Hadits: Allah Tidak Melihat pada Rupa dan Harta Kalian Tetapi Pada Hati dan Amal

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ

Jamaah yang dirahmati Allah,

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai fenomena di mana manusia menilai kemuliaan seseorang berdasarkan faktor-faktor lahiriah seperti harta, kedudukan, dan penampilan fisik. Masyarakat cenderung mengukur kesuksesan dari jumlah kekayaan, banyaknya pengikut di media sosial, atau status sosial yang dimiliki. Sayangnya, ukuran-ukuran duniawi ini sering kali menimbulkan kesenjangan sosial, kesombongan bagi yang memiliki kelebihan, serta rasa rendah diri bagi mereka yang dianggap kurang beruntung.

Di tengah realitas ini, Islam datang membawa standar yang berbeda. Rasulullah ﷺ mengajarkan kepada kita bahwa Allah tidak menilai seseorang dari rupa atau hartanya, melainkan dari ketakwaan yang ada dalam hatinya dan amal saleh yang dikerjakannya. 

Hadits yang akan kita kaji ini memiliki faedah besar bagi kehidupan kita. Ia mengingatkan kita untuk tidak tertipu oleh penampilan luar, melainkan fokus memperbaiki hati dan amal. Betapa banyak orang yang terlihat sukses di mata manusia, tetapi kosong dari ketakwaan, dan betapa banyak yang tampak sederhana namun mulia di sisi Allah.

Oleh karena itu, kajian ini sangat penting bagi kita semua. Kita akan membahas bagaimana hati yang bersih dan niat yang ikhlas menjadi kunci utama dalam kehidupan seorang Muslim, serta bagaimana amal saleh menjadi bukti nyata dari kualitas keimanan seseorang. Semoga dengan memahami hadits ini, kita dapat lebih fokus dalam memperbaiki diri, bukan sekadar mencari pengakuan manusia, tetapi mengejar ridha Allah semata.

Mari kita simak dan renungkan bersama.



Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ.

Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian dan harta kalian, tetapi Dia melihat kepada hati kalian dan amal perbuatan kalian 

HR Muslim (2564)

Mendengarkan mp3 hadits ini: https://t.me/mp3qhn/309


Arti dan Penjelasan Per Kalimat


إِنَّ اللهَ 

"Sesungguhnya Allah "

Diawali dengan إِنَّ  yang berfungsi sebagai penegas (ta’kīd), ini menandakan bahwa pernyataan ini memiliki kepastian.

 اللهَmenunjukkan bahwa yang berbicara tentang manusia ini adalah Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung.


لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ

"Tidak melihat rupa kalian"

لَا يَنْظُرُ  berarti "tidak melihat", maksudnya Allah tidak menilai manusia berdasarkan penampilan fisik mereka, apakah mereka tampan atau tidak, tinggi atau pendek, berkulit cerah atau gelap.

إِلَى صُوَرِكُمْ  berarti "rupa kalian", mencakup bentuk wajah, tubuh, atau aspek fisik lainnya yang sering dijadikan ukuran oleh manusia dalam menilai seseorang.


وَأَمْوَالِكُمْ

"Dan harta kalian"

Harta dalam bentuk kekayaan materi, properti, dan aset lainnya sering menjadi tolok ukur kedudukan seseorang di masyarakat. Namun, hadits ini menegaskan bahwa Allah tidak menjadikan harta sebagai ukuran kemuliaan seseorang di sisi-Nya.


وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ

"Tetapi Dia melihat hati kalian"

وَلَكِنْ  menunjukkan pengecualian, mengindikasikan bahwa ada sesuatu yang justru diperhatikan oleh Allah.

يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ  berarti "melihat hati kalian," yang mencakup niat, keikhlasan, ketakwaan, dan kebersihan hati dari penyakit seperti iri, sombong, dan riya’.


وَأَعْمَالِكُمْ

"Dan amal kalian"

Setelah hati, Allah juga menilai perbuatan yang dilakukan manusia.

 أَعْمَالِكُمْ  mencakup semua bentuk ibadah dan aktivitas kehidupan sehari-hari, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Amal yang dinilai oleh Allah bukan sekadar banyaknya, tetapi juga kualitasnya, yakni apakah dilakukan dengan ikhlas dan sesuai dengan syariat atau tidak.


Syarah Hadits


عَلَّمَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Nabi telah mengajarkan kepada kita

أَنَّ النَّاسَ لَا تَتَفَاضَلُ بِحُسْنِ الْمَظَاهِرِ أَوْ كَثْرَةِ الْأَمْوَالِ
bahwa manusia tidaklah saling melebihi dengan keelokan penampilan atau banyaknya harta

وَإِنَّمَا تَتَفَاضَلُ بِطَهَارَةِ الْقُلُوبِ، وَالْخَشْيَةِ مِنَ اللهِ، وَالسَّعْيِ فِي الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ
tetapi mereka saling melebihi dengan kesucian hati, rasa takut kepada Allah, dan usaha dalam amal-amal saleh.

كَمَا فِي هَذَا الْحَدِيثِ
Sebagaimana dalam hadis ini

حَيْثُ يَقُولُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللهَ تَعَالَى لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَأَمْوَالِكُمْ
di mana Nabi bersabda: 'Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak melihat kepada rupa kalian dan harta kalian'

أَي: إِنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى لَا يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِ الْعِبَادِ؛ هَلْ هِيَ كَبِيرَةٌ أَوْ صَغِيرَةٌ، أَوْ صَحِيحَةٌ أَوْ سَقِيمَةٌ
artinya: Allah tidak melihat kepada tubuh para hamba-Nya; apakah besar atau kecil, sehat atau sakit

وَلَا يَنْظُرُ إِلَى الصُّوَرِ؛ هَلْ هِيَ جَمِيلَةٌ أَوْ ذَمِيمَةٌ
dan Dia tidak melihat kepada rupa; apakah indah atau buruk

وَلَا يَنْظُرُ إِلَى الْأَمْوَالِ كَثِيرَةٍ أَوْ قَلِيلَةٍ
dan Dia tidak melihat kepada harta; apakah banyak atau sedikit

فَلَا يُؤَاخِذُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عِبَادَهُ، وَلَا يُحَاسِبُهُمْ عَلَى هَذِهِ الْأُمُورِ وَتَفَاوُتِهِمْ فِيهَا
maka Allah tidak menghukum hamba-hamba-Nya, dan tidak menghitung mereka atas hal-hal ini atau perbedaan mereka di dalamnya

وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ
tetapi Dia melihat kepada hati kalian

أَي: إِلَى مَا فِيهَا مِنَ التَّقْوَى وَالْيَقِينِ، وَالصِّدْقِ وَالْإِخْلَاصِ، وَقَصْدِ الرِّيَاءِ وَالسُّمْعَةِ، وَسَائِرِ الْأَخْلَاقِ الْحَسَنَةِ وَالْقَبِيحَةِ
yaitu apa yang ada di dalamnya berupa ketakwaan, keyakinan, kejujuran, keikhlasan, tujuan riya’ dan mencari pujian, serta berbagai akhlak baik dan buruk lainnya

وَأَعْمَالِكُمْ
dan amal perbuatan kalian

أَي: وَيَنْظُرُ إِلَى أَعْمَالِكُمْ مِنْ حَيْثُ صَلَاحُهَا وَفَسَادُهَا
yaitu Dia melihat kepada amal perbuatan kalian dari segi kebaikan atau keburukannya

فَيُثِيبُ وَيُجَازِي عَلَيْهَا
lalu Dia memberikan pahala dan balasan atasnya

فَلَيْسَ بَيْنَ اللهِ وَبَيْنَ خَلْقِهِ صِلَةٌ إِلَّا بِالتَّقْوَى
maka tidak ada hubungan antara Allah dan makhluk-Nya kecuali dengan ketakwaan

فَمَنْ كَانَ لِلَّهِ أَتْقَى كَانَ مِنَ اللهِ أَقْرَبَ، وَكَانَ عِنْدَ اللهِ أَكْرَمَ
barangsiapa yang lebih bertakwa kepada Allah, maka dia lebih dekat kepada Allah dan lebih mulia di sisi Allah

إِذَنْ فَعَلَى الْمَرْءِ أَلَّا يَفْخَرَ بِمَالِهِ وَلَا بِجَمَالِهِ وَلَا بِبَدَنِهِ وَلَا بِأَوْلَادِهِ وَلَا بِقُصُورِهِ، وَلَا بِشَيْءٍ مِنْ هَذِهِ الدُّنْيَا أَبَدًا
oleh karena itu, seseorang tidak boleh membanggakan hartanya, kecantikannya, tubuhnya, anak-anaknya, istananya, atau apapun dari urusan dunia ini, selama-lamanya

إِنَّمَا إِذَا وَفَّقَهُ اللهُ لِلتَّقْوَى؛ فَهَذَا مِنْ فَضْلِ اللهِ عَلَيْهِ؛ فَلْيَحْمَدِ اللهَ عَلَيْهِ
tetapi jika Allah memberinya taufik untuk bertakwa, maka itu adalah karunia Allah kepadanya; maka hendaklah dia memuji Allah atas itu

وَإِنْ خُذِلَ فَلَا يَلُومَنَّ إِلَّا نَفْسَهُ
dan jika dia tidak diberi taufik, maka janganlah dia menyalahkan kecuali dirinya sendiri.


وَفِي الْحَدِيثِ: الْحَثُّ عَلَى الِاعْتِمَادِ عَلَى النِّيَّةِ وَحُسْنِ الْقَصْدِ
Dalam hadis ini: terdapat dorongan untuk bergantung pada niat dan maksud yang baik

وَالتَّحْذِيرُ مِنَ الرُّكُونِ إِلَى الظَّاهِرِ دُونَ إِصْلَاحِ الْبَاطِنِ
dan peringatan dari bersandar pada penampilan lahir tanpa memperbaiki batin.

وَفِي الْحَدِيثِ: بَيَانُ أَثَرِ الْقَلْبِ فِي صَلَاحِ الْجَوَارِحِ وَفَسَادِهَا
Dan dalam hadis ini juga terdapat penjelasan tentang pengaruh hati terhadap baik dan buruknya anggota tubuh.

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/92320


Pelajaran dari hadits ini


 

1. Allah Tidak Menilai Penampilan Fisik (Lahiriah)

  • Allah tidak melihat kepada rupa, bentuk tubuh, atau kekayaan manusia. Hal ini mengajarkan bahwa penampilan fisik, apakah seseorang tampan atau tidak, sehat atau sakit, kaya atau miskin, bukanlah ukuran yang penting dalam pandangan Allah.
  • Kesempurnaan fisik atau materi tidak menjadi tolok ukur kemuliaan seseorang di sisi Allah. Oleh karena itu, manusia tidak boleh membanggakan hal-hal yang bersifat duniawi semata.

2. Allah Menilai Hati dan Amal Perbuatan

  • Allah melihat hati manusia, yaitu apa yang ada di dalamnya, seperti:
    • Ketakwaan: Sejauh mana seseorang menjaga hubungan dengan Allah.
    • Keikhlasan: Apakah seseorang melakukan sesuatu semata-mata karena Allah atau karena riya’ (ingin dipuji).
    • Keyakinan: Seberapa kuat iman seseorang kepada Allah dan hari akhir.
  • Allah juga memperhatikan amal perbuatan, yaitu:
    • Kebaikan atau keburukan amal.
    • Apakah amal itu dilakukan dengan benar dan sesuai syariat, serta disertai niat yang tulus.

3. Tidak Ada Hubungan Khusus Antara Allah dan Makhluk-Nya Kecuali dengan Ketakwaan

  • Hubungan seseorang dengan Allah tidak ditentukan oleh status sosial, keturunan, atau atribut duniawi lainnya.
  • Ketakwaan adalah satu-satunya jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
  • Ini sesuai dengan firman Allah dalam Surah Al-Hujurat ayat 13:
  • إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

"Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara kalian."

4. Kewajiban Memperbaiki Hati (Batin) dan Amal Perbuatan (Lahiriah)

  • Hadits ini menekankan bahwa hati adalah pusat segala kebaikan atau keburukan. Jika hati seseorang baik, maka amal perbuatannya pun akan baik. Sebaliknya, jika hati rusak, maka seluruh amalnya akan rusak.
  • Sebagaimana disebutkan dalam hadis lain:

    أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ 

    "Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati." (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Larangan Membanggakan Hal-Hal Duniawi

  • Hadits ini mengajarkan bahwa kekayaan, kecantikan, bentuk tubuh, atau status sosial tidak boleh menjadi sumber kebanggaan.
  • Semua hal duniawi tersebut tidak memiliki nilai di sisi Allah jika tidak disertai dengan ketakwaan dan amal yang baik.
  • Kebanggaan terhadap hal-hal duniawi hanya akan membawa pada kesombongan, yang merupakan sifat tercela dan dibenci oleh Allah.

6. Keutamaan Ketakwaan dan Kesucian Hati

  • Ketakwaan adalah karunia Allah yang paling besar kepada hamba-Nya. Oleh karena itu, seseorang yang diberi taufik oleh Allah untuk menjadi orang yang bertakwa hendaknya bersyukur kepada Allah atas nikmat tersebut.
  • Kesucian hati dari sifat-sifat tercela seperti iri, dengki, sombong, dan riya’ adalah tanda keberhasilan seseorang dalam mendekatkan diri kepada Allah.

7. Peringatan dari Ketergantungan pada Penampilan Lahiriah

  • Hadits ini memperingatkan agar manusia tidak hanya fokus pada penampilan luar, tetapi lebih memperhatikan kondisi hati dan niat.
  • Penampilan dan amal lahiriah yang terlihat baik tidak ada nilainya jika tidak didasarkan pada niat yang ikhlas dan hati yang bersih.
  • Manusia sering menilai berdasarkan faktor lahiriah seperti kecantikan, kekayaan, atau status sosial, sedangkan Allah menilai dari aspek yang lebih adil: hati dan amal. Di sini ada keadilan Allah.

  • Hal ini menunjukkan bahwa setiap manusia memiliki peluang yang sama untuk menjadi mulia di sisi Allah, tanpa terhalang oleh faktor duniawi seperti latar belakang ekonomi atau fisik.


8. Pentingnya Niat dan Keikhlasan

  • Amal perbuatan diterima oleh Allah berdasarkan niat yang ikhlas.
  • Sebagaimana disebutkan dalam hadis:

     إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

    "Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya." (HR. Bukhari dan Muslim)

  • Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk memastikan bahwa niatnya dalam beribadah atau melakukan kebaikan semata-mata karena Allah.
  • Allah menilai niat dan motivasi seseorang dalam beramal. Amal yang tampak besar di mata manusia bisa tidak bernilai jika dilakukan karena riya’ atau sum’ah (ingin dipuji orang lain).

  • Hadits ini mengajarkan bahwa kualitas amal lebih penting daripada kuantitasnya, selama amal tersebut dilakukan dengan ikhlas dan sesuai dengan tuntunan syariat.

  • Setiap Muslim perlu introspeksi:

    • Apakah amal kita dilakukan dengan ikhlas atau karena ingin dipuji?

    • Seberapa sering kita menilai seseorang berdasarkan duniawi dan bukan dari ketakwaannya?

    • Apakah kita lebih banyak memperbaiki penampilan luar daripada memperbaiki hati?


9. Dorongan untuk Memperbaiki Batin Sebelum Lahiriah

  • Hadits ini mengajarkan bahwa perbaikan batin (hati) harus menjadi prioritas, karena hati adalah sumber utama dari segala amal perbuatan.
  • Penampilan lahiriah yang baik tidak ada artinya jika hati seseorang penuh dengan penyakit seperti kemunafikan, iri, atau sombong.
  • Dunia sering kali menipu manusia dengan gemerlapnya. Banyak orang yang terjebak dalam kebanggaan atas harta, kedudukan, dan penampilan fisik.

  • Hadits ini mengingatkan bahwa semua itu tidak akan bernilai di sisi Allah jika tidak digunakan untuk kebaikan.


10. Tanggung Jawab Pribadi atas Keadaan Diri

  • Jika seseorang tidak diberi taufik untuk menjadi orang yang bertakwa, maka dia tidak boleh menyalahkan siapa pun kecuali dirinya sendiri.
  • Hal ini menunjukkan bahwa setiap manusia bertanggung jawab atas pilihan hidupnya dan harus bersungguh-sungguh dalam mendekatkan diri kepada Allah.

Kesimpulan 

  • Hadits ini menekankan bahwa ukurannya adalah takwa, bukan duniawi.
  • Allah melihat hati dan amal, bukan penampilan dan kekayaan.
  • Fokuslah pada perbaikan batin dan amal saleh, karena itulah yang akan mendekatkan diri kepada Allah dan memberikan kemuliaan di sisi-Nya.

 


Penutup Kajian


Alhamdulillah, kita telah bersama-sama mengkaji hadits yang sangat berharga ini, yang mengingatkan kita bahwa kemuliaan seseorang di sisi Allah tidak ditentukan oleh rupa atau hartanya, melainkan oleh ketakwaan dalam hatinya dan amal salehnya.

Jamaah yang dirahmati Allah,
Dari hadits ini, kita mengambil beberapa faedah penting:

  1. Hakikat kemuliaan di sisi Allah bukanlah berdasarkan kekayaan, kedudukan, atau penampilan fisik, melainkan pada kebersihan hati dan ketulusan amal. Jangan sampai kita tertipu dengan standar duniawi yang sering kali menyesatkan.

  2. Pentingnya menjaga hati dengan keikhlasan, kejujuran, dan ketakwaan. Hati yang bersih akan melahirkan amal yang baik, sementara hati yang kotor akan membawa kepada keburukan.

  3. Keutamaan amal saleh sebagai bukti nyata ketakwaan kita. Tidak cukup hanya memiliki hati yang baik, tetapi harus diwujudkan dalam perbuatan nyata, seperti shalat yang khusyuk, zakat yang dikeluarkan dengan ikhlas, dan akhlak mulia dalam pergaulan.

  4. Hindari sikap membanggakan dunia karena segala sesuatu yang bersifat materi adalah sementara. Yang akan menjadi bekal kita di akhirat adalah ketakwaan dan amal saleh.

Sebagai penutup, mari kita renungkan: Seberapa sering kita lebih memperhatikan penampilan dan harta dibanding memperbaiki hati? Seberapa banyak amal kita yang benar-benar didasari keikhlasan? Semoga setelah kajian ini, kita lebih fokus dalam memperbaiki hati dan memperbanyak amal saleh, sehingga kelak kita termasuk orang-orang yang dicintai dan dimuliakan oleh Allah.

Semoga Allah memberikan kita taufik untuk mengamalkan ilmu ini dalam kehidupan sehari-hari. Kita memohon kepada Allah agar membersihkan hati kita, memperbaiki niat kita, dan menerima amal-amal kita.

Kita tutup kajian ini dengan membaca doa kafaratul majelis:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers