Hadits: Melihat Allah di Hari Kiamat dan Keutamaan Shalat Subuh dan Ashar
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ،
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ
Segala puji bagi Allah ﷻ yang telah menjadikan iman sebagai cahaya bagi hati, dan amal saleh sebagai tangga menuju surga-Nya yang kekal. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, yang telah membimbing umat ini menuju jalan keselamatan, dan kepada keluarga serta para sahabatnya yang mulia.
Jamaah yang dirahmati Allah,
Kita hidup di zaman yang penuh kesibukan. Rutinitas dunia sering kali membuat banyak orang tenggelam dalam urusan pekerjaan, usaha, pendidikan, bahkan hiburan. Tak sedikit yang terjaga sepanjang malam demi urusan dunia, tetapi tertidur lelap saat azan Subuh dikumandangkan. Di sore hari, banyak yang terhanyut dalam lalu lintas, urusan dagang, atau hanya sekadar bersantai, hingga waktu Ashar pun terlewat begitu saja. Shalat yang semestinya menjadi tiang agama dan bukti cinta kepada Allah ﷻ, justru menjadi ibadah yang paling mudah dikalahkan oleh waktu dan hawa nafsu.
Padahal, shalat Subuh dan Ashar adalah dua waktu yang sangat ditekankan oleh Rasulullah ﷺ. Dalam hadits yang akan kita kaji hari ini, beliau tidak hanya menyebut keutamaannya secara umum, tetapi mengaitkannya langsung dengan satu nikmat terbesar di akhirat: melihat Allah ﷻ dengan mata kepala sendiri. Bukan sekadar keindahan surga, bukan hanya istana dan sungai-sungai, tapi perjumpaan dengan Allah — Rabb yang kita sembah setiap hari — itulah puncak kebahagiaan bagi seorang hamba.
Pertanyaannya, apakah kita sudah menyiapkan diri untuk layak mendapatkan karunia itu?
Oleh karena itu, hadits ini sangat penting untuk kita pelajari. Bukan sekadar untuk menambah ilmu, tapi agar hati kita tergugah, amal kita berubah, dan orientasi hidup kita kembali lurus: menuju Allah ﷻ. Di dalam hadits ini, Rasulullah ﷺ memberikan gambaran yang sangat menyentuh, sangat kuat, dan mudah dibayangkan. Beliau memandang bulan purnama, lalu berkata bahwa kelak kita akan melihat Rabb kita sejelas kita melihat bulan ini — tanpa berdesakan, tanpa penghalang.
Ini adalah ajakan yang sangat dalam untuk menjaga keimanan dan amal saleh. Maka marilah kita duduk dengan hati yang terbuka dan semangat untuk berubah. Mari kita pelajari hadits ini secara perlahan, kata demi kata, agar kita tidak hanya memahami maknanya, tapi juga bisa menjadikan setiap pesannya sebagai kompas hidup menuju surga dan ridha Allah ﷻ.
Hadits 1:
Dari
Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسولُ اللَّهِ ﷺ لَيْلَةَ البَدْرِ، فَقالَ: إنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ يَومَ القِيَامَةِ كما تَرَوْنَ هذا، لا تُضَامُونَ في رُؤْيَتِهِ
HR Al-Bukhari (7436)
Hadits
2:
Dari
Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
كُنَّا عِنْدَ النبيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ، فَنَظَرَ إلى القَمَرِ
لَيْلَةً - يَعْنِي البَدْرَ - فَقَالَ: إنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كما
تَرَوْنَ هذا القَمَرَ، لا تُضَامُّونَ في رُؤْيَتِهِ، فَإِنِ اسْتَطَعْتُمْ أنْ
لا تُغْلَبُوا علَى صَلَاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وقَبْلَ غُرُوبِهَا
فَافْعَلُوا ثُمَّ قَرَأَ: {وَسَبِّحْ بحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ
وقَبْلَ الغُرُوبِ} [ق: 39]، قَالَ إسْمَاعِيلُ: افْعَلُوا لا تَفُوتَنَّكُمْ.
Kami sedang berada di sisi Nabi ﷺ, lalu beliau melihat bulan pada suatu malam—yaitu bulan purnama—dan beliau bersabda: 'Sesungguhnya kalian akan melihat Tuhan kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini, kalian tidak akan merasa kesulitan dalam melihat-Nya. Jika kalian mampu untuk tidak kalah dalam melaksanakan shalat sebelum terbit matahari dan sebelum tenggelamnya, maka lakukanlah.' Kemudian beliau membaca ayat: 'Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum terbitnya matahari dan sebelum tenggelamnya' (Qamar: 39). Ismail berkata: 'Lakukanlah, jangan sampai kalian melewatkannya.
HR Al-Bukhari (554)
Arti dan Penjelasan Per Kalimat
Kami berada di sisi Nabi ﷺ.
Perkataan ini menunjukkan suasana kebersamaan para sahabat dengan Rasulullah ﷺ dalam suatu majelis.
Ini menandakan bahwa peristiwa yang akan disebutkan berikutnya adalah pengalaman langsung dan aktual.
Hadits ini berasal dari sumber primer yang mengalami peristiwa secara langsung, sehingga memberikan kekuatan dalam hal validitas riwayat.
Keberadaan
para sahabat di sisi Nabi ﷺ juga menandakan betapa mereka sangat
mencintai, menghormati, dan ingin selalu mendapatkan ilmu darinya.
فَنَظَرَ إِلَى القَمَرِ لَيْلَةً – يَعْنِي
البَدْرَ
Lalu beliau memandang bulan pada suatu malam — yakni bulan purnama.
Perkataan ini menunjukkan bahwa Nabi ﷺ sering menggunakan fenomena alam dalam menyampaikan ajarannya.
Pandangan beliau kepada bulan purnama bukan hanya spontanitas biasa, tetapi sarat dengan makna pengajaran.
Bulan purnama, yang bulat sempurna dan bersinar terang, menjadi simbol kesempurnaan penglihatan yang akan dijadikan perumpamaan.
Penegasan bahwa yang dimaksud adalah 'badr' (purnama) memperjelas
bahwa penglihatan itu akan sangat jelas tanpa ada gangguan sedikit pun.
فَقَالَ: إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ
Lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian."
Perkataan ini merupakan kabar gembira yang luar biasa bagi orang-orang beriman. Ini menetapkan keyakinan Ahlus Sunnah bahwa Allah ﷻ akan dapat dilihat oleh hamba-Nya di akhirat dengan penglihatan yang nyata, bukan dalam mimpi atau penglihatan hati.
Penegasan dengan kata “إِنَّكُمْ” menunjukkan kepastian dan kepemilikan janji itu oleh orang-orang beriman.
Kalimat ini menunjukkan bahwa kenikmatan tertinggi di
surga bukanlah sekadar sungai, buah-buahan, atau istana, tetapi melihat wajah
Allah ﷻ.
كَمَا تَرَوْنَ هَذَا القَمَرَ
Sebagaimana kalian melihat bulan ini.
Perumpamaan ini menegaskan bahwa penglihatan terhadap Allah di akhirat akan seterang dan sejelas penglihatan terhadap bulan purnama, tanpa penghalang dan tanpa perlu berdesakan.
Ini memperjelas bahwa ru’yah Allah ﷻ adalah sesuatu yang tidak mungkin disalahpahami sebagai penglihatan hati atau ilusi.
Nabi ﷺ memberikan gambaran konkret agar para sahabat bisa membayangkan tingkat kejelasan dan kemuliaan dari peristiwa agung tersebut.
Ini juga sekaligus menenangkan hati para sahabat
agar semakin rindu bertemu Rabb-nya.
لَا تُضَامُّونَ فِي رُؤْيَتِهِ
Kalian tidak akan berdesak-desakan dalam melihat-Nya.
Perkataan ini menunjukkan bahwa tidak akan ada kesulitan, perselisihan, atau keterbatasan dalam melihat Allah di surga.
Setiap mukmin akan dapat melihat Allah dengan jelas tanpa hambatan.
Kata “تُضَامُّونَ” berasal dari kata yang berarti dizalimi atau dipersempit, dan penggunaannya di sini menunjukkan bahwa setiap orang akan mendapatkan haknya secara sempurna.
Ini menunjukkan kesempurnaan nikmat dan
keadilan Allah ﷻ kepada para penghuni surga.
فَإِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ لَا تُغْلَبُوا
عَلَى صَلَاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا فَافْعَلُوا
Maka jika kalian mampu untuk tidak dikalahkan dalam melaksanakan shalat sebelum
terbit matahari dan sebelum terbenamnya, maka lakukanlah.
Perkataan ini mengandung perintah dan motivasi besar dari Rasulullah ﷺ. Yang dimaksud adalah menjaga shalat Subuh dan Ashar — dua waktu yang paling berat dijaga oleh jiwa manusia karena godaan kantuk dan kesibukan.
Penggunaan kata “لَا تُغْلَبُوا” menunjukkan bahwa ada kekuatan yang ingin mengalahkan kita, yaitu hawa nafsu, kemalasan, dan syaitan.
Maka orang yang bisa menjaga dua shalat ini berarti ia
telah memenangkan pertarungan besar, dan layak mendapat kenikmatan melihat
Allah ﷻ.
ثُمَّ قَرَأَ: {وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ
قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الغُرُوبِ}
Kemudian beliau membaca: “Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum
terbit matahari dan sebelum terbenamnya.”
Perkataan ini menunjukkan bahwa nasihat Nabi ﷺ tidak lepas dari penguatan ayat Al-Qur’an.
Dalam ayat ini terdapat perintah bertasbih — yang dimaknai oleh para ulama dengan dzikir secara umum dan juga khusus dengan shalat.
Penegasan waktu “sebelum terbit dan sebelum terbenam” menguatkan pentingnya menjaga Subuh dan Ashar.
Ini juga
menekankan bahwa menjaga dua waktu ini bukan hanya perkara fiqih, tapi bagian
dari ibadah hati, syukur, dan hubungan dengan Allah ﷻ.
قَالَ إِسْمَاعِيلُ: افْعَلُوا لَا
تَفُوتَنَّكُمْ
Isma’il berkata: "Lakukanlah, jangan sampai kalian melewatkannya."
Ini adalah tambahan dari perawi hadits, yaitu Isma’il bin Ulayyah, yang menutup hadits dengan dorongan praktis kepada para pendengar.
Ucapan ini menunjukkan bahwa para perawi tidak hanya meriwayatkan hadits secara pasif, tetapi juga aktif mendakwahkan dan menganjurkan pengamalannya.
Kalimat “لَا تَفُوتَنَّكُمْ” adalah peringatan bahwa kesempatan melakukan amal saleh bisa hilang kapan saja, dan kita akan menyesal jika tidak mengambilnya.
Ini menunjukkan kepekaan spiritual perawi terhadap nilai amal dalam
kehidupan.
Syarah Hadits
حَثَّ الشَّرْعُ عَلَى
شُهُودِ الصَّلَوَاتِ عَامَّةً فِي الجَمَاعَةِ
Syariat menganjurkan untuk melaksanakan shalat secara umum (semua shalat fardhu)
secara berjamaah.
وَعَلَى شُهُودِ
صَلَاتَيِ العَصْرِ وَالفَجْرِ خَاصَّةً
Dan menganjurkan khusus untuk melaksanakan shalat Ashar dan Fajar.
وَإِنَّمَا خَصَّ
هَاتَيْنِ الصَّلَاتَيْنِ
Dan sesungguhnya khusus dua shalat ini.
لِاجْتِمَاعِ
المَلَائِكَةِ فِيهِمَا
Karena berkumpulnya malaikat pada kedua shalat tersebut.
وَلِرَفْعِهِمْ
أَعْمَالَ العِبَادِ
Dan karena mereka mengangkat amal-amal hamba.
وَفِي هَذَا الحَدِيثِ يُخْبِرُ جَرِيرُ بْنُ
عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
Dan di hadits ini, Jarir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu
memberitahukan.
أَنَّهُمْ كَانُوا عِندَ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Bahwa mereka berada di sisi Nabi ﷺ.
فَنَظَرَ إِلَى
القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ
Kemudian beliau melihat bulan pada malam purnama.
وَهِيَ لَيْلَةُ
الرَّابِعَ عَشَرَ مِنَ الشَّهْرِ الهِجْرِيِّ
Yaitu malam keempat belas dari bulan Hijriyah.
فَقَالَ: إِنَّكُمْ
-أَيُّهَا المُؤْمِنُونَ- سَتُرَوْنَ رَبَّكُمْ يَوْمَ القِيَامَةِ
Lalu beliau bersabda: “Sesungguhnya kalian -wahai orang-orang beriman- akan melihat
Tuhan kalian pada hari kiamat.”
كَمَا تَرَوْنَ هَذَا
القَمَرَ رُؤْيَةً مُحَقَّقَةً لَا شَكَّ فِيهَا
Seperti kalian melihat bulan ini dengan jelas, tanpa ada keraguan sedikit pun.
وَقَوْلُهُ: «لَا
تَضَامُّونَ» رُوِيَ بِفَتْحِ التَّاءِ وَالمِيمِ المُشَدَّدَةِ
Dan perkataannya: "Tidak akan saling bertumpuk" diriwayatkan dengan
membuka huruf ta’ dan mim yang ditasydid.
وَمَعْنَاهُ: لَا
يَنضَمُّ بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ فِي وَقْتِ النَّظَرِ
Dan maknanya adalah tidak ada sebagian dari kalian yang bertumpuk dengan yang lain
saat melihat (Allah).
كَمَا تَفْعَلُونَ فِي
وَقْتِ النَّظَرِ لِإِشْكَالِهِ وَخَفَائِهِ
Seperti yang kalian lakukan saat melihat bulan, karena kesulitan dan
ketidakjelasan waktu melihatnya.
كَمَا تَفْعَلُونَ
عِندَ النَّظَرِ إِلَى الهِلَالِ وَنَحْوِهِ
Seperti yang kalian lakukan saat melihat hilal dan sejenisnya.
وَيُرْوَى: «تُضَامونَ»
بِضَمِّ التَّاءِ وَتَخْفِيفِ المِيمِ
Dan diriwayatkan juga: "Kalian tidak akan saling dirugikan" dengan
mendhommah ta’ dan tidak mentasydid mim.
أَيِ: لَا يُصِيبُكُمْ ظُلْمٌ فِي رُؤْيَتِهِ
وَلَا تَعَبٌ
Artinya: Kerugian dan keletihan tidak akan menimpamu (kamu tidak dirugikan dan
letih) dalam melihat-Nya.
فَلَا يَرَاهُ
بَعْضُكُمْ دُونَ بَعْضٍ
Sehingga tidak ada yang melihat lebih dulu dari yang lain.
بَلْ كُلُّكُمْ
تَشْتَرِكُونَ فِي الرُّؤْيَةِ
Namun kalian semua akan bersama-sama melihat-Nya.
وَيُرْوَى:
«تُضَامُّونَ» بِضَمِّ التَّاءِ وَتَشْدِيدِ المِيمِ
Dan juga diriwayatkan: "Kalian tidak akan bertabrakan" dengan mendhommah
ta’ dan mentasydid mim.
أَيِ: لَا تَزَاحَمُونَ وَلَا تَخْتَلِفُونَ
Artinya: Tidak saling berdesakan atau berselisih (bertengkar).
ثُمَّ حَثَّهُمْ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَوْلِهِ: «فَإِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَلَّا تُغْلَبُوا»
Kemudian beliau menganjurkan mereka dengan sabdanya: “Jika kalian bisa, jangan
sampai kalian tertinggal.”
بِأَنْ يَكُونَ لَكُمُ اسْتِعْدَادٌ
لِتَلَافِي أَسْبَابِ الغَلَبَةِ الَّتِي تُنَافِي الاِسْتِطَاعَةَ
Yaitu agar kalian mempersiapkan diri untuk menghindari sebab-sebab ketertinggalan
yang meniadakan kemampuan kalian.
مِن نَوْمٍ، أَوِ
الاِشْتِغَالِ بِالأَشْيَاءِ الَّتِي تَمْنَعُ عَنِ الصَّلَاةِ
Dari tidur, atau kesibukan dengan hal-hal yang menghalangi dari shalat.
فَلَا تَغْفُلُوا عَنْ صَلَاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ
الشَّمْسِ
Maka jJangan kalian lalai dari shalat sebelum terbitnya matahari.
وَهِيَ الفَجْرُ
Itulah shalat Subuh.
وَقَبْلَ غُرُوبِهَا،
وَهِيَ العَصْرُ
Dan sebelum terbenamnya matahari, yaitu shalat Ashar.
فَافْعَلُوا؛ يَعْنِي:
أَنْ تُصَلُّوا هَاتَيْنِ الصَّلَاتَيْنِ فِي هَذَيْنِ الوَقْتَيْنِ
Maka lakukanlah; yaitu: kalian shalat dua shalat ini pada dua waktu tersebut.
ثُمَّ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ
وَقَبْلَ الغُرُوبِ} [ق: 39]
Kemudian Nabi ﷺ membaca: {Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum terbit
matahari dan sebelum terbenamnya} [Qaf: 39].
وَفِي الحَدِيثِ:
فَضْلُ أَدَاءِ صَلَاتَيِ الصُّبْحِ وَالعَصْرِ
Dan dalam hadits ini terdapat keutamaan melaksanakan dua shalat, yaitu Subuh dan Ashar.
Pelajaran dari Hadits ini
1. Menjadi Sahabat Dekat Rasulullah ﷺ
Perkataan كُنَّا عِندَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (Kami berada di sisi Nabi ﷺ) mengajarkan kepada kita pentingnya kedekatan dengan sumber ilmu dan teladan kebaikan.
Para sahabat begitu mencintai dan menghormati Rasulullah ﷺ sehingga mereka senantiasa hadir di majelis beliau, mengambil ilmu, iman, dan keteladanan secara langsung.
Kedekatan mereka menjadi sebab kemuliaan, karena mereka bisa menyaksikan berbagai peristiwa bersejarah, termasuk kabar-kabar akhirat.
Kita pun bisa meneladani semangat ini dengan senantiasa menghadiri majelis ilmu dan berusaha dekat dengan orang-orang saleh.
2. Mengaitkan Fenomena Alam Dengan Iman
Perkataan فَنَظَرَ إِلَى القَمَرِ لَيْلَةً – يَعْنِي البَدْرَ (Lalu beliau memandang bulan pada suatu malam — yakni bulan purnama) menunjukkan bagaimana Nabi ﷺ menjadikan kejadian sehari-hari sebagai sarana mendidik umat.
Rasulullah ﷺ menggunakan bulan purnama sebagai alat perumpamaan yang mudah dipahami, karena semua orang dapat menyaksikannya dengan jelas.
Ini mengajarkan bahwa Islam bukan agama yang jauh dari kehidupan, tetapi senantiasa relevan dengan realitas dan memanfaatkan momen-momen sederhana untuk mengingatkan manusia kepada akhirat.
3. Kenikmatan Melihat Allah di Surga
Perkataan فَقَالَ: إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ (Lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian.") merupakan kabar gembira tertinggi bagi setiap mukmin.
Melihat Allah ﷻ di akhirat adalah puncak kenikmatan dan kebahagiaan di surga. Ini adalah ganjaran agung bagi orang-orang yang menjaga iman dan amal saleh.
Penegasan ini memperkuat keyakinan bahwa surga bukan sekadar tempat kenikmatan fisik, tetapi juga tempat kenikmatan ruhani yang paling tinggi: perjumpaan dengan Allah ﷻ.
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ • إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
(Wajah-wajah pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.)
(QS. Al-Qiyamah: 22–23)
4. Perumpamaan Penglihatan yang Sempurna
Perkataan كَمَا تَرَوْنَ هَذَا القَمَرَ (Sebagaimana kalian melihat bulan ini) menunjukkan bahwa penglihatan terhadap Allah akan seterang melihat bulan purnama, tanpa penghalang.
Nabi ﷺ memberikan perumpamaan visual yang sangat kuat agar kita membayangkan betapa nyatanya ru’yah Allah ﷻ kelak. Ini bukan penglihatan samar atau kabur, tetapi jelas dan membahagiakan.
Maka, ini menjadi motivasi kuat bagi setiap mukmin untuk mengejar kenikmatan itu dengan memperbaiki ibadah dan ketakwaannya.
5. Tidak Ada Perselisihan dan Kerumunan Dalam Surga
Perkataan لَا تُضَامُّونَ فِي رُؤْيَتِهِ (Kalian tidak akan berdesak-desakan dalam melihat-Nya) memberi gambaran bahwa di surga tidak ada rasa iri, sempit, ataupun ketidakadilan.
Semua orang beriman yang berhak akan melihat Allah ﷻ tanpa terhalangi. Ini menunjukkan kesempurnaan balasan dan keadilan di akhirat.
Setiap orang mendapat bagian kebahagiaannya tanpa perlu merebut dari yang lain. Ini menanamkan harapan dan ketenteraman dalam jiwa setiap hamba yang taat.
6. Menjaga Shalat Subuh dan Ashar
Perkataan فَإِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ لَا تُغْلَبُوا عَلَى صَلَاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا فَافْعَلُوا (Maka jika kalian mampu untuk tidak dikalahkan dalam melaksanakan shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya, maka lakukanlah) adalah pesan penting bahwa menjaga shalat Subuh dan Ashar adalah kunci mendapatkan nikmat ru’yah.
Kedua shalat ini dikenal sebagai waktu yang berat dijaga karena kesibukan dan godaan tidur.
Barang siapa mampu menjaganya berarti ia telah mengalahkan hawa nafsunya dan menunjukkan keimanan yang kokoh.
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
(Peliharalah semua shalat dan (peliharalah) shalat wustha. Berdirilah untuk Allah dengan khusyuk.)
(QS. Al-Baqarah: 238)
7. Menyelaraskan Nasihat Dengan Al-Qur'an
Perkataan ثُمَّ قَرَأَ: {وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الغُرُوبِ} (Kemudian beliau membaca: “Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya.”) menunjukkan bahwa setiap ajakan Rasul ﷺ selalu memiliki dasar dari Al-Qur’an.
Beliau tidak sekadar menasihati, tetapi memperkuatnya dengan ayat-ayat Allah ﷻ agar lebih mengena dan terpatri dalam hati.
Ini juga menjadi dalil bahwa dzikir di waktu pagi dan petang — terutama melalui shalat — adalah bagian penting dari ketundukan seorang hamba.
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الغُرُوبِ
(Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya.)
(QS. Qaf: 39)
8. Nasihat Perawi yang Menggetarkan Hati
Perkataan قَالَ إِسْمَاعِيلُ: افْعَلُوا لَا تَفُوتَنَّكُمْ (Isma’il berkata: "Lakukanlah, jangan sampai kalian melewatkannya.") adalah nasihat dari perawi hadits yang ikut menggugah hati.
Ucapan ini bukan bagian dari hadits Nabi, tapi ungkapan hati yang terharu dan peduli dari seorang alim terhadap orang-orang yang mendengar hadits.
Ini menunjukkan bahwa para perawi bukan hanya penghafal, tapi juga pengamal dan penggerak. Mereka sangat ingin agar setiap ilmu yang diriwayatkan tidak hanya diketahui, tapi juga diamalkan.
9. Nilai Ibadah Dalam Kehidupan Sehari-Hari
Meskipun tidak disebutkan secara langsung dalam hadits, kita belajar bahwa ibadah bukan hanya tentang rutinitas ritual, tetapi bagian dari perjalanan menuju perjumpaan dengan Allah ﷻ. Shalat, dzikir, dan semangat mengalahkan nafsu adalah cara kita membersihkan hati agar layak melihat Allah di akhirat. Maka setiap hari adalah ladang amal untuk menyempurnakan bekal.
10. Keutamaan Waktu Pagi dan Petang
Hadits ini memberi isyarat kuat tentang keutamaan waktu pagi dan petang. Dua waktu ini adalah waktu tenang yang sangat mendukung untuk dzikir, tilawah, dan muhasabah diri. Dalam banyak ayat dan hadits, waktu pagi dan petang disebut sebagai momen penting untuk mengingat Allah. Maka siapa yang mampu menjaga dua waktu ini, ia akan mendapat keberkahan lahir dan batin.
11. Motivasi Mengalahkan Hawa Nafsu
Kalimat "jika kalian mampu untuk tidak dikalahkan..." memberi pelajaran bahwa musuh terbesar manusia bukan orang lain, tetapi dirinya sendiri. Hawa nafsu yang mengajak kepada malas, tidur, atau menunda ibadah adalah ujian utama yang harus ditaklukkan. Kemenangan atas hawa nafsu adalah jalan untuk meraih pandangan Allah yang paling mulia di akhirat.
12. Surga Adalah Tempat Kenikmatan Hakiki
Hadits ini mengajarkan bahwa surga bukan hanya tentang keindahan dan makanan, tapi tentang kenikmatan ruhani yang paling agung: melihat Rabb yang Maha Pengasih. Kenikmatan ini tidak akan dirasakan oleh orang-orang yang lalai, kufur, atau menyia-nyiakan waktu di dunia. Maka harapan melihat Allah adalah motivasi terbesar dalam beribadah.
13. Nabi ﷺ adalah Guru yang Sangat Penuh Hikmah
Cara Rasulullah ﷺ mengajarkan hadits ini menunjukkan bahwa beliau sangat memahami cara mendidik umat. Beliau tidak hanya memberi informasi, tapi menyentuh hati dan mengajak berpikir. Dari memandang bulan, mengaitkan dengan akhirat, menyambung dengan ayat, hingga menyemangati amal — semua itu dilakukan dengan hikmah yang sempurna.
14. Keberkahan Ilmu dari Majelis Bersama Orang Saleh
Para sahabat mendapatkan pelajaran ini karena mereka hadir di majelis Nabi ﷺ. Ini mengajarkan bahwa kehadiran fisik di majelis ilmu membuka peluang besar mendapatkan hidayah dan inspirasi. Tidak semua pelajaran bisa didapat dari buku, karena ada keberkahan tersendiri dari duduk bersama orang-orang yang salih dan mendapatkan nasihat langsung dari mereka.
Secara keseluruhan, hadits ini mengajarkan kepada kita bahwa keinginan tertinggi seorang mukmin adalah melihat Allah ﷻ di akhirat, dan jalan untuk mencapainya adalah dengan menjaga shalat, mengalahkan hawa nafsu, dan memakmurkan waktu pagi dan petang dengan dzikir dan ibadah.
Penutup
Kajian
Jamaah yang dirahmati Allah ﷻ,
Hadits yang kita pelajari hari ini bukanlah sekadar gambaran indah tentang akhirat, melainkan juga seruan yang sangat kuat untuk membenahi diri sejak sekarang. Ketika Rasulullah ﷺ menyampaikan bahwa kelak kita akan melihat Allah ﷻ sebagaimana kita melihat bulan purnama—tanpa keraguan, tanpa kesulitan—itu adalah puncak kenikmatan yang tidak tergambarkan oleh akal dan tidak tertandingi oleh apa pun yang pernah kita lihat di dunia ini.
Namun, kenikmatan itu tidak diberikan kepada semua orang. Ia adalah hadiah bagi orang-orang yang beriman dan menjaga hubungan mereka dengan Allah melalui shalat, khususnya shalat Subuh dan Ashar. Dua waktu yang sering kali diremehkan, namun di hadapan Allah justru sangat agung. Dalam hadits ini, Rasulullah ﷺ tidak hanya menjanjikan keutamaan, tapi juga memberi arahan praktis: “Jika kalian mampu untuk tidak dikalahkan (oleh kesibukan dan hawa nafsu) dalam menjaga shalat sebelum matahari terbit dan sebelum matahari terbenam, maka lakukanlah!”
Ini adalah panggilan bagi kita semua.
Mulai hari ini, mari kita luruskan niat, pasang alarm bukan hanya untuk bangun kerja atau sekolah, tetapi untuk menyambut pertemuan dengan Allah di waktu Subuh. Mari kita sisihkan waktu di sore hari, meskipun sedang sibuk, untuk segera menunaikan Ashar. Kita ajak keluarga kita, pasangan kita, anak-anak kita, agar rumah kita menjadi rumah yang diberkahi, yang menjaga shalat di dua waktu utama ini.
Semoga hadits ini menjadi pengingat yang terus hidup dalam hati kita. Bahwa siapa pun yang menjaga shalat dengan jujur dan ikhlas, maka kelak ia akan menatap wajah Tuhannya tanpa hijab, tanpa penghalang, dalam kenikmatan yang abadi.
Semoga Allah ﷻ menjadikan kita semua termasuk orang-orang yang tidak pernah luput dari shalat, yang mencintai perjumpaan dengan-Nya, dan kelak diberi anugerah tertinggi berupa ru’yatullah, memandang wajah-Nya di surga dengan penuh kerinduan.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ
وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ
إِلَيْكَ
وَصَلَّى اللَّهُ
عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ
Belajar membaca dan menerjemahkan syarah hadits tanpa harakat
حث الشرع على شهود الصلوات عامة في الجماعة، وعلى شهود صلاتي العصر والفجر خاصة؛ وإنما خص هاتين الصلاتين؛ لاجتماع الملائكة فيهما، ولرفعهم أعمال العباد.وفي هذا الحديث يخبر جرير بن عبد الله رضي الله عنه أنهم كانوا عند النبي صلى الله عليه وسلم، فنظر إلى القمر ليلة البدر، وهي ليلة الرابع عشر من الشهر الهجري، فقال: إنكم -أيها المؤمنون- سترون ربكم يوم القيامة كما ترون هذا القمر رؤية محققة لا شك فيها، وقوله: «لا تضامون» روي بفتح التاء والميم المشددة، ومعناه: لا ينضم بعضكم إلى بعض في وقت النظر، كما تفعلون في وقت النظر لإشكاله وخفائه كما تفعلون عند النظر إلى الهلال ونحوه، ويروى: «تضامون» بضم التاء وتخفيف الميم، أي: لا يصيبكم ظلم في رؤيته ولا تعب، فلا يراه بعضكم دون بعض، بل كلكم تشتركون في الرؤية، ويروى: «تضامون» بضم التاء وتشديد الميم، أي: لا تتزاحمون ولا تختلفون.ثم حثهم صلى الله عليه وسلم بقوله: «فإن استطعتم ألا تغلبوا»، بأن يكون لكم استعداد لتلافي أسباب الغلبة التي تنافي الاستطاعة؛ من نوم، أو الاشتغال بالأشياء التي تمنع عن الصلاة، فلا تغفلوا عن صلاة قبل طلوع الشمس، وهي الفجر، وقبل غروبها، وهي العصر، فافعلوا؛ يعني: أن تصلوا هاتين الصلاتين في هذين الوقتين، ثم قرأ النبي صلى الله عليه وسلم: {وسبح بحمد ربك قبل طلوع الشمس وقبل الغروب} [ق: 39].
وفي الحديث: فضل
أداء صلاتي الصبح والعصر.