Hadits: Larangan Menyerupai Kebiasaan Kaum Lain dalam Sikap Jasmani Yaitu Tangan di Pinggang

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ

Jamaah yang dirahmati Allah,

Pada hari ini kita akan membahas sebuah hadits yang tampak sederhana, namun sarat makna dan penuh dengan hikmah yang sangat relevan untuk kondisi umat di zaman sekarang. Banyak di antara kaum Muslimin yang tanpa sadar meniru gaya hidup, kebiasaan, bahkan postur tubuh yang berasal dari tradisi agama atau budaya lain, hanya karena pengaruh media, mode, atau kebiasaan umum. Salah satu contohnya adalah posisi tangan di pinggang saat berdiri atau saat salat, yang tampaknya sepele, namun ternyata dipermasalahkan dalam hadits yang akan kita kaji.

Dalam hadits ini, Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menunjukkan kepekaannya terhadap nilai-nilai Islam yang menjaga identitas dan jati diri umat. Beliau membenci sikap meletakkan tangan di pinggang dalam salat, karena hal itu merupakan kebiasaan Yahudi. Ini bukan sekadar soal gerakan tubuh, melainkan soal prinsip akidah dan sikap kehati-hatian agar kita tidak tergelincir dalam penyerupaan terhadap kaum yang telah dimurkai oleh Allah.

Urgensi hadits ini sangat besar, karena kita hidup di zaman globalisasi, di mana batas budaya dan agama sangat mudah kabur. Gaya berpakaian, gesture tubuh, hingga cara hidup yang berasal dari luar Islam sering kali diadopsi tanpa pertimbangan syar‘i. Maka dari itu, memahami hadits ini bukan hanya tentang mengetahui larangan tertentu, tetapi juga menyadarkan kita akan pentingnya menjaga syiar Islam dalam hal-hal yang mungkin dianggap remeh.

Mari kita telaah bersama hadits ini secara mendalam, agar kita bisa mengamalkannya dalam kehidupan, menjaga kekhusyukan salat kita, dan lebih berhati-hati dalam mengikuti gaya hidup serta simbol yang tidak berasal dari ajaran Islam.


Dari Masruq bin Al-Ajda’, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:

كَانَتْ تَكْرَهُ أَنْ يَجْعَلَ يَدَهُ فِي خَاصِرَتِهِ، وَتَقُولُ: إِنَّ الْيَهُودَ تَفْعَلُهُ

Ia (Aisyah) membenci seseorang meletakkan tangannya di pinggangnya, dan ia berkata: “Sesungguhnya orang-orang Yahudi melakukan hal itu.”

HR. al-Bukhari (3458), Abu Dawud (4059), Ahmad (24346).

 


Arti dan Penjelasan Per Kalimat


كَانَتْ تَكْرَهُ
Ia membenci

Perkataan ini menunjukkan bahwa Aisyah radhiyallahu ‘anha memiliki sikap yang jelas terhadap suatu perbuatan, yaitu meletakkan tangan di pinggang.

Ini menggambarkan bahwa para sahabat tidak hanya mengikuti sunnah Nabi secara pasif, tetapi juga aktif dalam menilai kebiasaan berdasarkan nilai-nilai Islam.

Kebencian yang disebutkan di sini bukan sekadar rasa tidak suka pribadi, namun muncul dari kesadaran religius dan kecermatan dalam meniru akhlak yang baik.

Ini juga menegaskan bahwa sebagian bentuk sikap atau postur tubuh bisa memiliki makna simbolik yang harus diperhatikan oleh seorang Muslim.


أَنْ يَجْعَلَ يَدَهُ فِي خَاصِرَتِهِ
meletakkan tangannya di pinggangnya

Perkataan ini menjelaskan secara spesifik bentuk postur tubuh yang dibenci, yaitu seseorang berdiri atau duduk dengan tangannya di pinggang.

Dalam konteks budaya Arab dan Yahudi saat itu, meletakkan tangan di pinggang dianggap sebagai sikap sombong, angkuh, atau malas.

Postur tubuh dalam Islam memiliki dimensi adab dan simbol etika.

Karena itu, menghindari sikap tubuh yang menyerupai kebiasaan kaum yang tidak mendapat petunjuk menjadi bagian dari menjaga identitas dan adab Islami.

Perbuatan lahiriah ini bisa mencerminkan kondisi batin atau sikap hati seseorang.


وَتَقُولُ
dan ia berkata

Perkataan ini menunjukkan bahwa Aisyah tidak hanya memiliki pandangan internal terhadap suatu perbuatan, tetapi juga menyampaikannya secara lisan.

Ini merupakan pelajaran penting bahwa mengungkapkan sikap secara verbal, terutama terhadap hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam, adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar.

Dengan mengatakan sesuatu secara terbuka, Aisyah tidak hanya mengekspresikan ketidaksukaan, tetapi juga memberikan edukasi kepada generasi setelahnya, termasuk tabi’in seperti Masruq.


إِنَّ الْيَهُودَ تَفْعَلُهُ
Sesungguhnya orang-orang Yahudi melakukan hal itu

Perkataan ini menjelaskan alasan utama di balik kebencian Aisyah terhadap perbuatan tersebut, yaitu karena itu merupakan kebiasaan orang Yahudi.

Dalam tradisi Islam, menyerupai perilaku atau simbol identitas agama lain tanpa alasan yang dibenarkan adalah hal yang dilarang, terutama jika itu menunjukkan loyalitas atau kekaguman terhadap gaya hidup mereka yang bertentangan dengan tauhid.

Aisyah ingin menjaga agar umat Islam memiliki identitas khas yang berbeda dari umat-umat lain, apalagi dalam hal yang mengandung simbol keangkuhan atau kesombongan.

Ini juga menunjukkan sikap kritis sahabat terhadap asimilasi budaya yang bisa merusak kemurnian nilai Islam.

 


Syarah Hadits


النَّهْيُ عَنِ التَّشَبُّهِ بِالْيَهُودِ وَالنَّصَارَى أَصْلٌ عَامٌّ فِي الشَّرِيعَةِ الإِسْلَامِيَّةِ
Larangan menyerupai Yahudi dan Nasrani adalah prinsip umum dalam syariat Islam

وقدْ نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ التَّشَبُّهِ بِهِمْ فِي أَحَادِيثَ كَثِيرَةٍ
Dan Nabi telah melarang menyerupai mereka dalam banyak hadits

وَحَذَّرَ الْأُمَّةَ مِنِ اتِّبَاعِ سُنَّتِهِمْ وَطَرِيقَتِهِمْ
Dan beliau memperingatkan umat dari mengikuti kebiasaan dan cara hidup mereka

وفي هَذَا الحَدِيثِ يُخْبِرُ التَّابِعِيُّ مَسْرُوقُ بْنُ الأَجْدَعِ
Dalam hadits ini, tabi‘i Masruq bin al-Ajda‘ memberitakan

أَنَّ أُمَّ المُؤْمِنِينَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا كَانَتْ تَكْرَهُ
Bahwa Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha membenci

أَنْ يَضَعَ المُصَلِّي يَدَهُ عَلَى خَاصِرَتِهِ فِي الصَّلَاةِ
Seseorang yang salat meletakkan tangannya di pinggangnya ketika salat

والخَاصِرَةُ: هِيَ وَسَطُ الإِنْسَانِ مِمَّا يَلِي الظَّهْرَ
Dan pinggang adalah bagian tengah tubuh manusia yang sejajar dengan punggung

وبيَّنَتِ السَّبَبَ فِي هَذِهِ الكَرَاهَةِ
Dan beliau menjelaskan sebab kebencian ini

وَهُوَ أَنَّ الْيَهُودَ تَفْعَلُهُ
Yaitu bahwa orang-orang Yahudi melakukannya

وهَذِهِ الأُمَّةُ مَنْهِيَّةٌ عَنِ التَّشَبُّهِ بِهِمْ
Dan umat ini dilarang menyerupai mereka

ومِنْ حِكَمِ النَّهْيِ أَيْضًا
Dan termasuk hikmah dari larangan ini juga

أَنَّ هَذِهِ الهَيْئَةَ تُنَافِي الخُشُوعَ فِي الصَّلَاةِ
Bahwa sikap ini bertentangan dengan kekhusyukan dalam salat

ولأَنَّهَا تُوحِي بِالتَّكَبُّرِ
Dan karena ia memberi kesan kesombongan

ولأَنَّ فِي هَذِهِ الهَيْئَةِ تَرْكَ سُنَّةِ وَضْعِ اليَدِ اليُمْنَى عَلَى اليُسْرَى
Dan karena dalam sikap ini terdapat pengabaian terhadap sunnah meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri

وقِيلَ: لأَنَّهَا تُشْبِهُ هَيْئَةَ الصَّلِيبِ
Dan dikatakan: karena ia menyerupai bentuk salib

كما فِي حَدِيثِ أَبِي دَاوُدَ مِنْ رِوَايَةِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
Sebagaimana dalam hadits Abu Dawud dari riwayat Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma

وفي الحَدِيثِ: إِشَارَةٌ إِلَى اتِّبَاعِ هَيْئَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dan dalam hadits ini terdapat isyarat untuk mengikuti tata cara Nabi

وَمَا ثَبَتَ عَنْهُ
Dan apa yang telah tetap (shahih) dari beliau

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/150383


Pelajaran dari Hadits ini


1. Sikap Sahabat yang Peka terhadap Nilai-nilai Islam

Perkataan كَانَتْ تَكْرَهُ yang artinya "Ia membenci", menunjukkan bahwa Aisyah radhiyallahu ‘anha adalah sosok sahabat yang sangat peka terhadap perilaku yang berpotensi bertentangan dengan nilai Islam. Kebencian beliau bukan muncul karena alasan pribadi, tetapi karena ada nilai agama yang dijaga. Ini mengajarkan kepada kita untuk tidak memandang remeh sikap-sikap tubuh atau kebiasaan kecil jika ternyata bisa menyeret pada kemiripan dengan kaum yang tidak mendapat petunjuk atau menyiratkan makna buruk. Peka terhadap akhlak dan simbol adalah bentuk nyata dari keimanan.


2. Menjauhi Gaya Hidup atau Sikap yang Tidak Islami

Perkataan أَنْ يَجْعَلَ يَدَهُ فِي خَاصِرَتِهِ yang berarti "meletakkan tangannya di pinggangnya", menyingkap bahwa dalam Islam, bahkan postur tubuh memiliki makna. Dalam banyak budaya termasuk pada masa itu, posisi tangan di pinggang dikaitkan dengan kesombongan, keangkuhan, atau kemalasan. Islam sangat menjunjung tinggi adab dan kesederhanaan, sehingga posisi tubuh pun diarahkan agar tidak menunjukkan sikap arogan atau menyerupai kelompok yang menjauh dari nilai tauhid. Sikap jasmani kita adalah bagian dari dakwah yang senyap—bahasa tubuh mencerminkan apa yang ada di hati.


3. Menyampaikan Pandangan Islami secara Terbuka

Perkataan وَتَقُولُ yang bermakna "dan ia berkata", menunjukkan bahwa Aisyah radhiyallahu ‘anha tidak hanya menyimpan sikapnya dalam hati, tetapi juga menyuarakan kebenaran secara terbuka. Ini merupakan wujud dari amar ma’ruf nahi munkar, yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dalam kehidupan sehari-hari, seorang Muslim tidak cukup hanya dengan tidak setuju terhadap hal yang salah, tapi juga harus menyampaikan alasannya dengan bijak kepada orang lain, agar nilai Islam tersampaikan dan menjadi pelajaran. Menyuarakan adab adalah bagian dari menjaga kemuliaan umat.


4. Tidak Menyerupai Kaum Lain dalam Hal Identitas dan Adab

Perkataan إِنَّ الْيَهُودَ تَفْعَلُهُ yang berarti "Sesungguhnya orang-orang Yahudi melakukan hal itu", menjadi landasan utama dari sikap Aisyah tersebut. Islam melarang umatnya menyerupai ciri khas ibadah, simbol, atau gaya hidup kelompok lain yang bertentangan dengan prinsip tauhid. Ini ditegaskan oleh hadits lain:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
(Artinya: Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari golongan mereka.)
(HR. Abu Dawud no. 4031)

Menyerupai kaum lain dalam hal yang menjadi identitas mereka dapat mengaburkan batas antara Islam dan yang bukan, dan dapat mempengaruhi pola pikir serta gaya hidup seorang Muslim. Maka, menjaga kekhasan adalah bentuk kebanggaan terhadap ajaran Islam.


5. Pentingnya Identitas Lahiriah sebagai Cerminan Keislaman

Hadits ini juga mengajarkan bahwa penampilan lahiriah dan bahasa tubuh seorang Muslim bukanlah hal yang netral. Islam adalah agama yang mengatur lahir dan batin. Oleh karena itu, kita diajarkan untuk tampil dengan cara yang menunjukkan kesopanan, ketawadhuan, dan tidak meniru gaya hidup yang bertentangan dengan nilai Islam, bahkan dalam hal posisi tangan, cara berjalan, cara duduk, dan sebagainya. Ini selaras dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:

وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا
(Artinya: Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu adalah orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati)
(QS. Al-Furqan: 63)

Ayat ini menunjukkan bahwa bahkan cara berjalan pun mencerminkan ketaatan dan kepribadian seorang Muslim.


6. Teladan Aisyah dalam Menjaga Tradisi Islam yang Bersih

Sikap Aisyah dalam hadits ini bukan sekadar menolak perilaku tertentu, tetapi menunjukkan bagaimana sahabat menjaga warisan Rasulullah ﷺ dengan teliti. Ia tidak membiarkan kebiasaan asing masuk dalam gaya hidup umat Islam, meskipun itu tampak sepele. Ini menunjukkan bahwa menjaga kemurnian ajaran Islam bukan hanya pada perkara besar seperti akidah dan hukum, tetapi juga dalam simbol-simbol kecil yang bila dibiarkan bisa mengubah wajah umat.


7. Pentingnya Mendidik Generasi Selanjutnya dengan Sikap Kritis

Perkataan ini diriwayatkan oleh Masruq bin al-Ajda’, salah satu tabi’in. Aisyah mengajarkan nilai bukan hanya dengan ucapan, tetapi juga melalui sikap dan penjelasan yang logis. Ini pelajaran bagi para orang tua, guru, dan da’i, bahwa dalam mendidik umat tidak cukup hanya menyuruh atau melarang, tetapi harus menjelaskan alasan yang masuk akal dan berakar dari syariat. Ini membuat nilai-nilai Islam hidup dalam kesadaran, bukan sekadar ritual kosong.


8. Membedakan Diri Bukan Berarti Membenci

Meskipun Aisyah menolak meniru kebiasaan Yahudi, itu tidak berarti beliau membenci mereka secara pribadi. Sikap beliau adalah bentuk perlindungan terhadap umat, bukan kebencian atas dasar ras atau suku. Islam memang membedakan akidah dan praktik, tapi tetap menjaga keadilan dan menjunjung kemanusiaan. Ini penting dalam konteks pluralisme modern, agar umat Islam bisa tetap teguh dalam prinsipnya tanpa menjadi intoleran atau ekstrem.

Secara keseluruhan, hadits ini mengajarkan bahwa adab lahiriah, meski tampak sepele, memiliki nilai simbolik dalam Islam. Sikap kritis Aisyah radhiyallahu ‘anha menjadi teladan dalam menjaga kemurnian tradisi Islam, membina generasi dengan logika syar’i, dan menghindari penyerupaan yang bisa melemahkan identitas umat. Islam bukan hanya ajaran batin, tetapi juga tampak dalam gerak dan sikap sehari-hari. 



Penutup Kajian


 Alhamdulillāh, setelah kita mengkaji hadits mulia ini dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallāhu ‘anha, kita memahami bahwa Islam bukan hanya agama yang mengatur hal-hal besar dalam kehidupan, tetapi juga sangat memperhatikan detail sikap dan gerak-gerik seorang Muslim, bahkan dalam perkara yang tampak kecil seperti posisi tangan dalam salat.

Hadits ini mengajarkan kepada kita pentingnya menjaga keaslian syiar Islam dan menjauhi segala bentuk penyerupaan terhadap kaum yang tidak mengikuti petunjuk Allah, seperti Yahudi dan Nasrani. Faedah besar dari hadits ini antara lain: menjaga kekhusyukan dalam salat, memelihara adab dan tata krama yang diajarkan Rasulullah ﷺ, serta membentengi umat dari penyusupan nilai-nilai asing yang bisa mengikis identitas keislaman.

Kami berharap, setelah kajian ini, para peserta bisa lebih peka dan berhati-hati dalam menjalani ibadah maupun keseharian. Tidak sekadar meniru kebiasaan umum, tetapi menimbang setiap gerak dan pilihan hidup dengan neraca syariat. Mulailah dari hal kecil, seperti memperbaiki cara berdiri saat salat, menjaga sikap tubuh, dan lebih mengenal sunnah Nabi ﷺ yang sering kali kita abaikan.

Semoga Allah menjadikan kita semua termasuk hamba-hamba-Nya yang mengikuti tuntunan Rasulullah ﷺ dengan penuh kecintaan, kehormatan, dan kehati-hatian, serta memudahkan kita untuk mengamalkan ilmu yang telah kita pelajari. Aamiin.

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْـحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

 

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci