Khutbah: Kewajiban Taat kepada Pemimpin dan Menegakkan Kebenaran Tanpa Merebut Kekuasaan
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
KHUTBAH PERTAMA
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ، حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، كَمَا يُحِبُّ
رَبُّنَا وَيَرْضَى. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ
لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُونَ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا
عِبَادَ اللّٰهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُونَ.
Segala puji hanyalah milik Allah, Rabb semesta alam yang
telah menganugerahkan kepada kita nikmat iman, Islam, dan kesehatan, sehingga
pada hari yang mulia ini kita dapat berkumpul di rumah-Nya untuk melaksanakan
ibadah shalat Jumat.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan
kita, Nabi Muhammad ﷺ, beserta keluarga, para sahabat, dan
seluruh pengikutnya hingga akhir zaman
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT
dengan sebenar-benar takwa. Takwa yang bukan hanya hadir di sajadah, tetapi
juga tercermin dalam sikap sosial, cara kita menyikapi perbedaan, kekuasaan,
kepemimpinan, dan dinamika kehidupan bermasyarakat di zaman yang penuh
tantangan ini.
Pada kesempatan khutbah Jumat kali ini, kita akan
merenungkan satu hadits agung yang sangat relevan dengan realitas masyarakat
modern, khususnya di tengah kegelisahan sosial, kritik terhadap pemimpin, dan
godaan untuk menempuh jalan instan dalam menyikapi ketidakadilan.
Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadits sahih yang
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari:
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ
الصَّامِتِ قَالَ:
بَايَعْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى
السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي الْمَنْشَطِ وَالْمَكْرَهِ، وَأَنْ لَا نُنَازِعَ
الْأَمْرَ أَهْلَهُ، وَأَنْ نَقُومَ أَوْ نَقُولَ بِالْحَقِّ حَيْثُمَا كُنَّا،
لَا نَخَافُ فِي اللَّهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ). رواه البخاري(
Artinya:
“Dari Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Kami berbai’at
kepada Rasulullah ﷺ untuk mendengar dan taat, baik dalam
keadaan lapang maupun sempit, dan agar tidak menggulingkan kekuasaan dari orang
yang berhak atasnya, serta agar kami menegakkan atau menyampaikan kebenaran di
mana pun kami berada, tanpa takut celaan dari orang yang mencela.”
HR al-Bukhori (6660)
Jamaah Jumat yang dimuliakan
Allah,
Mari kita ambil pelajaran dari potongan kalimat dalam
hadits:
Pada perkataan hadits:
بَايَعْنَا رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِي
الْمَنْشَطِ وَالْمَكْرَهِ
“Kami berbaiat kepada Rasulullah ﷺ untuk mendengar dan taat, baik dalam keadaan lapang maupun
sempit.”
Perkataan
ini mengajarkan bahwa ketaatan dalam Islam bukanlah ketaatan musiman yang
bergantung pada rasa senang dan tidak senang.
Ketika
kondisi hidup berjalan sesuai harapan, taat terasa ringan, namun ketika aturan
terasa berat, di situlah kualitas iman diuji.
Dalam
kehidupan masyarakat modern, banyak orang taat selama kebijakan menguntungkan
dirinya, tetapi mudah memberontak saat merasa dirugikan.
Hadits
ini melatih umat agar bersikap dewasa, sabar, dan tidak reaktif dalam menyikapi
aturan dan kepemimpinan yang sah.
Perkataan
hadits yang berikutnya yaitu:
وَأَنْ لَا نُنَازِعَ
الْأَمْرَ أَهْلَهُ
“Dan
agar kami tidak merebut kekuasaan dari orang yang berhak atasnya.”
Perkataan
ini menegaskan larangan Islam terhadap tindakan menggulirkan kekuasaan dengan
cara yang merusak tatanan sosial.
Islam
memandang stabilitas sebagai nikmat besar yang tidak boleh dikorbankan hanya
karena amarah, kekecewaan, atau provokasi sesaat.
Dalam
realitas urban hari ini, ketidakpuasan sering diekspresikan melalui hujatan,
delegitimasi total, bahkan ajakan kekerasan.
Hadits
ini mengingatkan bahwa perubahan yang diridhai Allah tidak ditempuh dengan cara
yang lebih zalim daripada kezaliman yang dikritik.
Perkataan
hadits selanjutnya yaitu:
وَأَنْ نَقُومَ أَوْ
نَقُولَ بِالْحَقِّ حَيْثُمَا كُنَّا
“Dan
agar kami menegakkan atau menyampaikan kebenaran di mana pun kami berada.”
Perkataan
ini meluruskan pemahaman bahwa ketaatan kepada pemimpin bukan berarti
membungkam kebenaran.
Islam
justru mewajibkan umatnya menjadi penjaga nilai dan suara moral di tengah
masyarakat.
Di
dunia kerja, di kampus, di keluarga, maupun di ruang digital, seorang mukmin
dituntut menyampaikan kebenaran dengan cara yang bijak dan bertanggung jawab.
Kebenaran
dalam Islam disampaikan untuk memperbaiki, bukan untuk mempermalukan atau
menghancurkan.
Penggalan
perkataan hadits yang terakhir yaitu:
لَا نَخَافُ فِي
اللَّهِ لَوْمَةَ لَائِمٍ
“Kami
tidak takut karena Allah terhadap celaan orang yang mencela.”
Perkataan
ini menanamkan keberanian moral agar seorang mukmin tidak menjadikan penilaian
manusia sebagai kompas hidupnya.
Dalam
zaman media sosial, banyak kebenaran ditinggalkan karena takut tidak populer
atau takut diserang.
Hadits
ini mengajarkan bahwa ridha Allah lebih utama daripada tepuk tangan manusia.
Keberanian
yang dimaksud bukan keberanian kasar, melainkan keteguhan hati yang disertai
adab, hikmah, dan ketulusan niat.
Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,
Hadits ini mengajarkan keseimbangan luar biasa antara iman,
akhlak, dan tanggung jawab sosial. Di satu sisi, umat Islam diperintahkan untuk
menjaga stabilitas, tidak gegabah menggulirkan kekuasaan, dan tidak menjadikan
emosi sebagai dasar tindakan kolektif. Namun di sisi lain, umat Islam juga
tidak diajarkan untuk diam terhadap kebatilan. Ketaatan tidak berarti
membungkam nurani, dan kesabaran tidak identik dengan pembenaran kezaliman.
Rasulullah ﷺ menyandingkan dua prinsip besar:
(1)
tidak merebut kekuasaan
secara anarkis, dan
(2)
tetap berani menyampaikan
kebenaran.
Inilah Islam yang dewasa, bukan Islam yang reaktif.
Dalam kehidupan urban hari ini, kita menyaksikan fenomena
yang sangat mirip. Di dunia kerja, ketika pimpinan dianggap tidak adil,
sebagian orang memilih melawan dengan cara merusak sistem, menyebar kebencian
di media sosial, atau menjatuhkan reputasi.
Di lingkungan keluarga, ketika orang tua dianggap keliru,
ada yang memilih durhaka.
Di kampus, ketika kebijakan dianggap tidak berpihak, muncul
kegaduhan tanpa solusi. Bahkan di ruang digital, kritik sering berubah menjadi
hujatan.
Islam mengajarkan jalan yang lebih jernih. Ketika
kepemimpinan diuji, yang pertama kali diperintahkan bukan menggulingkan, tetapi
berkaca. Sebab Rasulullah ﷺ mengingatkan dalam makna riwayat yang
masyhur: sebagaimana keadaan kalian, demikian pula pemimpin yang akan Allah
berikan kepada kalian.
Pemimpin adalah cerminan umatnya. Jika kejujuran luntur di
akar rumput, jangan heran jika keadilan rapuh di puncak kekuasaan.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an QS Al-An’am (129):
وَكَذَٰلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ
بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
(الأنعام: 129)
“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang zalim
itu memimpin sebagian yang lain, disebabkan apa yang mereka usahakan sendiri.”
Ayat ini bukan untuk melemahkan semangat perubahan, tetapi
untuk mengarahkan perubahan dimulai dari pembenahan iman dan akhlak. Perubahan
sosial yang kokoh tidak lahir dari amarah sesaat, tetapi dari kesadaran
kolektif yang bertumbuh.
Maka, menyampaikan kebenaran tetap wajib, tetapi dengan
cara yang beradab, argumentatif, dan bertanggung jawab. Keberanian yang
dituntut oleh hadits ini bukan keberanian merusak, melainkan keberanian menjaga
nilai, meski tidak populer, meski tidak viral, meski tidak mendapat tepuk
tangan.
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ
حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَىٰ.
أَشْهَدُ أَنْ لَا
إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.
Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,
Marilah kita perkuat iman kita dengan kesadaran bahwa Islam
adalah agama perbaikan, bukan perusakan. Agama yang membangun peradaban, bukan
sekadar meluapkan kekecewaan.
Dalam menghadapi kepemimpinan yang tidak ideal, Islam
mengajarkan tiga langkah: (1) memperbaiki diri, (2) menasihati dengan
kebenaran, dan (3) menjaga persatuan umat.
Di tengah derasnya arus informasi, provokasi, dan
polarisasi, umat Islam dituntut menjadi penyejuk, bukan pemantik api. Menjadi
penegak kebenaran tanpa kehilangan akhlak, menjadi kritis tanpa kehilangan
adab, dan menjadi taat tanpa kehilangan nurani.
Semoga Allah SWT memperbaiki keadaan para pemimpin kami,
dan memperbaiki keadaan kami sebagai rakyat. Karena perubahan yang diberkahi
selalu dimulai dari hati yang jujur dan iman yang lurus.
للَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ
وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَالْأَمْوَاتِ
اَللّٰهُمَّ أَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلَاةَ أُمُورِنَا، وَاجْعَلْهُمْ
عَادِلِينَ رَحِيمِينَ.
“Ya Allah, perbaikilah para pemimpin dan para pemegang urusan kami, dan
jadikanlah mereka pemimpin-pemimpin yang adil dan penuh kasih sayang.
اَللّٰهُمَّ احْفَظْ بِلَادَنَا Indonesia
مِنَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَاجْعَلْهَا بَلَدًا آمِنًا
مُطْمَئِنًّا، وَسَائِرَ بِلَادِ الْمُسْلِمِينَ.
Ya Allah, peliharalah negeri kami Indonesia dari berbagai fitnah, baik
yang tampak maupun yang tersembunyi, dan jadikanlah negeri ini sebagai negeri
yang aman, tenteram, serta (peliharalah pula) seluruh negeri kaum muslimin.”
اللَّهُمَّ آتِ نُفُوسَنَا تَقْوَاهَا،
وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا.
Ya Allah, berikanlah ketakwaan pada jiwa-jiwa kami,
sucikanlah ia karena Engkau sebaik-baik Dzat yang mensucikannya, Engkaulah
Pelindung dan Penguasanya.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab api neraka.
[Penutup]
عِبَادَ اللّٰهِ، إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ
بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ.
فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ
يُعْطِكُمْ، وَلَذِكْرُ اللّٰهِ أَكْبَرُ، وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.
وَأَقِمِ الصَّلاةَ