini adalah:
Pertama, agar setiap dari kita menjadi pribadi yang berhati-hati dalam berbicara, terutama dalam hal yang menyangkut hukum dan kehormatan keluarga.
Kedua, agar kita bisa menasihati keluarga, teman, dan masyarakat kita yang masih menjadikan lafaz nikah, talak, atau rujuk sebagai candaan.
Ketiga, agar setiap langkah kita dalam membangun atau mengakhiri rumah tangga dilakukan dengan ilmu, kesungguhan, dan tanggung jawab, bukan dengan emosi atau kelalaian.

Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang menjaga lisan, menjunjung tinggi syariat, dan diberi taufik untuk mengamalkan ilmu yang telah kita pelajari hari ini.

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْـحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ





Latihan membaca dan menerjemahkan syarah hadits tanpa harakat


النكاح له أهمية عظيمة؛ فبه بقاء النسل، وتنشأ الأسر، وتتسع الصلات بين الناس، والتهاون في شأنه يؤدي إلى مفاسد عظيمة.

وفي هذا الحديث يقول النبي صلى الله عليه وسلم: "ثلاث"، أي: ثلاثة أمور "جدهن جد"، أي: والجد وضع الشيء فيما وضع له، والمعنى: أنه يقع فيهن الحكم إذا قصد معناه الحقيقي، "وهزلهن" والهزل: وضع الشيء في أمر آخر لم يوضع له، فمثلا يقول الكلمة ولا يقصد المعنى الفعلي لها الذي فهمه المخاطب، "جد"، أي: إن الجد والهزل في أمرهما سواء، فهما يرجعان للجد في تنفيذهما، ويقع الحكم فيهن، أولها:"النكاح"، أي: عقد النكاح، "والطلاق"، أي: النطق بلفظ الطلاق الصريح، بقوله: أنت طالق. ونحو ذلك، "والرجعة"، أي: يرجع امرأته التي طلقها قبل انقضاء العدة؛ فكل ذلك لا يصلح فيه الهزل؛ بل ينفذ الحكم فيه بناء على الكلمة المنطوقة، وليس على نية الفاعل إن كان يقصد شيئا آخر.

وفي الحديث: بيان خطورة شأن العلاقات الزوجية في الإسلام.

وفيه: الاعتداد والاعتبار بالفعل الظاهري دون النية في النكاح والطلاق والرجعة.

وفيه: تحذير من المهاترات والهزل في هذه الأمور؛ لأنها تتعلق بالأعراض التي يجب حفظها.



Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers