Hadits: Hukuman Rajam Bagi Orang Berzina Yang Sudah Menikah
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ٱلَّذِي وَسِعَتْ رَحْمَتُهُ كُلَّ شَيْءٍ، وَفَتَحَ
لِعِبَادِهِ بَابَ ٱلتَّوْبَةِ وَٱلْمَغْفِرَةِ، وَجَعَلَ لَهُمْ فِي شَرْعِهِ
هُدًى وَنُورًا، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ
لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ
وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا، أَمَّا بَعْدُ.
Hadirin rahimakumullah,
Dalam kehidupan masyarakat kita, kita sering menjumpai dua fenomena yang kontradiktif terkait dosa dan hukuman dalam Islam. Di satu sisi, ada yang terlalu mudah mencela dan menghakimi pelaku dosa, seolah-olah tidak ada jalan kembali bagi mereka. Di sisi lain, ada juga yang mengabaikan nilai-nilai syariat, menganggap dosa-dosa besar sebagai sesuatu yang ringan, dan bahkan berani menantang hukum Allah.
Di tengah permasalahan ini, sering kali muncul pertanyaan: Bagaimana sikap Islam terhadap dosa besar seperti zina? Apakah ada jalan kembali bagi pelakunya? Bagaimana hukum Islam menjaga keseimbangan antara keadilan dan kasih sayang? Dan apakah Islam hanya mengenal hukuman fisik, atau ada aspek lain yang lebih luas dan mendalam?
Oleh karena itu, kajian kita hari ini mengangkat sebuah hadits yang sangat penting, yaitu kisah Ma’iz bin Malik dan seorang wanita dari Bani Ghamid, yang mengajarkan kepada kita banyak hikmah tentang keadilan Islam, kasih sayang Nabi ﷺ, dan makna taubat yang sejati.
Dalam kajian ini, kita akan menggali beberapa poin penting, di antaranya:
✅ Bagaimana Islam menerapkan hukum dengan kehati-hatian dan keadilan
✅ Bagaimana Islam memperlakukan orang yang berdosa namun ingin bertaubat
✅ Bagaimana hikmah Nabi ﷺ dalam menyeimbangkan hukum syariat dengan nilai-nilai kemanusiaan
✅ Apa pelajaran berharga yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari
Dengan mengikuti kajian ini, insyaAllah kita tidak hanya akan memahami bagaimana hukum Islam bekerja, tetapi juga bagaimana kita bisa membangun sikap yang lebih bijaksana dalam menghadapi pelaku dosa, serta semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan memahami makna taubat yang sejati.
Dari Buraidah bin Al-Hushaib Al-Aslami radhiyallahu 'anhu berkata:
أَنَّ مَاعِزَ
بْنَ مَالِكٍ ٱلْأَسْلَمِيَّ أَتَى رَسُولَ ٱللَّهِ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ ٱللَّهِ، إِنِّي قَدْ ظَلَمْتُ نَفْسِي،
وَزَنَيْتُ، وَإِنِّي أُرِيدُ أَنْ تُطَهِّرَنِي، فَرَدَّهُ، فَلَمَّا كَانَ مِنَ
ٱلْغَدِ أَتَاهُ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ ٱللَّهِ، إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ، فَرَدَّهُ
ٱلثَّانِيَةَ، فَأَرْسَلَ رَسُولُ ٱللَّهِ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِلَىٰ قَوْمِهِ، فَقَالَ: أَتَعْلَمُونَ بِعَقْلِهِ بَأْسًا؟ تُنْكِرُونَ مِنْهُ
شَيْئًا؟ فَقَالُوا: مَا نَعْلَمُهُ إِلَّا وَفِيَّ ٱلْعَقْلِ مِنْ صَالِحِينَا،
فِيمَا نُرَىٰ، فَأَتَاهُ ٱلثَّالِثَةَ، فَأَرْسَلَ إِلَيْهِمْ أَيْضًا فَسَأَلَ
عَنْهُ، فَأَخْبَرُوهُ أَنَّهُ لَا بَأْسَ بِهِ، وَلَا بِعَقْلِهِ، فَلَمَّا كَانَ
ٱلرَّابِعَةَ حَفَرَ لَهُ حُفْرَةً، ثُمَّ أَمَرَ بِهِ فَرُجِمَ.
قَالَ: فَجَاءَتِ ٱلْغَامِدِيَّةُ،
فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ ٱللَّهِ، إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ فَطَهِّرْنِي، فَرَدَّهَا،
فَلَمَّا كَانَ ٱلْغَدُ، قَالَتْ: يَا رَسُولَ ٱللَّهِ، لِمَ تَرُدُّنِي؟
لَعَلَّكَ أَنْ تَرُدَّنِي كَمَا رَدَدْتَ مَاعِزًا، فَوَٱللَّهِ إِنِّي
لَحُبْلَىٰ، قَالَ: إِمَّا لَا فَٱذْهَبِي حَتَّىٰ تَلِدِي، فَلَمَّا وَلَدَتْ
أَتَتْهُ بِٱلصَّبِيِّ فِي خِرْقَةٍ، فَقَالَتْ: هَذَا قَدْ وَلَدْتُهُ، قَالَ:
ٱذْهَبِي فَأَرْضِعِيهِ حَتَّىٰ تَفْطِمِيهِ، فَلَمَّا فَطَمَتْهُ أَتَتْهُ
بِٱلصَّبِيِّ وَفِي يَدِهِ كِسْرَةُ خُبْزٍ، فَقَالَتْ: هَذَا يَا نَبِيَّ ٱللَّهِ
قَدْ فَطَمْتُهُ، وَقَدْ أَكَلَ ٱلطَّعَامَ، فَدَفَعَ ٱلصَّبِيَّ إِلَىٰ رَجُلٍ
مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ، ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَحُفِرَ لَهَا إِلَىٰ صَدْرِهَا،
وَأَمَرَ ٱلنَّاسَ فَرَجَمُوهَا، فَيُقْبِلُ خَالِدُ بْنُ ٱلْوَلِيدِ بِحَجَرٍ، فَرَمَىٰ
رَأْسَهَا، فَتَنَضَّحَ ٱلدَّمُ عَلَىٰ وَجْهِ خَالِدٍ، فَسَبَّهَا، فَسَمِعَ
نَبِيُّ ٱللَّهِ صَلَّى ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَبَّهُ إِيَّاهَا، فَقَالَ:
مَهْلًا يَا خَالِدُ، فَوَٱلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ
تَابَهَا صَاحِبُ مَكْسٍ لَغُفِرَ لَهُ. ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَصَلَّىٰ عَلَيْهَا،
وَدُفِنَتْ.
Bahwa Ma'iz
bin Malik Al-Aslami datang kepada Rasulullah ﷺ dan berkata: 
 يَا رَسُولَ ٱللَّهِ، إِنِّي
قَدْ ظَلَمْتُ نَفْسِي، وَزَنَيْتُ، وَإِنِّي أُرِيدُ أَنْ تُطَهِّرَنِي،
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah menzalimi
diriku sendiri dan telah berzina. Aku ingin agar engkau menyucikanku.” 
Maka Rasulullah ﷺ menolaknya. Keesokan harinya, Ma'iz datang kembali dan berkata: 
يَا رَسُولَ ٱللَّهِ، إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ
“Wahai Rasulullah, aku telah berzina.” 
Maka Rasulullah ﷺ menolaknya untuk kedua kalinya. Kemudian
Rasulullah ﷺ mengutus seseorang kepada kaumnya dan bertanya: 
: أَتَعْلَمُونَ بِعَقْلِهِ
بَأْسًا؟ تُنْكِرُونَ مِنْهُ شَيْئًا؟
“Apakah kalian mengetahui adanya kegilaan pada akalnya?
Apakah kalian melihat sesuatu yang mencurigakan darinya?” 
Mereka menjawab: 
مَا نَعْلَمُهُ إِلَّا
وَفِيَّ ٱلْعَقْلِ مِنْ صَالِحِينَا، فِيمَا نُرَىٰ
“Kami tidak mengetahuinya kecuali sebagai orang yang
sehat akalnya, termasuk di antara orang saleh kami.”
Pada kali ketiga, Ma'iz kembali mendatangi Rasulullah ﷺ. Lalu beliau kembali mengirim utusan untuk menanyakan
keadaannya. Mereka memberi tahu bahwa dia tidak memiliki gangguan apa pun, baik
pada dirinya maupun pada akalnya.
Ketika ia datang untuk keempat kalinya, Rasulullah ﷺ memerintahkan untuk menggali lubang baginya, kemudian
memerintahkan agar ia dirajam.
Kemudian datanglah seorang perempuan dari suku Ghamidiyah
dan berkata: 
يَا رَسُولَ ٱللَّهِ،
إِنِّي قَدْ زَنَيْتُ فَطَهِّرْنِي
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina, maka
sucikanlah aku.” 
Maka Rasulullah ﷺ menolaknya. Keesokan harinya, ia kembali dan berkata: 
يَا رَسُولَ ٱللَّهِ،
لِمَ تَرُدُّنِي؟ لَعَلَّكَ أَنْ تَرُدَّنِي كَمَا رَدَدْتَ مَاعِزًا، فَوَٱللَّهِ
إِنِّي لَحُبْلَىٰ
“Wahai Rasulullah, mengapa engkau menolakku? Mungkin
engkau ingin menolakku sebagaimana engkau menolak Ma'iz. Demi Allah, aku
benar-benar sedang hamil.” 
Maka beliau ﷺ bersabda: 
إِمَّا لَا فَٱذْهَبِي
حَتَّىٰ تَلِدِي
“Kalau begitu, pergilah sampai engkau melahirkan.”
Setelah ia melahirkan, ia datang membawa bayi yang
dibungkus kain dan berkata: 
هَذَا قَدْ وَلَدْتُهُ
“Ini, aku telah melahirkannya.” 
Rasulullah ﷺ bersabda: 
: ٱذْهَبِي فَأَرْضِعِيهِ حَتَّىٰ تَفْطِمِيهِ
“Pergilah dan susuilah dia sampai engkau menyapihnya.”
Setelah ia menyapih anaknya, ia datang kembali membawa anak
itu yang sudah bisa memegang sepotong roti di tangannya, lalu berkata: 
هَذَا يَا نَبِيَّ ٱللَّهِ قَدْ فَطَمْتُهُ،
وَقَدْ أَكَلَ ٱلطَّعَامَ
“Wahai Nabi Allah, aku telah menyapihnya dan dia sudah
bisa makan.” 
Maka Rasulullah ﷺ
menyerahkan anak itu kepada salah seorang muslim, kemudian memerintahkan agar
perempuan itu digali lubang sampai setinggi dadanya, lalu beliau ﷺ
memerintahkan orang-orang untuk merajamnya.
Khalid bin Walid datang membawa batu dan melemparkan ke
kepalanya, hingga darahnya mengenai wajah Khalid, lalu Khalid mencacinya.
Rasulullah ﷺ mendengar caciannya, maka beliau bersabda: 
مَهْلًا يَا خَالِدُ، فَوَٱلَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ لَقَدْ تَابَتْ تَوْبَةً لَوْ تَابَهَا صَاحِبُ مَكْسٍ لَغُفِرَ لَهُ
“Tahanlah dirimu, wahai Khalid! Demi Dzat yang jiwaku
berada di tangan-Nya, sungguh ia telah bertobat dengan tobat yang jika
dilakukan oleh seorang pemungut pajak yang zalim, niscaya akan diampuni dosanya.”
Kemudian beliau memerintahkan agar ia disalati dan
dikuburkan.
HR Ibnu Abi Syaibah (29405), Al-Bazzar (4461) dan Muslim (1695)
Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/132502
Pelajaran dari Hadits ini
Hadits ini mengisahkan tentang Ma’iz bin Malik dan seorang wanita dari Bani Ghamid yang mengakui perbuatan zina mereka dan meminta agar Rasulullah ﷺ menegakkan hukuman had terhadap mereka. Dari hadits ini, terdapat banyak pelajaran yang bisa diambil, baik dalam aspek hukum Islam, akhlak, maupun hikmah sosial. Berikut adalah beberapa pelajaran penting dari hadits ini:
1. Taubat yang Sungguh-sungguh
- Ma’iz bin Malik dan wanita dari Bani Ghamid menunjukkan bentuk taubat yang luar biasa dengan secara sukarela mengakui dosa mereka dan meminta hukuman agar diri mereka disucikan.
 - Rasulullah ﷺ bersabda bahwa taubat wanita Ghamidiyah begitu besar hingga jika seorang pemungut pajak ilegal (صاحب مكس) bertaubat dengan kadar yang sama, maka dosanya akan diampuni. Ini menunjukkan bahwa taubat yang ikhlas dapat menghapus dosa besar sekalipun.
 
2. Sikap Rasulullah ﷺ dalam Memastikan Kebenaran dan Akal yang Sehat
- Rasulullah ﷺ tidak langsung menjatuhkan hukuman, tetapi terlebih dahulu memastikan kondisi mental Ma’iz dengan bertanya kepada kaumnya apakah ada tanda-tanda gangguan akal pada dirinya. Ini menunjukkan bahwa dalam menetapkan hukuman, perlu ada kehati-hatian agar tidak menghukum orang yang tidak bertanggung jawab atas perbuatannya karena gangguan mental.
 
3. Pentingnya Bukti yang Kuat dalam Hukum Islam
- Rasulullah ﷺ tidak langsung menerima pengakuan Ma’iz dalam satu kali pernyataan, tetapi mengujinya dengan menolaknya beberapa kali. Ini menunjukkan prinsip kehati-hatian dalam menerapkan hukum Islam, terutama dalam perkara hudud (hukuman yang telah ditetapkan dalam syariat).
 
4. Keutamaan Menyembunyikan Dosa Sendiri dan Tidak Terburu-buru Mengakui di Hadapan Hakim
- Rasulullah ﷺ tidak mencari-cari dosa seseorang. Bahkan, ketika seseorang datang mengaku, beliau tidak langsung menerima, seolah memberi kesempatan untuk bertaubat tanpa perlu dihukum. Ini menunjukkan bahwa dalam Islam, lebih baik bagi seseorang untuk bertaubat langsung kepada Allah jika dosa tersebut tidak menimbulkan dampak sosial yang besar.
 
5. Perhatian terhadap Hak Anak yang Dilahirkan dari Hasil Zina
- Rasulullah ﷺ tidak langsung menjatuhkan hukuman rajam kepada wanita dari Bani Ghamid karena ia sedang hamil. Beliau menunggu sampai anak itu lahir dan disapih, menunjukkan bahwa hak anak tetap dijaga meskipun ibunya bersalah.
 - Setelah anak tersebut disapih, Rasulullah ﷺ memastikan ada seseorang yang akan merawatnya sebelum eksekusi dijalankan. Ini menegaskan bahwa hukum Islam tidak hanya mempertimbangkan aspek hukuman tetapi juga aspek kemanusiaan dan perlindungan terhadap yang lemah.
 
6. Larangan Mencela Pelaku Dosa yang Bertaubat
- Ketika Khalid bin Walid mencela wanita yang dihukum rajam, Rasulullah ﷺ menegurnya dan bersumpah bahwa wanita itu telah bertaubat dengan taubat yang luar biasa.
 - Ini menunjukkan bahwa seorang Muslim tidak boleh merendahkan orang yang sudah bertaubat, bahkan jika sebelumnya melakukan dosa besar.
 
7. Rasulullah ﷺ Tetap Menshalatkan Orang yang Dihukum Rajam
- Rasulullah ﷺ tetap menshalatkan jenazah wanita tersebut, menunjukkan bahwa meskipun ia dihukum karena dosa besar, taubatnya diterima oleh Allah.
 - Ini membuktikan bahwa dosa besar pun bisa diampuni dengan taubat yang sungguh-sungguh, dan seorang yang bertaubat tidak boleh dikucilkan dari hak-hak Islamnya.
 
Kesimpulan
Hadits ini mengajarkan banyak hal, termasuk pentingnya taubat yang ikhlas, kehati-hatian dalam menjatuhkan hukuman, dan perlindungan terhadap hak anak. Selain itu, Islam memberikan ruang bagi orang yang berdosa untuk kembali kepada Allah tanpa harus diumumkan kepada publik. Rasulullah ﷺ juga menunjukkan kebijaksanaan dalam menerapkan hukum Islam, selalu mempertimbangkan aspek keadilan, belas kasih, dan kemaslahatan masyarakat.
Hadits ini menjadi pelajaran besar bagi kita semua dalam memahami syariat Islam dengan penuh hikmah dan kasih sayang.
Penutup
Kajian
Hadirin rahimakumullah,
Setelah kita bersama-sama menyelami hadits tentang kisah Ma’iz bin Malik dan wanita Ghamidiyah, ada beberapa poin penting yang bisa kita simpulkan:
1️⃣ Islam adalah agama keadilan dan kasih sayang. Hukum dalam Islam tidak ditegakkan dengan terburu-buru, tetapi dengan kehati-hatian, penyelidikan, dan mempertimbangkan kondisi pelaku. Nabi ﷺ sendiri tidak langsung menerima pengakuan Ma’iz dan wanita Ghamidiyah, tetapi memastikan bahwa mereka dalam keadaan sadar dan tidak tertekan.
2️⃣ Taubat yang tulus lebih utama daripada hukuman. Rasulullah ﷺ menegaskan bahwa taubat yang sungguh-sungguh dapat menghapus dosa sebesar apa pun, bahkan lebih baik daripada sekadar menjalani hukuman fisik. Ini menjadi pelajaran bagi kita bahwa jalan kembali kepada Allah selalu terbuka bagi siapa pun yang mau memperbaiki diri.
3️⃣ Jangan terburu-buru menghakimi pelaku dosa. Sikap Khalid bin Walid yang mencela wanita Ghamidiyah saat dirajam langsung ditegur oleh Rasulullah ﷺ. Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa manusia bukan sekadar dosa yang pernah mereka lakukan, tetapi mereka juga memiliki kesempatan untuk berubah dan bertaubat.
4️⃣ Islam menjaga keseimbangan antara hukum dan kemanusiaan. Nabi ﷺ tidak hanya menegakkan hukum, tetapi juga memberikan solusi yang tidak merugikan orang lain. Beliau tidak langsung mengeksekusi wanita Ghamidiyah karena beliau mempertimbangkan kondisi kehamilannya dan masa menyusui anaknya. Ini menunjukkan betapa Islam memperhatikan hak-hak individu dalam penerapan hukumnya.
✨ Nasihat dan Harapan ✨
Saudara-saudaraku sekalian, dari kisah ini kita belajar bahwa Allah Maha Pengampun dan selalu membuka pintu taubat bagi siapa saja yang kembali kepada-Nya dengan keikhlasan. Jangan pernah berputus asa dari rahmat-Nya, sebagaimana firman-Nya:
قُلْ يٰعِبَادِيَ
الَّذِيْنَ اَسْرَفُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوْا مِنْ رَّحْمَةِ
اللّٰهِۗ اِنَّ اللّٰهَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ جَمِيْعًاۗ اِنَّهٗ هُوَ الْغَفُوْرُ
الرَّحِيْمُ ٥٣
“Katakanlah: Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sungguh, Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53)
Marilah kita jadikan pelajaran dari kajian ini sebagai bahan renungan dalam kehidupan kita:
🔹 Jika kita pernah melakukan kesalahan, jangan ragu untuk bertaubat dengan tulus.
🔹 Jika kita melihat orang lain berbuat dosa, jangan mudah menghakimi, tetapi bimbinglah dengan kelembutan.
🔹 Jika kita ingin menegakkan kebenaran, lakukanlah dengan ilmu, kebijaksanaan, dan kasih sayang sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ.
Semoga kajian ini menambah ilmu, keimanan, dan ketakwaan kita. Semoga kita semua senantiasa berada dalam lindungan dan rahmat Allah ﷻ, serta dimudahkan dalam setiap urusan dunia dan akhirat.
Kita tutup dengan membaca doa kafaratul majelis:
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا
أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.