Kajian: Hak-Hak Suami Atas Istri (Kitab Minhajul Muslim)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ.


Pembukaan Kajian


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah mempertemukan kita dalam majelis ilmu yang mulia ini. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad .

💔 Latar Belakang Permasalahan di Masyarakat

Para hadirin sekalian, khususnya bagi pasangan suami istri, kita hidup di tengah zaman yang penuh tantangan. Institusi pernikahan, yang seharusnya menjadi benteng ketenangan (sakinah), kini sering kali diguncang oleh berbagai masalah yang berakar dari ketidakpahaman terhadap hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Di tengah masyarakat kita, sering kali kita menyaksikan:

1.   Tingginya Angka Perceraian:

Salah satu penyebab utamanya adalah kegagalan istri memahami hakikat ketaatan dan amanah dalam pernikahan. Ketaatan sering disalahartikan sebagai pengekangan, sementara hak-hak suami dianggap sebagai beban.

2.   Kekosongan Fungsi Keluarga:

Banyak rumah tangga kehilangan fungsi utamanya sebagai madrasah (sekolah) pertama bagi anak-anak. Istri yang seharusnya menjadi râ'iyah (pemimpin) di rumah, sering kali melalaikan peran pengasuhan, pengelolaan harta, dan penjagaan kehormatan suami karena fokus yang terbagi atau tuntutan sosial yang salah.

3.   Krisis Adab dan Komunikasi:

Timbulnya konflik hebat seringkali dipicu oleh hal-hal kecil, seperti ketidakmampuan istri menjaga lisan dari kata-kata kotor atau kasar kepada suami dan mertua, serta kegagalan menjaga pandangan dan sikap di ruang publik.

Singkatnya, terjadi erosi pemahaman fikih rumah tangga yang mendudukkan hak suami pada tempatnya yang mulia, dan menuntut tanggung jawab besar dari pihak istri. Kita melihat banyak rumah tangga yang dibangun di atas ghairah (emosi) sesaat, bukan di atas fikih (pemahaman hukum) yang kokoh.


💡 Urgensi dan Faedah Kajian Ini

Lantas, mengapa kita harus mempelajari secara mendalam topik "Hak-Hak Suami atas Istri" ini?

1.   Mewujudkan Sakinah Sejati:

Tujuan utama kita mempelajari ini adalah untuk kembali kepada sumber hukum Islam. Dengan memahami dalil-dalil dari Al-Qur'an dan Hadis (seperti kewajiban taat kepada suami dalam hal yang bukan maksiat, atau peran istri sebagai penjaga harta dan kehormatan suami), kita dapat membangun rumah tangga yang benar-benar tenang, damai, dan diridai Allah.

2.   Menunaikan Kewajiban sebagai Ibadah:

Fikih mengajarkan kita bahwa menunaikan hak suami (seperti menjaga diri saat suami bepergian atau merawat anak dengan baik) adalah ibadah yang bernilai pahala besar, bahkan menjadi jalan termudah bagi wanita menuju surga. Pemahaman ini mengubah pandangan dari "beban" menjadi "peluang emas meraih pahala."

3.   Meningkatkan Kualitas Generasi:

Istri yang memahami perannya sebagai pengelola rumah dan pendidik utama (râ'iyah), akan melahirkan generasi yang saleh dan berkarakter kuat. Kita tidak hanya memperbaiki pernikahan kita, tetapi juga menyelamatkan masa depan anak-anak kita.

Oleh karena itu, marilah kita buka hati dan pikiran kita, dan menyelami pembahasan fikih ini. Ini bukan sekadar teori, melainkan panduan praktis dari Allah dan Rasul-Nya untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Semoga Allah memberkahi majelis kita.


Isi Kajian


حُقُوقُ الزَّوْجِ عَلَى الزَّوْجَةِ

Hak-hak Suami atas Istri:

يَجِبُ عَلَى الزَّوْجَةِ نَحْوَ زَوْجِهَا القِيَامُ بِالحُقُوقِ وَالآدَابِ الآتِيَةِ:

Wajib bagi seorang istri untuk menunaikan hak-hak dan adab-adab berikut kepada suaminya:

1.                       طَاعَتُهُ فِي غَيْرِ مَعْصِيَةِ اللَّهِ تَعَالَى: {فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا} [النساء: 34].

1. Ketaatan kepadanya dalam hal yang bukan maksiat kepada Allah: "Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka." (QS. An-Nisa: 34).

وَقَوْلُ الرَّسُولِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: "إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَلَمْ تَأْتِهِ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا المَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ".

Dan sabda Rasulullah : "Jika seorang suami mengajak istrinya ke ranjangnya, lalu istri itu menolak, dan suami tidur dalam keadaan marah kepadanya, maka para malaikat akan melaknat istri tersebut hingga pagi hari."

وَقَوْلُهُ: "لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ المَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا".

Dan sabda beliau: "Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, niscaya aku akan memerintahkan istri untuk sujud kepada suaminya."

Penjelasan: Poin pertama ini menekankan kewajiban utama seorang istri, yaitu ketaatan kepada suaminya. Namun, ketaatan ini tidak bersifat mutlak, melainkan terbatas pada hal-hal yang tidak melanggar syariat Allah. Ini adalah fondasi penting untuk membangun rumah tangga yang harmonis. Ketaatan ini mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan intim.

Sebagai ilustrasi, jika seorang suami meminta istrinya untuk berhenti bekerja agar bisa lebih fokus mengurus keluarga, dan permintaan itu tidak melanggar syariat, maka istri wajib menaatinya. Contoh lainnya, seorang istri harus memenuhi kebutuhan biologis suaminya sebagai bentuk ketaatan dan kasih sayang, sebagaimana ditegaskan dalam hadis tentang malaikat yang melaknat.

Adapun hadis tentang sujud, ini adalah perumpamaan kuat yang menggambarkan betapa agungnya hak suami. Istri harus menghormati suaminya, menempatkannya pada posisi yang mulia sebagai pemimpin, meskipun sujud hanya diperuntukkan bagi Allah.


2.                       صِيَانَةُ عِرْضِ الزَّوْجِ وَالمُحَافَظَةُ عَلَى شَرَفِهَا، وَرِعَايَةُ مَالِهِ وَوَلَدِهِ وَسَائِرِ شُؤُونِ مَنْزِلِهِ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ} [النساء: 34]

2. Menjaga kehormatan suami dan dirinya, merawat hartanya, anak-anaknya, dan seluruh urusan rumah tangganya, sesuai dengan firman Allah:

"Maka perempuan-perempuan yang salehah adalah yang taat (kepada Allah) lagi menjaga diri ketika suaminya tidak ada, karena Allah telah memelihara (mereka)." (QS. An-Nisa: 34).

وَقَوْلِ الرَّسُولِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: "وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ".

Dan sabda Rasulullah : "Dan seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan atas anak-anaknya."

وَقَوْلِهِ: "فَحَقُّكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ مَنْ تَكْرَهُونَ، وَلَا يَأْذَنَّ فِي بُيُوتِكُمْ لِمَنْ تَكْرَهُونَ".

Dan sabda beliau: "Maka hak kalian atas mereka (para istri) adalah agar mereka tidak mengizinkan orang yang kalian benci untuk memasuki tempat tidur kalian, dan tidak mengizinkan masuk ke rumah kalian orang yang tidak kalian sukai."

Poin kedua ini menguraikan peran istri sebagai penjaga amanah rumah tangga. Seorang istri salehah tidak hanya taat secara lisan, tetapi juga menjaga kehormatan, harta, dan anak-anak suaminya saat ia tidak ada. Ini adalah bentuk kepercayaan yang sangat besar.

Sebagai ilustrasi, seorang istri yang baik tidak akan pernah menceritakan aib suaminya kepada orang lain, bahkan kepada keluarga terdekatnya. Ia juga akan mengelola keuangan keluarga dengan bijak, memastikan setiap pengeluaran tercatat dan digunakan untuk kebutuhan yang tepat.

Dalil dari hadis Rasulullah  yang menyebut istri sebagai "pemimpin di rumah" menekankan bahwa istri adalah manajer utama yang bertanggung jawab penuh atas segala urusan domestik, mulai dari kebersihan rumah, pendidikan anak, hingga ketertiban umum dalam keluarga.


3.           لُزُومُ بَيْتِ زَوْجِهَا فَلَا تَخْرُجُ مِنْهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَرِضَاهُ، وَغَضُّ طَرْفِهَا -عَيْنِهَا- وَخَفْضُ صَوْتِهَا، وَكَفُّ يَدِهَا عَنِ السُّوءِ، وَلِسَانِهَا عَنِ النُّطْقِ بِالفُحْشِ وَالبَذَاءِ،

3. Tinggal di rumah suaminya dan tidak keluar darinya kecuali dengan izin dan ridanya. Juga menundukkan pandangannya, merendahkan suaranya, menahan tangannya dari keburukan, dan lisannya dari ucapan yang keji dan kotor.

وَمُعَامَلَةُ أَقَارِبِهِ بِالإِحْسَانِ الَّذِي يُعَامِلُهُمْ هُوَ بِهِ، إِذْ مَا أَحْسَنَتْ إِلَى زَوْجِهَا مَنْ أَسَاءَتْ إِلَى وَالِدَيْهِ أَوْ أَقَارِبِهِ،

Serta memperlakukan kerabat suaminya dengan kebaikan yang sama seperti ia memperlakukan suaminya, karena tidaklah seorang wanita berbuat baik kepada suaminya jika ia berbuat buruk kepada orang tua atau kerabatnya.

 وَذَلِكَ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الجَاهِلِيَّةِ الأُولَى} [الأحزاب: 33]

Ini sesuai dengan firman Allah: "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliah yang dahulu." (QS. Al-Ahzab: 33).

وَقَوْلِهِ سُبْحَانَهُ: {فَلَا تَخْضَعْنَ بِالقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ} [الأحزاب: 32].

Dan firman-Nya: "Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya." (QS. Al-Ahzab: 32).

وَقَوْلِهِ {لَا يُحِبُّ اللَّهُ الجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ القَوْلِ} [النساء: 148].

Dan firman-Nya: "Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang." (QS. An-Nisa: 148).

وَقَوْلِهِ: {وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا} [النور: 31].

Dan firman-Nya: "Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: 'Hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang biasa tampak'." (QS. An-Nur: 31).

وَقَوْلِ الرَّسُولِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: "خَيْرُ النِّسَاءِ الَّتِي إِذَا نَظَرْتَ إِلَيْهَا سَرَّتْكَ، وَإِذَا أَمَرْتَهَا أَطَاعَتْكَ، وَإِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فِي نَفْسِهَا وَمَالِكَ".

Dan sabda Rasulullah : "Sebaik-baik wanita adalah yang jika engkau melihatnya membuatmu senang, jika engkau perintahkan ia menaatimu, dan jika engkau tidak ada ia menjaga dirinya dan hartamu."

وَقَوْلِهِ: "لَا تَمْنَعُوا إِمَاءَ اللَّهِ مَسَاجِدَ اللَّهِ، وَإِذَا اسْتَأْذَنَتِ امْرَأَةُ أَحَدِكُمْ إِلَى المَسْجِدِ فَلَا يَمْنَعْهَا" وَقَوْلِهِ: "ائْذَنُوا لِلنِّسَاءِ بِاللَّيْلِ إِلَى المَسَاجِدِ".

Dan sabda beliau: "Janganlah kalian melarang hamba-hamba Allah (wanita) pergi ke masjid-masjid Allah. Jika seorang istri di antara kalian meminta izin untuk pergi ke masjid, maka janganlah kalian melarangnya." Dan sabda beliau: "Izinkanlah para wanita pergi ke masjid pada malam hari."

Poin ketiga ini adalah rangkuman dari adab-adab dan akhlak mulia seorang istri. Intinya adalah menjaga diri dari segala bentuk keburukan, baik secara fisik maupun lisan. Perintah untuk tetap di rumah adalah fondasi dalam menjaga kehormatan keluarga. Namun, ini tidak berarti istri tidak boleh keluar sama sekali; ia boleh keluar untuk kebutuhan penting dengan izin suami.

Contohnya, jika seorang istri ingin menjenguk orang tuanya yang sakit, ia harus meminta izin kepada suaminya. Kemudian, ia harus menjaga pandangan, suara, dan lisannya, terutama saat berinteraksi dengan lawan jenis, untuk menghindari fitnah.

Selain itu, berbuat baik kepada kerabat suami adalah hal yang sangat penting. Perlakuan baik terhadap mertua, ipar, atau kerabat suami lainnya adalah bentuk kebaikan kepada suami itu sendiri. Dalil-dalil dari Al-Qur'an dan Hadis yang disebutkan memperkuat poin-poin ini.

Misalnya, hadis tentang "wanita terbaik" adalah gambaran ideal yang menggabungkan adab, ketaatan, dan amanah, sementara hadis tentang ke masjid menunjukkan bahwa meskipun istri harus menjaga diri di rumah, Islam tetap memberikan hak baginya untuk beribadah di tempat umum selama dilakukan dengan adab yang benar.


Penutupan Kajian


Alhamdulillah, kita telah sampai di penghujung kajian yang sangat penting ini, yaitu pembahasan mendalam tentang hak-hak suami atas istri, berdasarkan tuntunan Al-Qur'an dan Sunnah.

Faedah dan Intisari Hadis

Bapak/Ibu, Saudara/i sekalian, dari berbagai hadis yang telah kita kaji, seperti hadis tentang malaikat yang melaknat istri yang menolak ajakan suami, hadis tentang perintah sujud (sebagai metafora penghormatan tertinggi), dan hadis tentang istri sebagai pemimpin di rumah (râ'iyah), kita dapat memetik faedah utama:

1.   Ketaatan adalah Kunci Keberkahan:

Hadis-hadis tersebut menegaskan bahwa ketaatan istri pada suami dalam hal yang bukan maksiat adalah pintu utama keberkahan dan keridaan Allah. Ketaatan ini bukan bentuk penindasan, melainkan menjalankan amanah Allah untuk menjaga keutuhan rumah tangga.

2.   Amanah yang Bernilai Ibadah:

Kita telah melihat bahwa menjadi istri yang baik—yang menjaga kehormatan diri dan harta suami, merawat anak, dan mengurus rumah—adalah sebuah ibadah yang dinilai tinggi di sisi Allah. Sebagaimana sabda Nabi : "Sebaik-baik wanita adalah yang jika engkau melihatnya membuatmu senang, jika engkau perintahkan ia menaatimu, dan jika engkau tidak ada ia menjaga dirinya dan hartamu."

3.   Keselamatan dari Laknat dan Kemarahan:

Hadis tentang penolakan ajakan suami menjadi pengingat keras bahwa melalaikan hak suami dapat mendatangkan konsekuensi spiritual yang berat, yakni laknat malaikat. Ini mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga keharmonisan hubungan intim sebagai hak dasar suami.


🏡 Harapan Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari

Harapan kami, kajian ini tidak berhenti hanya sebagai pengetahuan, tetapi menjadi ilmu yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari:

Bagi Para Istri:

Terapkanlah ketaatan itu mulai dari hal-hal kecil. Jika suami meminta Anda tidak keluar rumah kecuali dengan izin, berusahalah mematuhinya. Jika suami pulang dalam keadaan lelah, sambutlah dengan senyuman dan kata-kata yang menenangkan. Jagalah lisan Anda dari ucapan kasar kepada suami maupun mertua. Ingatlah, ketaatan Anda adalah tiket termudah menuju surga.

Bagi Para Suami:

Ingatlah pula bahwa hak yang besar selalu disertai tanggung jawab yang besar. Ketika istri Anda telah menaati Anda, tunaikan haknya dengan penuh kasih sayang, bimbinglah ia menuju keridaan Allah, dan janganlah mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka, sebagaimana firman Allah dalam QS An-Nisa (4:34):

{فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا}

Marilah kita jadikan rumah tangga kita sebagai baiti jannati (rumahku surgaku) yang dibangun di atas fondasi syariat, saling menghormati, dan penuh mahabbah (cinta).

Kita akhiri majelis ini dengan memohon ampunan dan taufik kepada Allah.

Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh.

 

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci