Khutbah: Tiga Ciri Muslim Yang Dijaga Kehormatannya
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
KHUTBAH PERTAMA
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ، حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، كَمَا يُحِبُّ
رَبُّنَا وَيَرْضَى. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ
لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُونَ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا
عِبَادَ اللّٰهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُونَ.
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam, yang telah
menganugerahkan kepada kita nikmat iman dan Islam, nikmat hidup dan kesehatan,
serta nikmat kebersamaan dalam menunaikan salah satu syiar terbesar agama kita,
shalat Jumat. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi
Muhammad ﷺ, suri teladan terbaik kita, yang telah membimbing umat ini
menuju cahaya kebenaran dan jalan keselamatan. Semoga shalawat itu juga
melimpah kepada keluarga beliau, para sahabat, serta seluruh umatnya hingga
akhir zaman.
Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,
Di tengah hiruk pikuk kehidupan modern yang serba cepat
ini, seringkali kita menyaksikan fenomena yang mengkhawatirkan.
Terkadang, sekat-sekat perbedaan kecil di antara kita
justru diperbesar, mengikis rasa persatuan dan ukhuwah Islamiyah yang
seharusnya menjadi pondasi kokoh.
Kita melihat, betapa mudahnya tuduhan dan prasangka
dilemparkan, hanya karena perbedaan pandangan dalam masalah furu' (cabang)
agama, bahkan hanya karena perbedaan gaya hidup atau preferensi sosial.
Akibatnya, alih-alih saling menguatkan, yang terjadi justru
saling menjauhkan, bahkan tidak jarang, saling meniadakan.
Rasa kasih sayang dan persaudaraan yang diajarkan oleh
Rasulullah ﷺ seolah-olah tergerus oleh ego dan kepentingan sesaat.
Pertanyaannya, apakah sesulit itukah kita menemukan titik
temu, mengenali saudara seiman, dan membangun jembatan persatuan di tengah
lautan perbedaan?
Maka, pada kesempatan yang mulia ini, izinkanlah khatib
menyampaikan sebuah khutbah Jumat dengan tema yang sangat relevan dan mendesak:
"Tiga Kriteria Muslim Yang Dijaga Kehormatannya".
Hadits yang akan kita bedah hari ini adalah mercusuar yang
akan menuntun kita kembali kepada esensi persaudaraan Islam, menjelaskan
batasan-batasan minimal yang harus kita pahami untuk mengidentifikasi seorang
muslim sejati, dan yang terpenting, mengingatkan kita akan hak-hak mereka yang
wajib kita jaga.
Memahami hadits ini bukan hanya sekadar menambah wawasan,
melainkan untuk menumbuhkan kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga keutuhan
umat, merawat toleransi, dan menghindari sikap saling menyalahkan yang tidak
berujung.
Mari kita renungkan bersama, karena hadits ini akan kita
uraikan secara bertahap, perkata demi perkata, untuk mendapatkan pemahaman yang
mendalam dan aplikatif.
Pembacaan Hadits
Untuk itu, mari kita renungkan bersama sebuah hadits mulia
dari Rasulullah ﷺ yang diriwayatkan oleh sahabat mulia Anas bin Malik
Radhiyallahu ‘anhu:
مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا وَاسْتَقْبَلَ
قِبْلَتَنَا، وَأَكَلَ ذَبِيحَتَنَا فَذَلِكَ الْمُسْلِمُ الَّذِي لَهُ ذِمَّةُ
اللَّهِ وَذِمَّةُ رَسُولِهِ، فَلَا تُخْفِرُوا اللَّهَ فِي ذِمَّتِهِ
Barangsiapa yang shalat seperti shalat kami, menghadap
kiblat kami, dan memakan sembelihan kami, maka dia adalah seorang muslim yang
memiliki perjanjian dengan Allah dan perjanjian dengan Rasul-Nya. Maka
janganlah kalian mengingkari perjanjian Allah dalam perjanjian-Nya. (HR.
Bukhari: 391)
Arti dan Penjelasan Per Kalimat
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Hadits yang baru saja kita dengarkan adalah
sebuah permata kebijaksanaan dari lisan Nabi kita, Muhammad ﷺ.
Ia adalah panduan agung untuk memahami
hakikat keislaman seseorang dan menjaga ukhuwah. Mari kita telaah setiap perkataan,
meresapi maknanya, dan mengambil pelajaran berharga darinya.
مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا
Barangsiapa yang shalat seperti shalat
kami,
Perkataan ini menegaskan salah satu pilar
utama keislaman, yaitu shalat.
Bukan sekadar shalat, namun "seperti
shalat kami", mengindikasikan shalat yang sesuai dengan tuntunan Nabi ﷺ, yakni shalat lima waktu dengan rukun dan syarat yang telah
ditetapkan syariat.
Ini adalah manifestasi ketaatan yang paling
tampak dan ibadah badaniyah paling fundamental.
Ia adalah tiang agama, yang membedakan
seorang muslim dari selainnya. Mereka yang menunaikannya dengan konsisten
menunjukkan kepatuhan dan pengakuan terhadap risalah kenabian.
وَاسْتَقْبَلَ قِبْلَتَنَا
dan menghadap kiblat kami,
Kiblat, yakni Ka'bah di Makkah, adalah
simbol persatuan umat Islam di seluruh dunia.
Ke arah inilah setiap muslim menghadap saat
menunaikan shalat, di mana pun mereka berada. Perkataan "menghadap
kiblat kami" bukan hanya bermakna geografis, tetapi juga spiritual dan
ideologis.
Ini adalah tanda ketaatan kolektif, kesatuan
arah, dan penolakan terhadap perpecahan.
Kiblat mempersatukan hati dan gerak,
menjadikannya identitas visual yang tak terbantahkan bagi seorang muslim.
وَأَكَلَ ذَبِيحَتَنَا
dan memakan sembelihan kami,
Aspek memakan sembelihan dalam hadits ini
menunjukkan dimensi sosial dan hukum muamalah dalam Islam.
Sembelihan yang dimaksud adalah daging hewan
yang disembelih sesuai syariat Islam, yakni halal.
Perkataan "memakan sembelihan
kami" menyiratkan penerimaan terhadap hukum-hukum syariat yang
berkaitan dengan makanan, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan
sehari-hari.
Ini juga mencerminkan interaksi sosial yang
sehat, di mana seorang muslim dapat berinteraksi, bertukar makanan, dan
membangun komunitas tanpa keraguan akan kehalalannya.
Ini adalah simbol keamanan dan kepercayaan
dalam lingkup sosial sesama muslim.
فَذَلِكَ الْمُسْلِمُ الَّذِي لَهُ ذِمَّةُ
اللَّهِ وَذِمَّةُ رَسُولِهِ
maka dia adalah seorang muslim yang
memiliki perjanjian dengan Allah dan perjanjian dengan Rasul-Nya.
Inilah puncak dari identifikasi seorang
muslim.
Jika seseorang memenuhi tiga kriteria
sebelumnya—shalat sesuai tuntunan, menghadap kiblat yang sama, dan mengonsumsi
sembelihan yang halal—maka ia secara definitif adalah seorang muslim.
Dan lebih dari itu, ia memiliki "perjanjian
dengan Allah dan perjanjian dengan Rasul-Nya".
"Dzimmah" atau perjanjian ini
adalah jaminan perlindungan, hak-hak, dan kehormatan yang diberikan oleh Allah
dan Rasul-Nya kepada mereka.
Ini adalah perlindungan ilahi, sebuah hak
asasi yang paling fundamental yang tidak boleh dilanggar oleh siapa pun. Ini
berarti darahnya, hartanya, dan kehormatannya terjaga.
فَلَا تُخْفِرُوا اللَّهَ فِي ذِمَّتِهِ
Maka janganlah kalian mengingkari
perjanjian Allah dalam perjanjian-Nya.
Perkataan penutup ini adalah peringatan keras
dan perintah yang sangat krusial.
Setelah menjelaskan siapa itu muslim dan apa
hak mereka, hadits ini menutup dengan larangan tegas: jangan sekali-kali
mengingkari atau melanggar perjanjian yang telah Allah berikan.
Mengingkari "dzimmah" Allah berarti
melanggar hak-hak seorang muslim yang telah dijamin oleh Sang Pencipta.
Ini adalah dosa besar yang akan membawa
konsekuensi serius, baik di dunia maupun di akhirat.
Pesan ini menekankan betapa agungnya
perlindungan dan hak yang melekat pada seorang muslim, dan betapa wajibnya bagi
kita semua untuk menjaga dan menghormatinya.
Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,
Betapa agung dan mendalamnya hadits ini. Ia
memberikan kita batasan yang jelas tentang siapa yang harus kita akui sebagai
saudara seiman, dan yang terpenting, ia mewajibkan kita untuk melindungi dan
menghormati hak-hak mereka.
Jangan sampai kebodohan atau kesempitan
pandang membuat kita merendahkan, menyakiti, apalagi mengkafirkan saudara kita
yang telah memenuhi kriteria dasar ini.
Mari kita jaga ukhuwah ini, karena persatuan
adalah kekuatan kita.
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Betapa indah dan lengkapnya petunjuk Nabi
kita ini. Beliau tidak hanya menunjukkan jalan kebaikan, tetapi juga
memperingatkan kita dari jurang keburukan.
Setelah kita memahami makna dari setiap perkataan,
kini saatnya kita menelusuri pelajaran-pelajaran berharga yang terkandung di
dalamnya.
Faedah Hadits Berdasarkan Urutan Perkataan
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Setelah kita memahami makna setiap perkataan dari hadits
agung ini, kini saatnya kita menggali lebih dalam pelajaran-pelajaran praktis
yang bisa kita petik.
Hadits ini bukan sekadar teori, melainkan panduan hidup
untuk membangun masyarakat Muslim yang kokoh dan penuh kasih sayang.
Pelajaran pertama:
Shalat sebagai Identitas dan Pilar Utama Keislaman
Pelajaran pertama ini ada pada perkataan (مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا)
adalah penekanan pada shalat sebagai identitas fundamental seorang Muslim.
Shalat bukanlah sekadar kewajiban ritual, melainkan tiang
agama, pembeda utama antara Muslim dan non-Muslim.
Konsistensi dalam shalat lima waktu menunjukkan komitmen
seseorang terhadap ajaran Islam.
Ia adalah ibadah yang paling tampak dan paling sering
dilakukan, sehingga menjadi penanda keislaman yang kuat di mata sesama manusia.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
﴿إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ
عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا﴾
“Sungguh, shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisa: 103)
Mari kita tingkatkan kualitas shalat kita.
Jadikan shalat bukan hanya rutinitas, tetapi momen
komunikasi intim dengan Allah, sumber ketenangan jiwa, dan sarana untuk
mencegah perbuatan keji dan mungkar.
Dengan menjaga shalat, kita tidak hanya mengokohkan
keislaman pribadi, tetapi juga memperkuat identitas kolektif umat.
Pelajaran ke-2:
Kiblat sebagai Simbol Persatuan dan Arah Umat
Pelajaran kedua dari perkataan (وَاسْتَقْبَلَ
قِبْلَتَنَا) adalah bahwa kiblat merupakan simbol visual dan spiritual
persatuan umat Islam sedunia.
Meskipun kita tersebar di berbagai belahan bumi dengan
latar belakang budaya yang beragam, namun kita semua menghadap ke satu arah
yang sama saat shalat: Ka'bah.
Ini adalah manifestasi nyata dari kesatuan aqidah, tujuan,
dan arah dalam beribadah kepada Allah.
Menghadap kiblat berarti mengakui sentralitas Ka'bah
sebagai Baitullah dan pusat spiritual umat.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
﴿وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ ۖ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ﴾
“Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah
wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah
wajahmu ke arahnya.” (QS. Al-Baqarah: 150)
Mari kita jadikan kiblat bukan hanya arah fisik, tetapi
juga inspirasi untuk menyatukan hati.
Singkirkan perbedaan-perbedaan kecil yang dapat memecah
belah, dan fokuslah pada titik-titik persamaan yang jauh lebih besar.
Persatuan adalah kekuatan kita, dan kiblat adalah pengingat
abadi akan hal itu.
Pelajaran ke-3:
Makanan Halal sebagai Indikator Kepatuhan Syariat dan
Interaksi Sosial
Pelajaran ketiga dari perkataan (وَأَكَلَ ذَبِيحَتَنَا)
adalah bahwa makanan halal, khususnya sembelihan, menjadi indikator
kepatuhan terhadap syariat dan landasan interaksi sosial yang sehat.
Perhatian terhadap kehalalan makanan adalah cerminan dari
kesadaran seorang Muslim akan batasan-batasan syariat dalam setiap aspek
kehidupannya.
Lebih dari itu, memakan sembelihan sesama Muslim
menumbuhkan rasa aman dan kepercayaan dalam bertransaksi dan berinteraksi
sosial.
Ini menunjukkan bahwa kita berbagi nilai-nilai yang sama
dalam hal konsumsi, yang merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari.
Sabda Rasulullah ﷺ: “Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak
menerima kecuali yang baik.” (HR. Muslim)
Mari kita selalu memastikan bahwa apa yang kita konsumsi
adalah halal dan baik.
Bukan hanya untuk kesehatan fisik, tetapi juga untuk
keberkahan dalam hidup dan kebaikan akhlak.
Dengan saling berbagi makanan halal, kita mempererat tali
persaudaraan dan menghilangkan keraguan di antara sesama.
Pelajaran ke-4:
Keistimewaan Memiliki Perjanjian dengan Allah dan
Rasul-Nya (Dzimmah)
Pelajaran keempat dari perkataan (فَذَلِكَ الْمُسْلِمُ
الَّذِي لَهُ ذِمَّةُ اللَّهِ وَذِمَّةُ رَسُولِهِ) adalah pengakuan akan
keistimewaan dan perlindungan ilahi bagi seorang Muslim.
Ketika seseorang telah memenuhi tiga kriteria di atas, ia
diakui sebagai seorang Muslim sejati, dan yang lebih penting, ia berada dalam
perlindungan (dzimmah) Allah dan Rasul-Nya.
"Dzimmah" ini berarti jaminan keamanan atas jiwa,
harta, dan kehormatannya. Ini adalah hak asasi yang paling mulia yang diberikan
oleh syariat.
Motivasi Praktis: Sadarilah bahwa setiap Muslim,
meskipun berbeda mazhab, latar belakang, atau pandangan politik, jika telah
memenuhi kriteria dasar ini, ia memiliki hak perlindungan dari Allah.
Hormati dan cintai saudara seimanmu, karena mereka berada
dalam jaminan Allah.
Jangan sekali-kali menumpahkan darah atau mengambil harta
mereka secara zalim.
Pelajaran ke-5:
Larangan Keras Mengingkari Perjanjian Allah: Menjaga
Kehormatan Muslim
Pelajaran kelima dan paling krusial dari perkataan (فَلَا تُخْفِرُوا اللَّهَ فِي ذِمَّتِهِ) adalah larangan
keras untuk mengingkari atau melanggar perjanjian yang telah Allah berikan
kepada seorang Muslim.
Mengingkari dzimmah Allah berarti melanggar hak-hak dasar
yang telah Allah jamin bagi hamba-Nya.
Ini adalah dosa besar yang akan menyeret pelakunya pada
murka Allah dan konsekuensi buruk di dunia maupun akhirat.
Ini menekankan pentingnya menjaga kehormatan, harta, dan
nyawa setiap Muslim.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
﴿وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا
مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ
وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا﴾
“Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin dengan sengaja,
maka balasannya adalah Jahannam, ia kekal di dalamnya, Allah murka kepadanya,
dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa:
93)
Untuk itu,
Jauhilah segala bentuk tuduhan takfir (mengkafirkan),
fitnah, ghibah, atau tindakan kekerasan terhadap sesama Muslim.
Mari kita ingat bahwa hak seorang Muslim sangat tinggi di
sisi Allah.
Perjanjian Allah adalah sesuatu yang suci, dan melanggarnya
adalah kejahatan besar.
Pelajaran ke-6:
Pentingnya Berprasangka Baik (Husnuzhan) kepada Sesama
Muslim
Sebagai pelajaran tambahan yang relevan, hadits ini secara
implisit mengajarkan kita pentingnya berprasangka baik (husnuzhan)
kepada sesama Muslim.
Jika seseorang telah menunjukkan tiga indikator dasar
keislaman (shalat, kiblat, sembelihan), maka ia wajib kita anggap sebagai
Muslim dan berikan hak-haknya.
Jangan mencari-cari aib atau kesalahan, apalagi
mengkafirkan hanya karena perbedaan pendapat dalam masalah cabang atau
kekurangan dalam ibadah mereka.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ﴾
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.” (QS.
Al-Hujurat: 12)
Mari kita latih diri untuk selalu berprasangka baik kepada
saudara seiman.
Hati yang bersih dari prasangka buruk akan menumbuhkan
kasih sayang dan memperkuat ukhuwah.
Pelajaran ke-7:
Menjaga Ukhuwah Islamiyah sebagai Kewajiban Syar'i
Pelajaran relevan lainnya adalah menjaga ukhuwah
Islamiyah adalah kewajiban syar'i.
Hadits ini secara fundamental membangun dasar persatuan
umat.
Dengan menetapkan kriteria minimal keislaman, Rasulullah ﷺ memberikan batasan yang jelas agar kita tidak mudah
mengkafirkan atau memecah belah. Ukhuwah adalah kekuatan umat.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
﴿وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ
اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا﴾
“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali
(agama) Allah secara keseluruhan, dan janganlah kamu bercerai berai.” (QS.
Ali Imran: 103)
Jauhkan diri dari perdebatan yang tidak produktif dan
berpotensi memecah belah.
Fokuslah pada kesamaan yang mengikat kita.
Bangunlah jembatan komunikasi dan saling memahami, bukan
tembok pemisah.
Penutup Khutbah Pertama
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Secara keseluruhan, hadits Anas bin Malik radhiyallahu
'anhu adalah panduan fundamental untuk memahami dan menjaga ukhuwah Islamiyah.
Ia
mengajarkan bahwa identitas seorang Muslim secara dasar dapat dikenali melalui
tiga pilar: menunaikan shalat sesuai tuntunan Nabi, menghadap kiblat yang sama,
dan mengonsumsi sembelihan yang halal.
Lebih
dari sekadar penanda, tiga pilar ini menjadi syarat mutlak bagi seseorang untuk
mendapatkan perlindungan (dzimmah) Allah dan Rasul-Nya.
Hadits
ini dengan tegas melarang kita untuk mengingkari atau melanggar hak-hak seorang
Muslim yang telah dijamin oleh Allah, karena hal itu adalah dosa besar yang
merusak sendi-sendi persatuan umat.
Tanggung
jawab kita bersama adalah menyebarkan pemahaman ini, agar persaudaraan Islam
tetap kokoh di tengah badai perpecahan.
بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيْمَ لِيْ
وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
حَمْدًا كَثِيرًا كَمَا أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Hadits
yang telah kita kaji bersama ini bukan hanya sekadar teori, namun adalah peta
jalan menuju kehidupan umat yang harmonis dan penuh berkah.
Faedah
paling mendalam dari hadits ini adalah penguatan pondasi ukhuwah Islamiyah.
Di
dunia yang makin mengglobal, batas-batas fisik kian kabur, namun ironisnya,
sekat-sekat ideologis dan perbedaan pandangan internal umat Islam justru kian
menguat.
Hadits
ini menegaskan kembali bahwa sejauh mana pun kita berbeda dalam detail-detail
fiqih atau pandangan politik, shalat kita, kiblat kita, dan bahkan sembelihan
kita, adalah ikatan fundamental yang jauh lebih kuat dari segala perbedaan.
Maka,
mari kita ubah cara pandang kita terhadap ilmu.
Ilmu
bukanlah senjata untuk menyalahkan atau mengkafirkan, melainkan cahaya untuk
membimbing, dan hikmah untuk mempersatukan.
Setiap
kali kita melihat seorang saudara menunaikan shalat dengan khusyuk, menghadap
Ka'bah, dan mengonsumsi yang halal, kenalilah mereka sebagai bagian dari
"dzimmah" Allah, jaminan-Nya.
Ini
berarti darah mereka haram ditumpahkan, harta mereka haram dirampas, dan
kehormatan mereka haram dilanggar.
Jadikanlah
ini motivasi praktis: berhati-hatilah dalam berucap, berprasangka baiklah, dan
jauhilah fitnah.
Persatuan
adalah kekuatan kita, dan perpecahan adalah kehancuran yang nyata.
Marilah
kita tingkatkan komitmen kita untuk saling mencintai karena Allah, saling
menasihati dalam kebaikan, dan saling menjaga kehormatan.
Sungguh,
syariat Islam ini adalah syariat yang penuh rahmat dan kasih sayang, bukan
kekerasan dan permusuhan.
Ya
Allah, Rabb kami, Engkaulah yang Maha Menguasai Hati, satukanlah hati-hati kami
dalam cinta-Mu dan cinta Rasul-Mu.
Mari
kita munajatkan doa kehadirat Allah SWT:
اللَّهُمَّ آتِ نُفُوسَنَا تَقْوَاهَا،
وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا.
Ya Allah, berikanlah ketakwaan pada jiwa-jiwa kami,
sucikanlah ia karena Engkau sebaik-baik Dzat yang mensucikannya, Engkaulah
Pelindung dan Penguasanya.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ
مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ
Ya Allah, ampunilah dosa kaum Muslimin dan Muslimat,
Mukminin dan Mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab api neraka.
[Penutup]
عِبَادَ اللّٰهِ، إِنَّ
اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ
يُعْطِكُمْ، وَلَذِكْرُ اللّٰهِ أَكْبَرُ، وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.
وَأَقِمِ الصَّلاةَ