Hadits: Amalan Minimal dalam Islam
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah ﷻ yang telah memberi kita nikmat iman, Islam, serta kesempatan untuk terus menuntut ilmu agama. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad ﷺ, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga hari kiamat.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemui berbagai fenomena terkait pemahaman dan praktik keislaman di tengah masyarakat. Ada sebagian orang yang menjalankan ibadah secara berlebihan tanpa memperhatikan batasan yang ditetapkan syariat, hingga mengarah pada sikap ghuluw (berlebih-lebihan). Sebaliknya, ada pula yang meremehkan ajaran Islam dan hanya menjalankan sebagian kecil dari kewajiban agama tanpa memahami prinsip dasarnya.
Di tengah dua kecenderungan ini, muncul pertanyaan: Apakah yang menjadi kewajiban pokok seorang Muslim? Sejauh mana kita harus berpegang pada amalan wajib, dan bagaimana sikap kita terhadap amalan sunnah?
Hadits yang akan kita bahas hari ini menggambarkan sebuah peristiwa menarik: seorang lelaki dari Najd datang kepada Rasulullah ﷺ dalam keadaan rambutnya kusut dan berbicara dengan suara keras, penuh semangat, menanyakan tentang Islam. Rasulullah ﷺ pun menjawab dengan sangat jelas, merangkum kewajiban utama seorang Muslim.
Mengapa hadits ini penting untuk kita kaji?
- Hadits ini mengajarkan prinsip dasar dalam menjalankan Islam, sehingga kita dapat memahami apa yang menjadi kewajiban utama yang tidak boleh ditinggalkan.
- Hadits ini juga memberikan gambaran tentang sikap sederhana dan penuh keikhlasan dalam beribadah, tanpa menambah-nambah sesuatu yang tidak diwajibkan atau justru mengurangi kewajiban.
- Selain itu, hadits ini mengajarkan pentingnya konsistensi dan kejujuran dalam menjalankan agama, karena keberuntungan sejati terletak pada kesungguhan dalam memenuhi kewajiban yang diperintahkan Allah ﷻ.
Setelah mengikuti kajian ini, insyaAllah kita akan mendapatkan pemahaman yang lebih jelas tentang rukun-rukun utama dalam Islam, bagaimana kita menjalankan kewajiban ini dengan sebaik-baiknya, dan bagaimana kita menyeimbangkan antara amalan wajib dan sunnah.
Semoga Allah ﷻ menjadikan majelis ilmu ini sebagai sarana untuk meningkatkan ketakwaan dan mengokohkan langkah kita di jalan Islam yang lurus.
Mari kita simak haditsnya:
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, dia berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ ثَائِرَ
الرَّأْسِ، يُسْمَعُ دَوِيُّ صَوْتِهِ وَلَا يُفْقَهُ مَا يَقُولُ، حَتَّى دَنَا،
فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنِ الْإِسْلَامِ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ. فَقَالَ: هَلْ
عَلَيَّ غَيْرُهَا؟ قَالَ: لَا، إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَصِيَامُ رَمَضَانَ. قَالَ: هَلْ عَلَيَّ
غَيْرُهُ؟ قَالَ: لَا، إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ. قَالَ: وَذَكَرَ لَهُ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الزَّكَاةَ. قَالَ: هَلْ عَلَيَّ
غَيْرُهَا؟ قَالَ: لَا، إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ. قَالَ: فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ
وَهُوَ يَقُولُ: وَاللَّهِ لَا أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلَا أَنْقُصُ، فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ.
Seorang laki-laki dari penduduk Najd datang kepada Rasulullah ﷺ dengan rambut yang berantakan.
Suaranya terdengar bergemuruh, tetapi tidak jelas apa yang diucapkannya hingga dia mendekat.
Ternyata dia bertanya tentang Islam.
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Lima shalat dalam sehari semalam.
Laki-laki itu bertanya, “Apakah ada kewajiban lain atas diriku selain itu?”
Rasulullah ﷺ menjawab, “Tidak, kecuali jika engkau ingin menambahkan (dengan shalat sunnah).”
Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda, “Dan puasa Ramadan.”
Laki-laki itu bertanya lagi, “Apakah ada kewajiban lain atas diriku selain itu?”
Rasulullah ﷺ menjawab, “Tidak, kecuali jika engkau ingin menambahkan (dengan puasa sunnah).”
Selanjutnya Rasulullah ﷺ menyebutkan zakat kepadanya.
Laki-laki itu kembali bertanya, “Apakah ada kewajiban lain atas diriku selain itu?”
Rasulullah ﷺ menjawab, “Tidak, kecuali jika engkau ingin menambahkan (dengan sedekah sunnah).”
Lalu laki-laki itu pergi sambil berkata, “Demi Allah, aku tidak akan menambah dan tidak akan mengurangi (dari yang diwajibkan ini).”
Maka Rasulullah ﷺ bersabda, “Dia beruntung jika dia benar.”
Arti dan Penjelasan Per Kalimat
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ ثَائِرَ الرَّأْسِ
Seorang laki-laki dari penduduk Najd datang kepada Rasulullah ﷺ dengan rambut yang
berantakan.
Perkataan ini menggambarkan keadaan fisik dan asal laki-laki tersebut. Ia berasal dari Najd, sebuah wilayah pedalaman Arab yang dikenal keras dan kering.
Rambutnya yang berantakan menandakan perjalanan jauh yang melelahkan, atau bisa juga menunjukkan ketidaktahuannya terhadap adab berpenampilan di hadapan Rasulullah ﷺ.
Namun, hal ini tidak menjadi penghalang baginya untuk mencari ilmu, yang menunjukkan tekad dan semangat dalam mendalami agama.
يُسْمَعُ دَوِيُّ صَوْتِهِ وَلَا يُفْقَهُ مَا
يَقُولُ
Suaranya terdengar bergemuruh, tetapi tidak jelas apa yang diucapkannya
Perkataan ini menunjukkan bahwa laki-laki tersebut berbicara dengan suara lantang, mungkin karena ingin memastikan suaranya terdengar oleh Rasulullah ﷺ dan orang-orang di sekitarnya.
Namun, apa yang ia katakan tidak jelas, mungkin karena aksen, kecepatan bicara, atau kebisingan situasi.
Ini bisa menunjukkan betapa semangat dan gelisahnya dia dalam mencari kebenaran, walau belum teratur dalam menyampaikannya.
حَتَّى دَنَا
hingga dia mendekat.
Perkataan ini menggambarkan bahwa untuk memahami maksud seseorang, kedekatan fisik dan perhatian penuh dibutuhkan.
Rasulullah ﷺ tidak langsung menegur, tapi menunggu hingga laki-laki itu mendekat agar bisa mendengar dan memahami pertanyaannya.
Ini mengajarkan kita pentingnya ketenangan dan pendekatan yang bijak dalam menerima pertanyaan dari orang yang baru belajar agama.
فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنِ الْإِسْلَامِ
Ternyata dia bertanya tentang Islam.
Perkataan ini menunjukkan bahwa inti dari kedatangan laki-laki itu adalah untuk memahami hakikat Islam.
Ini pertanyaan yang agung dan mendalam, datang dari hati yang haus akan kebenaran.
Ia tidak bertanya tentang dunia atau perkara kecil, tapi langsung menuju inti: agama dan jalan hidup.
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: Lima shalat dalam sehari semalam.
Perkataan ini menegaskan bahwa pondasi Islam setelah syahadat adalah shalat lima waktu.
Rasulullah ﷺ menyebutkannya pertama karena shalat adalah tiang agama dan tanda ketaatan harian seorang Muslim.
Shalat menghubungkan hamba dengan Tuhannya dan menjadi pengingat yang terus menerus terhadap nilai-nilai Islam.
فَقَالَ: هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا؟
Laki-laki itu bertanya, Apakah ada kewajiban lain atas diriku selain itu?
Perkataan ini menunjukkan semangat ingin tahu dan kesungguhan untuk menjalankan agama secara benar.
Ia ingin memastikan bahwa yang wajib baginya benar-benar dipahami, dan tidak menambah atau mengurangi tanpa ilmu.
Pertanyaan ini juga memperlihatkan bahwa ia ingin agama yang jelas dan tidak memberatkan di luar kewajiban pokok.
قَالَ: لَا، إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ
Rasulullah ﷺ menjawab, Tidak, kecuali jika engkau ingin menambahkan (dengan shalat
sunnah).
Perkataan ini mengandung prinsip penting dalam Islam: bahwa kewajiban itu terbatas dan jelas, namun pintu kesukarelaan (tathawwu‘) terbuka lebar bagi yang ingin menambah kebaikan.
Shalat sunnah bukan kewajiban, tapi sangat dianjurkan bagi yang mampu.
Ini mencerminkan keseimbangan Islam antara batasan wajib dan kebebasan dalam menambah amal.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَصِيَامُ رَمَضَانَ
Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda, Dan puasa Ramadan.
Perkataan ini menunjukkan bahwa setelah shalat, ibadah pokok berikutnya adalah puasa Ramadan.
Ini ibadah tahunan yang memiliki dimensi spiritual, sosial, dan fisik.
Puasa membina kesabaran, keikhlasan, dan kepedulian terhadap sesama, serta menyucikan jiwa dari kebiasaan buruk.
قَالَ: هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُ؟
Laki-laki itu bertanya lagi, Apakah ada kewajiban lain atas diriku selain itu?
Perkataan ini menunjukkan konsistensi laki-laki itu dalam menggali batas kewajiban agama.
Ia tidak tergesa-gesa menerima banyak hal sekaligus, tapi ingin paham secara bertahap.
Ini mencerminkan kecermatan dan kehati-hatian dalam mengamalkan agama, agar tidak melanggar batas.
قَالَ: لَا، إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ
Rasulullah ﷺ menjawab, Tidak, kecuali jika engkau ingin menambahkan (dengan
puasa sunnah).
Perkataan ini kembali menegaskan prinsip yang sama: bahwa amal sunnah itu bersifat pilihan dan bukan kewajiban.
Islam membangun sistem kewajiban yang tidak memberatkan, namun memberikan ruang luas bagi orang yang ingin mengejar keutamaan tambahan secara sukarela.
قَالَ: وَذَكَرَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الزَّكَاةَ
Selanjutnya Rasulullah ﷺ menyebutkan zakat kepadanya.
Perkataan ini menegaskan rukun Islam yang ketiga yang berdimensi sosial-ekonomi.
Zakat adalah kewajiban yang mengandung hikmah besar: membersihkan harta, menumbuhkan solidaritas, dan menjaga keseimbangan kekayaan dalam masyarakat.
Rasulullah ﷺ menyebutkannya secara khusus karena zakat hanya diwajibkan bagi yang memiliki kelebihan harta, sehingga bisa saja tidak dikenai oleh semua orang.
قَالَ: هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا؟
Laki-laki itu kembali bertanya, Apakah ada kewajiban lain atas diriku selain
itu?
Perkataan ini memperlihatkan bahwa ia ingin memastikan bahwa kewajiban agama telah disampaikan seluruhnya.
Pertanyaan ini bukan tanda malas, melainkan tanda kehati-hatian untuk tidak menambah-nambahi agama tanpa dasar. Ini adalah sikap ilmiah yang patut dicontoh.
قَالَ: لَا، إِلَّا أَنْ تَطَوَّعَ
Rasulullah ﷺ menjawab, Tidak, kecuali jika engkau ingin menambahkan (dengan
sedekah sunnah).
Perkataan ini kembali menunjukkan fleksibilitas dalam ibadah Islam.
Tidak ada paksaan untuk sedekah lebih dari zakat, tetapi siapa yang ingin menambah kebaikan, pintunya terbuka.
Ini juga menumbuhkan semangat ikhlas dalam beramal, karena semua yang sunnah tidak diiringi ancaman, hanya keutamaan.
قَالَ: فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يَقُولُ:
وَاللَّهِ لَا أَزِيدُ عَلَى هَذَا وَلَا أَنْقُصُ
Lalu laki-laki itu pergi sambil berkata, Demi Allah, aku tidak akan menambah
dan tidak akan mengurangi (dari yang diwajibkan ini).
Perkataan ini menunjukkan tekad kuat untuk berpegang teguh pada kewajiban agama tanpa berlebihan ataupun meremehkan. Ucapannya mengandung komitmen dan kejujuran yang tinggi.
Meskipun ia tidak ingin menambah dengan amal sunnah, ia menunjukkan semangat konsisten dalam menjaga yang wajib.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ
Maka Rasulullah ﷺ bersabda, Dia beruntung jika dia benar.
Syarah Hadits
الصِّدْقُ فِي الإِتْيَانِ بِشَرَائِعِ
الإِسْلَامِ وَأَرْكَانِهِ عَلَى الوَجْهِ الَّذِي يَنْبَغِي مَعَ الإِخْلَاصِ
فِيهَا
Kejujuran dalam melaksanakan syariat Islam dan rukunnya dengan cara yang
semestinya, disertai keikhlasan di dalamnya.
هُوَ سَبِيلُ النَّجَاحِ وَالفَلَاحِ،
وَسَبَبُ النَّجَاةِ مِنْ هَوْلِ يَوْمِ القِيَامَةِ
adalah jalan menuju kesuksesan dan keberuntungan, serta sebab keselamatan dari
kengerian hari kiamat.
وَفِي هَذَا الحَدِيثِ يَرْوِي طَلْحَةُ بْنُ
عُبَيْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
Dalam hadits ini, diriwayatkan oleh Thalhah bin Ubaidillah radhiallahu ‘anhu.
أَنَّهُ رَجُلًا جَاءَ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ أَهْلِ نَجْدٍ
Bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi ﷺ dari penduduk Najd.
وَهِيَ أَرْضُ العَرَبِ مَا بَيْنَ الحِجَازِ
وَالعِرَاقِ
Najd adalah tanah Arab yang terletak antara Hijaz dan Irak.
وَالرَّجُلُ هُوَ: ضِمَامُ بْنُ ثَعْلَبَةَ
Lelaki tersebut adalah Dhimam bin Tsa’labah.
وَكَانَ شَعَرُ رَأْسِهِ مُنْتَفِشًا مِنْ
أَثَرِ السَّفَرِ
Rambut kepalanya acak-acakan akibat perjalanan jauh.
وَلَهُ صَوْتٌ عَالٍ لَا يُفْهَمُ مِنْهُ
شَيْءٌ
Dia memiliki suara keras yang sulit dimengerti.
حَتَّى اقْتَرَبَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Hingga ia mendekati Rasulullah ﷺ.
فَإِذَا هُوَ يَسْأَلُهُ عَنْ شَرَائِعِ
الإِسْلَامِ
Maka ternyata ia bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang syariat
Islam.
فَأَجَابَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Lalu Nabi ﷺ menjawabnya.
بِأَنَّ أَوَّلَ مَا يَجِبُ عَلَيْهِ مِنْ
أَعْمَالِ الإِسْلَامِ هُوَ الصَّلَوَاتُ الخَمْسُ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ
Bahwa kewajiban pertama yang harus ia lakukan dari amalan Islam adalah shalat
lima waktu setiap hari dan malam.
فَقَالَ: هَلْ يَجِبُ عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ
غَيْرُ هَذِهِ الصَّلَوَاتِ الخَمْسِ؟
Ia bertanya: 'Apakah ada kewajiban shalat lain selain shalat lima waktu ini?'
فَأَجَابَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ لَا يَجِبُ عَلَيْكَ مِنْ الصَّلَوَاتِ غَيْرُهَا
Maka Nabi ﷺ menjawab bahwa tidak ada kewajiban shalat lain selain itu.
إِلَّا أَنْ تَتَطَوَّعَ بِشَيْءٍ مِنَ
الرَّوَاتِبِ وَالسُّنَنِ
Kecuali jika engkau melaksanakan shalat sunnah atau rawatib sebagai ibadah
tambahan.
فَإِنَّهُ مُسْتَحَبٌّ تُثَابُ عَلَيْهِ وَلَا
تُعَاقَبُ عَلَى تَرْكِهِ
Karena hal itu dianjurkan, engkau akan diberi pahala atasnya dan tidak dihukum
jika meninggalkannya.
ثُمَّ ذَكَرَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصِّيَامَ
Kemudian Nabi ﷺ menyebutkan kewajiban puasa kepadanya.
وَأَنَّهُ يَجِبُ عَلَيْهِ صِيَامُ رَمَضَانَ
Dan bahwa ia wajib melaksanakan puasa Ramadan.
وَالصِّيَامُ هُوَ: الإِمْسَاكُ بِنِيَّةِ
التَّعَبُّدِ عَنْ الأَكْلِ وَالشُّرْبِ، وَسَائِرِ المُفْطِرَاتِ، وَغِشْيَانِ
النِّسَاءِ
Puasa adalah menahan diri dengan niat beribadah dari makan, minum, semua hal
yang membatalkan puasa, dan bersetubuh.
مِنْ طُلُوعِ الفَجْرِ إِلَى غُرُوبِ
الشَّمْسِ
Dimulai dari terbit fajar hingga tenggelam matahari.
فَقَالَ: هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُ؟
Dia bertanya: 'Apakah ada kewajiban lain bagiku selain ini?'
قَالَ: لَا يَجِبُ عَلَيْكَ غَيْرُهُ، إِلَّا
أَنْ تَتَطَوَّعَ
Nabi ﷺ menjawab: 'Tidak ada kewajiban lain selain itu, kecuali engkau
melaksanakan ibadah sunnah secara sukarela.'
فَتَصُومَ أَيَّامًا فِي غَيْرِ رَمَضَانَ
Yaitu berpuasa pada hari-hari di luar bulan Ramadan.
فَإِنَّهُ مُسْتَحَبٌّ تُثَابُ عَلَيْهِ
Karena itu dianjurkan, engkau akan diberi pahala atasnya.
ثُمَّ ذَكَرَ لَهُ الزَّكَاةَ
Kemudian Nabi ﷺ menyebutkan zakat kepadanya.
وَهِيَ عِبَادَةٌ مَالِيَّةٌ وَاجِبَةٌ فِي
كُلِّ مَالٍ بَلَغَ المِقْدَارَ وَالحَدَّ الشَّرْعِيَّ
Zakat adalah ibadah berupa kewajiban finansial yang dikenakan pada harta yang
telah mencapai jumlah dan batasan syar’i.
وَحَالَ عَلَيْهِ الحَوْلُ -وَهُوَ العَامُ
القَمَرِيُّ «الهِجْرِيُّ»-
Dan telah mencapai haul (satu tahun Qamariyah atau Hijriah).
فَيُخْرَجُ مِنْهُ رُبُعُ العُشْرِ
Dikeluarkan darinya seperempat dari sepersepuluh (2,5%).
وَأَيْضًا يَدْخُلُ فِيهَا زَكَاةُ
الأَنْعَامِ وَالمَاشِيَةِ
Termasuk juga zakat ternak dan hewan peliharaan.
وَزَكَاةُ الزُّرُوعِ وَالثِّمَارِ، وَعُرُوضِ
التِّجَارَةِ، وَزَكَاةُ الرِّكَازِ
Zakat hasil pertanian dan buah-buahan, barang dagangan, dan zakat rikaz (barang
temuan).
وَهُوَ الكَنْزُ المَدْفُونُ الَّذِي
يُسْتَخْرَجُ مِنَ الأَرْضِ
Yaitu harta karun yang terkubur dan ditemukan di dalam tanah.
وَقِيلَ: المَعَادِنُ، بِحَسَبِ أَنْصَابِهَا،
وَوَقْتِ تَزْكِيَتِهَا
Dikatakan juga termasuk tambang, sesuai dengan kadar nishab dan waktu zakatnya.
وَفِي إِيتَاءِ الزَّكَاةِ عَلَى وَجْهِهَا
لِمُسْتَحِقِّيهَا زِيَادَةُ بَرَكَةٍ فِي المَالِ
Menunaikan zakat dengan cara yang benar kepada mereka yang berhak akan membawa
keberkahan lebih pada harta.
وَجَزِيلُ الثَّوَابِ فِي الآخِرَةِ
Dan balasan besar di akhirat.
وَلِلْبُخْلِ بِهَا وَمَنْعِهَا مِنْ
مُسْتَحِقِّيهَا عَوَاقِبُ وَخِيمَةٌ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
Adapun sikap bakhil terhadap zakat dan menahannya dari yang berhak akan membawa
akibat buruk di dunia dan akhirat.
بَيَّنَتْهَا نُصُوصٌ كَثِيرَةٌ فِي القُرْآنِ
وَالسُّنَّةِ
Hal ini telah dijelaskan dalam banyak nash Al-Qur'an dan sunnah.
وَهِيَ تُصْرَفُ لِمُسْتَحِقِّيهَا
المَذْكُورِينَ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: {إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ
وَالمَسَاكِينِ وَالعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي
الرِّقَابِ وَالغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً
مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ} [التوبة: 60]
Dan zakat itu disalurkan kepada mereka yang berhak, sebagaimana disebutkan
dalam firman Allah Ta'ala: Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang
fakir, miskin, para amil zakat, orang-orang yang dijinakkan hatinya (untuk
Islam), untuk memerdekakan hamba sahaya, orang-orang yang berhutang, di jalan
Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari
Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. [QS At-Taubah: 60]
فَسَأَلَ الرَّجُلُ وَقَالَ: هَلْ عَلَيَّ
غَيْرُهَا؟
Lalu orang itu bertanya: 'Apakah ada kewajiban lain bagiku selain ini?'
قَالَ: لَا، إِلَّا إِنْ تَصَدَّقْتَ
بِغَيْرِهَا فَهُوَ تَطَوُّعٌ تُثَابُ عَلَيْهِ، لَا وَاجِبٌ تَأْثَمُ بِتَرْكِهِ
Nabi ﷺ menjawab: 'Tidak, kecuali jika engkau bersedekah lebih dari
itu, maka itu adalah sunnah yang engkau akan diberi pahala atasnya, tetapi
tidak wajib sehingga engkau berdosa jika meninggalkannya.'
فَأَدْبَرَ الرَّجُلُ وَهُوَ يُقْسِمُ
بِاللَّهِ أَنَّهُ لَا يَزِيدُ عَلَى هَذِهِ الفَرَائِضِ بِفِعْلِ شَيْءٍ مِنَ
النَّوَافِلِ، وَلَا يَتْرُكُ شَيْئًا مِنْهَا
Kemudian orang itu pergi sambil bersumpah kepada Allah bahwa dia tidak akan
menambah selain kewajiban-kewajiban ini dengan mengerjakan amalan sunnah, dan
tidak akan meninggalkan sedikit pun dari kewajiban tersebut.
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَفْلَحَ إِنْ صَدَقَ
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: 'Ia akan beruntung jika ia jujur (dalam ucapannya).'
أَيْ: إِذَا صَدَقَ فِي قَوْلِهِ هَذَا،
فَأَدَّى هَذِهِ الأَرْكَانَ مُخْلِصًا لِلَّهِ تَعَالَى
Artinya, jika ia benar dalam ucapannya itu, dan ia melaksanakan rukun-rukun ini
dengan ikhlas kepada Allah Ta'ala.
فَقَدْ فَازَ بِالجَنَّةِ، وَنَجَا مِنَ
النَّارِ وَلَوْ لَمْ يَأْتِ مِنَ النَّوَافِلِ شَيْئًا
Maka ia akan memperoleh surga dan selamat dari neraka, meskipun ia tidak
mengerjakan amalan sunnah apa pun.
وَفِي الحَدِيثِ: أَنَّ الإِنسَانَ إِذَا
اقْتَصَرَ عَلَى الوَاجِبِ فِي الشَّرْعِ فَإِنَّهُ مُفْلِحٌ
Dalam hadits ini terdapat pelajaran bahwa seseorang yang mencukupkan diri hanya
dengan kewajiban dalam syariat, maka ia termasuk orang yang beruntung.
وَلَكِنْ لَا يَعْنِي هَذَا أَنَّهُ لَا
يُسَنُّ أَنْ يَأْتِيَ بِالتَّطَوُّعِ
Namun, ini tidak berarti bahwa disunnahkan untuk tidak mengerjakan amalan
sunnah.
لأَنَّ التَّطَوُّعَ تُكَمَّلُ بِهِ
الفَرَائِضُ يَوْمَ القِيَامَةِ
Karena amalan sunnah akan menyempurnakan amalan wajib pada hari kiamat.
Maraji:
https://dorar.net/hadith/sharh/1393
Pelajaran dari hadits ini
1. Keutamaan Berpegang Teguh pada Rukun Islam
- Rasulullah menjelaskan bahwa memenuhi rukun Islam dengan benar adalah kewajiban utama seorang Muslim.
- Orang yang melaksanakan rukun Islam dengan ikhlas dan jujur akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan.
2. Kemudahan Islam dalam Beribadah
- Syariat Islam tidak membebani umatnya dengan hal yang di luar kemampuan.
- Rasulullah menegaskan bahwa kewajiban ibadah hanya sebatas yang telah diperintahkan Allah, sedangkan amalan tambahan bersifat sukarela (tathawwu').
3. Kewajiban Salat Lima Waktu
- Salat lima waktu adalah rukun Islam yang pertama kali disebutkan setelah syahadat.
- Tidak ada kewajiban salat lain di luar salat lima waktu kecuali yang sifatnya sunnah.
4. Kewajiban Puasa Ramadan
- Puasa Ramadan adalah ibadah wajib yang harus dilaksanakan setiap Muslim yang memenuhi syarat.
- Puasa di luar Ramadan bersifat sukarela, seperti puasa sunnah yang dianjurkan untuk menyempurnakan pahala.
5. Kewajiban Zakat
- Zakat diwajibkan bagi orang yang memiliki harta mencapai nisab dan telah memenuhi syarat tertentu.
- Zakat tidak hanya sebagai ibadah, tetapi juga bentuk kepedulian sosial terhadap orang yang membutuhkan.
6. Keikhlasan dan Konsistensi dalam Beramal
- Rasulullah memuji sikap lelaki tersebut yang bersumpah untuk tidak menambah atau mengurangi dari amalan wajib yang disebutkan.
- Hal ini menunjukkan bahwa konsistensi dalam melaksanakan kewajiban dengan ikhlas adalah kunci keberhasilan di sisi Allah.
7. Pentingnya Pemahaman tentang Agama
- Lelaki dari Najd datang kepada Rasulullah dengan penuh semangat untuk memahami agama, meskipun ia belum mengetahui detailnya.
- Ini menunjukkan bahwa mencari ilmu agama adalah kewajiban bagi setiap Muslim untuk mengetahui kewajiban yang harus dilaksanakan.
8. Islam Memberikan Pilihan untuk Amalan Tambahan
- Amalan sunnah atau tathawwu' adalah bentuk ibadah yang dapat menambah pahala dan menyempurnakan kekurangan dalam amalan wajib.
- Meskipun amalan tambahan tidak diwajibkan, Rasulullah tetap menganjurkan untuk melaksanakannya.
9. Keberuntungan Tergantung pada Kejujuran
- Rasulullah mengatakan, "Aflaha in ṣadaq" (Beruntunglah jika dia benar). Keberhasilan dan keberuntungan di sisi Allah bergantung pada kejujuran dalam melaksanakan kewajiban dengan benar dan konsisten.
10. Kesederhanaan Ajaran Islam
- Islam memberikan jalan yang jelas dan sederhana untuk mencapai keselamatan. Cukup dengan melaksanakan kewajiban, seorang Muslim dapat mencapai surga.
11. Manfaat dari Konsultasi dengan Ulama atau Ahli Agama
- Contoh dari lelaki Najd ini menunjukkan pentingnya bertanya langsung kepada orang yang memahami agama untuk mendapatkan jawaban yang benar dan jelas.
12. Keseimbangan antara Kewajiban dan Sunnah
- Islam memberikan keseimbangan antara kewajiban yang harus dilaksanakan dan amalan sunnah yang dianjurkan. Hal ini memberikan fleksibilitas kepada umat untuk menambah amal tanpa merasa terbebani.
Penutupan Kajian
Dari kajian hadits yang telah kita bahas, ada beberapa poin penting yang bisa kita simpulkan:
Islam adalah agama yang mudah dan jelas. Hadits ini menunjukkan bahwa kewajiban utama seorang Muslim sudah ditentukan dengan jelas, yaitu shalat lima waktu, puasa Ramadan, dan zakat bagi yang mampu. Kewajiban inilah yang menjadi dasar keimanan seorang Muslim dan harus dijaga dengan baik.
Kesederhanaan dalam beragama. Lelaki yang datang kepada Rasulullah ﷺ menanyakan tentang Islam ingin memastikan bahwa ia hanya akan menjalankan kewajiban tanpa menambah atau mengurangi. Dari sini kita belajar bahwa istiqamah dalam menjalankan kewajiban lebih utama daripada berlebihan dalam ibadah sunnah tetapi tidak konsisten.
Kejujuran dan komitmen dalam beribadah. Rasulullah ﷺ mengatakan, "Beruntunglah dia jika dia benar-benar jujur dalam ucapannya," yang menandakan bahwa ketulusan dalam menjalankan perintah Allah adalah kunci keberuntungan di dunia dan akhirat.
Dari hadits ini, kita mendapatkan pesan bahwa Islam tidak membebani pemeluknya dengan sesuatu di luar kemampuannya, tetapi menuntut keistiqamahan dalam menjalankan yang wajib. Maka, setelah kajian ini, mari kita introspeksi diri: Apakah kita sudah benar-benar menjaga kewajiban-kewajiban pokok ini? Apakah kita sudah konsisten dalam menjalankan shalat, puasa, dan zakat sebagaimana yang diperintahkan?
Nasihat dan harapan
Sebagai penutup, mari kita niatkan dalam hati untuk lebih memperbaiki ibadah kita, memprioritaskan kewajiban sebelum sibuk dengan amalan tambahan, serta menjalani agama ini dengan sikap yang tenang dan penuh keyakinan.
Semoga kita dapat meneladani sikap pria tersebut yang mengurangi apa yang telah diperintahkan, dan semoga kita bisa meraih keberuntungan dan kebahagiaan dunia akhirat, sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi ﷺ, "Aflah, jika dia benar-benar melakukan ini." Aamiin.
Semoga ilmu yang kita dapatkan hari ini menjadi amal yang bermanfaat, menambah keimanan kita, dan mendekatkan kita kepada Allah ﷻ.
Wa billahi taufiq, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Belajar membaca dan menerjemahkan syarah hadits tanpa
harakat
الصدق في الإتيان بشرائع الإسلام وأركانه على الوجه الذي ينبغي مع الإخلاص
فيها؛ هو سبيل النجاح والفلاح، وسبب النجاة من هول يوم القيامة.وفي هذا الحديث
يروي طلحة بن عبيد الله رضي الله عنه أنه رجلا جاء النبي صلى الله عليه وسلم من
أهل نجد، وهي أرض العرب ما بين الحجاز والعراق، والرجل هو: ضمام بن ثعلبة، وكان
شعر رأسه منتفشا من أثر السفر، وله صوت عال لا يفهم منه شيء، حتى اقترب من رسول
الله صلى الله عليه وسلم، فإذا هو يسأله عن شرائع الإسلام، فأجابه النبي صلى الله
عليه وسلم بأن أول ما يجب عليه من أعمال الإسلام هو الصلوات الخمس في كل يوم
وليلة، فقال: هل يجب علي من الصلاة غير هذه الصلوات الخمس؟ فأجابه النبي صلى الله
عليه وسلم أنه لا يجب عليك من الصلوات غيرها، إلا أن تتطوع بشيء من الرواتب
والسنن؛ فإنه مستحب تثاب عليه ولا تعاقب على تركه.ثم ذكر له النبي صلى الله عليه
وسلم الصيام، وأنه يجب عليه صيام رمضان، والصيام هو: الإمساك بنية التعبد عن الأكل
والشرب، وسائر المفطرات، وغشيان النساء، من طلوع الفجر إلى غروب الشمس. فقال: هل
علي غيره؟ قال: لا يجب عليك غيره، إلا أن تتطوع، فتصوم أياما في غير رمضان؛ فإنه
مستحب تثاب عليه. ثم ذكر له الزكاة، وهي عبادة مالية واجبة في كل مال بلغ المقدار
والحد الشرعي، وحال عليه الحول -وهو العام القمري «الهجري»- فيخرج منه ربع العشر،
وأيضا يدخل فيها زكاة الأنعام والماشية، وزكاة الزروع والثمار، وعروض التجارة،
وزكاة الركاز، وهو الكنز المدفون الذي يستخرج من الأرض، وقيل: المعادن، بحسب
أنصابها، ووقت تزكيتها. وفي إيتاء الزكاة على وجهها لمستحقيها زيادة بركة في
المال، وجزيل الثواب في الآخرة، وللبخل بها ومنعها من مستحقيها عواقب وخيمة في
الدنيا والآخرة، بينتها نصوص كثيرة في القرآن والسنة، وهي تصرف لمستحقيها المذكورين
في قوله تعالى: {إنما الصدقات للفقراء والمساكين والعاملين عليها والمؤلفة قلوبهم
وفي الرقاب والغارمين وفي سبيل الله وابن السبيل فريضة من الله والله عليم حكيم}
[التوبة: 60].فسأل الرجل وقال: هل علي غيرها؟ قال: لا، إلا إن تصدقت بغيرها فهو
تطوع تثاب عليه، لا واجب تأثم بتركه، فأدبر الرجل وهو يقسم بالله أنه لا يزيد على
هذه الفرائض بفعل شيء من النوافل، ولا يترك شيئا منها، فقال رسول الله صلى الله
عليه وسلم: أفلح إن صدق، أي: إذا صدق في قوله هذا، فأدى هذه الأركان مخلصا لله
تعالى؛ فقد فاز بالجنة، ونجا من النار ولو لم يأت من النوافل شيئا. وفي الحديث: أن
الإنسان إذا اقتصر على الواجب في الشرع فإنه مفلح، ولكن لا يعني هذا أنه لا يسن أن
يأتي بالتطوع؛ لأن التطوع تكمل به الفرائض يوم القيامة.