Hadits: Seorang Muslim Tidak Mendzalimi Sesama Muslim

 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ.

Alhamdulillāh, segala puji hanya milik Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā yang telah menyempurnakan agama ini dengan petunjuk dan cahaya-Nya, dan menjadikan ukhuwah sebagai pilar kekuatan umat Islam. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam, sang pembawa rahmat dan penuntun menuju jalan yang lurus.

Jama‘ah yang dirahmati Allah,

Pada hari ini, kita akan mengkaji sebuah hadits agung yang sangat relevan dengan kondisi masyarakat kita. Di tengah kehidupan sosial umat Islam saat ini, kita menyaksikan fenomena yang memprihatinkan—banyak saudara sesama muslim yang saling menjatuhkan, saling memfitnah, tidak peduli terhadap penderitaan saudaranya, bahkan merasa puas saat melihat kelemahan dan aib saudaranya tersingkap di depan umum.

Padahal, Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam telah menanamkan fondasi umat ini dengan ukhuwah Islamiyah yang tulus, bukan sekadar formalitas. Beliau tidak hanya mengajarkan kita untuk tidak menzalimi saudara kita, tetapi juga memerintahkan kita untuk membela, menolong, menjaga kehormatannya, dan meringankan kesulitannya. Inilah wujud dari cinta dan kasih sayang dalam bingkai keimanan.

Hadits yang akan kita pelajari hari ini bukan hanya berisi tuntunan akhlak personal, tapi juga merupakan resep utama untuk membangun kekuatan umat. Umat Islam tidak akan pernah berjaya jika ukhuwahnya rapuh, jika hati mereka tercerai-berai, dan jika masing-masing hanya memikirkan dirinya sendiri.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk tidak sekadar membaca atau menghafal hadits ini, tetapi memahaminya secara mendalam, menghayatinya dengan hati, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, inilah jalan menuju keridhaan Allah dan keselamatan di dunia dan akhirat.

Semoga kajian ini menjadi pengingat bagi kita semua, dan menjadi sebab turunnya rahmat serta pertolongan Allah bagi umat Islam yang tengah terpuruk. Mari kita simak dan renungi sabda Nabi kita yang mulia dengan hati yang terbuka dan niat untuk memperbaiki diri.


Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah bersabda:

المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ، لَا يَظْلِمُهُ، وَلَا يُسْلِمُهُ، وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللهُ فِي حَاجَتِهِ، وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ القِيَامَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ القِيَامَةِ

Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya; ia tidak mendzaliminya dan tidak menyerahkannya. Barang siapa membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan membantu kebutuhannya. Barang siapa melepaskan satu kesusahan dari seorang Muslim, maka Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan pada hari kiamat. Dan barang siapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allah akan menutupinya pada hari kiamat.

HR. Abu Dawud (4893), Al-Bukhari (2442), dan Muslim (2580).

 


Arti dan Penjelasan per Kalimat


المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ
Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya.

Perkataan ini menanamkan prinsip ukhuwah Islamiyah sebagai pondasi relasi sosial antar-Muslim.   

Persaudaraan dalam Islam bukan sekadar hubungan emosional, tetapi adalah kewajiban iman yang melekat pada identitas keislaman seseorang.   

Kalimat ini menghapus batas-batas suku, bangsa, dan status sosial karena tolok ukur persaudaraan adalah iman.   

Ketika seorang Muslim mengakui Muslim lain sebagai saudaranya, maka otomatis muncul tanggung jawab untuk mencintai, menjaga, dan menolongnya.   

Inilah asas yang membangun masyarakat Islam yang saling terhubung secara spiritual dan sosial.


لَا يَظْلِمُهُ
Ia tidak mendzaliminya.

Perkataan ini menunjukkan bahwa kedzaliman bertentangan dengan ruh persaudaraan.

 Dzalim di sini mencakup segala bentuk ketidakadilan: merampas hak, merendahkan kehormatan, atau menyakiti secara fisik maupun batin.   

Dalam konteks sosial, ini menjadi landasan larangan melakukan penindasan dalam interaksi antarsesama Muslim.   

Menahan diri dari kedzaliman adalah bentuk penjagaan terhadap hak dan martabat saudara seiman.   

Islam tidak hanya menuntut tidak berbuat dzalim, tapi juga mendorong untuk melawan dan menghapuskan kezaliman secara kolektif.


وَلَا يُسْلِمُهُ
Dan tidak menyerahkannya (kepada musuh atau kebinasaan).

Perkataan ini mempertegas kewajiban menjaga dan melindungi sesama Muslim.   

"Yuslimuhu" berasal dari akar kata yang sama dengan "Islam", namun dalam konteks ini bermakna meninggalkan atau menyerahkan seseorang kepada kehancuran.  

 Seorang Muslim tidak boleh berpaling dari saudaranya ketika ia dalam bahaya, baik fisik, moral, maupun sosial.  

 Menyerahkan di sini bisa juga bermakna membiarkan seseorang tertindas tanpa bantuan.   

Hadits ini mengajarkan tanggung jawab kolektif dan solidaritas dalam mencegah kerusakan terhadap sesama.


وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللهُ فِي حَاجَتِهِ
Barang siapa membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan membantu kebutuhannya.

Perkataan ini mengandung balasan langsung dari Allah atas kepedulian sosial.  

 Seseorang yang menolong saudaranya tidak hanya memberi manfaat bagi orang lain, tapi juga sedang menanam kebaikan untuk dirinya sendiri.   

Allah menjanjikan bantuan-Nya kepada orang yang menolong hamba-Nya.  

 Kata “hājah” meliputi kebutuhan materi, nasihat, perlindungan, bahkan doa.  

 Ini memperlihatkan bahwa Islam menjadikan pelayanan kepada sesama sebagai sebab turunnya pertolongan ilahiyah.


وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً
Barang siapa melepaskan satu kesusahan dari seorang Muslim.

Perkataan ini menekankan keutamaan menjadi solusi dalam kesulitan hidup orang lain.  

 “Kurbah” adalah kesulitan besar yang menghimpit jiwa dan melemahkan daya hidup.   

Meringankan beban saudara bukan hanya ibadah sosial, tapi juga bentuk empati mendalam yang diajarkan oleh

Rasulullah .   Seseorang yang hadir dalam kesulitan orang lain berarti sedang menjadi alat rahmat Allah bagi saudaranya.   

Dalam Islam, kepekaan terhadap penderitaan orang lain adalah tanda keimanan yang sejati.


فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ القِيَامَةِ
Maka Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan pada hari kiamat.

Perkataan ini menggambarkan balasan akhirat yang jauh lebih besar dari kebaikan di dunia.   

Hari Kiamat penuh dengan kesulitan dan ketakutan; setiap amal kebajikan di dunia bisa menjadi sebab diringankannya penderitaan di sana.   

Allah mengaitkan balasan ini dengan jenis amal: siapa yang meringankan kurbah dunia, akan diringankan kurbah akhirat.   

Ini menunjukkan bahwa kepedulian sosial bukan hanya untuk dunia, tapi juga menjadi sarana keselamatan di akhirat.   

Kesulitan dunia hanya sementara, sedangkan kesulitan akhirat sangat dahsyat dan abadi.


وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا
Dan barang siapa menutupi (aib) seorang Muslim.

Perkataan ini menunjukkan nilai agung dalam menjaga kehormatan sesama.   "Menutupi" bukan berarti membiarkan maksiat tersembunyi, tapi tidak menyebarkan atau mempermalukan seseorang karena kesalahan pribadinya.   

Dalam Islam, menjaga aib saudara adalah bagian dari kasih sayang dan etika berinteraksi.  

 Penyebaran aib membuka pintu kerusakan sosial dan permusuhan.   

Menutupi kesalahan seseorang bisa menjadi dorongan baginya untuk bertaubat secara tulus tanpa tekanan sosial yang merusak.


سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ القِيَامَةِ
Maka Allah akan menutupinya pada hari kiamat.

Perkataan ini menutup hadits dengan janji agung dari Allah.   

Pada hari ketika semua rahasia dibongkar, Allah menjanjikan perlindungan dan penghormatan bagi hamba yang menutupi aib saudaranya.  

Balasan ini setimpal dan penuh keadilan, sebab orang yang menjaga kehormatan orang lain di dunia akan dijaga oleh Allah dari kehinaan di akhirat.   

Ini menjadi pengingat bahwa setiap perbuatan kita kepada sesama akan mendapatkan balasan serupa dari Allah.  

Hadits ini mengajarkan nilai empati, kehormatan, dan keselamatan akhirat melalui amal sosial yang tulus.


Syarah Hadits


بَنَى الْإِسْلَامُ مُجْتَمَعَ الْمُسْلِمِينَ عَلَى أَسَاسٍ مَتِينٍ مِنَ الْأُخُوَّةِ وَالتَّآزُرِ فِيمَا بَيْنَهُمْ

Islam membangun masyarakat kaum muslimin di atas dasar yang kuat berupa persaudaraan dan saling tolong-menolong di antara mereka

فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ﴾
Maka Allah Ta‘ala berfirman: “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara” [Al-Ḥujurāt: 10]

وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ يُخْبِرُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَا يَنْبَغِي أَنْ يَكُونَ عَلَيْهِ الْمُسْلِمُ تُجَاهَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ
Dalam hadits ini Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam memberitahukan apa yang seharusnya dilakukan seorang muslim terhadap saudaranya sesama muslim

فَيُبَيِّنُ أَنَّ الْمُسْلِمَ -سَوَاءٌ كَانَ حُرًّا أَوْ عَبْدًا، بَالِغًا أَوْ غَيْرَ بَالِغٍ- أَخُو الْمُسْلِمِ فِي الْإِسْلَامِ
Beliau menjelaskan bahwa seorang muslim—baik merdeka atau budak, dewasa atau belum dewasa—adalah saudara bagi muslim lainnya dalam Islam

لَا يَقُومُ بِظُلْمِهِ
Ia tidak boleh menzaliminya

فَإِنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ حَرَّمَ قَلِيلَ الظُّلْمِ وَكَثِيرَهُ
Karena sesungguhnya Allah Subḥānahu telah mengharamkan kezaliman yang sedikit maupun yang besar

وَفِي الْوَقْتِ نَفْسِهِ لَا يَتْرُكُهُ إِلَى الظُّلْمِ دُونَ أَنْ يُعِينَهُ
Dan pada saat yang sama, ia tidak boleh membiarkannya dalam kezaliman tanpa menolongnya

وَلَا يَتْرُكُهُ مَعَ مَنْ يُؤْذِيهِ دُونَ أَنْ يَحْمِيَهُ قَدْرَ اسْتِطَاعَتِهِ
Ia juga tidak boleh membiarkannya bersama orang yang menyakitinya tanpa melindunginya sesuai kemampuannya

وَيُخْبِرُ أَنَّ مَنْ سَعَى فِي قَضَاءِ حَاجَةِ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ، أَعَانَهُ اللهُ تَعَالَى
Dan beliau mengabarkan bahwa siapa yang berusaha memenuhi kebutuhan saudaranya sesama muslim, maka Allah Ta‘ala akan menolongnya

وَسَهَّلَ عَلَيْهِ قَضَاءَ حَاجَتِهِ
Dan memudahkan baginya dalam memenuhi kebutuhannya

وَمَنْ سَاعَدَ مُسْلِمًا فِي كُرْبَةٍ نَزَلَتْ بِهِ مِنْ كُرُبَاتِ الدُّنْيَا
Dan siapa yang membantu seorang muslim dalam kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia

أَيْ: فِي غَمٍّ يُؤَثِّرُ فِي نَفْسِهِ، أَوْ فِي مُصِيبَةٍ مِنْ مَصَائِبِ الدُّنْيَا حَتَّى يَزُولَ غَمُّهُ وَمُصِيبَتُهُ
Yaitu dalam kesedihan yang memengaruhi jiwanya, atau dalam musibah dunia sampai hilang kesedihannya dan musibahnya

أَزَالَ اللهُ عَنْهُ مُصِيبَةً وَهَوْلًا مِنْ أَهْوَالِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Maka Allah akan menghilangkan darinya satu musibah dan kengerian dari kengerian-kengerian hari kiamat

وَمَنْ اطَّلَعَ مِنْ أَخِيهِ عَلَى عَوْرَةٍ أَوْ زَلَّةٍ، فَسَتَرَهُ وَلَمْ يَفْضَحْهُ، سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Dan siapa yang mengetahui aib atau kesalahan saudaranya, lalu menutupinya dan tidak membongkarnya, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat

وَلَا يَعْنِي هَذَا أَنْ يَسْكُتَ عَنْ مَعْصِيَةٍ إِنْ رَآهُ مُتَلَبِّسًا بِهَا
Namun ini tidak berarti ia diam terhadap maksiat yang dilakukan saudaranya jika ia melihatnya sedang melakukannya

بَلْ يَجِبُ عَلَيْهِ نُصْحُهُ وَالْإِنْكَارُ عَلَيْهِ بِمَا شُرِعَ مِنْ وَسَائِلِ الْإِنْكَارِ حَتَّى يَنْتَهِيَ عَنْ مَعْصِيَتِهِ
Bahkan wajib baginya untuk menasihatinya dan mengingkarinya dengan cara-cara syar’i hingga ia meninggalkan maksiatnya

فَهَذَا مِنَ النَّصِيحَةِ الْوَاجِبَةِ
Karena ini termasuk nasihat yang wajib

Sumber: https://dorar.net/hadith/sharh/668


Pelajaran dari Hadits ini


1. Persaudaraan Sesama Muslim

Perkataan المُسْلِمُ أَخُو المُسْلِمِ (Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya) mengajarkan bahwa hubungan antara kaum Muslimin adalah seperti saudara kandung yang saling mencintai dan menjaga. Islam menjadikan iman sebagai dasar persaudaraan, bukan suku, warna kulit, atau status. Setiap Muslim dituntut untuk peduli, mendukung, dan tidak saling menjatuhkan. Persaudaraan ini menumbuhkan suasana kasih sayang dan persatuan. Allah berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
(Artinya: Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu itu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat) – QS Al-Hujurat: 10


2. Menjauhi Perbuatan Zhalim

Perkataan لَا يَظْلِمُهُ (Ia tidak menzhaliminya) mengajarkan bahwa seorang Muslim tidak boleh menyakiti atau menganiaya saudaranya, baik dalam bentuk perkataan, perbuatan, maupun merampas haknya. Zhalim adalah tindakan yang dilarang keras dalam Islam karena merusak keharmonisan sosial. Rasulullah ﷺ bersabda:
اتَّقُوا الظُّلْمَ فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
(Artinya: Jauhilah kezaliman karena kezaliman itu akan menjadi kegelapan pada hari kiamat) – HR. Muslim


3. Tidak Membiarkan Saudaranya Terlantar

Perkataan وَلَا يُسْلِمُهُ (Dan tidak menyerahkannya) bermakna bahwa seorang Muslim tidak boleh meninggalkan saudaranya dalam keadaan bahaya, tekanan, atau kesulitan tanpa bantuan. Menyerahkan di sini maksudnya membiarkan tanpa perlindungan. Islam mendorong umatnya untuk saling menjaga dan membela. Nabi bersabda:
المُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
(Artinya: Seorang mukmin bagi mukmin lainnya seperti bangunan yang saling menguatkan) – HR. Bukhari dan Muslim


4. Membantu Kebutuhan Saudara

Perkataan وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللهُ فِي حَاجَتِهِ (Barang siapa membantu kebutuhan saudaranya, maka Allah akan membantu kebutuhannya) menegaskan bahwa siapa yang suka menolong orang lain, maka Allah akan menolongnya. Ini adalah janji langsung dari Allah. Membantu saudara bukanlah kerugian, tapi investasi akhirat. Allah akan membalasnya dengan bantuan dalam urusan dunia maupun akhirat. Allah berfirman:
وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
(Artinya: Berbuat baiklah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik) – QS Al-Baqarah: 195


5. Menghilangkan Kesulitan Orang Lain

Perkataan وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً (Barang siapa melepaskan satu kesusahan dari seorang Muslim) menjelaskan keutamaan membantu orang yang sedang dilanda kesulitan. Islam sangat menekankan sikap empati dan kepekaan terhadap penderitaan orang lain. Siapa pun yang bisa membuat hati orang lain lega, maka dia sedang melakukan amal besar. Rasulullah ﷺ bersabda:
أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
(Artinya: Orang yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi manusia) – HR. Thabrani


6. Balasan di Hari Kiamat

Perkataan فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ القِيَامَةِ (Maka Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan pada hari kiamat) menunjukkan bahwa kebaikan kepada sesama akan dibalas oleh Allah pada hari yang paling dibutuhkan, yaitu hari kiamat. Di saat manusia dalam ketakutan dan kesempitan, Allah akan memberi keringanan kepada mereka yang dahulu memberi keringanan pada sesama. Ini adalah bentuk keadilan dan kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya.


7. Menjaga Aib Saudara

Perkataan وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا (Dan barang siapa menutupi (aib) seorang Muslim) mengajarkan pentingnya menjaga rahasia dan kehormatan saudara. Jika seseorang melakukan kesalahan yang tidak merugikan orang lain, maka kita harus menasihatinya diam-diam, bukan menyebarkannya. Menutupi aib berarti memberi kesempatan kepada saudara untuk bertaubat tanpa mempermalukannya. Rasulullah ﷺ bersabda:
وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
(Artinya: Barang siapa menutupi (aib) seorang Muslim, Allah akan menutupinya di dunia dan akhirat) – HR. Muslim


8. Perlindungan Allah di Akhirat

Perkataan سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ القِيَامَةِ (Maka Allah akan menutupinya pada hari kiamat) adalah balasan istimewa bagi orang yang menjaga rahasia dan kehormatan orang lain. Saat di hari kiamat semua perbuatan akan dibuka, Allah akan menyembunyikan aib orang yang suka menyembunyikan aib saudaranya di dunia. Ini adalah bentuk kemuliaan dan keselamatan yang besar di akhirat.


9. Menghindari Ghibah dan Fitnah

Hadits ini juga mengajarkan secara tidak langsung untuk menjauhi ghibah (menggunjing) dan fitnah (menyebar kebohongan). Sebab keduanya merusak kehormatan saudara Muslim. Allah berfirman:
وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
(Artinya: Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya) – QS Al-Hujurat: 12


10. Menanam Amal Sosial Sebagai Bekal Akhirat

Hadits ini memberi motivasi kuat bahwa amal sosial seperti membantu, menolong, menutupi aib, dan meringankan beban orang lain, semuanya akan menjadi bekal yang besar di akhirat. Islam bukan hanya ibadah ritual, tapi juga tindakan nyata yang dirasakan oleh masyarakat sekitar. Semakin besar manfaat kita untuk orang lain, semakin besar pula rahmat Allah yang akan turun kepada kita.


Secara keseluruhan, hadits ini mengajarkan bahwa membangun hubungan sosial yang baik, saling menolong, menjaga kehormatan, dan tidak menyakiti sesama Muslim adalah amal besar yang mendapat balasan langsung dari Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Inilah cara Islam membangun masyarakat yang penuh cinta, empati, dan saling peduli.


Penutupan Kajian


 Alhamdulillāh, kita telah bersama-sama mempelajari hadits agung yang penuh dengan pelajaran mulia tentang hakikat ukhuwah Islamiyah. Hadits ini tidak hanya mengajarkan kita untuk tidak menzalimi saudara seiman, tetapi juga menuntun kita agar aktif menjaga, membantu, melindungi, dan menutupi aib saudara kita. Semuanya adalah bentuk nyata dari keimanan yang hidup dan cinta karena Allah.

Jama‘ah yang dirahmati Allah,
Hadits ini memberikan kita satu pesan besar: bahwa Allah akan memperlakukan kita sebagaimana kita memperlakukan saudara kita. Siapa yang membantu, Allah akan membantu. Siapa yang meringankan beban, Allah akan meringankan bebannya di hari kiamat. Dan siapa yang menutupi aib, Allah pun akan menutup aibnya di akhirat. Ini adalah janji dari Allah yang tidak akan pernah meleset.

Karena itu, marilah kita keluar dari kajian ini dengan semangat untuk mengamalkan isi hadits ini dalam kehidupan sehari-hari. Mulailah dari hal-hal sederhana: meringankan beban tetangga, menjaga lisan dari membicarakan aib orang, dan bersikap peduli saat melihat saudara kita dalam kesulitan.
Bila setiap muslim mengamalkan isi hadits ini, insya Allah, akan terbangun masyarakat yang saling mendukung, penuh kasih sayang, dan kuat dalam menghadapi ujian zaman.

Semoga Allah menanamkan dalam hati kita rasa cinta kepada sesama mukmin, menguatkan kita untuk senantiasa menolong dan melindungi saudara kita, dan mengumpulkan kita kelak di hari kiamat dalam naungan rahmat-Nya karena kita telah saling mencintai di dunia karena-Nya.

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ بِرَحْمَتِكَ، وَاجْعَلْ خَيْرَ أَيَّامِنَا يَوْمَ نَلْقَاكَ، وَاخْتِمْ لَنَا بِالْإِيمَانِ وَحُسْنِ الْخَاتِمَةِ.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk penghuni surga dengan rahmat-Mu. Jadikanlah hari terbaik kami adalah hari ketika kami berjumpa dengan-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan beriman serta dengan akhir yang baik.

وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ إِلَىٰ أَقْوَمِ الطَّرِيقِ.

Kita tutup kajian dengan doa kafaratul majelis:

🌿 سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.

 

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci