Khutbah: Cintai Saudaramu Apa Kamu Cintai Untuk Dirimu
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
KHUTBAH PERTAMA
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ، حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، كَمَا يُحِبُّ
رَبُّنَا وَيَرْضَى. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ
لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُونَ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا
عِبَادَ اللّٰهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُونَ.
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam, yang
telah menganugerahkan kepada kita nikmat iman, Islam, dan ihsan. Shalawat dan
salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, sahabat, serta seluruh pengikutnya
hingga akhir zaman. Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada
Allah, dengan sebenar-benar takwa. Menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi
segala larangan-Nya, di setiap waktu dan tempat, baik dalam keadaan sendiri maupun
di tengah keramaian. Karena sesungguhnya, takwa adalah sebaik-baik bekal menuju
kehidupan abadi di akhirat kelak.
Hadirin sekalian,
Dalam kehidupan bermasyarakat, kita seringkali dihadapkan
pada berbagai persoalan yang menguji ketahanan iman dan moral kita.
Arus informasi yang begitu deras, tuntutan hidup yang
semakin kompleks, serta godaan-godaan duniawi yang tiada henti, tak jarang
membuat kita lalai dari hakikat keberadaan kita sebagai hamba Allah.
Kita menyaksikan bagaimana sebagian dari kita mudah terlena
oleh gemerlap dunia, mengejar kesenangan sesaat, hingga melupakan tujuan utama
penciptaan kita.
Kebersamaan dan kepedulian antar sesama pun terkadang
memudar, digantikan oleh individualisme dan egoisme yang semakin menguat.
Persoalan-persoalan seperti ini, jika tidak segera disikapi
dengan bijak, akan mengikis fondasi keimanan dan keislaman kita, bahkan dapat
menjauhkan kita dari rahmat dan kasih sayang Allah.
Maka dari itu, pada kesempatan khutbah Jumat yang mulia
ini, sangatlah urgen bagi kita untuk kembali merenungi dan menelaah salah satu
petunjuk agung dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Hadits ini akan membawa kita pada pemahaman mendalam
tentang hakikat kesempurnaan iman dan bagaimana seharusnya seorang mukmin
berinteraksi dengan sesamanya.
Ini bukan sekadar teori, namun sebuah panduan praktis yang
jika kita amalkan, insya Allah akan membawa kebaikan bagi diri kita, keluarga,
dan masyarakat luas.
Penting untuk disampaikan kepada jamaah saat ini agar kita
tidak terjerumus pada sikap-sikap yang merugikan, serta mampu membangun
masyarakat yang berlandaskan kasih sayang, kepedulian, dan keimanan yang kokoh.
Pembacaan Hadits
Jamaah Jumat yang dirahmati
Allah,
Marilah kita simak sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dan Muslim, dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu,
Rasulullah ﷺ bersabda:
لَا يُؤْمِنُ
أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ.
Artinya: "Tidak sempurna iman salah seorang
di antara kalian sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai
untuk dirinya sendiri."
Arti dan Penjelasan Per Kalimat
Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,
Marilah kita selami makna hadits agung ini, memetik hikmah
dari setiap perkataan yang terucap dari lisan mulia Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, agar kita mendapatkan pencerahan.
Hadits ini dimulai dengan kata
لَا يُؤْمِنُ
Secara lughawi (bahasa), berarti "tidak
beriman".
Namun dalam konteks syar'i, frasa ini tidak
berarti kufur atau keluar dari Islam. Ia bermakna "tidak sempurna
imannya" atau "tidak mencapai tingkatan iman yang sempurna". Ini
menunjukkan bahwa iman itu memiliki tingkatan, dan mencapai tingkatan tertinggi
memerlukan amalan dan akhlak tertentu. Nilai adab yang terkandung di sini
adalah pentingnya melengkapi dan menyempurnakan kualitas iman kita.
أَحَدُكُمْ
"salah seorang di antara kalian".
Merujuk kepada setiap individu mukmin. Ini
menunjukkan bahwa perintah dalam hadits ini bersifat personal dan berlaku bagi
setiap Muslim, bukan hanya sebagian saja. Nilai adabnya adalah kesadaran akan
tanggung jawab pribadi dalam berinteraksi sosial.
حَتَّى يُحِبَّ
"sehingga ia mencintai".
Menunjukkan syarat untuk mencapai
kesempurnaan iman. Cinta di sini bukan sekadar perasaan suka, melainkan
keinginan yang tulus agar kebaikan itu juga terjadi pada orang lain. Ini adalah
bentuk kasih sayang yang mendalam. Nilai adabnya adalah keikhlasan dan
ketulusan hati dalam berinteraksi.
لِأَخِيهِ
"untuk saudaranya".
Saudara di sini memiliki makna yang luas.
Bisa saudara seiman (sesama Muslim), bahkan sebagian ulama memahaminya lebih
luas lagi, yaitu saudara sesama manusia. Konteksnya adalah hubungan
persaudaraan dalam Islam yang melampaui ikatan darah. Nilai adabnya adalah
pentingnya ukhuwah (persaudaraan) dalam Islam.
مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
"apa yang ia cintai untuk dirinya
sendiri".
Ini adalah standar kebaikan yang harus diterapkan. Kita cenderung menginginkan yang terbaik untuk diri kita sendiri, maka standar kebaikan itulah yang harus kita terapkan juga untuk orang lain. Ini adalah puncak dari empati dan altruisme. Nilai adabnya adalah keadilan, empati, dan sikap tidak egois.
Faedah Hadits Berdasarkan Urutan Perkataan
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Dari setiap perkataan dalam hadits yang agung ini,
terpancar mutiara hikmah yang tak ternilai harganya. Mari kita dalami
pelajaran-pelajaran penting ini dan jadikan sebagai bekal dalam menapaki jalan
kehidupan.
Pelajaran pertama:
Kesempurnaan Iman: Bukan Sekadar Pengakuan
Hadits ini diawali dengan kalimat "لَا يُؤْمِنُ
أَحَدُكُمْ" (Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian). Ini
menegaskan bahwa iman bukan hanya sekadar keyakinan di dalam hati atau
pengucapan lisan semata. Iman yang sempurna adalah iman yang termanifestasi
dalam tindakan dan akhlak mulia.
Ketika Nabi ﷺ bersabda "tidak beriman", beliau
tidak bermaksud seseorang itu kafir, melainkan imannya tidak mencapai tingkatan
yang optimal atau sempurna. Ibarat sebuah bangunan, ia belum berdiri kokoh
dengan seluruh ornamennya.
Pelajaran penting dan hikmah:
Iman yang hakiki harus tercermin dalam perilaku
sehari-hari. Kita seringkali merasa cukup dengan mengucapkan syahadat dan
melakukan ibadah ritual, namun melupakan dimensi sosial dari iman. Padahal,
keimanan yang sempurna membutuhkan dimensi vertikal (hablun minallah) dan
dimensi horizontal (hablun minannas).
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam Surah
Al-Hujurat ayat 10:
إِنَّمَا
ٱلۡمُؤۡمِنُونَ إِخۡوَةٌ۬ فَأَصۡلِحُواْ بَيۡنَ أَخَوَيۡكُمۡۚ وَٱتَّقُواْ
ٱللَّهَ لَعَلَّكُمۡ تُرحَمُونَ
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu
bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah
kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat."
Ayat ini secara jelas menunjukkan bahwa persaudaraan adalah
bagian integral dari keimanan.
Seorang Muslim yang sempurna imannya tidak akan hanya
peduli pada shalat dan puasanya sendiri, tetapi juga akan peduli pada
tetangganya yang kelaparan, atau saudaranya yang sedang tertimpa musibah.
Ia akan merasa tidak tenang jika orang di sekitarnya
kesulitan, karena ia memahami bahwa imannya belum paripurna jika ia hanya
memikirkan dirinya sendiri.
Pelajaran ke-2:
Kebaikan Hati untuk Sesama
Frasa "حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ"
(sehingga ia mencintai untuk saudaranya) merupakan inti dari hadits ini.
"Mencintai" di sini bukan sekadar perasaan, tetapi sebuah dorongan
hati yang kuat untuk menginginkan kebaikan bagi orang lain.
"Saudara" di sini mencakup saudara seiman, bahkan
secara lebih luas, saudara sesama manusia.
Hal ini mengajarkan kita tentang pentingnya altruisme atau
mendahulukan kepentingan orang lain, atau setidaknya menyamakan keinginan
kebaikan bagi orang lain seperti kita menginginkan kebaikan bagi diri sendiri.
Pelajaran penting dan hikmah:
Hati seorang mukmin sejati tidak akan pernah merasa tenang
atau bahagia sepenuhnya jika melihat saudaranya dalam kesusahan.
Ia akan merasakan penderitaan saudaranya seolah-olah
penderitaan itu menimpa dirinya sendiri. Ini adalah bentuk empati tertinggi
yang diajarkan oleh Islam.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ
وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ
تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Artinya: "Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal
saling mencintai, menyayangi, dan berbelas kasih ibarat satu tubuh. Apabila ada
salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh anggota tubuh yang lain ikut
merasakan sakit dengan tidak bisa tidur dan demam." (HR. Bukhari dan
Muslim).
Jika kita menginginkan kemudahan rezeki bagi diri kita,
maka kita juga harus mendoakan dan berusaha agar saudara kita juga mendapatkan
kemudahan rezeki.
Jika kita ingin sukses dalam studi atau pekerjaan, maka
kita juga harus membantu dan mendukung saudara kita agar mereka pun sukses.
Tidak ada rasa dengki atau iri hati dalam hati seorang mukmin sejati.
Pelajaran ke-3:
Standar Kebaikan: Diri Sendiri sebagai Ukuran
Bagian penutup hadits, "مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ"
(apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri), memberikan standar yang
jelas dan mudah dipahami. Setiap manusia secara fitrah mencintai kebaikan dan
keuntungan bagi dirinya sendiri. Inilah tolok ukur yang Allah dan Rasul-Nya
berikan kepada kita.
Apa pun yang kita inginkan bagi diri kita, baik itu
kebahagiaan, kesuksesan, kesehatan, kemudahan, atau kebaikan lainnya, standar
itulah yang harus kita terapkan untuk saudara kita.
Pelajaran penting dan hikmah:
Frasa ini mengajarkan prinsip keadilan dan kesetaraan dalam
interaksi sosial. Ini adalah fondasi etika dan moral yang agung, yang
melahirkan masyarakat yang harmonis dan penuh kasih sayang.
Ketika setiap individu menerapkan prinsip ini, maka akan
tercipta persaingan sehat dalam kebaikan, bukan persaingan dalam hal merugikan
orang lain.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam Surah
An-Nisa ayat 36:
وَٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ
وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡـًٔ۬اۖ وَبِٱلۡوَٲلِدَيۡنِ إِحۡسَـٰنً۬ا وَبِذِى
ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَـٰمَىٰ وَٱلۡمَسَـٰكِينِ وَٱلۡجَارِ ذِى ٱلۡقُرۡبَىٰ
وَٱلۡجَارِ ٱلۡجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلۡجَنۢبِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتۡ
أَيۡمَـٰنُكُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ مَن كَانَ مُخۡتَالً۬ا فَخُورً۬ا
Artinya: "Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang
ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang
dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri."
Ayat ini menekankan pentingnya berbuat baik kepada sesama,
yang merupakan pengejawantahan dari mencintai kebaikan bagi orang lain.
Sebelum kita melakukan suatu tindakan yang mungkin
berdampak pada orang lain, tanyakan pada diri sendiri:
"Apakah saya ingin orang lain melakukan hal ini kepada
saya?" Jika jawabannya tidak, maka jangan lakukan.
Misalnya, kita tidak suka dicaci maki, maka jangan mencaci
maki orang lain. Kita ingin diperlakukan adil, maka perlakukan orang lain
dengan adil.
.
Penutup Khutbah Pertama
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,
Demikianlah, hadits yang mulia ini memberikan kita
pelajaran yang sangat mendalam tentang hakikat kesempurnaan iman.
Iman yang sempurna bukanlah iman yang hanya terhenti pada
keyakinan pribadi, melainkan iman yang memancarkan cahaya kebaikan dan kasih
sayang kepada sesama.
Hadits ini mengajak kita untuk keluar dari belenggu egoisme
dan individualisme, menuju pribadi-pribadi yang peduli, empatik, dan senantiasa
menginginkan kebaikan bagi orang lain sebagaimana kita menginginkannya bagi
diri kita sendiri.
Marilah kita bersama-sama mengamalkan ajaran Nabi ﷺ ini dalam kehidupan sehari-hari. Mulailah dari hal-hal kecil di
lingkungan terdekat kita: di rumah, di tempat kerja, di masyarakat.
Cintai saudaramu seperti engkau mencintai dirimu sendiri.
Inginkan kebaikan bagi mereka sebagaimana engkau menginginkan kebaikan bagimu.
Dengan demikian, kita tidak hanya menyempurnakan iman kita,
tetapi juga turut serta membangun masyarakat yang saling tolong-menolong,
harmonis, dan diridhai Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa
membimbing hati kita untuk menjadi hamba-hamba-Nya yang beriman sempurna dan
berakhlak mulia.
بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيْمَ لِيْ
وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
حَمْدًا كَثِيرًا كَمَا أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah,
Pada khutbah pertama tadi, telah kita renungkan bersama
sebuah hadits agung dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang
menegaskan bahwa kesempurnaan iman seorang Muslim tidak akan tercapai hingga
ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.
Hadits ini adalah pondasi ukhuwah Islamiyah, yang mendorong
kita untuk saling mengasihi, peduli, dan berempati. Ia mengajarkan kita untuk
keluar dari zona nyaman individualisme, menuju masyarakat yang kokoh karena
saling menguatkan.
Mari kita jadikan hadits ini sebagai cermin untuk
introspeksi diri.
Sudahkah kita mencintai kebaikan bagi saudara kita seperti
kita mencintai kebaikan bagi diri sendiri?
Sudahkah kita merasakan sakitnya kesulitan yang menimpa
orang lain?
Jika belum, mari kita mulai hari ini, dengan niat yang
tulus dan amalan nyata.
Perbaiki hubungan kita dengan sesama, tebarkan kasih
sayang, ringankan beban orang lain, dan jadilah pribadi yang senantiasa membawa
manfaat.
Dengan menghidupkan semangat takwa dan mengamalkan ajaran
ini, insya Allah kita akan meraih kesempurnaan iman dan kebahagiaan yang
hakiki.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى
وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu petunjuk,
ketakwaan, kesucian diri, dan kecukupan.
اللَّهُمَّ فَقِّهْنَا فِي الدِّينِ
وَعَلِّمْنَا التَّأْوِيلَ
Ya Allah, jadikanlah kami faqih dalam agama dan
ajarkanlah kami tafsir (pemahaman yang benar).
اللَّهُمَّ انْفَعْنَا
بِمَا عَلَّمْتَنَا وَعَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا وَزِدْنَا عِلْمًا
Ya Allah, berikanlah kami manfaat dari apa yang telah
Engkau ajarkan kepada kami, ajarkanlah kami apa yang bermanfaat bagi kami, dan
tambahkanlah ilmu bagi kami.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ
مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ
Ya Allah, ampunilah dosa kaum Muslimin dan Muslimat,
Mukminin dan Mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab api neraka.
[Penutup]
عِبَادَ اللّٰهِ، إِنَّ
اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ
يُعْطِكُمْ، وَلَذِكْرُ اللّٰهِ أَكْبَرُ، وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.
وَأَقِمِ الصَّلاةَ