Hadits: Malaikat Merendahkan Sayapnya Bagi Pencari Ilmu

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ

Jamaah sekalian,

Di tengah kesibukan umat Islam hari ini, kita menyaksikan fenomena yang mengkhawatirkan: minat menuntut ilmu agama melemah, semangat menghadiri majelis-majelis ilmu mulai memudar, dan sebagian orang bahkan memandang remeh duduk di majelis para penuntut ilmu. Di sisi lain, banyak pula yang tidak paham betapa ringannya syariat Islam, seperti dalam masalah thaharah atau bersuci, karena tidak memahami tuntunan Nabi ﷺ. Bahkan ada yang merasa bahwa syariat justru menyulitkan, hanya karena tidak tahu bahwa Islam telah memberikan keringanan di saat-saat tertentu, seperti dalam perjalanan.

Padahal dalam hadits yang akan kita kaji hari ini, kita akan menyaksikan betapa agungnya Islam memuliakan penuntut ilmu, bahkan sampai para malaikat pun merendahkan sayapnya sebagai bentuk ridha terhadap apa yang ia cari. Kita juga akan menyaksikan bahwa Islam bukan agama yang menyulitkan, melainkan agama yang memudahkan, seperti keringanan dalam mengusap khuf (sepatu tertutup kulit) saat safar, sebagai ganti dari mencuci kaki saat berwudhu.

Lebih dari itu, hadits ini juga membawakan kabar gembira yang sangat menentramkan: “Seseorang akan bersama dengan orang yang ia cintai di hari kiamat.” Sebuah kalimat yang sangat sederhana, namun membuat para sahabat menangis karena betapa besar maknanya.

Maka hadirin sekalian, hadits ini bukan hanya bicara hukum fikih tentang bersuci, tetapi juga menyentuh semangat menuntut ilmu, adab terhadap Rasulullah ﷺ, dan pengharapan besar akan berkumpulnya kita bersama orang-orang shalih di akhirat kelak. Semua itu terangkum dalam satu riwayat yang panjang, penuh faedah, dan patut kita gali dengan serius.

Oleh karena itu, marilah kita buka hati dan pikiran kita, kita hadirkan niat yang tulus, agar Allah menanamkan dalam diri kita semangat mencintai ilmu, merindukan Rasulullah ﷺ, dan berharap kelak dikumpulkan bersama beliau dan orang-orang shalih di akhirat.


Dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi , beliau bersabda:

عَنْ زِرِّ بْنِ حُبَيْشٍ قَالَ: أَتَيْتُ صَفْوَانَ بْنَ عَسَّالٍ الْمُرَادِيَّ، أَسْأَلُهُ عَنِ الْمَسْحِ عَلَى الْخُفَّيْنِ؟ فَقَالَ: مَا جَاءَ بِكَ يَا زِرُّ؟ فَقُلْتُ: ابْتِغَاءَ الْعِلْمِ،

Dari Zirr bin Hubaisy, ia berkata:
Aku mendatangi Shafwan bin 'Assal al-Muradi untuk menanyakan tentang mengusap khuf (sepatu kulit), lalu ia berkata: 'Apa yang membawamu kemari, wahai Zirr?'
Aku menjawab: 'Untuk mencari ilmu.'

فَقَالَ: إِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ، رِضًا بِمَا يَطْلُبُ،

Maka ia berkata:

'Sesungguhnya para malaikat benar-benar merendahkan sayapnya bagi penuntut ilmu sebagai ridha terhadap apa yang ia cari.'

فَقُلْتُ: إِنَّهُ حَكَّ فِي صَدْرِي الْمَسْحُ عَلَى الْخُفَّيْنِ بَعْدَ الْغَائِطِ وَالْبَوْلِ، وَكُنْتُ امْرَأً مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجِئْتُ أَسْأَلُكَ: هَلْ سَمِعْتَهُ يَذْكُرُ فِي ذَلِكَ شَيْئًا؟

Aku berkata: 'Ada sesuatu yang mengganjal dalam hatiku tentang mengusap khuf setelah buang air besar dan kecil. Dan engkau adalah salah seorang sahabat Nabi , maka aku datang untuk bertanya kepadamu. Apakah engkau pernah mendengar Nabi menyebutkan sesuatu tentang hal ini?'

قَالَ: نَعَمْ، كَانَ يَأْمُرُنَا إِذَا كُنَّا سَفَرًا - أَوْ مُسَافِرِينَ - أَنْ لَا نَنْزِعَ خِفَافَنَا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيهِنَّ إِلَّا مِنْ جَنَابَةٍ، لَكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ.

Ia menjawab: 'Ya, dahulu beliau memerintahkan kami, jika sedang dalam perjalanan, agar tidak melepaskan khuf selama tiga hari tiga malam, kecuali karena janabah (hadas besar), tetapi jika hanya karena buang air besar, buang air kecil, atau tidur, maka cukup mengusapnya saja.'

قَالَ: فَقُلْتُ: هَلْ سَمِعْتَهُ يَذْكُرُ فِي الْهَوَى شَيْئًا؟

Lalu aku bertanya lagi: 'Apakah engkau pernah mendengar Nabi menyebutkan sesuatu tentang kecintaan (terhadap seseorang atau suatu kaum)?'

قَالَ: نَعَمْ، كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ، فَبَيْنَا نَحْنُ عِنْدَهُ إِذْ نَادَاهُ أَعْرَابِيٌّ بِصَوْتٍ لَهُ جَهْوَرِيٍّ: يَا مُحَمَّدُ! فَأَجَابَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوًا مِنْ صَوْتِهِ: هَاؤُمُ،

Ia menjawab: 'Ya, kami pernah bersama Rasulullah dalam suatu perjalanan. Ketika kami berada di dekatnya, tiba-tiba seorang Arab Badui memanggilnya dengan suara lantang:

Wahai Muhammad!

Maka Rasulullah menjawabnya dengan suara yang hampir sama:

Haa'umu (ini aku, ada apa)?

فَقُلْنَا لَهُ: اغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ فَإِنَّكَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ نُهِيتَ عَنْ هَذَا، فَقَالَ: وَاللَّهِ لَا أَغْضُضُ.

Kami berkata kepadanya: 'Rendahkanlah suaramu, karena engkau berada di hadapan Nabi dan telah dilarang untuk berbicara dengan suara keras.'

Tetapi orang Arab Badui itu berkata: 'Demi Allah, aku tidak akan merendahkan suaraku!'

قَالَ الْأَعْرَابِيُّ: الْمَرْءُ يُحِبُّ الْقَوْمَ وَلَمَّا يَلْحَقْ بِهِمْ؟ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

Kemudian ia bertanya: 'Seseorang mencintai suatu kaum, tetapi belum bisa bergabung dengan mereka (dalam amal dan kedudukan). Bagaimana itu?'

Maka Nabi menjawab: 
Seseorang akan bersama dengan orang yang dicintainya pada hari kiamat.

فَمَا زَالَ يُحَدِّثُنَا حَتَّى ذَكَرَ بَابًا مِنْ قِبَلِ الْمَغْرِبِ، مَسِيرَةُ عَرْضِهِ - أَوْ يَسِيرُ الرَّاكِبُ فِي  عَرْضِهِ أَرْبَعِينَ أَوْ سَبْعِينَ عَامًا. 

Lalu beliau terus berbicara kepada kami hingga menyebutkan tentang sebuah pintu di arah barat, yang lebarnya sejauh perjalanan empat puluh atau tujuh puluh tahun bagi seorang penunggang kuda.'

قَالَ سُفْيَانُ: قِبَلَ الشَّامِ، خَلَقَهُ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ، مَفْتُوحًا - يَعْنِي لِلتَّوْبَةِ - لَا يُغْلَقُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْهُ.

Sufyan berkata:

'Pintu itu berada di arah Syam, Allah menciptakannya sejak penciptaan langit dan bumi, dan pintu itu tetap terbuka untuk taubat, tidak akan tertutup sampai matahari terbit dari arah tersebut.'

HR At-Tirmidzi (3535), An-Nasa'i (158), dan Ibnu Majah (478).

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/138693


Syarah Hadits


كان التَّابعونَ رَضيَ اللهُ عنهم يَحرِصونَ كُلَّ الحِرْصِ على تَعلُّمِ أمورِ الدِّينِ وسُنَّةِ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم مِنَ الصَّحابةِ رِضوانُ اللهِ عليهم
Para tabi'in, semoga Allah meridai mereka, sangat bersemangat dalam mempelajari perkara agama dan Sunnah Nabi Muhammad dari para sahabat, semoga Allah meridai mereka.

فكانوا يأتونهم فيَسألونَهم ويَسْتفتونَهم فيُفتونَهم ويُعلِّمونَهم
Mereka (para tabi'in) mendatangi para sahabat, lalu bertanya kepada mereka, meminta fatwa kepada mereka, dan para sahabat pun memberi fatwa serta mengajarkan mereka.

وفي هذا الحديثِ يقولُ التَّابِعيُّ الجليلُ زِرُّ بنُ حُبيشٍ
Dalam hadits ini, seorang tabi'in yang mulia, Zir bin Hubaisy, berkata:

أَتيتُ صَفوانَ بنَ عسَّالٍ المُراديَّ، أَسْألُهُ عَنِ المَسْحِ على الخُفَّينِ
Aku mendatangi (sahabat) Shafwan bin 'Assal al-Muradi untuk menanyakan tentang hukum mengusap khuf (sepatu kulit).

أي: ذَهْبتُ إلى الصحابيِّ الجليلِ صَفوانَ بنِ عسَّالٍ لكي أَسْألَه عن حُكْمِ المَسْحِ على الخُفَّينِ
Maksudnya: Aku pergi ke sahabat yang mulia, Shafwan bin 'Assal, untuk menanyakan hukum mengusap khuf.

فقال: ما جاء بك يا زِرُّ؟
Maka ia (Shafwan) bertanya: Apa yang membawamu kemari, wahai Zir?

أي: ما سببُ مَجيئكَ يا زِرُّ؟
Maksudnya: Apa alasan kedatanganmu, wahai Zir?

فقلتُ: ابْتِغاءُ العِلْمِ
Aku menjawab: Aku datang untuk mencari ilmu.

أي: فقال زِرٌّ: جئتُ أَطْلُبُ مِنْكَ العِلْمَ
Maksudnya: Zir berkata, Aku datang kepadamu untuk menuntut ilmu darimu.

فقال صفوانُ: إنَّ الملائكةَ لَتَضَعُ أَجْنحتَها لطالبِ العِلْمِ رِضًا بما يَطْلُبُ
Shafwan berkata: Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayapnya untuk penuntut ilmu sebagai tanda keridhaan terhadap apa yang ia cari.

أي: إنَّ الملائكةَ تَفْتَرِشُ أَجْنحتَها لِمَنْ يَطْلُبُ العِلْمَ وتَجْعَلُ أَجْنحتَها فِراشًا له مِنْ شِدَّةِ رِضاهُمْ عنهُ لطَلَبِهِ العِلْمَ
Maksudnya: Para malaikat membentangkan sayap mereka bagi penuntut ilmu dan menjadikannya sebagai alas karena sangat ridha terhadapnya dalam mencari ilmu.

وقيل: تَفْعَلُ الملائكةُ ذلك تَواضُعًا لطالبِ العِلْمِ، وتعظيمًا لشأنِهِ وإجلالًا له
Dikatakan juga bahwa malaikat melakukan hal itu sebagai bentuk kerendahan hati kepada penuntut ilmu, mengagungkan kedudukannya, dan memuliakannya.

قال زِرٌّ: فقلتُ: إنَّه حَكَّ في صَدْرِي المُسْحُ على الخُفَّينِ بَعْدَ الغائطِ والبَولِ
Zir berkata: Aku merasa ragu dalam hatiku tentang hukum mengusap khuf setelah buang air besar dan buang air kecil.

أي: إنِّي شَككتُ في أَمْرِ المَسْحِ على الخُفَّينِ بَعْدَ التَّبرُّزِ أو التَّبوُّلِ؛ فهَلْ هو جائزٌ بَعْدَ التَّبرُّزِ أو التَّبوُّلِ أَمْ لا؟
Maksudnya: Aku merasa ragu tentang hukum mengusap khuf setelah buang air besar atau kecil; apakah itu diperbolehkan atau tidak?

وكنتَ امرأً مِنْ أصحابِ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم
Dan engkau adalah seorang dari kalangan sahabat Nabi .

أي: وكنتَ أنتَ يا صفوانُ مِنَ الذين عاصَروا النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وتعلَّموا منه وأَخَذوا منه الدِّينَ والعِلْمَ
Maksudnya: Dan engkau, wahai Shafwan, adalah salah seorang sahabat Nabi yang hidup di masa beliau, mempelajari agama dan ilmu dari beliau.

فجئتُ أَسْألُكَ: هل سَمِعتَه يَذْكُرُ في ذلك شيئًا؟
Aku datang untuk bertanya kepadamu: Apakah engkau mendengar Nabi menyebutkan hal itu?

أي: وحضرتُ إليكَ يا صفوانُ؛ لكي أَسْألَكَ هل سَمِعتَ مِنَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم شيئًا في المَسْحِ على الخُفَّينِ؟
Maksudnya: Aku datang kepadamu, wahai Shafwan, untuk bertanya apakah engkau mendengar dari Nabi tentang hukum mengusap khuf?

قال: نَعَمْ
Ia menjawab: Ya.

أي: قال صفوانُ: نَعَمْ، سَمِعتُ مِنَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم في المَسْحِ على الخُفَّينِ شيئًا
Maksudnya: Shafwan berkata, Ya, saya mendengar dari Nabi tentang mengusap khuf.

قال: كان يَأمُرُنا إذا كُنَّا سَفَرًا - أو مُسافِرينَ - ألَّا نَنْزعَ خِفافَنا ثلاثةَ أيامٍ ولياليَهنَّ إلَّا مِنْ جَنابةٍ
Nabi memerintahkan kami, jika kami dalam perjalanan (safar), untuk tidak melepas khuf kami selama tiga hari dan malamnya kecuali jika kami junub (hadats besar).

أي: كان النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يَأْمُرُنا إذا كُنَّا مُسافِرينَ أَنْ نَمْسَحَ على الخُفَّينِ لمُدَّةِ ثلاثةِ أيَّامٍ بلياليهِنَّ ولا نَخْلعهما إلَّا إذا أصابتْ أَحَدَنا جَنابةٌ فأرادَ أنْ يَغْتَسِلَ خَلَعَ خُفَّيهِ واغْتَسَلَ
Nabi memerintahkan kami, jika kami sedang bepergian, untuk mengusap khuf selama tiga hari dan malamnya. Kami tidak diperbolehkan melepasnya kecuali jika kami terkena junub dan ingin mandi wajib, maka kami akan melepas khuf dan mandi.

لكِنْ مِنْ غائطٍ وبولٍ ونومٍ
Namun, (kami tidak perlu melepasnya) jika hanya buang air besar, buang air kecil, atau tidur.

أي: ولَمْ يأمُرْنا النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم أنْ نَخْلَعَ الخُفَّينِ بَعْدَ التَّبرُّزِ أو التَّبوُّلِ أو النَّومِ، ولكِنْ نَمْسَحُ عليهِما ولا نَخْلعُهما
Maksudnya: Nabi tidak memerintahkan kami untuk melepas khuf setelah buang air besar, buang air kecil, atau tidur. Kami hanya mengusapnya dan tidak melepasnya.

قال فقُلْتُ: هَلْ سَمِعتَهُ يَذْكُرُ في الهوى شيئًا
Zir berkata: Apakah engkau mendengar Nabi menyebutkan sesuatu tentang cinta (al-hawa)?

أي: قال زِرٌّ لصَفوانَ سائلًا إيَّاه: هَلْ سَمِعتَ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يتكلَّمُ عَنِ الحُبِّ أو يَذْكُرُ فيه شيئًا؟
Maksudnya: Zir bertanya kepada Shafwan, Apakah engkau mendengar Nabi berbicara tentang cinta atau menyebutkannya?

قال: نَعَمْ
Shafwan menjawab: Ya.

أي: قال صفوانُ: نَعَمْ، سَمِعتُ مِنَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم حديثًا عَنِ الحُبِّ
Maksudnya: Shafwan berkata, Ya, saya mendengar Nabi berbicara tentang cinta.

كُنَّا مَعَ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم في سَفَرٍ
Kami bersama Rasulullah dalam sebuah perjalanan.

فبينا نَحْنُ عِنْدَهُ
Ketika kami sedang berada di dekat beliau.

إذْ ناداهُ أعرابيٌّ بصوتٍ له جَهْوَرِيٍّ: يا مُحمَّدُ
Tiba-tiba ada seorang Arab badui yang memanggil beliau dengan suara keras, 'Wahai Muhammad!'

أي: جاء أعرابيٌّ من البَدْوِ الذين يَسْكنونَ الصَّحراءَ فنَادى على النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم بصوتٍ عالٍ ومُرْتَفِعٍ فقال: يا مُحمَّدُ
Maksudnya: Seorang Arab badui dari pedalaman datang dan memanggil Nabi dengan suara keras dan tinggi, Wahai Muhammad!

فأَجابَهُ رَسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم نحوًا مِنْ صوتِهِ
Rasulullah menjawabnya dengan suara yang sebanding dengan suara si Arab badui tersebut.

أي: فرَدَّ النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم على الأعرابيِّ بصوتٍ عالٍ ومُرْتَفِعٍ مِثْلِ الصَّوتِ الذي ناداهُ به
Maksudnya: Rasulullah menjawab si Arab badui dengan suara yang sama tinggi dan kerasnya seperti suara yang dia gunakan.

هاؤُم
Datanglah!

أي: تَعالَ أنا هُنا
Maksudnya: Datanglah! Saya di sini.

فقُلْنا له: اغْضُضْ مِنْ صوتِكَ؛ فإنَّكَ عِنْدَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم، وقد نُهيتَ عن هذا
Kami berkata kepadanya: Turunkanlah suaramu; karena kamu berada di hadapan Nabi , dan kamu telah dilarang berbuat demikian.

أي: فقال الصَّحابةُ للأعرابيِّ: اخْفِضْ صوتَكَ؛ فإنَّكَ عِنْدَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم ولا يَجوزُ رَفْعُ الصَّوتِ عِنْدَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم
Maksudnya: Para sahabat berkata kepada si Arab badui: Rendahkanlah suaramu, karena kamu berada di hadapan Nabi , dan tidak boleh meninggikan suara di hadapan Nabi .

فإنَّ اللهَ قَدْ نَهى المؤمنينَ عن ذلك حيثُ قال: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا له بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ} الحجرات: 2
Karena Allah telah melarang orang-orang yang beriman untuk mengangkat suara mereka di atas suara Nabi, sebagaimana yang tercantum dalam firman-Nya:
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suara kamu di atas suara Nabi dan janganlah kamu berbicara dengan suara keras seperti suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, yang bisa menyebabkan amal-amal kalian menjadi sia-sia, sedangkan kalian tidak menyadarinya. (QS. Al-Hujurat: 2)

فقال: واللهِ لا أَغْضُضُ
Ia berkata: Demi Allah, aku tidak akan merendahkan suaraku.

أي: فقال الأعرابيُّ للصحابةِ رَضيَ اللهُ عنهم: واللهِ لَنْ أَخْفِضَ صَوْتي
Maksudnya: Si Arab badui berkata kepada para sahabat: Demi Allah, aku tidak akan menurunkan suaraku.

قال الأعرابيُّ: المرءُ يُحِبُّ القومَ ولَمَّا يَلْحَقْ بِهم
Si Arab badui berkata: Seorang pria mencintai suatu kaum, tetapi tidak bisa bergabung dengan mereka.

أي: سأل الأعرابيُّ النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم عَنِ الرَّجُلِ يُحِبُّ أُناسًا في اللهِ ولا يَستطيعُ أنْ يَعْمَلَ بِمِثْلِ أعمالِهم مِنْ أبوابِ الخيرِ، ويُريدُ أنْ يَكونَ مَعَهُم يومَ القيامةِ في دَرَجتِهِمْ، ولا يُريدُ أنْ يُفرَّقَ بَيْنَه وبين أحِبَّتِهِ
Maksudnya: Si Arab badui bertanya kepada Nabi tentang seseorang yang mencintai suatu kaum di jalan Allah, tetapi tidak mampu beramal seperti mereka dalam kebaikan, dan ia ingin berada bersama mereka di hari kiamat dalam derajat mereka, serta tidak ingin terpisah dari mereka.

قال النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم: المرءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ يومَ القيامةِ
Nabi berkata: Seseorang akan bersama dengan orang yang dia cintai di hari kiamat.

أي: قال النبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم للأعرابيِّ مُجيبًا له: المرءُ يكونُ مَعَ أَحِبَّتِهِ يومَ القيامةِ وإنْ لَمْ يَعْمَلْ بمِثْلِ أعمالِهِمْ
Maksudnya: Nabi menjawab si Arab badui, Seseorang akan berada bersama orang yang dia cintai di hari kiamat, meskipun ia tidak mengerjakan amal seperti mereka.

قال زِرُّ بنُ حُبيشٍ: فما زال يُحدِّثنا
Zir bin Hubaysh berkata: Beliau terus menceritakan kepada kami.

أي: فما زال صفوانُ بنُ عسَّالٍ يُحدِّثُنا عَنِ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم
Maksudnya: Shafwan bin Assal terus menceritakan kepada kami tentang Nabi .

حتَّى ذَكَرَ بابًا مِنَ قِبَلَ المَغْرِبِ مَسيرةُ عَرْضِهِ، أو يَسيرُ الرَّاكِبُ في عَرْضِهِ أربعينَ أو سبعينَ عامًا
Hingga dia menyebutkan tentang sebuah pintu di arah matahari terbenam, yang luasnya dapat dilalui oleh seorang penunggang kuda dalam waktu empat puluh atau tujuh puluh tahun perjalanan.

أي: حتَّى ذَكَرَ صفوانُ حديثًا عَنِ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم وذَكَرَ فيه أنَّ عِنْدَ مَغْرِبِ الشَّمْسِ بابًا للتَّوبةِ عَرْضُهُ مسيرةُ أربعينَ أو سبعينَ سَنَةً
Maksudnya: Shafwan menyebutkan hadits dari Nabi yang menyatakan bahwa di arah matahari terbenam ada pintu untuk taubat yang lebarnya dapat dilalui oleh penunggang kuda dalam waktu empat puluh atau tujuh puluh tahun.

قال سُفيانُ أَحَدُ رُواةِ الإسنادِ: قِبَلَ الشَّامِ خَلَقَهُ اللهُ يومَ خَلَقَ السَّمواتِ والأرضَ مفتوحًا، يَعْني: للتَّوبةِ لا يُغْلَقُ حتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ منه
Sufyan, salah seorang perawi hadits, berkata: Pintu itu berada di arah Syam, yang Allah ciptakan pada hari Dia menciptakan langit dan bumi, dan pintu itu terbuka untuk taubat dan tidak akan tertutup sampai matahari terbit dari situ.

أي: هذا البابُ مِنْ ناحيةِ الشَّامِ، وقَدْ خَلَقَهُ اللهُ يومَ خَلَقَ السَّمواتِ والأرضِ، وجَعَله مَفْتوحًا للتَّوبةِ لا يُغْلَقُ أبدًا حتَّى تَطْلَعَ الشَّمْسُ منه، فإذا طَلَعَتْ منه فَقَدَ ذَهَبَ زمنُ التَّوبةِ، ولا يَقْبَلُ اللهُ تَوبةَ أَحَدٍ بَعْدَها
Maksudnya: Pintu itu berada di arah Syam, dan Allah menciptakannya pada saat Dia menciptakan langit dan bumi. Pintu itu terbuka untuk taubat dan tidak akan tertutup sampai matahari terbit darinya. Jika matahari terbit dari sana, maka berakhir waktu taubat dan Allah tidak akan menerima taubat seseorang setelah itu.

وفي الحديث: فَضلُ طلبِ العِلمِ، وعِظَمُ منزلةِ طالبِ العِلمِ، واحتفاءُ الملائكةِ بطالبِ العلمِ
Dalam hadits ini terdapat keutamaan mencari ilmu, kedudukan tinggi bagi pencari ilmu, dan penghormatan malaikat terhadap pencari ilmu.

وفيه: بيانُ حِرصِ التابعينَ على طَلبِ العِلمِ مِن الصَّحابةِ رضِيَ اللهُ عنهم
Juga dalam hadits ini dijelaskan bagaimana para tabi'in sangat bersemangat dalam mencari ilmu dari para sahabat Nabi .

 

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/138693


Pelajaran dari Hadits ini


Hadits ini mengandung banyak pelajaran penting: keutamaan menuntut ilmu, adab bertanya, dan kemuliaan mencintai orang shalih. Ia menegaskan rukhsah syariat dalam bersuci saat safar, batasan rukhsah itu sendiri, serta kewajiban tabayyun dalam perkara agama. Hadits ini juga mencontohkan kelembutan Nabi ﷺ dalam berdakwah kepada orang awam, serta memberi harapan besar bagi setiap Muslim bahwa seseorang akan dikumpulkan bersama yang ia cintai kelak. Di akhir, hadits ini menggugah kesadaran hari kiamat dengan menyebut pintu taubat yang terbuka hingga terbitnya matahari dari barat. Ini mendorong kita untuk segera bertaubat dan memperbaiki amal. Rincian pelajaran hadits ini adalah:

1. Niat Menuntut Ilmu: Motivasi yang Mulia di Hadapan Allah

قَالَ: أَتَيْتُ صَفْوَانَ بْنَ عَسَّالٍ المُرَادِيَّ، أَسْأَلُهُ عَنِ المَسْحِ عَلَى الخُفَّيْنِ؟

Pelajaran:
Zirr bin Hubaisy mendatangi Safwan bin ‘Assal untuk bertanya tentang masalah fikih, yaitu hukum mengusap khuf. Ini menunjukkan pentingnya datang langsung kepada ulama untuk mencari ilmu dengan adab dan tujuan yang jelas. Bukan sekadar ingin tahu, tapi demi memahami agama secara benar.

Pelajaran penting: Menuntut ilmu agama bukan hanya ketika butuh, tetapi karena sadar bahwa agama hanya bisa dijalankan dengan pemahaman. Bahkan sahabat pun saling bertanya dan belajar satu sama lain.


2. Adab Ulama: Menyambut Penuntut Ilmu dengan Penuh Kemuliaan

فَقَالَ: مَا جَاءَ بِكَ يَا زِرُّ؟ فَقُلْتُ: ابْتِغَاءَ العِلْمِ

Pelajaran:
Safwan tidak langsung menjawab, tetapi bertanya dengan ramah: "Apa yang membawamu ke sini wahai Zirr?" Ini menunjukkan adab ulama yang tidak memandang rendah pertanyaan, melainkan ingin memahami maksud dan niat murid.

Pelajaran adab: Bertanya dengan adab dan niat yang benar adalah awal dari keberkahan ilmu. Begitu pula menyambut penuntut ilmu dengan hati terbuka adalah tanda keikhlasan ulama.


3. Kemuliaan Penuntut Ilmu: Malaikat Merendahkan Sayapnya

فَقَالَ: إِنَّ المَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ العِلْمِ، رِضًا بِمَا يَطْلُبُ

Pelajaran:
Hadits ini memberikan kabar gembira yang agung: para malaikat merendahkan sayapnya sebagai bentuk keridhaan terhadap penuntut ilmu. Ini menunjukkan kemuliaan dan kehormatan posisi seorang thālibul ‘ilm di sisi Allah dan makhluk-Nya yang mulia.

Menuntut ilmu agama bukan hanya aktivitas akademik, tapi jalan menuju keridhaan Allah dan dimuliakan oleh makhluk langit.


4. Syariat yang Memudahkan: Keringanan dalam Wudhu Saat Safar

فَقُلْتُ: إِنَّهُ حَكَّ فِي صَدْرِي المَسْحُ عَلَى الخُفَّيْنِ بَعْدَ الغَائِطِ وَالبَوْلِ...

Pelajaran:
Zirr mengungkapkan bahwa ia masih memiliki keraguan dalam hatinya terkait hukum mengusap khuf setelah buang air. Ini mengajarkan bahwa keraguan dalam agama harus diselesaikan dengan bertanya kepada yang lebih tahu, bukan dengan membiarkannya terus mengganjal.

Safwan lalu menjawab bahwa Rasulullah ﷺ memberikan rukhsah (keringanan) dalam safar untuk tidak melepas khuf selama tiga hari tiga malam kecuali karena junub. Adapun untuk hadas kecil seperti buang air dan tidur, cukup mengusap.

Pelajaran fiqih: Syariat Islam dibangun atas dasar kemudahan dan rahmat. Saat safar, Allah menginginkan kita tetap bisa menjaga kebersihan dan ibadah tanpa beban yang memberatkan.


5. Kecintaan kepada Nabi ﷺ dan Adab terhadap Beliau

فَنَادَاهُ أَعْرَابِيٌّ بِصَوْتٍ جَهْوَرِيٍّ: يَا مُحَمَّدُ! ...

Pelajaran:
Seorang A’rabi (Arab dusun) memanggil Nabi ﷺ dengan suara keras dan tanpa adab. Namun Nabi tetap menjawabnya dengan suara serupa, “Hā’um” (ya, aku mendengarmu). Para sahabat menegur A’rabi itu dengan berkata: "Turunkan suaramu, engkau di hadapan Nabi dan telah dilarang bersuara keras di sisinya."

Pelajaran adab: Kita diajarkan untuk mengagungkan Nabi ﷺ, baik ketika hidup maupun setelah wafat. Mengangkat suara di hadapan beliau adalah bentuk kurangnya adab, dan termasuk perbuatan yang dilarang dalam Al-Qur’an (lihat QS. Al-Ḥujurāt: 2).


6. Cinta kepada Orang Shalih: Sebab Dikumpulkan Bersama Mereka

قَالَ الأَعْرَابِيُّ: المَرْءُ يُحِبُّ القَوْمَ وَلَمَّا يَلْحَقْ بِهِمْ، قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ

Pelajaran:
A’rabi itu berkata: "Seseorang mencintai suatu kaum, namun belum bisa menyamai amal mereka." Maka Nabi menjawab dengan kalimat penuh harapan: "Seseorang akan bersama siapa yang ia cintai."

Pelajaran akhlak: Mencintai Rasulullah ﷺ dan orang-orang shalih adalah ibadah besar. Bahkan jika amal kita belum bisa menyamai mereka, cinta yang jujur bisa menjadi sebab dikumpulkan bersama mereka di akhirat.


7. Pintu Taubat: Selalu Terbuka hingga Matahari Terbit dari Barat

بَابًا مِن قِبَلِ المَغْرِبِ... لا يُغْلَقُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْهُ

Pelajaran:
Rasulullah ﷺ menyebutkan bahwa ada sebuah pintu dari arah barat, yang Allah bukakan sejak penciptaan langit dan bumi, dan tidak akan ditutup sampai matahari terbit dari barat — tanda hari kiamat. Pintu ini adalah pintu taubat.

Pelajaran aqidah: Selama belum datangnya kiamat, pintu taubat masih terbuka lebar. Jangan pernah menunda taubat dan kembalilah kepada Allah selama masih ada kesempatan.


8. Keutamaan Menjaga Ketersambungan dengan Ahlul ‘Ilm

"فَقُلْتُ: إِنَّهُ حَكَّ فِي صَدْرِي..."

Pelajaran:
Zirr bin Hubaisy tidak menahan kegelisahan hatinya sendiri, tetapi ia segera mengonsultasikannya kepada sahabat Nabi yang lebih berilmu. Ini menunjukkan pentingnya menjaga ketersambungan dan komunikasi dengan ulama atau ahlul ‘ilm, agar keraguan tidak berkembang menjadi kesalahan.

Pelajaran tambahan: Dalam kehidupan sehari-hari, ketika kita memiliki pertanyaan seputar agama, hendaknya kita tidak mencarinya di sembarang tempat atau bersandar pada akal semata, melainkan bertanya kepada orang yang terpercaya ilmunya dan dikenal amanah.


9. Urgensi Klarifikasi dan Bertanya Saat Ada Keraguan

"فَجِئْتُ أَسْأَلُكَ: هَلْ سَمِعْتَهُ يَذْكُرُ فِي ذَلِكَ شَيْئًا؟"

Pelajaran:
Zirr menyatakan dengan jelas bahwa ia datang untuk mengklarifikasi suatu perkara syar‘i langsung kepada orang yang memiliki sanad keilmuan (yakni sahabat Nabi). Ini menunjukkan pentingnya tabayyun (klarifikasi), khususnya dalam perkara ibadah dan keyakinan.

Pelajaran praktis: Tidak semua keraguan harus dipendam; dalam agama, kita dianjurkan untuk bertanya dan mencari penjelasan. Sikap ini menghindarkan kita dari mengikuti prasangka atau membuat hukum sendiri tanpa dasar ilmu.


10. Kewaspadaan dalam Membatasi Rukhsah Syari’ah

"إِلَّا مِنْ جَنَابَةٍ، لَكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ"

Pelajaran:
Nabi ﷺ menjelaskan batasan rukhsah: boleh tidak mencopot khuf untuk hadas kecil, tapi tidak untuk junub. Ini menunjukkan bahwa rukhsah syari’ah memiliki batas yang harus diperhatikan, dan tidak boleh digunakan secara sembarangan atau diperluas tanpa dalil.

Islam memang mudah, namun kemudahan itu tetap memiliki rambu-rambu yang jelas. Maka penting bagi setiap Muslim untuk mempelajari batas-batas keringanan agar tidak terjatuh dalam kelalaian atau penyimpangan.


11. Keteladanan Nabi ﷺ dalam Merespons Orang Awam

"فَأَجَابَهُ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ نَحْوًا مِنْ صَوْتِهِ: هَاؤُم"

Pelajaran:
Meski A’rabi tersebut memanggil dengan suara kasar dan keras, Nabi ﷺ tidak memarahi atau mengusirnya, melainkan menjawab dengan ramah. Ini menunjukkan hikmah dan kelembutan Nabi dalam mendidik masyarakat awam yang belum paham adab.

Pelajaran dakwah: Para pendakwah dan penuntut ilmu harus meneladani akhlak Nabi dalam menghadapi masyarakat: penuh pengertian, tidak cepat menghakimi, dan mendidik dengan sabar.


12. Semangat Mencari Tempat di Akhirat Bersama Orang-Orang Pilihan

"قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ"

Pelajaran:
Hadits ini bukan hanya memberi harapan, tapi juga menumbuhkan semangat untuk memperbaiki cinta, karena seseorang akan dikumpulkan dengan orang yang ia cintai. Maka perbaikan amal dimulai dari memperbaiki orientasi hati, yakni siapa yang ia idolakan, siapa yang ia inginkan bersama di akhirat.

❤️ Pelajaran hati: Ukur kecintaan kita: apakah benar kita mencintai Rasulullah ﷺ? Apakah kita mencintai ulama, orang-orang shalih, dan ahli Al-Qur’an? Bila iya, tunjukkan dengan mengikuti jejak mereka.


13. Sadar Akan Tanda-Tanda Kiamat

"لا يُغْلَقُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْهُ"

Pelajaran:
Disebutkannya matahari terbit dari barat sebagai batas akhir taubat, merupakan pengingat bahwa hari kiamat pasti datang, dan manusia harus selalu siap secara ruhani dan amal.

Pelajaran aqidah: Keimanan kepada hari akhir bukan hanya untuk diketahui, tetapi untuk menggerakkan amal, mempercepat taubat, dan menahan diri dari perbuatan dosa.




Penutup Kajian


Alhamdulillah, setelah kita menyimak dan menelaah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Zirr bin Hubaisy bersama Safwan bin ‘Assal radhiyallahu ‘anhuma, kita semakin menyadari betapa luas dan mendalamnya ajaran Islam. Hadits ini bukan sekadar menjawab pertanyaan tentang bolehkah mengusap khuf saat berwudhu, tetapi jauh lebih besar dari itu — hadits ini mengajarkan adab menuntut ilmu, kemuliaan para pencari ilmu di sisi Allah dan para malaikat, serta rahmat dan kasih sayang Allah yang terus terbuka bagi siapa saja yang ingin kembali kepada-Nya.

Kita juga diingatkan bahwa kecintaan kita kepada Nabi Muhammad ﷺ dan orang-orang shalih bukanlah perkara kecil. Karena kecintaan itu bisa menjadi sebab kita dikumpulkan bersama mereka di akhirat, sebagaimana sabda beliau: "Seseorang akan bersama dengan siapa yang ia cintai." Maka ini menjadi motivasi besar bagi kita untuk menumbuhkan cinta kepada Rasulullah ﷺ melalui ilmu, amal, dan meneladani sunnah beliau dalam kehidupan.

Hadirin yang dirahmati Allah,
Marilah kita bawa keluar dari majelis ini beberapa tekad:

  1. Menumbuhkan semangat menuntut ilmu, karena ini adalah jalan menuju keridhaan Allah, dan sayap para malaikat membentang bagi para penuntut ilmu.

  2. Mengamalkan kemudahan-kemudahan syariat, termasuk dalam masalah bersuci, karena syariat ini dibangun di atas taysīr (kemudahan), bukan ta‘tsīr (kesulitan).

  3. Menjaga cinta kepada Rasulullah ﷺ, karena itu adalah bekal yang bisa mengantarkan kita bersamanya di akhirat.

  4. Bertaubat dan memperbanyak kembali kepada Allah, karena pintu taubat itu senantiasa terbuka — bahkan Allah telah bukakan pintunya sejak penciptaan langit dan bumi, dan tidak akan ditutup hingga matahari terbit dari barat.

Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai penuntut ilmu yang diridhai-Nya, pengamal syariat yang bijak, dan pecinta Nabi ﷺ yang kelak dikumpulkan bersamanya di surga yang penuh kenikmatan.

Kita tutup dengan doa kafaratul majelis: 

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers