Hadits: Larangan Menyambung Rambut

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ.

Alḥamdulillāh, segala puji bagi Allah yang telah menyempurnakan agama ini sebagai petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, suri teladan terbaik dalam setiap sisi kehidupan, juga kepada keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

Jamaah yang dirahmati Allah, pada kesempatan kajian kali ini kita akan membahas sebuah hadits yang tampaknya sederhana, namun sangat relevan dengan kondisi masyarakat kita saat ini. Hadits ini berkaitan dengan fenomena menyambung rambut — sebuah praktik yang telah menjadi bagian dari gaya hidup dan tren kecantikan di berbagai kalangan, terutama di kalangan wanita. Baik dalam bentuk hair extension, wig, maupun berbagai metode perawatan rambut lainnya, banyak orang melakukannya tanpa menyadari bahwa sebagian dari praktik tersebut bertentangan dengan ajaran Islam.

Dalam masyarakat modern yang sangat mengedepankan penampilan, standar kecantikan kerap diukur dari tampilan fisik yang sempurna, termasuk rambut yang tebal, panjang, dan berkilau. Sayangnya, banyak yang rela mengubah ciptaan Allah, bahkan melanggar batas-batas syariat, hanya demi memenuhi standar tersebut. Apa yang dianggap "normal" atau "biasa" di mata masyarakat, belum tentu benar di sisi Allah.

Di sinilah urgensi hadits ini perlu dipelajari. Hadits ini bukan sekadar tentang larangan teknis menyambung rambut, tapi lebih dari itu — ia berbicara tentang integritas seorang muslimah terhadap ketetapan Allah, kejujuran dalam menampilkan diri, serta pentingnya menahan diri dari keinginan yang bertentangan dengan agama, walaupun niatnya tampak baik.

Dengan memahami hadits ini secara mendalam, kita tidak hanya belajar hukum fiqihnya, tetapi juga menggali pelajaran iman, adab, serta bagaimana menjaga diri dari pengaruh budaya luar yang bisa mengikis nilai-nilai Islam. Semoga setelah kajian ini, kita dapat melihat kecantikan dan kemuliaan bukan hanya dari penampilan luar, tetapi dari ketaatan dan kesucian jiwa yang menjaga dirinya sesuai dengan petunjuk Rasulullah ﷺ.

Mari kita buka pembahasan hadits ini dengan hati yang jernih dan niat yang ikhlas untuk memahami dan mengamalkan ajaran Rasulullah ﷺ dengan benar.


Dari Asma’ bintu Abi Bakr radhiyallahu 'anha, bahwa Rasulullah bersabda:

سَأَلَتِ امْرَأَةٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ ابْنَتِي أَصَابَتْهَا الْحَصْبَةُ، فَامْرَقَ شَعَرُهَا، وَإِنِّي زَوَّجْتُهَا؛ أَفَأَصِلُ فِيهِ؟ فَقَالَ: لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمَوْصُولَةَ.

Seorang wanita bertanya kepada Nabi , “Wahai Rasulullah, sesungguhnya putriku terkena penyakit campak hingga rambutnya rontok, padahal aku telah menikahkannya. Apakah boleh aku menyambung rambutnya?” Maka beliau bersabda, “Allah melaknat wanita yang menyambung rambut dan yang meminta disambungkan rambutnya.”

HR. al-Bukhari dalam Ṣaḥiḥ al-Bukhari (5941), dan Muslim dalam Ṣaḥiḥ Muslim (2122) dengan sedikit perbedaan redaksi.

 


Arti dan Penjelasan per Perkataan


سَأَلَتِ امْرَأَةٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Seorang wanita bertanya kepada Nabi .

Perkataan ini menunjukkan adanya interaksi langsung antara seorang wanita dan Rasulullah , yang menggambarkan suasana masyarakat Islam kala itu yang terbuka terhadap komunikasi antara umat dan pemimpinnya.

Wanita dalam masyarakat Islam memiliki hak untuk bertanya dan mencari ilmu, bahkan dari Rasulullah secara langsung.

Ini menunjukkan perhatian wanita tersebut terhadap persoalan agama, terutama yang berkaitan dengan kondisi anaknya.

Pertanyaan ini juga mencerminkan pentingnya menjaga syariat meskipun dalam situasi yang genting atau sulit.


فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ ابْنَتِي أَصَابَتْهَا الْحَصْبَةُ

Lalu ia berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya putriku terkena penyakit campak.”

Perkataan ini memperlihatkan bahwa si wanita mengawali pembicaraannya dengan adab memanggil Nabi dengan panggilan penghormatan "Ya Rasulallah".

Penyakit campak disebutkan secara khusus karena memiliki dampak fisik yang mencolok, yakni menyebabkan kerontokan rambut.

Wanita ini menyampaikan kondisi kesehatan anaknya sebagai latar belakang untuk pertanyaan yang akan diajukannya.

Hal ini menunjukkan bahwa dalam menyampaikan pertanyaan hukum, penting untuk menjelaskan konteks dan keadaan yang menyertainya.


فَامْرَقَ شَعَرُهَا

Sehingga rambutnya rontok.

Perkataan ini menekankan efek dari penyakit yang diderita putrinya, yaitu kerontokan rambut yang berat.

Rambut merupakan bagian penting dari kecantikan seorang wanita, apalagi dalam konteks pernikahan.

Si ibu menyampaikan kekhawatirannya bahwa kondisi rambut anaknya bisa memengaruhi pandangan suami terhadap istrinya.

Ini menunjukkan bahwa perhatian terhadap penampilan dalam batas syar’i adalah hal yang dianggap penting dalam kehidupan rumah tangga.


وَإِنِّي زَوَّجْتُهَا؛ أَفَأَصِلُ فِيهِ؟

Dan aku telah menikahkannya; apakah boleh aku menyambung rambutnya?

Perkataan ini menunjukkan bahwa si ibu telah mengatur pernikahan anaknya meskipun dalam keadaan tidak ideal secara fisik.

Pertanyaan tentang menyambung rambut menunjukkan niat untuk memperbaiki penampilan putrinya agar tampak wajar di hadapan suaminya.

Ini menggambarkan adanya kekhawatiran yang manusiawi dari seorang ibu terhadap masa depan rumah tangga anaknya.

Namun, yang menarik adalah ia tetap memilih bertanya terlebih dahulu kepada Rasulullah sebelum melakukan sesuatu, menunjukkan adab mencari fatwa dalam Islam.


فَقَالَ: لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمَوْصُولَةَ

Maka beliau bersabda: “Allah melaknat wanita yang menyambung rambut dan yang meminta disambungkan rambutnya.”

Perkataan ini adalah jawaban tegas dari Nabi yang menunjukkan keharaman menyambung rambut, sekalipun dalam situasi yang sulit.

Laknat dari Allah adalah bentuk celaan yang sangat keras dan menunjukkan bahwa perbuatan tersebut tergolong dosa besar.

Penegasan terhadap dua pihak – yang menyambung dan yang meminta disambungkan – menunjukkan bahwa dosa tersebut berlaku pada pelaku maupun penerima.

Ini menjadi pelajaran bahwa dalam Islam, tidak semua bentuk kecantikan dibenarkan, terutama jika dilakukan dengan cara yang mengandung penipuan atau merubah ciptaan Allah.

 


Syarah Hadits


ٱلِٱبْتِعَادُ عَمَّا نَهَى ٱللَّهُ عَنْهُ مِنْ صِفَاتِ ٱلْمُؤْمِنِ
Menjauh dari apa yang Allah larang termasuk sifat orang beriman.

لَا سِيَّمَا إِذَا كَانَ ٱلْأَمْرُ عَظِيمًا وَمَلْعُونًا فَاعِلُهُ عَلَى لِسَانِ رَسُولِ ٱللَّهِ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Terlebih lagi jika perkara itu besar dan pelakunya dilaknat melalui lisan Rasulullah .

فَٱلْمُؤْمِنُ أَبْعَدُ ٱلنَّاسِ عَنِ ٱلتَّوَغُّلِ فِيمَا يُغْضِبُ رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
Maka orang beriman adalah yang paling jauh dari larut dalam hal yang membuat Rabb-nya murka.

وَفِي هَذَا ٱلْحَدِيثِ تَرْوِي أَسْمَاءُ بِنْتُ أَبِي بَكْرٍ ٱلصِّدِّيقِ رَضِيَ ٱللَّهُ عَنْهُمَا
Dalam hadits ini, Asma’ bintu Abi Bakr aṣ-Ṣiddiq radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan.

أَنَّ ٱمْرَأَةً سَأَلَتِ ٱلنَّبِيَّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ
Bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi , lalu berkata:

يَا رَسُولَ ٱللَّهِ، إِنَّ ٱبْنَتِي أَصَابَتْهَا ٱلْحَصْبَةُ
Wahai Rasulullah, sesungguhnya putriku terkena penyakit campak.

وَهِيَ بَثَرَاتٌ حُمْرٌ تَخْرُجُ فِي ٱلْجَسَدِ مُتَفَرِّقَةً، وَهِيَ نَوْعٌ مِنَ ٱلْجُدَرِيِّ
Yaitu bintik-bintik merah yang muncul di tubuh secara menyebar, dan termasuk jenis dari cacar.

«فَٱمَّرَقَ» مِنَ ٱلْمُرُوقِ، أَيْ: خَرَجَ شَعَرُهَا مِنْ مَوْضِعِهِ، فَتَمَزَّقَ وَتَقَطَّعَ
“Fammarraqa” dari kata al-murūq, yaitu rambutnya keluar dari tempatnya, lalu rusak dan rontok.

ثُمَّ أَخْبَرَتْ أَنَّهَا زَوَّجَتْهَا، وَهَذَا مِمَّا يَسْتَدْعِي ٱلتَّزَيُّنَ وَٱلتَّجَمُّلَ
Kemudian ia mengabarkan bahwa ia telah menikahkan putrinya, dan itu menuntut untuk berhias dan mempercantik diri.

وَلِذَلِكَ سَأَلَتْهُ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Karena itu ia bertanya kepada Nabi :

هَلْ يُبَاحُ لَهَا أَنْ تَصِلَ شَعْرَ ٱبْنَتِهَا بِشَعْرٍ مُسْتَعَارٍ
Apakah boleh baginya menyambung rambut anaknya dengan rambut palsu.

وَتُوهِمُ أَنَّ ذَلِكَ مِنْ شَعْرِهَا، أَوْ أَنَّ شَعْرَهَا أَطْوَلُ مِمَّا هُوَ عَلَيْهِ؟
Dan membuat orang menyangka bahwa itu adalah rambut aslinya, atau rambutnya lebih panjang dari aslinya?

فَأَجَابَهَا ٱلنَّبِيُّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَعَنَ ٱللَّهُ ٱلْوَاصِلَةَ»
Maka Nabi menjawabnya: “Allah melaknat wanita yang menyambung rambut.”

وَهِيَ ٱلَّتِي تَصِلُ شَعْرَهَا، أَوْ شَعْرَ غَيْرِهَا بِشَعْرٍ آخَرَ
Yaitu yang menyambung rambutnya sendiri atau rambut orang lain dengan rambut lain.

«وَٱلْمَوْصُولَةَ» ٱلَّتِي يُوصَلُ شَعْرُهَا
Dan wanita yang disambungkan rambutnya.

لِأَنَّ هَذَا كُلَّهُ مِنْ بَابِ ٱلْكَذِبِ وَٱلزُّورِ وَٱلتَّجَمُّلِ بِتَغْيِيرِ ٱلْخِلْقَةِ
Karena semua itu termasuk dalam kategori dusta, kepalsuan, dan berhias dengan mengubah ciptaan Allah.

وَفِيهِ ٱحْتِيَالٌ عَلَى ٱلنَّاسِ
Dan di dalamnya terdapat penipuan terhadap manusia.

وَفِي ٱلْحَدِيثِ: أَنَّ وَصْلَ ٱلشَّعْرِ مِنَ ٱلْكَبَائِرِ
Dan dalam hadits ini: menyambung rambut termasuk dosa besar.

لِأَنَّ ٱلنَّبِيَّ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ فَاعِلَهُ
Karena Nabi telah melaknat pelakunya.

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/151098


Pelajaran dari Hadits ini


 1. Keutamaan Bertanya dalam Urusan Agama

Dalam perkataan سَأَلَتِ امْرَأَةٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (Seorang wanita bertanya kepada Nabi ﷺ), kita belajar pentingnya bertanya kepada orang yang berilmu ketika menghadapi persoalan hidup, apalagi yang berkaitan dengan hukum agama. Wanita ini tidak mengambil keputusan sendiri, meskipun yang ditanyakan adalah perkara kecantikan dan pernikahan anaknya. Ini menunjukkan bahwa umat Islam, laki-laki maupun perempuan, dianjurkan untuk mencari kejelasan hukum langsung dari sumber yang terpercaya. Allah berfirman dalam Surah An-Nahl ayat 43:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
(Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui).


2. Adab dan Hormat dalam Bertanya

Dalam perkataan فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ (Lalu ia berkata: Wahai Rasulullah), kita diajarkan untuk selalu bersikap hormat dalam bertanya, terutama kepada orang yang dimuliakan seperti Nabi ﷺ. Penggunaan kalimat sopan menunjukkan adab seorang muslimah dalam menyampaikan keperluannya. Sikap ini mencerminkan kelembutan hati, kerendahan diri, dan penghormatan terhadap pembimbing agama. Dalam Islam, adab menjadi kunci keberkahan ilmu, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ
(Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia) – HR. al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad (273).


3. Musibah sebagai Ujian dan Jalan Menuju Pahala

Perkataan إِنَّ ابْنَتِي أَصَابَتْهَا الْحَصْبَةُ (Sesungguhnya putriku terkena penyakit campak) mengingatkan kita bahwa musibah adalah bagian dari ujian kehidupan. Penyakit yang menimpa anaknya bukan sekadar masalah fisik, tetapi ujian bagi keluarga itu sendiri. Dalam kondisi seperti ini, reaksi seorang muslim adalah bersabar dan tetap berpegang pada syariat. Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 155:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
(Dan sungguh Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar).


4. Pentingnya Penampilan dalam Batas Syariat

Dalam perkataan فَامْرَقَ شَعَرُهَا (Sehingga rambutnya rontok), tampak bahwa penampilan memiliki peran dalam kehidupan sehari-hari, terutama bagi seorang wanita yang akan membangun rumah tangga. Namun, penting untuk diingat bahwa dalam Islam, memperbaiki penampilan tidak boleh melanggar batas-batas yang telah ditetapkan oleh syariat. Islam tidak melarang kecantikan, tetapi mengatur bagaimana mencapainya secara halal. Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
(Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan) – HR. Muslim (91).


5. Kepedulian Orang Tua terhadap Rumah Tangga Anak

Dalam perkataan وَإِنِّي زَوَّجْتُهَا؛ أَفَأَصِلُ فِيهِ؟ (Dan aku telah menikahkannya; apakah boleh aku menyambung rambutnya?), kita belajar tentang tanggung jawab seorang ibu terhadap masa depan rumah tangga anaknya. Si ibu khawatir keadaan fisik putrinya mempengaruhi keharmonisan pernikahan. Namun, ia tetap tidak mengabaikan hukum agama. Ini memberi pelajaran bahwa kasih sayang orang tua hendaknya selalu disertai dengan komitmen kepada syariat. Sabda Nabi ﷺ:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
(Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya) – HR. al-Bukhari (893).


6. Tegasnya Larangan Menyambung Rambut

Perkataan فَقَالَ: لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمَوْصُولَةَ (Maka beliau bersabda: Allah melaknat wanita yang menyambung rambut dan yang meminta disambungkan rambutnya) menunjukkan bahwa tindakan menyambung rambut termasuk dosa besar karena mendapatkan laknat dari Allah. Hukum ini berlaku umum, bahkan dalam kondisi yang kelihatannya mendesak. Hal ini juga memperjelas bahwa dalam Islam, tujuan baik tidak membenarkan cara yang haram. Allah berfirman dalam Surah Al-A’raf ayat 33:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ...
(Katakanlah: Sesungguhnya Rabbku hanya mengharamkan perbuatan keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dosa, melampaui batas tanpa hak…).


7. Konsistensi Syariat Meski dalam Keadaan Sulit

Meskipun si wanita memiliki alasan yang logis dan emosional, Nabi ﷺ tetap melarang menyambung rambut. Ini menunjukkan bahwa syariat Islam konsisten dan tidak berubah karena tekanan emosi atau kondisi. Seorang muslim diuji kesungguhannya dalam mematuhi perintah Allah, khususnya ketika berada dalam situasi yang berat. Dalam Surah Al-Ma’idah ayat 101:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَسْأَلُوا عَنْ أَشْيَاءَ إِنْ تُبْدَ لَكُمْ تَسُؤْكُمْ
(Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan hal-hal yang jika dijelaskan kepadamu akan menyusahkan kamu), Allah menegaskan bahwa kejelasan hukum bisa jadi mengandung beban, tetapi tetap wajib ditaati.


8. Larangan Mengubah Ciptaan Allah untuk Kecantikan Palsu

Menyambung rambut adalah bentuk mengubah ciptaan Allah untuk tujuan kecantikan semu. Ini sejalan dengan bentuk larangan lain seperti mentato, mencabut alis, atau operasi kecantikan tanpa kebutuhan medis. Semua ini masuk dalam ancaman sebagaimana dalam hadits:
لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ، وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ، وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ، الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ
(Allah melaknat wanita yang membuat tato dan yang meminta dibuatkan tato, yang mencabut alis dan yang meminta dicabutkan, dan yang merenggangkan gigi untuk kecantikan, mereka yang mengubah ciptaan Allah) – HR. al-Bukhari (5931).


9. Hukum Mengikuti Tren Kecantikan Bertentangan dengan Syariat

Hadits ini memberi pelajaran penting tentang bagaimana Islam mengatur batas dalam mengikuti tren kecantikan. Meskipun zaman berubah dan standar kecantikan berkembang, seorang muslim harus tetap berpijak pada hukum Allah. Kita tidak boleh menjadikan penampilan sebagai tolok ukur kebahagiaan, apalagi jika harus melanggar batas syar’i. Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ، وَأَبْغَضَ لِلَّهِ، وَأَعْطَى لِلَّهِ، وَمَنَعَ لِلَّهِ، فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الإِيمَانَ
(Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah, dan menahan karena Allah, maka sempurnalah imannya) – HR. Abu Dawud (4681).


Kesimpulan:
Secara keseluruhan, hadits ini mengajarkan bahwa keimanan sejati tampak saat seseorang memilih taat kepada Allah dalam kondisi sulit sekalipun. Bertanya dengan adab, menjaga syariat dalam penampilan, serta tidak mengubah ciptaan Allah demi tren atau alasan sosial menjadi prinsip penting yang harus dipegang dalam kehidupan sehari-hari oleh setiap muslim dan muslimah.


Penutupan Kajian


 Alhamdulillāh, kita telah menyelesaikan kajian tentang hadits yang agung ini, hadits yang secara khusus menyoroti larangan menyambung rambut, namun pada hakikatnya mengandung pelajaran besar tentang keimanan, kejujuran, dan sikap tunduk kepada aturan Allah Ta’ala.

Faedah utama dari hadits ini adalah bagaimana seorang muslimah — dan juga setiap muslim secara umum — diajarkan untuk menjaga dirinya dari tipu daya penampilan semu yang bertentangan dengan syariat. Kita belajar bahwa tidak semua yang terlihat indah di mata manusia diridhai oleh Allah. Dalam urusan penampilan sekalipun, Islam hadir dengan aturan yang memuliakan, bukan mengekang, tetapi mengarahkan pada kejujuran dan kesucian niat serta perbuatan.

Kita juga diajarkan adab dalam bertanya, pentingnya menjaga ciptaan Allah, dan bagaimana mengedepankan ketaatan meskipun dalam keadaan sulit. Hadits ini menjadi pelita bagi siapa pun yang ingin menjadikan agamanya sebagai pijakan hidup, bukan sekadar formalitas ibadah, tetapi juga dalam sikap dan cara membawa diri di tengah masyarakat.

Harapannya, setelah kajian ini, setiap peserta dapat lebih berhati-hati dalam mengikuti tren kecantikan atau gaya hidup. Kita hendaknya menimbang setiap pilihan dengan timbangan syariat, bukan hanya dengan penilaian manusia. Semoga para muslimah semakin bangga dengan penampilan yang sesuai dengan petunjuk Nabi ﷺ, dan kaum muslimin secara umum semakin tegas dalam menjadikan sunnah sebagai pedoman utama.

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ بِرَحْمَتِكَ، وَاجْعَلْ خَيْرَ أَيَّامِنَا يَوْمَ نَلْقَاكَ، وَاخْتِمْ لَنَا بِالْإِيمَانِ وَحُسْنِ الْخَاتِمَةِ.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk penghuni surga dengan rahmat-Mu. Jadikanlah hari terbaik kami adalah hari ketika kami berjumpa dengan-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan beriman serta dengan akhir yang baik.

وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ إِلَىٰ أَقْوَمِ الطَّرِيقِ.

Kita tutup kajian dengan doa kafaratul majelis:

🌿 سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.

 


Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci