Hadits: Misi Kenabian Menyempurnakan Akhlak Mulia

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ.

Jamaah rahimakumullah,

Di tengah perkembangan zaman yang semakin maju, kita menyaksikan banyak pencapaian luar biasa dalam bidang teknologi, pendidikan, bahkan dakwah. Namun, di balik semua kemajuan itu, kita juga melihat tantangan besar yang tak kalah nyata: lunturnya akhlak dalam kehidupan sehari-hari. Banyak orang yang secara lahiriah tampak religius—berpakaian islami, rajin beribadah, bahkan aktif dalam kegiatan keagamaan—namun di sisi lain, mereka abai terhadap etika, tidak jujur dalam transaksi, kasar dalam bertutur kata, dan tidak amanah dalam menjalankan tanggung jawab.

Fenomena ini menunjukkan bahwa ada satu aspek penting dalam ajaran Islam yang seringkali dilupakan atau dianggap remeh, yaitu akhlak. Padahal, justru akhlak inilah yang menjadi ruh dari semua ibadah dan muamalah. Islam bukan sekadar tata cara ibadah, tapi juga ajaran lengkap yang menyentuh seluruh aspek kehidupan, termasuk bagaimana kita bersikap kepada sesama manusia. Di sinilah urgensi hadits yang akan kita bahas hari ini..

Hadits yang kita akan kaji ini bukan hanya sekadar kutipan populer, tetapi merupakan pondasi dari misi kerasulan. Ia menunjukkan bahwa akhlak bukan pelengkap, melainkan inti dari keislaman kita. Dengan memahami hadits ini, kita akan disadarkan bahwa memperbaiki diri tidak cukup hanya dengan memperbanyak amal ibadah, tapi juga harus diiringi dengan memperbaiki akhlak. Maka dari itu, mari kita kaji bersama hadits agung ini agar kita tidak hanya menjadi muslim yang taat secara ritual, tetapi juga mulia dalam budi pekerti, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ. 


Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلَاقِ

(Dalam riwayat lain: «صَالِحَ الأَخْلَاقِ»)
“Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (Dalam riwayat lain: “akhlak yang baik.”)

HR. al-Bazzar (8949), Tamam dalam al-Fawaid (276), dan al-Bayhaqi dalam al-Sunan al-Kubra (21301). Adapun redaksi dengan lafaz "salih al-akhlaq" diriwayatkan oleh Ahmad (8952) dan al-Bayhaqi dalam Syuab al-iman (7978), dan juga al-Hakim (4221).

mp3: https://t.me/mp3qhn/326


Arti dan Penjelasan per Kalimat


إِنَّمَا بُعِثْتُ
Sesungguhnya aku diutus.

Perkataan ini menunjukkan eksklusivitas tujuan diutusnya Nabi Muhammad .

Kata إِنَّمَا  berfungsi untuk membatasi, seolah Rasulullah berkata, “Aku tidak diutus untuk hal lain kecuali ini.”

Ini mengisyaratkan bahwa risalah beliau bukan sekadar ajakan kepada tauhid dan ibadah ritual, tetapi juga mencakup transformasi akhlak manusia.

Kata بُعِثْتُ  (aku diutus) menunjukkan bahwa pengutusan Nabi adalah amanah langsung dari Allah, bukan inisiatif pribadi.

Ini menegaskan otoritas kenabian beliau sebagai utusan yang membawa misi perbaikan yang menyeluruh.


لِأُتَمِّمَ
Untuk menyempurnakan.

Perkataan ini menjelaskan fungsi kenabian sebagai penyempurna, bukan sekadar pengajar atau pemberi contoh.

Kata kerja لِأُتَمِّمَ  berasal dari akar kata tamma yang berarti sempurna atau lengkap.

Ini menunjukkan bahwa nilai-nilai akhlak sebenarnya telah ada sebelumnya, baik dalam syariat para nabi terdahulu maupun dalam warisan nilai-nilai sosial bangsa Arab.

Namun, akhlak-akhlak itu belum mencapai kesempurnaan konsep maupun praktiknya.

Rasulullah datang untuk melengkapi dan menguatkan fondasi tersebut agar utuh secara spiritual, sosial, dan moral.


مَكَارِمَ
Kemuliaan-kemuliaan.

Perkataan ini berasal dari kata كَرِيْم yang berarti mulia, dan dalam bentuk jamak مَكَارِمَ mencakup seluruh bentuk kemuliaan dalam perilaku.

Ini mengindikasikan bahwa akhlak bukan sekadar tindakan baik secara umum, tetapi tindakan yang memiliki nilai luhur dan terpuji dalam pandangan syariat.

Akhlak yang dimaksud mencakup sifat jujur, sabar, adil, dermawan, pemaaf, dan sebagainya.

Kata ini juga menunjukkan bahwa fokus perbaikan bukan pada bentuk lahiriah semata, tetapi pada kualitas batiniah manusia yang luhur.


الأَخْلَاقِ
Akhlak.

Perkataan ini adalah penutup yang menjelaskan objek dari penyempurnaan yang dilakukan Rasulullah .

Akhlak mencakup seluruh perilaku manusia terhadap Allah, sesama manusia, dan makhluk lainnya.

Dalam Islam, akhlak menjadi fondasi dari ibadah dan hubungan sosial, bahkan menjadi tolok ukur keimanan seseorang.

Dengan menjadikan akhlak sebagai inti misi kenabian, hadits ini menegaskan bahwa Islam bukan hanya agama ritual, tapi juga agama peradaban.

Perbaikan akhlak adalah tujuan utama syariat karena ia mencerminkan cahaya iman dalam tindakan nyata.


Syarah Hadits


كانَتِ الْعَرَبُ تَتَخَلَّقُ بِبَعْضٍ مِنْ مَحاسِنِ الْأَخْلَاقِ
Orang-orang Arab dahulu berakhlak dengan sebagian dari akhlak-akhlak yang baik.

بِما بَقِيَ عِندَهُمْ مِنْ شَرِيعَةِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ
Karena masih tersisa dari ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis-salām pada mereka.

وَلٰكِنْ كَانُوا قَدْ ضَلُّوا بِالْكُفْرِ عَنْ كَثِيرٍ مِنْهَا
Akan tetapi mereka telah tersesat karena kekufuran dari banyak di antaranya.

فَبُعِثَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُتَمِّمَ مَحاسِنَ الْأَخْلَاقِ
Maka diutuslah Rasulullah
untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang baik.

كَمَا يُؤَكِّدُ هٰذَا الْحَدِيثُ
Sebagaimana dikuatkan oleh hadits ini.

حَيْثُ يَقُولُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّمَا بُعِثْتُ"
Ketika Nabi
bersabda: "Sesungguhnya aku diutus".

أَيْ: أُرْسِلْتُ لِلْخَلْقِ
Artinya: Aku diutus kepada seluruh makhluk.

"لِأُتَمِّمَ"
"Untuk menyempurnakan".

أَيْ: أُكَمِّلَ مَا انْتَقَصَ
Artinya: Menyempurnakan apa yang kurang.

"مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ"
"Akhlak-akhlak yang mulia".

أَيْ: الْأَخْلَاقَ الْحَسَنَةَ وَالْأَفْعَالَ الْمُسْتَحْسَنَةَ
Artinya: Akhlak yang baik dan perbuatan yang terpuji.

الَّتِي جَبَلَ اللهُ عَلَيْهَا عِبَادَهُ
Yang Allah fitrahkan kepada hamba-hamba-Nya.

مِنَ الْوَفَاءِ وَالْمُرُوءَةِ، وَالْحَيَاءِ وَالْعِفَّةِ
Seperti menepati janji, menjaga kehormatan, memiliki rasa malu, dan menjaga diri.

فَيَجْعَلُ حَسَنَهَا أَحْسَنَ، وَيُضَيِّقُ عَلَى سَيِّئِهَا وَيَمْنَعُهُ
Maka ia menjadikan yang baik menjadi lebih baik, dan mempersempit serta mencegah yang buruk.

وَفِي الْحَدِيثِ: الْحَثُّ عَلَى مَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ
Dan dalam hadits ini terdapat anjuran untuk memiliki akhlak yang mulia.

وَفِيهِ: بَيَانُ أَهَمِّيَّةِ الْأَخْلَاقِ الْحَسَنَةِ فِي شَرِيعَةِ الْإِسْلَامِ
Dan padanya terdapat penjelasan tentang pentingnya akhlak yang baik dalam syariat Islam.

وَأَنَّهَا مِنْ أَوْلَوِيَّاتِهِ
Dan bahwa akhlak termasuk prioritas utama dalam ajaran Islam.

 

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/113995


Pelajaran dari Hadits ini


 1. Tujuan utama kenabian: إِنَّمَا بُعِثْتُ (Sesungguhnya aku diutus)

Perkataan إِنَّمَا بُعِثْتُ mengajarkan bahwa Rasulullah ﷺ diutus dengan misi yang sangat jelas dan terbatas: bukan untuk menaklukkan wilayah, mencari kekuasaan, atau memperbanyak pengikut semata, tapi untuk mengemban amanah besar dari Allah ﷻ. Kata innamā menunjukkan pembatasan yang kuat, menandakan bahwa misi utama beliau adalah perbaikan umat secara moral dan spiritual. Allah ﷻ berfirman dalam Surah al-Ahzab ayat 21:

  لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

(Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu). Hadits ini menanamkan kesadaran bahwa kehadiran Nabi ﷺ bukan sekadar membawa ajaran, melainkan hadir sebagai model akhlak dan pembimbing umat menuju jalan Allah.


2. Islam melanjutkan dan menyempurnakan nilai-nilai: لِأُتَمِّمَ (Untuk menyempurnakan)

Perkataan لِأُتَمِّمَ menunjukkan bahwa akhlak mulia bukanlah sesuatu yang asing bagi masyarakat sebelumnya, tetapi masih belum utuh. Islam datang bukan untuk menghapus kebaikan yang telah ada, melainkan untuk menyempurnakannya secara paripurna—baik dari sisi niat, cara, maupun tujuan. Ini selaras dengan firman Allah dalam Surah al-Mā’idah ayat 3:

  الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ

(Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu). Islam menyempurnakan akhlak manusia agar tidak hanya baik menurut pandangan sosial, tetapi juga bernilai ibadah karena dilakukan karena Allah.


3. Akhlak mulia sebagai inti risalah: مَكَارِمَ (Kemuliaan-kemuliaan)

Perkataan مَكَارِمَ mengandung arti bahwa akhlak yang ditekankan oleh Rasulullah ﷺ bukan sekadar baik dalam pandangan manusia, tetapi yang bernilai mulia dan tinggi. Kemuliaan akhlak seperti jujur, amanah, pemaaf, rendah hati, dan kasih sayang adalah standar yang ditekankan dalam Islam. Rasulullah ﷺ bersabda:

  «إِنَّ مِنْ خِيَارِكُمْ أَحْسَنَكُمْ أَخْلَاقًا»

(Sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah yang paling baik akhlaknya) – HR. al-Bukhari dan Muslim. Hal ini mengajarkan bahwa standar keutamaan seseorang bukan pada ilmu, harta, atau status, tetapi pada kualitas akhlaknya dalam kehidupan sehari-hari.


4. Akhlak sebagai cerminan keimanan: الأَخْلَاقِ (Akhlak)

Perkataan الأَخْلَاقِ menjelaskan bahwa akhlak bukan sekadar perilaku sosial, tetapi merupakan bagian dari iman. Dalam Islam, akhlak memiliki nilai yang tinggi, bahkan menjadi ukuran keimanan seseorang. Rasulullah ﷺ bersabda:

  «أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا»

(Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya) – HR. Abu Dawud. Dengan demikian, akhlak bukan tambahan setelah iman, tapi ia adalah bukti nyata dan penguat iman dalam kehidupan. Akhlak mencerminkan kedekatan seseorang kepada Allah, dan menjadi jalan utama menuju keridhaan-Nya.


5. Akhlak mulia mendahului amal ibadah

Meskipun ibadah seperti salat dan puasa adalah kewajiban utama, namun akhlak mulia sering kali lebih dahulu dirasakan manfaatnya oleh orang lain. Orang yang sabar, jujur, dan pemaaf membawa dampak positif langsung bagi lingkungan. Bahkan Rasulullah ﷺ menjamin bahwa orang yang akhlaknya baik akan mendapat kedudukan tinggi. Dalam hadits disebutkan:

  «إِنَّ الرَّجُلَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ القَائِمِ»

(Seseorang bisa mencapai derajat orang yang berpuasa dan salat malam hanya dengan akhlak yang baik) – HR. Abu Dawud (4798). Ini menunjukkan bahwa akhlak bukan hanya pelengkap, tetapi pondasi amal yang diterima di sisi Allah.


6. Misi kenabian berlaku sepanjang zaman

Hadits ini bukan hanya menggambarkan tugas Rasulullah ﷺ di masa lalu, tetapi juga menjadi panduan bagi umat Islam hingga akhir zaman. Meneladani Nabi berarti menghidupkan kembali nilai-nilai akhlak dalam keluarga, masyarakat, dan dunia. Dalam Surah al-Qalam ayat 4, Allah ﷻ berfirman:

 وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

(Dan sungguh, engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung). Umat Islam dituntut menjadikan akhlak sebagai pilar utama dakwah, pendidikan, dan kehidupan sosial, bukan hanya teori dalam buku atau ceramah.


7. Akhlak adalah kekuatan dakwah paling efektif

Perubahan masyarakat tidak selalu terjadi melalui pidato atau aturan, tetapi sering kali melalui akhlak yang ditampilkan secara nyata. Banyak orang masuk Islam bukan karena debat, tetapi karena terpesona dengan akhlak kaum Muslimin. Rasulullah ﷺ sendiri berhasil menaklukkan hati banyak orang dengan kelembutan, kejujuran, dan kasih sayangnya. Firman Allah dalam Surah Āli ‘Imrān ayat 159:

  فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

(Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati kasar, niscaya mereka menjauh dari sekelilingmu). Ini menunjukkan bahwa kekuatan akhlak lebih ampuh dari kekuatan lisan atau kekuasaan.


8. Ukuran kemuliaan seorang manusia adalah akhlaknya

Di tengah masyarakat yang sering menilai orang dari jabatan, kekayaan, atau popularitas, hadits ini menegaskan bahwa nilai seseorang di sisi Allah adalah pada akhlaknya. Rasulullah ﷺ bersabda:

  «مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلَّا عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ»

(Sedekah tidak mengurangi harta, pemaafan tidak menambah kecuali kemuliaan, dan tidaklah seseorang tawadhu' karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya) – HR. Muslim. 

Maka, orang paling hebat bukan yang paling pintar, tapi yang paling baik hatinya dan paling indah perilakunya.


Secara keseluruhan, hadits ini menegaskan bahwa inti risalah Islam adalah perbaikan akhlak. Nabi Muhammad ﷺ diutus bukan hanya untuk menyampaikan wahyu, tetapi untuk membentuk manusia yang mulia perangainya. Akhlak menjadi ukuran utama keimanan, keberhasilan dakwah, dan kedekatan seorang hamba kepada Allah. Maka, mengikuti sunnah Rasul berarti meneladani akhlaknya dalam setiap sisi kehidupan.


Penutupan Kajian


 Jamaah yang dirahmati Allah,

Setelah bersama-sama kita menyimak dan menggali makna dari sabda agung Rasulullah ﷺ: «إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلَاقِ», kita bisa merasakan betapa Islam bukan sekadar agama yang mengatur hubungan kita dengan Allah semata, tetapi juga membentuk kita menjadi manusia yang berakhlak mulia—jujur dalam lisan, lembut dalam sikap, sabar dalam ujian, dan adil dalam perlakuan. Inilah inti risalah kenabian: menyempurnakan karakter manusia agar selaras dengan cahaya petunjuk Ilahi.

Faedah hadits ini sangatlah besar. Ia mengingatkan kita bahwa amal tanpa akhlak bisa kehilangan ruhnya, dan bahwa keshalihan sejati bukan hanya tampak di masjid, tetapi juga di pasar, di rumah, di jalan, dan dalam setiap interaksi kita. Akhlak yang baik adalah cermin dari keimanan yang kuat, dan Rasulullah ﷺ telah mencontohkan dengan sempurna bagaimana akhlak menjadi senjata dakwah yang paling ampuh, bahkan mampu meluluhkan hati musuh sekalipun.

Oleh karena itu, harapan kita setelah kajian ini bukan hanya menambah ilmu, tapi juga menambah kesadaran dan semangat untuk memperbaiki diri. Mari kita bawa hadits ini ke dalam kehidupan sehari-hari—di tempat kerja, di rumah tangga, dalam pergaulan, dan di ruang digital sekalipun. Jadikan setiap momen sebagai ladang akhlak, karena bisa jadi satu senyum, satu kata maaf, atau satu sikap sabar kita menjadi sebab turunnya rahmat Allah dan hidayah bagi orang lain. Semoga kita semua menjadi bagian dari umat yang meneladani Rasulullah ﷺ, bukan hanya dalam ibadahnya, tapi juga dalam akhlaknya yang luhur. Aamiin ya Rabbal ‘alamin.

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ بِرَحْمَتِكَ، وَاجْعَلْ خَيْرَ أَيَّامِنَا يَوْمَ نَلْقَاكَ، وَاخْتِمْ لَنَا بِالْإِيمَانِ وَحُسْنِ الْخَاتِمَةِ.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk penghuni surga dengan rahmat-Mu. Jadikanlah hari terbaik kami adalah hari ketika kami berjumpa dengan-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan beriman serta dengan akhir yang baik.

وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ إِلَىٰ أَقْوَمِ الطَّرِيقِ.

Kita tutup kajian dengan doa kafaratul majelis:

🌿 سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.

 

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers