Hadits: Neraka Bagi Yang Berdusta Atas Nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad ﷺ, beserta keluarga, sahabat, dan umatnya yang senantiasa mengikuti sunnah-Nya.

Hadirin yang dirahmati Allah,

Di zaman sekarang ini, kita hidup di tengah arus informasi yang begitu deras. Setiap orang bisa menulis, berbicara, dan membagikan ilmu agama hanya dengan satu klik. Banyak kutipan hadits berseliweran di media sosial, pesan berantai, bahkan ceramah-ceramah, namun tak jarang tanpa disertai sumber yang jelas. Lebih parah lagi, sebagian orang menyebarkan perkataan yang diklaim dari Rasulullah ﷺ, padahal itu hanyalah karangan belaka. Bahkan ada yang berdalih, “Ini untuk motivasi saja,” tanpa peduli apakah itu betul sabda Nabi atau tidak.

Inilah yang membuat hadits yang akan kita kaji hari ini sangat penting untuk dipelajari. Karena dalam hadits ini, Rasulullah ﷺ sendiri memberikan peringatan keras: tidak boleh sembarangan berdusta atas nama beliau. Dampaknya bukan hanya pada pribadi yang berdusta, tetapi bisa menyesatkan umat, merusak ajaran, dan menodai agama yang suci ini.

Kajian ini menjadi urgensi bagi kita semua—baik sebagai orang tua, pendidik, penceramah, ataupun pengguna media sosial—agar kita tidak menjadi penyebar informasi agama yang tidak valid. Jangan sampai niat baik berubah menjadi sebab murka Allah karena kita menisbahkan sesuatu kepada Nabi ﷺ yang tidak pernah beliau katakan. Maka mari kita simak dengan hati yang terbuka, agar kita keluar dari majelis ini dengan pemahaman yang benar, niat yang lurus, dan semangat menjaga kemurnian ajaran Islam.

Semoga Allah ﷻ memberkahi waktu kita dan menjadikan kajian ini sebagai sebab bertambahnya iman, ilmu, dan amal. Aamiin. Mari kita simak dua hadits berikut ini dan hendaknya kita mengambil pelajaran berharga dari keduanya.


Hadits 1:

Dari Said bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ، فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ.

Sesungguhnya berdusta atas namaku tidak seperti berdusta atas nama orang lain. Maka, siapa yang dengan sengaja berdusta atas namaku, hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka .

HR Asy-Syasyi dalam Al-Musnad (216), Al-Bazzar (1276), dan Abu Ya'la (966)

mendengarkan rekaman mp3: https://t.me/mp3qhn/307


Hadits 2:

Dari Al-Mughirah bin Syu'bah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ، مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا، فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ. سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَنْ نِيحَ عَلَيْهِ يُعَذَّبُ بِمَا نِيحَ عَلَيْهِ.

Aku mendengar Nabi bersabda: ‘Sesungguhnya berdusta atas namaku tidak seperti berdusta atas nama orang lain. Barang siapa yang dengan sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia menempati tempat duduknya di neraka.’

Aku mendengar Nabi bersabda: ‘Barang siapa yang diratapi (setelah wafatnya), maka ia akan disiksa karena ratapan tersebut.

.HR Ahmad (18202), Ath-Thahawi dalam Ma‘ani Al-Atsar (6978), Muslim (4) tanpa bagian kedua.


Arti dan Penjelasan Per Kalimat



إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ

Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah seperti berdusta atas nama siapa pun.

Perkataan ini menegaskan keistimewaan posisi Rasulullah ﷺ sebagai utusan Allah, sehingga segala sesuatu yang dinisbahkan kepada beliau memiliki implikasi syariat yang besar.

  Berdusta atas nama Rasul bukan hanya menyebarkan kebohongan, tapi juga berpotensi menyesatkan umat karena sabda Nabi dijadikan sumber hukum dalam Islam.

  Oleh karena itu, menyandarkan ucapan palsu kepada Nabi ﷺ berarti merusak bangunan agama yang bersandar pada sunnah beliau.

  Jika seseorang berdusta atas nama orang biasa, maka keburukannya terbatas pada kedustaan sosial.

  Namun jika dusta itu atas nama Nabi, maka ia melibatkan pemalsuan terhadap agama dan bisa mengubah pemahaman umat tentang apa yang halal dan haram.

  Inilah sebabnya mengapa kedustaan semacam ini mendapat ancaman keras yang tidak diberikan kepada jenis dusta lainnya.


فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا
Maka siapa yang dengan sengaja berdusta atas namaku.

Perkataan ini menunjukkan bahwa dosa besar ini ditujukan bagi yang sadar dan sengaja mengada-adakan perkataan lalu disandarkan kepada Nabi ﷺ.

  Dalam Islam, niat adalah kunci dalam penentuan dosa dan pahala, dan kata "متعمدًا" (sengaja) di sini menandakan bahwa ancaman ini tidak berlaku bagi orang yang keliru tanpa niat berdusta.

  Namun, kesengajaan menyusun hadis palsu atau menyebarkan hadis yang diketahui palsu adalah tindakan kriminal spiritual yang berat.

  Ia tidak hanya menipu umat, tetapi juga berani mengklaim bahwa Nabi ﷺ telah berkata sesuatu yang padahal tidak pernah beliau ucapkan.

  Ini adalah bentuk tasyabbuh (penyerupaan) dengan para pendusta atas nama Allah yang sangat dikecam dalam Al-Qur'an.

  Bahkan ulama seperti Imam Nawawi dan Ibn Hajar menyebutkan bahwa para pemalsu hadis termasuk dalam golongan yang terancam laknat dan kehancuran akhirat.


 فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka.

Perkataan ini merupakan ancaman langsung dari Nabi ﷺ bagi pelaku kedustaan atas nama beliau.

  Gaya bahasa ini bersifat sarkastik dan mengandung perintah ironi, seolah Nabi berkata: “Silakan saja, tapi tempatmu di neraka.”

  Ungkapan ini mempertegas bahwa tempatnya sudah disiapkan di neraka, sebagai bentuk kemarahan Allah atas perusakan terhadap agama-Nya.

  Ini menunjukkan bahwa dosa ini bukan hanya besar dari sisi moral, tapi juga dari sisi keimanan.

  Ulama seperti Al-Khatib Al-Baghdadi menafsirkan bahwa tempat duduk di neraka ini bersifat pasti, kecuali bila pelaku bertaubat dengan taubat nasuha.

  Ancaman ini juga menjadi peringatan bagi para dai, penulis, dan penyebar informasi agama agar berhati-hati dan tidak sembarangan mengutip tanpa verifikasi.


Syarah Hadits


الكَذِبُ عَاقِبَتُهُ وَخِيمَةٌ
Kebohongan akibatnya buruk.

وَعَاقِبَةُ الكَذِبِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَشَدُّ مِنْ عَاقِبَةِ الكَذِبِ عَلَى غَيْرِهِ
Dan akibat berbohong atas nama Rasulullah lebih berat daripada berbohong terhadap selain beliau.

لِمَا يَتَرَتَّبُ عَلَى ذَلِكَ مِنْ مَفَاسِدَ فِي الدِّينِ وَالدُّنْيَا
Karena hal itu menimbulkan kerusakan dalam agama dan dunia.

وَفِي هَذَا الحَدِيثِ يَرْوِي الصَّحَابِيُّ الجَلِيلُ المُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
Dalam hadis ini, sahabat yang mulia, Al-Mughirah bin Syu'bah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan.

أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
Bahwa ia mendengar Nabi bersabda.

إِنَّ كَذِبًا علَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ
Sesungguhnya kebohongan atas namaku tidak seperti kebohongan terhadap siapa pun.

أَيْ: إِنَّ الكَذِبَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ بِمِثْلِ الكَذِبِ عَلَى أَحَدٍ
Artinya, berbohong atas nama Rasulullah tidak sama dengan berbohong terhadap siapa pun.

لِأَنَّ كَلَامَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَشْرِيعٌ، وَكَلَامَ غَيْرِهِ لَيْسَ كَذَلِكَ
Karena perkataan beliau adalah syariat, sedangkan perkataan selain beliau tidak demikian.

فَالكَذِبُ عَلَيْهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْظَمُ مَضَرَّةً
Maka, berbohong atas nama beliau lebih besar bahayanya.

وَأَوْقَعُ فَسَادًا فِي نُفُوسِ المُسْلِمِينَ
Dan lebih menimbulkan kerusakan dalam jiwa kaum Muslimin.

وَهُوَ أَشَدُّ فِي الإِثْمِ مِنَ الكَذِبِ عَلَى غَيْرِهِ
Dan dosanya lebih besar daripada berbohong kepada selain beliau.

ثُمَّ بَيَّنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَاقِبَةَ الكَذِبِ العَمْدِ عَلَيْهِ
Kemudian Nabi menjelaskan akibat berbohong secara sengaja atas nama beliau.

وَهِيَ أَنَّ لِلْكَاذِبِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الآخِرَةِ مَجْلِسًا فِي النَّارِ
Yaitu, bahwa orang yang berbohong atas nama Nabi akan mendapat tempat di neraka pada hari kiamat.

جَزَاءً لَهُ عَلَى كَذِبِهِ عَلَيْهِ
Sebagai balasan atas kebohongannya terhadap beliau.

وَذَلِكَ لَا يُحْمَلُ عَلَى الخُلُودِ فِي النَّارِ إِلَّا لِمَنْ اسْتَحَلَّ ذَلِكَ
Dan hal itu tidak berarti kekal di neraka kecuali bagi orang yang menghalalkan perbuatan tersebut.

لِأَنَّ المُوَحِّدَ يُجَازَى عَلَى عَمَلِهِ، أَوْ يُعْفَى عَنْهُ
Karena seorang yang bertauhid akan dibalas sesuai amalnya atau diampuni.

وَإِنْ أُدْخِلَ النَّارَ فَإِنَّهُ لَا يُخَلَّدُ فِيهَا
Dan jika ia dimasukkan ke neraka, maka ia tidak akan kekal di dalamnya.

بَلْ يُعَذَّبُ عَلَى قَدْرِ عَمَلِهِ، ثُمَّ يُدْخِلُهُ اللَّهُ الجَنَّةَ بِرَحْمَتِهِ
Tetapi ia akan disiksa sesuai amalnya, kemudian Allah akan memasukkannya ke surga dengan rahmat-Nya.

وَقَدْ قَدَّمَ الرَّاوِي حَدِيثَ الكَذِبِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوْطِئَةً وَتَمْهِيدًا
Perawi hadis ini menyampaikan hadis tentang kebohongan atas Nabi sebagai pengantar dan pendahuluan.

لِمَا سَيَسُوقُهُ فِي أَمْرِ النِّيَاحَةِ
Untuk apa yang akan ia sebutkan tentang masalah meratapi mayit.

وَأَنَّهُ صَادِقٌ فِيمَا سَمِعَهُ
Dan bahwa ia jujur dalam apa yang didengarnya.

لِأَنَّهُ يَعْلَمُ عُقُوبَةَ الكَذِبِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Karena ia mengetahui hukuman berbohong atas nama Rasulullah .

فَقَالَ: وَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ نِيحَ عَلَيْهِ»
Maka ia berkata: Rasulullah bersabda: "Barang siapa yang diratapi (setelah wafatnya)..."

فَكَانَ البُكَاءُ عَلَيْهِ بَعْدَ مَوْتِهِ بِصَوْتٍ وَنَدْبٍ وَتَعْدِيدٍ مِنْ أَهْلِهِ عَلَى فَقْدِهِمْ لَهُ
Maka tangisan atasnya setelah wafatnya berupa suara keras, ratapan, dan penyebutan keutamaan-keutamaannya oleh keluarganya karena kehilangan dirinya.

كَانَ جَزَاؤُهُ أَنْ يُعَذَّبَ بِذَلِكَ وَبِسَبَبِهِ فِي قَبْرِهِ، أَوْ فِي الآخِرَةِ
Maka balasannya adalah ia akan disiksa karena perbuatan itu dan disebabkannya, baik di kuburnya atau di akhirat.

وَقِيلَ: إِنَّ العَذَابَ مَحْمُولٌ عَلَى مَا إِذَا أَوْصَى المَيِّتُ بِالنِّيَاحَةِ عَلَيْهِ
Dan dikatakan bahwa siksaan itu terjadi jika mayit berwasiat agar diratapi setelah wafatnya.

وَذَهَبَ بَعْضُ العُلَمَاءِ إِلَى أَنَّ العَذَابَ المَقْصُودَ فِي الحَدِيثِ هُوَ الأَلَمُ
Dan sebagian ulama berpendapat bahwa siksaan yang dimaksud dalam hadis ini adalah rasa sakit (kesedihan bagi mayit).

وَفِي الحَدِيثِ: النَّهْيُ وَالتَّحْذِيرُ الشَّدِيدُ مِنَ الكَذِبِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dalam hadis ini terdapat larangan dan peringatan keras dari berbohong atas nama Nabi .

وَفِيهِ: النَّهْيُ عَنِ النِّيَاحَةِ عَلَى المَيِّتِ
Dan dalam hadis ini juga terdapat larangan meratapi mayit.

 

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/61988


Pelajaran dari Hadits ini


 

1. Keistimewaan Nabi Muhammad ﷺ

Dalam perkataan إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ (Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah seperti berdusta atas nama siapa pun), Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa berdusta atas nama beliau memiliki dampak yang jauh lebih besar daripada berdusta atas nama manusia biasa. Hal ini karena setiap perkataan Nabi ﷺ dijadikan sebagai sumber ajaran Islam yang membentuk hukum, akhlak, dan ibadah. Jika seseorang berdusta atas nama beliau, berarti ia telah mengganggu kemurnian agama dan membahayakan umat. Allah pun telah menegaskan kemuliaan posisi Rasul dalam firman-Nya: مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ (An-Nisa: 80) (Barang siapa menaati Rasul, maka sungguh ia telah menaati Allah). Maka jelas bahwa berdusta atas nama Rasul berarti sama saja memalsukan agama dan mengkhianati Allah.


2. Dosa Besar Kedustaan yang Disengaja

Perkataan فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا (Maka siapa yang dengan sengaja berdusta atas namaku) memperjelas bahwa dosa besar ini berlaku bagi mereka yang sadar dan sengaja mengarang kebohongan lalu mengaitkannya kepada Nabi ﷺ. Ini bukan hanya sekadar kebohongan biasa, tetapi kedustaan yang mengatasnamakan wahyu dan risalah. Dalam Islam, niat menjadi tolok ukur utama sebagaimana sabda Nabi ﷺ: إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ (Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya) (HR. Bukhari dan Muslim). Maka, bila niat seseorang adalah menyebarkan kebohongan atas nama Rasulullah, meski hanya satu kalimat, ia telah mengundang kemurkaan Allah. Dusta semacam ini bisa membuat ajaran Islam menjadi tidak murni dan menyesatkan banyak orang.


3. Ancaman Neraka bagi Pendusta Atas Nama Nabi

Dalam perkataan فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ (Maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka), Rasulullah ﷺ memberikan ancaman keras yang menggambarkan akibat mengerikan dari berdusta atas nama beliau. Ini bukan sekadar peringatan, melainkan hukuman yang bersifat final bagi mereka yang tidak bertaubat. Gaya bahasa ini menunjukkan bahwa tempat di neraka sudah disiapkan khusus bagi pelaku kejahatan ini. Allah berfirman: وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ تَرَى الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى اللَّهِ وُجُوهُهُم مُّسْوَدَّةٌ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِّلْمُتَكَبِّرِينَ (Az-Zumar: 60) (Dan pada hari Kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berdusta atas nama Allah, wajah mereka menjadi hitam. Bukankah di neraka Jahanam tempat tinggal bagi orang-orang yang sombong?). Maka, menyandarkan kebohongan kepada Nabi ﷺ berarti membuka pintu untuk dihina dan disiksa di akhirat.


4. Kewajiban Menyaring dan Memverifikasi Hadis

Hadits ini juga mengajarkan pentingnya kehati-hatian dalam menyampaikan perkataan Nabi ﷺ. Jangan sampai kita menyebarkan hadis yang belum jelas kebenarannya. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا (Al-Hujurat: 6) (Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepada kalian seorang fasik membawa suatu berita, maka telitilah terlebih dahulu). Maka, setiap Muslim yang menyampaikan perkataan Nabi, baik dalam ceramah, media sosial, atau tulisan, wajib meneliti sumber dan keabsahannya. Ini bagian dari amanah dalam menjaga agama.


5. Tidak Cukup Niat Baik Bila Disertai Dusta

Sebagian orang berdusta atas nama Nabi dengan alasan ingin memotivasi atau menyemangati umat. Namun hadits ini menunjukkan bahwa niat baik tidak membenarkan dusta. Rasulullah ﷺ bersabda: مَنْ حَدَّثَ عَنِّي بِحَدِيثٍ يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ، فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ (HR. Muslim) (Barang siapa menceritakan dariku sebuah hadis yang dia kira itu dusta, maka ia termasuk salah satu pendusta). Maka menyebarkan hadis palsu atau yang tidak dipastikan kebenarannya tetap membawa konsekuensi dosa, meskipun tujuannya untuk kebaikan. Kebenaran dalam Islam harus bersandar pada kejujuran dan ketelitian, bukan hanya semangat.


6. Kedustaan Agama Adalah Pengkhianatan Terbesar

Dari keseluruhan hadits ini kita belajar bahwa berdusta atas nama Rasulullah bukan hanya dosa pribadi, tapi juga bentuk pengkhianatan terhadap umat Islam seluruhnya. Ini karena ucapan Nabi menjadi dasar hukum, dan jika ada pemalsuan di dalamnya, maka akan lahir kekacauan dalam ibadah, muamalah, bahkan akidah. Allah memperingatkan keras para pemalsu agama dalam Al-Qur’an: فَوَيْلٌ لِّلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَـٰذَا مِنْ عِندِ اللَّهِ (Al-Baqarah: 79) (Maka celakalah bagi mereka yang menulis kitab dengan tangan mereka, lalu berkata: “Ini dari sisi Allah”). Maka, menjaga kemurnian perkataan Nabi adalah tugas bersama seluruh umat Islam.


7. Taubat dan Penghapusan Dosa

Meski ancamannya berat, namun Islam membuka pintu taubat bagi siapa pun yang telah berdusta atas nama Nabi ﷺ. Selama ia belum meninggal dan dengan tulus menyesali serta memperbaiki kesalahannya, maka Allah akan mengampuni. Allah berfirman: قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِن رَّحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا (Az-Zumar: 53) (Katakanlah: Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya). Maka orang yang pernah menyebarkan hadis palsu, ketika sadar dan bertaubat, wajib menarik ucapannya dan menggantinya dengan kebenaran.


Secara keseluruhan, hadits ini mengajarkan betapa seriusnya dampak dari menyebarkan kebohongan atas nama Rasulullah ﷺ. Keistimewaan posisi Nabi, bahaya dari niat buruk, serta ancaman neraka menjadi pelajaran yang tak boleh diremehkan. Islam mengajarkan kejujuran, kehati-hatian, dan tanggung jawab dalam menyampaikan ilmu agama. Maka setiap Muslim harus memastikan apa yang ia sampaikan benar dan bersumber dari ajaran yang sahih.



Kesimpulan 

  1. Kebohongan memiliki akibat yang buruk, terutama dalam urusan agama.
  2. Berbohong atas nama Rasulullah ﷺ termasuk dosa besar yang mendapat ancaman neraka.
  3. Perkataan Rasulullah ﷺ adalah bagian dari syariat, sehingga kebohongan atas nama beliau bisa menyesatkan umat.
  4. Menjaga kejujuran dalam meriwayatkan hadits adalah kewajiban para ulama dan perawi hadits.
  5. Larangan keras menyebarkan hadis palsu menjadi peringatan bagi setiap Muslim agar berhati-hati dalam menyampaikan ilmu agama.

Semoga Allah menjaga kita dari kebohongan dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang selalu jujur dalam segala hal.


Penutup Kajian


Jamaah yang dirahmati Allah,

Setelah kita menelaah hadits mulia ini secara rinci, dapat kita simpulkan bahwa hadits ini bukan hanya peringatan bagi para ulama dan penuntut ilmu, tetapi juga pesan tegas bagi setiap Muslim agar menjaga kejujuran, terutama ketika berbicara atas nama Rasulullah ﷺ. Faedah besar dari hadits ini adalah: kita diajarkan untuk senantiasa berhati-hati dalam menyampaikan ilmu, agar tidak tercampur antara yang benar dan yang batil. Kita juga diajarkan bahwa menjaga kemurnian ajaran Nabi ﷺ adalah bentuk cinta dan tanggung jawab terhadap agama ini.

Harapan kita bersama, semoga hadits ini menjadi pengingat kuat bagi kita untuk tidak mudah menyebarkan informasi agama sebelum kita yakin akan kebenarannya. Mari kita biasakan untuk berkata, "Saya belum tahu," jika memang belum yakin. Jangan malu untuk mengecek sumber dan belajar dari para ahli. Semoga setelah kajian ini, kita semakin jujur dalam tutur kata, teliti dalam menyampaikan, dan menjaga lisan serta tulisan kita dari menyandarkan sesuatu kepada Nabi ﷺ tanpa ilmu. Karena satu kalimat yang kita sampaikan bisa menjadi sebab pahala yang terus mengalir, atau sebaliknya, menjadi dosa yang menjerumuskan.

Semoga Allah menjadikan kita semua penjaga kebenaran, pecinta sunnah, dan pewaris dakwah yang amanah. Aamiin.

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers