Sirah Nabawiyah (18): Islamnya Hamzah bin Abdul Muththalib Radhiyallahu ‘anhu

 

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ

Saudaraku yang dirahmati Allah,

Di tengah masyarakat kita hari ini, tantangan dakwah bukan hanya terletak pada kurangnya informasi, tapi sering kali lebih dalam: yakni ego, gengsi, dan kepentingan pribadi yang menghalangi seseorang dari menerima kebenaran. Kita menyaksikan, tak jarang orang sudah tahu mana yang benar, bahkan mengakuinya di dalam hati, namun tetap enggan berubah. Bukan karena kurang dalil, tapi karena tak mau kalah, tak siap kehilangan pengaruh, atau tak rela meninggalkan warisan kebiasaan lama.

Fenomena ini bukan hal baru dalam sejarah umat manusia. Bahkan sejak awal Islam diturunkan, Rasulullah ﷺ menghadapi manusia-manusia seperti ini, yang hatinya tahu bahwa beliau benar, namun mulutnya tetap mengingkari karena sombong dan angkuh. Inilah yang kita lihat dalam kisah Abū Jahl – musuh bebuyutan dakwah Islam – yang mengakui kebenaran tetapi menolaknya demi gengsi suku dan jabatan.

Namun di sisi lain, Allah menunjukkan kepada kita bahwa hidayah bisa turun dengan cara yang luar biasa, bahkan lewat ledakan emosi untuk membela kehormatan, sebagaimana terjadi pada Sayyidunā Ḥamzah bin ‘Abdil Muṭṭalib radhiyallahu 'anhu. Dari seorang pemburu yang pulang dengan panah, lalu mendengar keponakannya dihina, tiba-tiba Allah menggerakkan hatinya – dan dari situ, ia menjadi salah satu tiang terkuat dalam sejarah Islam.

Maka dari itu, kajian sirah ini bukan sekadar cerita masa lalu, tapi cermin untuk kita hari ini:

  • Bagaimana cara Allah memberi hidayah?

  • Apa yang bisa menghalangi manusia dari kebenaran meski dia sudah yakin?

  • Bagaimana kekuatan karakter seseorang dapat mengubah arah hidupnya dan sejarah umat?

Melalui kisah masuk Islamnya Hamzah dan kesombongan Abu Jahl, kita akan belajar bukan hanya tentang sejarah, tapi tentang psikologi manusia dalam menerima dakwah, tentang mekanisme hidayah, dan tentang apa yang membuat seseorang istimewa atau hina di sisi Allah.


Islamnya Hamzah bin Abdul Muththalib radhiyallahu ‘anhu


إِسْلَامُ حَمْزَةَ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
الْعَامُ الْهِجْرِيُّ: ٧ ق هـ
الْعَامُ الْمِيلَادِيُّ: ٦١٥

Tahun Hijriah: 7 sebelum Hijrah
Tahun Masehi: 615


فِي أَوَاخِرِ السَّنَةِ السَّادِسَةِ مِنَ النُّبُوَّةِ أَسْلَمَ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ.

Pada akhir tahun keenam dari masa kenabian, Hamzah bin Abdul Muththalib radhiyallāhu ‘anhu masuk Islam.

 وَسَبَبُ إِسْلَامِهِ: أَنَّ أَبَا جَهْلٍ مَرَّ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا عِنْدَ الصَّفَا، فَآذَاهُ وَنَالَ مِنْهُ،.

Adapun sebab keislamannya adalah karena suatu hari Abu Jahal melewati Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam di daerah Shafa, lalu menyakitinya dan mencela beliau.

وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَاكِتٌ لَا يُكَلِّمُهُ، ثُمَّ ضَرَبَهُ أَبُو جَهْلٍ بِحَجَرٍ فِي رَأْسِهِ فَشَجَّهُ حَتَّى نَزَفَ مِنْهُ الدَّمُ،

Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam diam, tidak membalas sepatah kata pun. Kemudian Abu Jahal memukul kepala beliau dengan batu hingga melukai kepala beliau dan darah pun mengalir.

ثُمَّ انْصَرَفَ عَنْهُ إِلَى نَادِي قُرَيْشٍ عِنْدَ الْكَعْبَةِ فَجَلَسَ مَعَهُمْ

Setelah itu, ia pergi ke majelis Quraisy di dekat Ka'bah dan duduk bersama mereka.


وَكَانَتْ مَوْلَاةٌ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ جُدْعَانَ فِي مَسْكَنٍ لَهَا عَلَى الصَّفَا تَرَى ذَلِكَ،

Seorang budak wanita milik Abdullah bin Jud'an yang tinggal di rumahnya di Shafa melihat kejadian itu.

وَأَقْبَلَ حَمْزَةُ مِنَ الْقَنَصِ مُتَوَشِّحًا قَوْسَهُ، فَأَخْبَرَتْهُ الْمَوْلَاةُ بِمَا رَأَتْ مِنْ أَبِي جَهْلٍ،

Saat itu Hamzah datang dari berburu dalam keadaan membawa busur panahnya, maka budak wanita itu menceritakan kepadanya apa yang dilihatnya dari perlakuan Abu Jahal.

فَغَضِبَ حَمْزَةُ وَخَرَجَ يَسْعَى، لَمْ يَقِفْ لِأَحَدٍ، مُعِدًّا لِأَبِي جَهْلٍ إِذَا لَقِيَهُ أَنْ يُوقِعَ بِهِ،

Maka Hamzah pun marah dan bergegas pergi, tidak berbicara kepada siapa pun, siap menghadapi Abu Jahal jika bertemu dengannya.

فَلَمَّا دَخَلَ الْمَسْجِدَ قَامَ عَلَى رَأْسِهِ وَقَالَ لَهُ: «تَشْتِمُ ابْنَ أَخِي وَأَنَا عَلَى دِينِهِ!» ثُمَّ ضَرَبَهُ بِالْقَوْسِ فَشَجَّهُ شَجَّةً مُنْكَرَةً،

Ketika ia memasuki masjid, ia langsung berdiri di atas kepala Abu Jahal dan berkata: "Engkau mencela anak saudaraku padahal aku berada di atas agamanya!" Lalu ia memukul kepala Abu Jahal dengan busurnya hingga terluka parah.

فَثَارَ رِجَالٌ مِنْ بَنِي مَخْزُومٍ - حَيِّ أَبِي جَهْلٍ - وَثَارَ بَنُو هَاشِمٍ - حَيِّ حَمْزَةَ - فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ: «دَعُوا أَبَا عِمَارَةَ! فَإِنِّي سَبَبْتُ ابْنَ أَخِيهِ سَبًّا قَبِيحًا».

Maka orang-orang dari Bani Makhzum – kabilah Abu Jahal – bangkit, dan begitu pula Bani Hasyim – kabilah Hamzah. Namun Abu Jahal berkata: "Biarkan Abu ‘Imarah! Sungguh aku telah mencaci anak saudaranya dengan cacian yang sangat buruk."


وَقَالَ ابْنُ إِسْحَاقَ: «ثُمَّ رَجَعَ حَمْزَةُ إِلَى بَيْتِهِ، فَأَتَاهُ الشَّيْطَانُ

Ibnu Ishaq berkata: Kemudian Hamzah pulang ke rumahnya, lalu setan mendatanginya

فَقَالَ: أَنْتَ سَيِّدُ قُرَيْشٍ اتَّبَعْتَ هَذَا الصَّابِئَ، وَتَرَكْتَ دِينَ آبَائِكَ؟ لَلْمَوْتُ خَيْرٌ لَكَ مِمَّا صَنَعْتَ».

Lalu setan berkata: "Engkau adalah pemuka Quraisy, lalu engkau mengikuti orang yang murtad ini dan meninggalkan agama nenek moyangmu? Demi Allah, kematian lebih baik bagimu daripada apa yang kau lakukan."

فَأَقْبَلَ حَمْزَةُ عَلَى نَفْسِهِ وَقَالَ: «مَا صَنَعْتُ؟! اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ رُشْدًا فَاجْعَلْ تَصْدِيقَهُ فِي قَلْبِي، وَإِلَّا فَاجْعَلْ لِي مِمَّا وَقَعْتُ فِيهِ مَخْرَجًا».

Maka Hamzah pun merenung dan berkata kepada dirinya: "Apa yang telah aku lakukan ini?! Ya Allah, jika ini adalah petunjuk, maka tetapkanlah kebenarannya dalam hatiku. Dan jika bukan, maka berikanlah aku jalan keluar dari apa yang telah aku lakukan."


فَبَاتَ بِلَيْلَةٍ لَمْ يَبِتْ بِمِثْلِهَا مِنْ وَسْوَسَةِ الشَّيْطَانِ، حَتَّى أَصْبَحَ،

Malam itu Hamzah tidak bisa tidur karena was-was yang sangat dari setan, hingga pagi tiba.

فَغَدَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «يَا ابْنَ أَخِي، إِنِّي قَدْ وَقَعْتُ فِي أَمْرٍ وَلَا أَعْرِفُ الْمَخْرَجَ مِنْهُ، وَإِقَامَةُ مِثْلِي عَلَى مَا لَا أَدْرِي مَا هُوَ، أَرُشْدٌ هُوَ أَمْ هُوَ غَيٌّ شَدِيدٌ؟ فَحَدِّثْنِي حَدِيثًا؛ فَقَدِ اشْتَهَيْتُ يَا ابْنَ أَخِي أَنْ تُحَدِّثَنِي».

Maka ia pun segera mendatangi Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dan berkata: "Wahai anak saudaraku, sungguh aku telah jatuh dalam perkara yang aku tidak tahu bagaimana jalan keluarnya. Aku ini orang terpandang, lalu aku menetap dalam sesuatu yang aku sendiri tidak tahu apakah itu petunjuk atau kesesatan yang nyata. Maka ceritakanlah kepadaku sesuatu, sungguh aku sangat ingin mendengarnya darimu wahai anak saudaraku."


فَأَقْبَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَّرَهُ وَوَعَظَهُ، وَخَوَّفَهُ وَبَشَّرَهُ،

Maka Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam pun menyampaikan nasihat dan peringatan kepadanya, mengingatkannya, menakutinya dan memberi kabar gembira kepadanya.

فَأَلْقَى اللَّهُ فِي قَلْبِهِ الْإِيمَانَ بِمَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

Lalu Allah menanamkan iman dalam hati Hamzah terhadap apa yang disampaikan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.

فَقَالَ: «أَشْهَدُ أَنَّكَ الصَّادِقُ شَهَادَةَ الصِّدْقِ، فَأَظْهِرْ يَا ابْنَ أَخِي دِينَكَ، فَوَاللَّهِ مَا أُحِبُّ أَنَّ لِي مَا أَظَلَّتْهُ السَّمَاءُ وَأَنِّي عَلَى دِينِي الْأَوَّلِ».

Maka Hamzah berkata: "Aku bersaksi bahwa engkau adalah orang yang jujur dengan kesaksian yang benar. Maka tampakkanlah agamamu wahai anak saudaraku, demi Allah, aku tidak akan menukar apa yang ada di bawah naungan langit ini dengan tetap berada di atas agamaku yang lama."


فَكَانَ إِسْلَامُ حَمْزَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَوَّلَ الْأَمْرِ أَنَفَةَ رَجُلٍ أَبَى أَنْ يُهَانَ مَوْلَاهُ،!

Awalnya, Islamnya Hamzah radhiyallāhu ‘anhu adalah karena sikap harga diri seorang laki-laki yang tidak rela tuannya dihina.

ثُمَّ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ، فَاسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى،

Namun kemudian Allah melapangkan dadanya, dan ia pun berpegang teguh pada tali agama yang kokoh.

وَاعْتَزَّ بِهِ الْمُسْلِمُونَ أَيَّمَا اعْتِزَازٍ

Kaum Muslimin pun sangat bangga dengan keislamannya!

Sumber: https://dorar.net/history/event/18

 


Tentang Abu Jahl  (Bapak Kebodohan)


 Abū Jahl, sosok yang sangat berperan dalam permusuhan terhadap Islam pada masa kenabian. Penjelasan ini akan dibagi dalam beberapa subbagian agar lebih sistematis dan mudah dipahami.


🟥 1. Nama dan Identitas Lengkap

  • Nama asli: ‘Amr ibn Hishām ibn al-Mughīrah ibn ‘Abdillāh al-Makhzūmī

  • Kunyah: Abū al-Ḥakam (أبو الحكم) — artinya “Bapak Kebijaksanaan”

  • Julukan oleh kaum Muslimin: Abū Jahl (أبو جهل) — artinya “Bapak Kebodohan”

📝 Catatan:
Julukan Abū Jahl diberikan oleh Rasulullah ﷺ sebagai bentuk celaan atas keras kepalanya, permusuhannya terhadap Islam, dan kebodohannya dalam menolak kebenaran, walaupun ia dikenal sebagai orang yang cerdas dalam kaumnya.


🟥 2. Suku dan Status Sosial

  • Berasal dari: Bani Makhzūm, salah satu suku bangsawan di Quraisy.

  • Termasuk golongan pembesar dan pemuka Quraisy.

  • Sosok berpengaruh, disegani, dan ahli dalam orasi.

  • Ia dikenal sebagai penegak adat Quraisy, pembela agama nenek moyang, dan penjaga "tatanan lama".

🧠 Fakta unik:
Abū Jahl memiliki pemikiran tajam dan daya intelektual tinggi. Namun sayangnya, ia gunakan kecerdasannya untuk menentang wahyu dan membela kesombongan suku serta status sosial.


🟥 3. Permusuhannya terhadap Islam

Abū Jahl adalah musuh utama dakwah Nabi Muhammad ﷺ sejak awal kenabian hingga wafatnya di Perang Badar.

🌑 Bentuk permusuhan:

  1. Mengejek dan mencela Nabi ﷺ di depan umum.

  2. Menyiksa para sahabat miskin, termasuk menyetujui penyiksaan terhadap Bilāl bin Rabāḥ.

  3. Melontarkan fitnah dan tuduhan bahwa Nabi ﷺ adalah tukang sihir, penyair gila, dan pemecah belah masyarakat.

  4. Menghalangi orang-orang mendengarkan Al-Qur’an dan memberi peringatan keras kepada siapa pun yang hendak masuk Islam.

  5. Berusaha membunuh Nabi ﷺ dalam peristiwa Dar an-Nadwah, yaitu saat para pemuka Quraisy merancang pembunuhan.


🟥 4. Peran dalam Peristiwa-Peristiwa Penting

📌 Insiden di Shafa (Kisah Keislaman Ḥamzah):

  • Abū Jahl menghina Nabi ﷺ dan melempar batu ke kepala beliau hingga berdarah.

  • Kejadian inilah yang membuat Ḥamzah marah dan akhirnya masuk Islam, menjadi salah satu tonggak penting dalam kekuatan Muslimin.

📌 Isrā’ dan Mi‘rāj:

  • Salah satu yang pertama mendustakan peristiwa Mi‘rāj, lalu menghasut masyarakat agar mencemooh Nabi ﷺ.

📌 Perang Badar (2 H):

  • Abū Jahl adalah komandan pasukan Quraisy.

  • Dalam perang ini, ia menunjukkan kesombongan dan semangat fanatisme kesukuan.

  • Ia dibunuh oleh dua sahabat muda, Mu‘ādh dan Mu‘awwidh (anak-anak dari ‘Afra’), kemudian dituntaskan oleh ‘Abdullāh ibn Mas‘ūd yang memenggal kepalanya.

✨ Dalam Shahih Muslim, ketika Rasulullah ﷺ melihat jenazah Abū Jahl setelah Perang Badar, beliau bersabda:

“هَذَا فِرْعَوْنُ هَذِهِ الْأُمَّةِ”

“Inilah Fir‘aun dari umat ini.”


🟥 5. Karakteristik dan Kepribadian Abū Jahl

Keras Kepala dan Sombong:

  • Ia tahu Nabi ﷺ tidak berdusta (diakui sendiri dalam beberapa riwayat).

  • Namun, ia menolak Islam karena tidak ingin mengakui kenabian dari Bani Hāshim (persaingan antar kabilah).

Diriwayatkan bahwa ia berkata:

كُنَّا نُسَاوِي بَنِي هَاشِمٍ فِي الشَّرَفِ، يُطْعِمُونَ فَنُطْعِمُ، وَيَحْمِلُونَ فَنَحْمِلُ، وَيُعْطُونَ فَنُعْطِي، حَتَّى إِذَا تَكَافَأْنَا عَلَى الرُّكَبِ، وَكُنَّا كَفَرَسَيْ رِهَانٍ، قَالُوا: مِنَّا نَبِيٌّ، فَأَنَّى لَنَا بِهَذَا؟ وَاللَّهِ لَا نُؤْمِنُ بِهِ أَبَدًا.

 

“Kami dan Bani Hāshim selalu bersaing dalam kemuliaan. Mereka memberi makan (jamaah haji), kami pun memberi makan. Mereka memberi bantuan, kami pun memberi. 

Sampai ketika kami seperti dua kuda pacuan yang setara, mereka berkata: ‘Dari kami ada Nabi!’ Maka dari mana kami bisa menandingi ini? Demi Allah, kami tidak akan pernah beriman kepadanya!”
(Lihat Tafsīr Ibn Kathīr, penjelasan surat Al-An‘ām: 33)

Fanatis terhadap Tradisi:

  • Ia takut kehilangan kekuasaan dan tradisi nenek moyang jika Islam menyebar.

  • Melihat Islam sebagai ancaman terhadap tatanan sosial Quraisy.


🟥 6. Nasibnya dan Pelajaran dari Kematian Abū Jahl

  • Tewas dalam kekalahan memalukan di Perang Badar.

  • Dibiarkan tergeletak di kubangan kematian bersama para pemuka Quraisy lainnya.

  • Rasulullah ﷺ berkata setelah perang:

    «يَا فُلَانُ بْنَ فُلَانٍ، وَيَا فُلَانُ بْنَ فُلَانٍ، أَيَسُرُّكُمْ أَنَّكُمْ أَطَعْتُمُ اللَّهَ وَرَسُولَهُ؟ فَإِنَّا قَدْ وَجَدْنَا مَا وَعَدَنَا رَبُّنَا حَقًّا، فَهَلْ وَجَدْتُّمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا؟»

    “Wahai Fulan bin Fulan, wahai Fulan bin Fulan (menyebut nama-nama pembesar Quraisy yang mati), apakah kalian senang andai dahulu kalian menaati Allah dan Rasul-Nya? Sesungguhnya kami telah menemukan apa yang dijanjikan Tuhan kami itu benar, maka apakah kalian juga telah menemukan apa yang dijanjikan Tuhan kalian itu benar?.”

📚 Pelajaran:
Kesombongan intelektual, gengsi sosial, dan fanatisme buta terhadap tradisi adalah penghalang besar terhadap hidayah. Seperti Abū Jahl, seseorang bisa mengetahui kebenaran namun tetap menolaknya karena hawa nafsu dan ego.


Abu Jahl Mengakui Bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah Orang yang Dapat Dipercaya


Abū Jahl Mengakui Bahwa Nabi Muhammad ﷺ adalah Orang yang Dapat Dipercaya

Sebelum Nabi Muhammad ﷺ diutus, beliau telah dikenal dengan gelar al-Amīn (الأمين) — "yang terpercaya". Bahkan musuh-musuh beliau, termasuk Abū Jahl, tidak pernah menuduh beliau berdusta dalam urusan duniawi.

📌 Dalam satu riwayat, al-Nadr bin al-Ḥārith (tokoh Quraisy lain) berkata kepada kaumnya:

“Kalian menuduh Muhammad sebagai pendusta. Padahal, dahulu ia adalah yang paling jujur di antara kalian...”
(Ibnu Hishām, Sīrah Nabawiyyah)


Abū Jahl Pun Tahu bahwa Agama Islam Bukanlah Kebohongan

Dalam tafsir Ibn Kathīr, dijelaskan bahwa beberapa tokoh Quraisy sebenarnya yakin bahwa Nabi Muhammad ﷺ benar, namun menolak karena alasan duniawi dan sosial.

Salah satu bukti paling gamblang berasal dari pengakuan Abū Jahl sendiri, seperti diriwayatkan dari Ibnu Ishāq: (lihat teks Arabnya di atas)

“Kami dan Bani Hāshim selalu bersaing dalam kemuliaan. Mereka memberi makan (jamaah haji), kami pun memberi makan. Mereka memberi bantuan, kami pun memberi.

Sampai ketika kami seperti dua kuda pacuan yang setara, mereka berkata: ‘Dari kami ada Nabi!’ Maka dari mana kami bisa menandingi ini? Demi Allah, kami tidak akan pernah beriman kepadanya!”

📚 (Riwayat ini dinukil dalam tafsir ayat: QS. Al-An‘ām: 33)


Mengapa Abū Jahl Tidak Mau Masuk Islam?

1. Kesombongan Suku dan Persaingan Politik

  • Ia berasal dari Bani Makhzūm, sedangkan Nabi dari Bani Hāshim.

  • Ia merasa kalah dalam perlombaan sosial jika harus mengakui kenabian dari "pesaingnya".

  • Ego suku lebih besar daripada kebenaran.

2. Takut Kehilangan Kekuasaan dan Status

  • Abū Jahl adalah penjaga struktur tradisional Quraisy, tempat di mana ia punya kedudukan tinggi.

  • Jika ia mengikuti Islam, maka tatanan sosial berubah, dan ia akan kehilangan pengaruh.

3. Fanatisme terhadap Agama Nenek Moyang

  • Ia sangat setia kepada agama berhala dan merasa Islam adalah ancaman terhadap tradisi.

4. Takut Efek Sosial dan Ekonomi

  • Ia khawatir dakwah Nabi akan memecah belah masyarakat Quraisy, menghancurkan perdagangan, dan merusak stabilitas.

5. Hawa Nafsu dan Hasad (Iri Dengki)

  • Ia tahu kebenaran, tapi tidak tahan melihat Muhammad ﷺ diagungkan dan menjadi pemimpin rohani.

📌 Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا ۚ فَانظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ 

“Dan mereka mengingkarinya, padahal hati mereka meyakini (kebenarannya), karena kezaliman dan kesombongan. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. An-Naml: 14)


Maka,

  • Abū Jahl bukan tak paham, tapi tak rela. Ia tahu siapa Nabi Muhammad ﷺ, ia bahkan tahu Al-Qur’an bukan buatan manusia.

  • Namun, kesombongan sosial, gengsi suku, dan hasrat dunia lebih dia utamakan daripada mengikuti kebenaran.

🔥 Pelajaran: Mengetahui kebenaran tidak otomatis membuat seseorang tunduk padanya. Dibutuhkan keikhlasan dan kerendahan hati agar ilmu bisa menjadi iman.

  


Pelajaran dari Kajian Sirah Ini


🟩 1. Kekuatan Dukungan dari Sosok yang Berpengaruh

  • Keislaman Ḥamzah merupakan titik balik penting bagi kaum Muslimin. Ia adalah seorang bangsawan Quraisy, pemberani, dan disegani.

  • Saat seseorang yang kuat dan terpandang masuk Islam, hal ini menguatkan posisi umat Islam yang sebelumnya tertindas dan terasing.

Pelajaran: Dukungan dari tokoh-tokoh masyarakat dalam dakwah sangat berarti. Maka strategi dakwah juga penting menyasar orang-orang yang punya pengaruh sosial (dengan tetap menjaga keikhlasan dan kebenaran misi).


🟩 2. Keberanian Membela Kebenaran Meskipun Baru Memahami

  • Ḥamzah membela Nabi ﷺ karena harga diri dan kecintaan pada keluarganya, meskipun saat itu ia belum memahami Islam sepenuhnya.

  • Namun keberanian itu membuka pintu hidayah.

Pelajaran: Niat baik dan keberanian dalam membela kebenaran bisa menjadi wasilah datangnya hidayah. Kadang seseorang masuk Islam dari rasa keadilan dan kehormatan, lalu hatinya dibuka untuk menerima kebenaran secara utuh.


🟩 3. Setan Selalu Datang Menggoda Setelah Amal Baik

  • Setelah membela Nabi ﷺ dan menyatakan keislamannya, setan membisiki Ḥamzah agar menyesal dan mempertanyakan keputusannya.

  • Ia dilanda was-was dan kebingungan sampai meminta penjelasan dari Rasulullah ﷺ.

Pelajaran: Setelah melakukan amal baik atau mengambil keputusan besar dalam agama, seringkali datang godaan setan berupa keraguan dan kecemasan. Kita butuh ilmu dan bimbingan untuk menguatkan diri.


🟩 4. Keutamaan Bertanya Kepada Ulama dan Sumber yang Benar

  • Dalam kebingungannya, Ḥamzah tidak menuruti godaan setan secara membabi buta, tapi ia datang kepada Rasulullah ﷺ untuk mencari kebenaran.

Pelajaran: Jika kita bingung atau ragu dalam agama, datanglah kepada ahlinya, bertanya kepada orang shalih yang amanah dan paham syariat. Jangan simpan sendiri dan jangan bertanya ke sembarang orang.


🟩 5. Peran Rasulullah ﷺ dalam Menyampaikan Dakwah dengan Hikmah

  • Rasulullah ﷺ menanggapi kebimbangan Ḥamzah dengan lembut dan penuh kasih sayang: mengingatkan, menasihati, memberi kabar gembira dan peringatan.

  • Bukan dengan tekanan atau penghakiman.

Pelajaran: Dakwah yang sukses adalah dakwah yang menyentuh hati, bukan sekadar menyampaikan dalil. Dibutuhkan kelembutan, pendekatan psikologis, dan penguatan keimanan.


🟩 6. Hidayah di Tangan Allah, tapi Usaha Harus Ditempuh

  • Hidayah ke dalam hati Ḥamzah datang setelah proses panjang: membela, lalu merenung, lalu bertanya, lalu mendengar langsung penjelasan dari Nabi ﷺ.

Pelajaran: Hidayah tidak datang tiba-tiba. Ia butuh proses: beramal, berpikir, mencari ilmu, mendengar, lalu Allah yang membukakan hati. Maka jangan pernah lelah menempuh jalan kebenaran.


🟩 7. Islam Bisa Masuk dari Pintu Emosi yang Terkendali

  • Awalnya Ḥamzah masuk Islam karena marah melihat keponakannya dihina, bukan karena keyakinan murni. Tapi setelah itu, ia membuka hati untuk mencari kebenaran.

Pelajaran: Jangan remehkan niat awal yang belum sempurna. Banyak orang datang ke masjid karena ikut teman, atau karena masalah pribadi—namun akhirnya Allah beri hidayah. Maka terus rangkul siapa pun yang mendekat, walau belum sepenuhnya paham.


🟩 8. Islam Membela Martabat dan Harga Diri

  • Islam yang dibawa Rasulullah ﷺ adalah agama yang menjaga kehormatan manusia, bukan membiarkan kehinaan.

Pelajaran: Dalam dakwah, tunjukkan bahwa Islam adalah agama yang membela keadilan, menolak penghinaan, dan mengangkat derajat manusia. Inilah yang menarik banyak orang masuk Islam.


🟩 9. Pentingnya Saksi Kebenaran dari Kalangan Luar

  • Dalam kisah ini, seorang mūlāh (budak perempuan) yang menjadi saksi perbuatan Abu Jahl berperan penting dalam memantik reaksi Ḥamzah.

  • Meskipun bukan dari kalangan bangsawan, kesaksiannya dipercaya dan disampaikan dengan berani.

Pelajaran: Dakwah bisa terbantu oleh siapa saja yang menjadi saksi atas kebatilan dan menyuarakan kebenaran. Kesaksian dari pihak netral atau masyarakat bawah bisa menjadi katalisator perubahan besar.


🟩 10. Dakwah Tidak Selalu Dimulai dari Pemahaman Akidah yang Mendalam

  • Ḥamzah masuk Islam karena membela kehormatan Nabi ﷺ, bukan karena ia telah mempelajari teologi Islam terlebih dahulu.

Pelajaran: Tidak semua orang akan masuk Islam atau menempuh jalan taat karena dalil dan hujjah. Kadang pintu masuknya adalah cinta, kesetiaan, atau rasa keadilan. Maka, pendekatan dakwah harus fleksibel dan manusiawi.


🟩 11. Dinamika Emosi adalah Bagian dari Perjalanan Iman

  • Perjalanan Ḥamzah mencakup emosi marah, ragu, gelisah, lalu tenang dan yakin.

  • Ini menunjukkan bahwa iman manusia bisa bertumbuh melalui gejolak jiwa, bukan hanya melalui ketenangan intelektual.

Pelajaran: Dalam mendampingi orang lain yang sedang mencari kebenaran, jangan remehkan proses emosionalnya. Kita harus sabar menemani dan menguatkan mereka di tiap tahap.


🟩 12. Tidak Ada Kesempurnaan dalam Awal Keislaman

  • Ḥamzah sempat terguncang dan hampir mundur dari keputusannya karena was-was. Tapi ia tidak menyerah kepada kebingungannya.

Pelajaran: Awal keislaman atau awal perubahan seseorang tidak harus sempurna. Yang penting adalah kemauan untuk mencari kebenaran dan melangkah terus.


🟩 13. Keberanian Moral Kadang Lebih Murni dari Kepentingan Politik

  • Ḥamzah tidak mencari keuntungan duniawi. Ia justru berkata, "Demi Allah, aku tidak ingin seluruh dunia ini jika aku harus kembali ke agamaku yang lama."

Pelajaran: Dalam dakwah dan tarbiyah, kita perlu menanamkan keberanian moral dan ketulusan beragama, bukan sekadar semangat kolektif atau loyalitas kelompok. Islam adalah keyakinan, bukan hanya identitas sosial.


🟩 14. Musuh Kebenaran Kadang Mau Mengakui Kesalahan, Tapi Tak Bertaubat

  • Abu Jahl mengakui bahwa ia telah bersalah kepada keponakan Ḥamzah dan tidak melawan. Tapi ia tetap dalam kekufuran dan keras kepala.

Pelajaran: Pengakuan atas kesalahan tidak selalu berarti perubahan hati. Banyak orang tahu mereka salah, tapi enggan berubah karena sombong atau gengsi. Maka, dakwah harus menyentuh hati, bukan sekadar menyentuh logika.


🟩 15. Momen Kecil Bisa Menjadi Titik Balik Besar

  • Kejadian ini terjadi dalam waktu singkat dan tampak biasa—seseorang dipukul, orang lain marah, lalu sebuah keputusan besar dibuat.

Pelajaran: Jangan remehkan momen-momen kecil dalam kehidupan. Dakwah bisa berhasil dalam satu percakapan, satu reaksi, atau satu kejadian, asal disertai keikhlasan dan ketepatan waktu.

 


Penutup Kajian Sirah


Alhamdulillāh... Setelah menyelami kisah masuk Islamnya Sayyidunā Ḥamzah bin ‘Abdil Muṭṭalib رضي الله عنه dan sikap keras kepala musuh Islam seperti Abū Jahl, kita belajar bahwa:

  • Hidayah adalah hak prerogatif Allah. Ia bisa datang melalui jalan yang tidak kita duga – bahkan lewat kemarahan, atau kejadian kecil yang menyentuh hati.

  • Kesombongan dan fanatisme buta adalah penghalang terbesar dari kebenaran, bahkan meskipun hati mengakuinya.

  • Islam tidak mengenal kasta: yang mulia adalah yang membela kebenaran, bukan yang punya nasab tinggi atau status sosial.

  • Betapa pentingnya keberanian membela kebenaran, seperti yang ditunjukkan Hamzah, hingga keislamannya menjadi titik balik kekuatan moral kaum muslimin.

  • Dan yang tak kalah penting: da‘i harus sabar dan bijaksana, karena penerimaan dakwah tidak selalu instan. Kadang ada proses panjang di balik hidayah.

Saudaraku,
Kita bukan hanya diajak untuk mengagumi Hamzah, tapi untuk menjadi seperti dia – orang yang membela agama ini tanpa takut celaan, yang menjadikan cintanya pada Rasul ﷺ sebagai kekuatan, bukan sekadar slogan.

Dan semoga kita dijauhkan dari sifat-sifat Abu Jahl – tahu tapi menolak, keras kepala meski hati sudah condong pada kebenaran. Na‘ūdzu billāh min dzālik.

Kita tutup kajian ini dengan membaca doa kafaratul majelis: 

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ إِلَى أَقْوَمِ الطَّرِيقِ،

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

 

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers