Khutbah: Hakekat Menyambung Silaturahmi

 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ


KHUTBAH PERTAMA


ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِي أَمَرَ بِصِلَةِ ٱلْأَرْحَامِ، وَوَعَدَ ٱلْوَاصِلِينَ بِجَزِيلِ ٱلْإِنْعَامِ، وَنَهَىٰ عَنِ ٱلْقَطِيعَةِ، وَجَعَلَهَا مِنْ كَبَائِرِ ٱلذُّنُوبِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَىٰ يَوْمِ ٱلدِّينِ.

أُوصِيكُمْ عِبَادَ ٱللَّهِ وَنَفْسِيَ ٱلْمُقَصِّرَةَ بِتَقْوَى ٱللَّهِ، فَإِنَّهَا وَصِيَّةُ ٱللَّهِ لِلْأَوَّلِينَ وَٱلْآخِرِينَ، قَالَ ٱللَّهُ تَعَالَىٰ: ﴿ وَلَقَدْ وَصَّيْنَا ٱلَّذِينَ أُوتُوا ٱلْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ ٱتَّقُوا ٱللَّهَ ﴾ [ٱلنِّسَاءُ: ١٣١]

Jamaah Jumat rahimakumullah,

Di zaman ini, kita menyaksikan kenyataan pahit bahwa banyak hubungan keluarga tercerai-berai hanya karena urusan dunia. Ada saudara kandung yang saling membelakangi, orang tua yang dilupakan oleh anaknya, atau paman dan keponakan yang saling tak menyapa bertahun-tahun lamanya. Silaturahmi—yang seharusnya menjadi jembatan kasih sayang dan rahmat—justru menjadi korban ego, gengsi, dan nafsu dunia.

Di tengah realitas yang menyedihkan ini, khutbah Jumat hari ini sangat penting untuk mengetuk hati kita, mengingatkan kembali akan kewajiban agung yang sering kita lalaikan: menyambung tali silaturahmi, terutama ketika hubungan itu sudah terputus. Kita akan membahas sebuah hadits agung dari Nabi Muhammad yang menjadi prinsip emas dalam membangun kembali ukhuwah dan keluarga:


Teks Hadits dan Terjemah


قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ، وَلَكِنِ الْوَاصِلُ الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا
(HR. al-Bukhārī)

Artinya: “Bukanlah orang yang menyambung silaturahmi itu (sekadar) orang yang membalas kebaikan, tetapi orang yang benar-benar menyambung silaturahmi adalah yang tetap menyambung ketika hubungan itu telah terputus.”

Mari kita bedah hadits ini secara rinci, agar cahaya maknanya menerangi hati kita satu per satu.


1. لَيْسَ الْوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ – Bukanlah yang menyambung silaturahmi itu sekadar yang membalas kebaikan

Kalimat ini menegaskan bahwa hakikat menyambung silaturahmi tidaklah cukup dengan timbal balik biasa, sebagaimana lazim dalam interaksi sosial. “Al-Mukāfi’” adalah orang yang hanya membalas jika ia diberi, menyapa jika disapa, atau memberi jika diberi.

Sikap ini mungkin adil dalam muamalah manusia, tapi belum mencapai derajat al-waṣil, yaitu orang yang benar-benar menyambung rahim karena Allah, bukan karena imbalan. Rasulullah menegur pemahaman ini, karena silaturahmi sejati mengandung kesabaran, ketulusan, dan keikhlasan yang lebih dalam.

Dalam hadits lain, Nabi bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ

"Tidak akan masuk surga orang yang memutus tali silaturahmi." HR.Muslim (2556)


2. وَلَكِنِ الْوَاصِلُ – Tetapi orang yang menyambung (sejati)

Kata "walākin" menunjukkan penegasan dan pembalikan standar: bukan sekadar balasan, tapi menyambung dengan pengorbanan. Inilah derajat silaturahmi ilāhiyyah, yaitu silaturahmi yang lahir dari keimanan dan berharap ridha Allah semata.

Orang seperti ini tidak menunggu untuk dihubungi, tidak menimbang untung-rugi duniawi, tapi tetap mendatangi kerabatnya yang bahkan telah menyakitinya. Dia menyambung walau disakiti, memberi walau dicaci.

Allah Ta’ala berfirman:

﴿ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ﴾

"(Yaitu) orang-orang yang menahan amarah dan memaafkan manusia." (Ali 'Imran: 134)


3. الَّذِي إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا – Yang jika rahimnya diputus, ia tetap menyambungnya

Inilah inti dari hadits ini: keagungan akhlak Islami dalam bentuk tertingginya. Ketika seseorang memutus hubungan karena marah, dengki, atau konflik, maka balasan yang utama bukanlah memutus balik, tetapi menyambung dengan kelembutan dan keikhlasan.

Bayangkan, seseorang tetap mengunjungi saudaranya yang tak pernah menyapanya. Ia tetap memberi hadiah, mengucap salam, dan mendoakan saudaranya, walau tak pernah dibalas. Inilah puncak silaturahmi yang disukai Allah.

Nabi bersabda dalam hadits lain:

الرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَقُولُ: مَن وَصَلَنِي وَصَلَهُ ٱللَّهُ وَمَن قَطَعَنِي قَطَعَهُ ٱللَّهُ.

" Rahim (silaturahmi) tergantung di Arsy, lalu ia berkata: 'Barangsiapa yang menyambung (silaturahmi) denganku, maka Allah akan menyambung (rahmat-Nya) kepadanya, dan barangsiapa yang memutuskan (silaturahmi) denganku, maka Allah akan memutuskan (rahmat-Nya) darinya." (HR. Muslim (2555)


Penutup Khutbah Pertama


Jamaah yang dirahmati Allah,

Hadits yang agung ini mengajarkan kita untuk tidak menjadikan silaturahmi sebagai alat transaksi sosial. Mari kita bangun kembali hubungan keluarga yang telah retak, walau hanya dengan sapaan, pesan singkat, atau kunjungan. Karena barangkali, di situlah keberkahan hidup kita tersembunyi.

أَقُولُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ ٱللَّهَ ٱلْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ، فَٱسْتَغْفِرُوهُ، إِنَّهُ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ.


KHUTBAH KEDUA


ٱلْـحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا. أُوصِيكُمْ عِبَادَ ٱللَّهِ وَنَفْسِيَ ٱلْمُقَصِّرَةَ بِتَقْوَى ٱللَّهِ، فَهِيَ وَصِيَّةُ ٱللَّهِ لِلْأَوَّلِينَ وَٱلْآخِرِينَ.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Telah kita kaji bersama hadits mulia tentang silaturahmi sejati: bukan sekadar membalas kebaikan, tetapi tetap menyambung walau telah diputus. Ini adalah bagian dari keimanan dan akhlak mulia yang diridhai Allah. Mari kita jadikan khutbah ini sebagai pemantik semangat untuk memperbaiki relasi keluarga, memperbanyak doa untuk saudara, dan menahan diri dari balas dendam dan kebencian.

اللَّهُمَّ ٱجْعَلْنَا مِنَ ٱلْوَاصِلِينَ لِأَرْحَامِنَا، وَٱغْفِرْ لَنَا تَقْصِيرَنَا، وَٱجْعَلْنَا مِنَ ٱلْمُتَّقِينَ ٱلْمُصْلِحِينَ، يَا أَرْحَمَ ٱلرَّاحِمِينَ.

اللَّهُمَّ ٱغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِينَا، وَلِأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا، وَلِأَهْلِينَا وَأَحِبَّائِنَا، وَلِلْمُسْلِمِينَ وَٱلْمُسْلِمَاتِ، ٱلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَٱلْأَمْوَاتِ.

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُورِنَا، وَوَفِّقْهُمْ لِمَا فِيهِ خَيْرُ ٱلْبِلَادِ وَٱلْعِبَادِ، وَٱرْزُقْهُمُ ٱلْبِطَانَةَ ٱلصَّالِحَةَ ٱلنَّاصِحَةَ، يَا رَبَّ ٱلْعَالَمِينَ.

اللَّهُمَّ ٱجْعَلْ هَذَا ٱلْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًّا، سَخَاءً رَخَاءً، وَسَائِرَ بِلَادِ ٱلْمُسْلِمِينَ..

عبادَ اللهِ، إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى، وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ.

فَٱذْكُرُوا ٱللَّهَ ٱلْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَٱشْكُرُوهُ عَلَىٰ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ، وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers