Khutbah: Kode Etik Berbusana
إنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الذي بلغ الرسالة، وأدى الأمانة، ونصح للأمة،
Kaum Muslim yang dirahmati Allah,
Tidaklah Allah menetapkan hukum kecuali di dalamnya ada
kebaikan yang banyak bagi manusia, Karena
syariat diturunkan untuk menjaga kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat, demi
terwujudnya keharmonisan
dalam hidup bermuamalah dan
bukti kasih sayang Allah kepada makhluk.
Di QS An-Nisa 28, Allah berfirman
يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن
يُخَفِّفَ عَنكُمْ ۚ وَخُلِقَ ٱلْإِنسَٰنُ ضَعِيفًا
Allah hendak
memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.
Ayat ini
menegaskan bahwa Allah memberi keringanan dalam syariatnya, karena manusia
tercipta sebagai makhluk yang ‘dhoif’, Syaik As-Sa’di menafsirkan:
وَذَٰلِكَ لِرَحْمَتِهِ ٱلتَّامَّةِ وَإِحْسَانِهِ ٱلشَّامِلِ، وَعِلْمِهِ وَحِكْمَتِهِ بِضَعْفِ ٱلْإِنسَانِ مِنْ جَمِيعِ ٱلْوُجُوهِ،
Dan hal itu karena rahmat-Nya yang sempurna, kebaikan-Nya yang menyeluruh, serta ilmu dan hikmah-Nya terhadap kelemahan manusia dari seluruh sisi:
ضَعْفِ ٱلْبُنْيَةِ، وَضَعْفِ ٱلْإِرَادَةِ، وَضَعْفِ ٱلْعَزِيمَةِ، وَضَعْفِ ٱلْإِيمَانِ، وَضَعْفِ ٱلصَّبْرِ،
lemahnya fisik, lemahnya kehendak, lemahnya tekad, lemahnya iman, dan lemahnya kesabaran
فَنَاسَبَ ذَٰلِكَ أَنْ
يُخَفِّفَ ٱللَّهُ عَنْهُ، مَا يُضْعِفُ عَنْهُ وَمَا لَا يُطِيقُهُ إِيمَانُهُ
وَصَبْرُهُ وَقُوَّتُهُ.
maka layaklah bahwa Allah meringankan darinya hal-hal yang melemahkan manusia dan yang tidak mampu ditanggung oleh iman, kesabaran, dan kekuatannya.
Kaum Muslimin Yang Dirahmati Allah
Salah wujud kasih
sayang Allah kepada manusia,
adalah Allah mensyariatkan berpakaian sebagai bentuk takwa kepada Allah
(QS Al-‘Araf : 26):
يَا بَنِي آدَمَ
قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ
التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ
يَذَّكَّرُونَ
Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah
menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah
sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.
Tafsir As-Sa’di
tentang ayat pakaian takwa yaitu:
وَلِبَاسُ ٱلتَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۗ( مِنَ ٱللِّبَاسِ ٱلْحِسِّيِّ
Dan pakaian takwa itulah yang lebih baik
(daripada pakaian yang bersifat fisik/lahiriah).
فَإِنَّ لِبَاسَ ٱلتَّقْوَىٰ يَسْتَمِرُّ مَعَ ٱلْعَبْدِ،
وَلَا يَبْلَىٰ وَلَا يَبِيدُ، وَهُوَ جَمَالُ ٱلْقَلْبِ وَٱلرُّوحِ.
Karena
sesungguhnya pakaian takwa akan senantiasa menyertai seorang hamba, tidak akan
usang dan tidak akan binasa, dan ia adalah keindahan hati dan jiwa.
فَإِنَّ لِبَاسَ ٱلتَّقْوَىٰ يَسْتَمِرُّ مَعَ ٱلْعَبْدِ،
وَلَا يَبْلَىٰ وَلَا يَبِيدُ، وَهُوَ جَمَالُ ٱلْقَلْبِ وَٱلرُّوحِ.
Adapun pakaian
lahiriah, maka tujuannya hanyalah menutupi aurat yang
tampak dalam waktu-waktu tertentu, atau menjadi perhiasan (keindahan)
bagi manusia. Dan tidak ada manfaat lain darinya selain
itu.
Kaum Muslimin Yang Dirahmati Allah
Betapa pentingnya berpakaian ini, sehingga karakter atau
sifat seseorang dapat diketahui dari cara berpakaian:
1.Kualitas
iman dan takwa seorang muslim.
Iman dan takwa menjadi pendorong
seseorang berpakaian menutup aurat atau tidak.
وَأَيْضًا،
فَبِتَقْدِيرِ عَدَمِ هَذَا ٱللِّبَاسِ، تَنْكَشِفُ عَوْرَتُهُ ٱلظَّاهِرَةُ ٱلَّتِي لَا يَضُرُّهُ كَشْفُهَا مَعَ ٱلضَّرُورَةِ،
وَأَمَّا بِتَقْدِيرِ عَدَمِ لِبَاسِ ٱلتَّقْوَىٰ،
فَإِنَّهَا تَنْكَشِفُ عَوْرَتُهُ ٱلْبَاطِنَةُ، وَيَنَالُ ٱلْخِزْيَ وَٱلْفَضِيحَةَ.
Dan juga, ketika pakaian (lahiriah) ini
tidak ada, maka aurat
lahiriahnya akan terbuka, yang sebenarnya tidak membahayakan jika terbuka dalam
keadaan darurat. Namun, jika yang tidak ada adalah
pakaian takwa, maka aurat batiniahnya akan terbuka, dan ia akan terkena
kehinaan dan aib yang besar.
Dapat dikatakan, jika tidak ada pakaian takwa (tidak ada iman, tidak ada
amal saleh, tidak menjaga kehormatan batin), maka yang terbuka adalah aib batin
seperti kemunafikan, kekufuran, maksiat, dan kebusukan jiwa.
Maka,
Semakin tipis iman maka semakin
mengabaikan rambu-rambu agama.
Demikian sebaliknya, semakin tinggi iman seseorang, maka seberat apapun
cobaan untuk ‘iltizam’ atau konsisten dengan berpakaian syar’i, - tentu akan
dilakukannya, misalnya remaja putri yang tetap mengenakan jilbab meskipun
lingkungan tak mendukung.
2.Kualitas
ilmu seorang muslim. Artinya, ilmu lah yang mendorong seseorang untuk
berbuat ini dan meninggalkan perbuatan itu. Dalam berpakaian, ilmu lah yang
menjadi faktor utama seseorang berpakaian dengan batasan-batasan aurat yang
harus ditutupnya sesuai kaidah-kaidah berpakaian. Allah berfirman
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا
يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُو۟لُوا ٱلْأَلْبَٰبِ
Artinya: Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui
dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya yang dapat mengambil
pelajaran hanyalah orang-orang yang berakal.”
(QS. Az-Zumar: 9)
📌 Ayat ini menegaskan
bahwa orang yang berilmu dengan ilmunya ia mampu membedakan mana yang benar dan
salah, termasuk dalam tata cara berpakaian sesuai tuntunan syariat.
3.Pakaian
adalah identitas. Dalam kehidupan sehari-hari, kita menyaksikan bahwa
pakaian bukan sekadar penutup tubuh, tetapi juga merupakan simbol identitas.
Dari warna, bentuk, hingga cara berpakaian, kita dapat mengenali dari mana
seseorang berasal. Murid sekolah mengenakan seragam khusus, pegawai mengenakan
pakaian dinas sesuai instansi, bahkan mahasiswa memiliki jas almamater dengan
warna tertentu. Semua ini menunjukkan bahwa pakaian mencerminkan siapa kita, di
mana posisi kita, dan nilai apa yang kita bawa.
Dalam Islam, identitas seorang Muslim juga
tampak dari cara berpakaian yang tunduk kepada syariat. Rasulullah ﷺ telah menetapkan bahwa aurat laki-laki adalah antara pusar dan
lutut, dan karenanya paha termasuk aurat yang wajib ditutup. Maka, ketika
seorang Muslim berpakaian dengan memperlihatkan pahanya di hadapan umum,
seakan-akan ia melepaskan identitas kemuslimannya. Ia menjadi sulit dibedakan
apakah ia Muslim atau bukan, karena pakaiannya tidak mencerminkan identitas agama yang ia imani.
Nabi ﷺ bersabda: "مَنْ
تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ"
"Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia
termasuk dari mereka." (HR. Abu Dawud)
Demikian juga dengan wanita
muslimah.
Jika wanita dewasa berpakaian dengan tidak
berhijab, orang asing tidak
bisa membedakan apakah muslimah atau tidak.
Bukankah
salah satu hikmah wanita berhijab itu sebagai identitas agar dikenal sebagai muslimah? Allah berfirman dalam QS Al-Ahzab 59:
يَا أَيُّهَا
النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ
عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا
يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
59. Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Jika seorang Muslim lebih nyaman menyerupai
budaya yang tak mengenal batasan aurat, lantas di mana letak bangganya terhadap
Islam yang ia anut? Tidakkah seharusnya seorang Muslim menampakkan izzah
(kehormatan) agamanya melalui pakaian yang sopan dan sesuai syariat?
4. Menjaga pandangan dari teman bergaul kita dan orang-orang
yang melintas dari pandangan buruk (QS An-Nur 30-31)
قُلْ
لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ
أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang
beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara
kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
Menutup dan tidak menutup aurat memiliki konsekuensi dosa dan pahala.
Dosa jika berpakaian yang tidak menutup aurat
minimal,
dan berpahala
bila diniatkan menggapai ridha Allah dan tidak syuhroh (tampil beda).
Dalam
berpakaian, Islam melarang kita untuk taqsir (kurang) dan tabzir (berlebihan),
namun hendaknya di antara keduanya.
Taqsir
dalam berpakaian yaitu tidak menutupi aurat minimal meskipun kain yang menutupi bagian tubuh
lainnya mahal.
Menutup khutbah ini, khatib mengajak kita untuk berpakaian sesuai dengan kode etik dan
kaidah-kaidah berpakaian.
Niatkanlah dalam berpakaian, untuk taat kepada
Allah, maka dalam berpakaian menutup aurat pun ada pahala ketaatan
Dan bukti menampakkan nikmat
Allah sebagaimana perintah Nabi ﷺ dalam hadits dari
Ibnu Mas’ud RA :
دَخَلَ
رَجُلٌ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ وَعَلَيْهِ
ثَوْبٌ دُونٌ،
فَقَالَ
لَهُ: أَلَكَ مَالٌ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: مِنْ أَيِّ
الْمَالِ؟
قَالَ: آتَانِيَ اللَّهُ مِنْ كُلِّ أَنْوَاعِ الْمَالِ. قَالَ:
فَإِذَا آتَاكَ اللَّهُ مَالًا، فَلْيُرَ أَثَرُ
نِعْمَةِ اللَّهِ وَكَرَامَتِهِ عَلَيْكَ.
"Seorang laki-laki datang menemui Nabi ﷺ dalam keadaan mengenakan pakaian
yang lusuh. Maka beliau
bertanya, ‘Apakah engkau memiliki harta?’ Ia
menjawab, ‘Ya.’ Beliau bertanya lagi,
‘Dari jenis harta apa?’ Ia menjawab, ‘Allah telah memberiku dari segala macam harta.’
Maka Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Jika
Allah telah memberimu harta, maka tampakkanlah bekas nikmat Allah dan
karunia-Nya padamu.’”
أقول قولي هذا و استغفر الله لي و لكم و لجميع المسلمين و المسلمات
فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم
---------------------------------------------------------------
Khutbah kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى
تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:
Ma’āsyiral Muslimīn Rahīmakumullāh...
Kita hidup di zaman yang penuh ujian dan godaan, di mana
batas-batas aurat makin kabur, dan syariat kerap dikompromikan demi alasan
"tren" dan "gaya hidup".
Namun, ingatlah wahai hamba Allah... Islam bukan agama yang
mengekang, tapi agama yang menyelamatkan.
Syariat bukan penghalang ekspresi, melainkan benteng
kehormatan.
Saudaraku, berpakaian sesuai syariat bukan berarti harus
ketinggalan zaman.
Kita bisa tetap rapi, elegan, dan modern, sekaligus tetap
menutup aurat.
Kita bisa menyesuaikan model dan warna dengan perkembangan
masa, namun batas aurat tetaplah batas, kehormatan tetaplah kehormatan.
Jangan sampai karena ingin terlihat keren di hadapan
manusia, kita menjadi hina di hadapan Allah.
Jangan malu tampil sebagai Muslim yang taat.
Jadikan pakaian sebagai syiar. Biarkan orang tahu bahwa kita
bangga dengan Islam—agama yang mengajarkan malu sebagai cabang dari iman, dan
aurat sebagai kehormatan yang harus dijaga, bukan dipamerkan.
Wahai kaum laki-laki... jangan ringankan tangan menarik
celana di atas lutut hanya karena ingin bebas bergerak.
Wahai para wanita... jangan ringankan hati membuka hijab
hanya karena ingin dianggap modern.
Ingatlah sabda Nabi ﷺ:
إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلَامِ النُّبُوَّةِ الأُولَى:
إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ"
"Sesungguhnya
termasuk ajaran para Nabi terdahulu adalah: Jika engkau tidak punya rasa malu,
maka lakukanlah sesukamu." (HR. Bukhari)
Saudaraku... berpakaianlah karena Allah, bukan karena
manusia. Karena manusia akan cepat lupa, tapi amal akan dibawa sampai ke liang
lahat.
Maka niatkanlah
setiap kali kita memakai pakaian: "Ya Allah, aku berpakaian untuk
menutup auratku, menjalankan syariat-Mu, dan memuliakan agamaku."
Niat kecil itu, insyaAllah, menjadi pahala besar di sisi-Nya.
Semoga Allah memberikan kepada kita rasa malu yang
melahirkan kehormatan.
Semoga Allah menjadikan pakaian kita, baik lahir maupun
batin, sebagai pakaian takwa yang tak usang dan tak lapuk oleh waktu.
Semoga Allah menanamkan dalam hati kita rasa malu yang
melahirkan kehormatan. Semoga Allah menjadikan pakaian lahir dan batin kita
sebagai pakaian takwa yang kekal hingga akhir hayat.
اللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِينَةِ الْإِيمَانِ، وَاجْعَلْ لِبَاسَنَا
لِبَاسَ التَّقْوَى، وَاسْتُرْ عَوْرَاتِنَا، وَآمِنْ رَوْعَاتِنَا، وَارْزُقْنَا
الْحَيَاءَ وَالْوَقَارَ وَالسَّتْرَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاجْعَلْنَا
مِمَّنْ يُحِبُّ مَا تُحِبُّ وَيَسْتَحْيِي مِنْكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَّنْ يَلْبَسُ لِبَاسَ التَّقْوَىٰ فِي
الظَّاهِرِ وَالْبَاطِنِ، وَارْزُقْنَا هُدَاكَ وَاسْتِقَامَتَكَ حَتَّى نَلْقَاكَ
وَأَنْتَ رَاضٍ عَنَّا.
Marilah menutup Khutbah ini dengan memanjatkan doa:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ
وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ
اَللَّهُمَّ وَارْزُقْنَا
وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ، اَللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلَالِكَ عَنْ
حَرَامِكَ وَ أَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ،
اَللَّهُمَّ لَا تَدَعْ لَنَا ذَنْباً إِلَّا غَفَرْتَهُ، وَلَا
هَمّاً إِلَّا فَرَجْتَهُ، وَلَا دَيْناً إِلَّا قَضَيْتَهُ، اَللَّهُمَّ وَلَا
تَجْعَلْ فِيْنَا ضَالاً إِلَّا هَدَيْتَهُ.
اللهم أعز الإسلام و المسلمين و اهلك الكفرة و المشركين
.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عباد الله .... إن الله يأمركم بالعدل و الإحسان
...