Khutbah: Kode Etik Berbusana


KHUTBAH PERTAMA


إنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الذي بلغ الرسالة، وأدى الأمانة، ونصح للأمة،

Kita hidup di era di mana standar berpakaian semakin kabur.

Batas aurat yang dahulu jelas diatur oleh syariat, kini sering dikompromikan demi alasan “tren”, “kebebasan berekspresi”, atau “kenyamanan pribadi”.

Di jalan, di tempat kerja, bahkan di ruang-ruang ibadah, kita dapati fenomena pakaian yang semakin jauh dari nilai-nilai malu (al-ḥayā’) yang diajarkan Islam.

Bagi sebagian orang, pakaian hanya dianggap soal selera dan mode, padahal dalam pandangan Islam, berpakaian adalah ibadah—bagian dari syi’ar yang mencerminkan iman, ilmu, identitas, dan kehormatan diri.

Di sisi lain, derasnya arus budaya luar membuat sebagian umat Muslim, terutama generasi muda, merasa lebih bangga meniru gaya berpakaian yang tidak mengenal batasan aurat, sehingga identitas kemuslimannya memudar di mata masyarakat.

Karena itu,

khutbah ini penting kita dengarkan bersama.

Bukan untuk menghakimi penampilan siapa pun, tetapi untuk mengingatkan bahwa berpakaian sesuai tuntunan syariat adalah bentuk ketaatan, bukti rasa syukur atas nikmat Allah, serta perisai yang menjaga kemuliaan diri kita di hadapan manusia dan—yang terpenting—di hadapan Allah .

Tema ini menjadi sangat relevan agar kita kembali memandang pakaian bukan sekadar kain yang melekat di tubuh, tetapi sebagai libāsut-taqwā—pakaian takwa—yang akan menyertai kita hingga akhir hayat.

Maka pada kesempatan khutbah Jumat yang mulia ini, marilah kita duduk dengan hati yang lapang dan telinga yang siap mendengar, karena apa yang akan kita bahas bukan sekadar aturan berpakaian, melainkan pesan dari Allah dan Rasul-Nya tentang bagaimana seorang Muslim seharusnya menutup aurat, menjaga kehormatan, dan menampakkan izzah agamanya melalui pakaian yang ia kenakan.

Khutbah ini saya beri tema:

Etika Berbusana dalam Islam: Menutup Aurat, Menjaga Kehormatan”.

Semoga Allah menjadikan khutbah ini sebagai pengingat bagi diri saya pribadi dan bagi jamaah sekalian, agar kita tidak hanya menjaga pakaian lahiriah, tetapi juga pakaian batiniah—yakni pakaian takwa yang akan abadi hingga akhirat.

Oleh karena itu, marilah kita mulai khutbah ini dengan memuji Allah yang telah memberikan kita petunjuk, taufik, dan nikmat iman; memohon pertolongan dan ampunan-Nya; serta bershalawat kepada Nabi Muhammad yang telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, dan menasihati umatnya.


Kaum Muslim yang dirahmati Allah,

Tidaklah Allah menetapkan hukum kecuali di dalamnya ada kebaikan yang banyak bagi manusia, karena syariat diturunkan untuk menjaga kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat, demi terwujudnya keharmonisan 
dalam hidup bermuamalah dan bukti kasih sayang Allah kepada makhluk.

Di QS An-Nisa 28, Allah berfirman

يُرِيدُ ٱللَّهُ أَن يُخَفِّفَ عَنكُمْ ۚ وَخُلِقَ ٱلْإِنسَٰنُ ضَعِيفًا

Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.

Ayat ini menegaskan bahwa Allah memberi keringanan dalam syariatnya, karena manusia tercipta sebagai makhluk yang ‘dhoif’, Syaik As-Sa’di menafsirkan:

وَذَٰلِكَ لِرَحْمَتِهِ ٱلتَّامَّةِ وَإِحْسَانِهِ ٱلشَّامِلِ، وَعِلْمِهِ وَحِكْمَتِهِ بِضَعْفِ ٱلْإِنسَانِ مِنْ جَمِيعِ ٱلْوُجُوهِ،

Dan hal itu karena rahmat-Nya yang sempurna, kebaikan-Nya yang menyeluruh, serta ilmu dan hikmah-Nya terhadap kelemahan manusia dari seluruh sisi:

ضَعْفِ ٱلْبُنْيَةِ، وَضَعْفِ ٱلْإِرَادَةِ، وَضَعْفِ ٱلْعَزِيمَةِ، وَضَعْفِ ٱلْإِيمَانِ، وَضَعْفِ ٱلصَّبْرِ،

kelemahan manusia itu meliputi:

·      Lemah fisiknya,

·      Lemah kehendaknya,

·      Lemah tekadnya,

·      Lemah imannya, dan

·      Lemah kesabarannya.

فَنَاسَبَ ذَٰلِكَ أَنْ يُخَفِّفَ ٱللَّهُ عَنْهُ، مَا يُضْعِفُ عَنْهُ وَمَا لَا يُطِيقُهُ إِيمَانُهُ وَصَبْرُهُ وَقُوَّتُهُ.

maka layaklah bahwa Allah meringankan darinya hal-hal yang melemahkan manusia dan yang tidak mampu ditanggung oleh iman, kesabaran, dan kekuatannya.

Pakaian adalah wujud Kasih Sayang Allah

Kaum Muslimin Yang Dirahmati Allah

Salah wujud kasih sayang Allah kepada manusia, adalah Allah mensyariatkan berpakaian sebagai bentuk takwa kepada Allah (QS Al-‘Araf : 26):

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.

Tafsir As-Sa’di tentang ayat pakaian takwa yaitu:

وَلِبَاسُ ٱلتَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۗمِنَ ٱللِّبَاسِ ٱلْحِسِّيِّ(

Dan pakaian takwa itulah yang lebih baik (daripada pakaian yang bersifat fisik/lahiriah).

فَإِنَّ لِبَاسَ ٱلتَّقْوَىٰ يَسْتَمِرُّ مَعَ ٱلْعَبْدِ، وَلَا يَبْلَىٰ وَلَا يَبِيدُ،
وَهُوَ جَمَالُ ٱلْقَلْبِ وَٱلرُّوحِ.

Karena sesungguhnya pakaian takwa akan senantiasa menyertai seorang hamba, tidak akan usang dan tidak akan binasa, dan ia adalah keindahan hati dan jiwa.

وَأَمَّا ٱللِّبَاسُ ٱلظَّاهِرِيُّ، فَغَايَتُهُ أَنْ يَسْتُرَ ٱلْعَوْرَةَ ٱلظَّاهِرَةَ فِي وَقْتٍ مِّنَ ٱلْأَوْقَاتِ. أَوْ يَكُونَ جَمَالًا لِلْإِنسَانِ، وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَٰلِكَ مِنْهُ نَفْعٌ.

Adapun pakaian lahiriah, maka tujuannya hanyalah menutupi aurat yang tampak dalam waktu-waktu tertentu, atau menjadi perhiasan (keindahan) bagi manusia. Dan tidak ada manfaat lain darinya selain itu.

 Kaum Muslimin Yang Dirahmati Allah

Betapa pentingnya berpakaian ini, sehingga karakter atau sifat seseorang dapat diketahui dari cara berpakaian:


Pertama yaitu:

1.Kualitas iman dan takwa seorang muslim.

Iman dan takwa menjadi pendorong seseorang berpakaian menutup aurat atau tidak.

وَأَيْضًا، فَبِتَقْدِيرِ عَدَمِ هَذَا ٱللِّبَاسِ، تَنْكَشِفُ عَوْرَتُهُ ٱلظَّاهِرَةُ ٱلَّتِي لَا يَضُرُّهُ كَشْفُهَا مَعَ ٱلضَّرُورَةِ، وَأَمَّا بِتَقْدِيرِ عَدَمِ لِبَاسِ ٱلتَّقْوَىٰ، فَإِنَّهَا تَنْكَشِفُ عَوْرَتُهُ ٱلْبَاطِنَةُ، وَيَنَالُ ٱلْخِزْيَ وَٱلْفَضِيحَةَ.

Dan juga, ketika pakaian (lahiriah) ini tidak ada, maka aurat lahiriahnya akan terbuka, yang sebenarnya tidak membahayakan jika terbuka dalam keadaan darurat. Namun, jika yang tidak ada adalah pakaian takwa, maka aurat batiniahnya akan terbuka, dan ia akan terkena kehinaan dan aib yang besar.

Dapat dikatakan, jika tidak ada pakaian takwa (tidak ada iman, tidak ada amal saleh, tidak menjaga kehormatan batin), maka yang terbuka adalah aib batin seperti kemunafikan, kekufuran, maksiat, dan kebusukan jiwa.

Maka,

Semakin tipis iman maka semakin mengabaikan rambu-rambu agama.

Demikian sebaliknya, semakin tinggi iman seseorang, maka seberat apapun cobaan untuk ‘iltizam’ atau konsisten dengan berpakaian syar’i, - tentu akan dilakukannya, misalnya remaja putri yang tetap mengenakan jilbab meskipun lingkungan tak mendukung.


arakter atau sifat Ke-2 yaitu:

2.Kualitas ilmu seorang muslim.

Artinya, ilmu lah yang mendorong seseorang untuk berbuat ini dan meninggalkan perbuatan itu.

Dalam berpakaian, ilmu lah yang menjadi faktor utama seseorang berpakaian dengan batasan-batasan aurat yang harus ditutupnya sesuai kaidah-kaidah berpakaian. 

Allah berfirman:

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُو۟لُوا ٱلْأَلْبَٰبِ

Artinya: Katakanlah, “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya yang dapat mengambil pelajaran hanyalah orang-orang yang berakal.”
(QS. Az-Zumar: 9)

📌 Ayat ini menegaskan bahwa orang yang berilmu dengan ilmunya ia mampu membedakan mana yang benar dan salah, termasuk dalam tata cara berpakaian sesuai tuntunan syariat.


arakter atau sifat Ke-3 yaitu:

3.Pakaian adalah identitas.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita menyaksikan bahwa pakaian bukan sekadar penutup tubuh, tetapi juga merupakan simbol identitas.

Dari warna, bentuk, hingga cara berpakaian, kita dapat mengenali dari mana seseorang berasal.

Murid sekolah mengenakan seragam khusus, pegawai mengenakan pakaian dinas sesuai instansi, bahkan mahasiswa memiliki jas almamater dengan warna tertentu.

Semua ini menunjukkan bahwa pakaian mencerminkan siapa kita, di mana posisi kita, dan nilai apa yang kita bawa.

Dalam Islam, identitas seorang Muslim juga tampak dari cara berpakaian yang tunduk kepada syariat.

Rasulullah telah menetapkan bahwa aurat laki-laki adalah antara pusar dan lutut, dan karenanya paha termasuk aurat yang wajib ditutup.

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

فَإِنَّ مَا تَحْتَ السُّرَّةِ إِلَى رُكْبَتِهِ مِنَ الْعَوْرَةِ

Karena di antara pusar sampai lutut adalah aurat.”

Atau dalam hadits Jarhad Asl-Aslami ketika menyingkapkan pahanya:

أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ الْفَخِذَ عَوْرَةٌ

"Tidaklah kau tahu, sesungguhnya paha adalah termasuk aurat"

Maka, ketika seorang Muslim berpakaian dengan memperlihatkan pahanya di hadapan umum, seakan-akan ia melepaskan identitas kemuslimannya.

Ia menjadi sulit dibedakan apakah ia Muslim atau bukan, karena pakaiannya tidak mencerminkan identitas agama yang ia imani.

Nabi bersabda:

"مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ"
"Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk dari mereka." (HR. Abu Dawud)

Demikian juga dengan wanita muslimah.

Jika wanita dewasa berpakaian dengan tidak berhijab, orang asing tidak bisa membedakan apakah muslimah atau tidak.

Bukankah salah satu hikmah wanita berhijab itu sebagai identitas agar dikenal sebagai muslimah?

Allah berfirman dalam QS Al-Ahzab 59:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

59. Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Jika seorang Muslim lebih nyaman menyerupai budaya yang tak mengenal batasan aurat, lantas di mana letak bangganya terhadap Islam yang ia anut?

Tidakkah seharusnya seorang Muslim menampakkan izzah (kehormatan) agamanya melalui pakaian yang sopan dan sesuai syariat?


arakter atau sifat Ke-4 yaitu:

4.   dan orang-orang yang melintas dari pandangan buruk (QS An-Nur 30-31)

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

Menutup dan tidak menutup aurat memiliki konsekuensi dosa dan pahala.

Dosa jika berpakaian yang tidak menutup aurat minimal,

dan berpahala bila diniatkan menggapai ridha Allah dan tidak syuhroh (tampil beda).

Dalam berpakaian, Islam melarang kita untuk taqsir (kurang) dan tabzir (berlebihan), namun hendaknya di  antara keduanya.

Taqsir dalam berpakaian yaitu tidak menutupi aurat minimal meskipun kain yang menutupi bagian tubuh lainnya mahal.


Penutup Khutbah Pertama


 

Kaum Muslimin yang dirahmati Allah,

Menutup aurat bukan sekadar aturan, tapi ibadah. Ia bisa menjadi dosa bila diabaikan, dan menjadi pahala bila diniatkan karena Allah.

Nabi mengajarkan agar kita menampakkan nikmat Allah dalam batas yang dibenarkan syariat.

Dalam hadits Ibnu Mas’ud radhiyallāhu ‘anhu, Nabi bertemu dengan seorang sahabat yang berpakaian lusuh ..

دَخَلَ رَجُلٌ عَلَى النَّبِيِّ ﷺ وَعَلَيْهِ ثَوْبٌ دُونٌ،

"Seorang laki-laki datang menemui Nabi  dalam keadaan mengenakan pakaian yang lusuh. Maka nabi bertanya:

فَقَالَ لَهُ: أَلَكَ مَالٌ؟  قَالَ: نَعَمْ.

Maka Nabi   bertanya, ‘Apakah engkau memiliki harta? Ia menjawab, ‘Ya.’

Nabi bertanya lagi:

قَالَ: مِنْ أَيِّ الْمَالِ؟

Nabi   bertanya lagi, ‘Dari jenis harta apa?

قَالَ: آتَانِيَ اللَّهُ مِنْ كُلِّ أَنْوَاعِ الْمَالِ.

Orang itu menjawab, ‘Allah telah memberiku dari segala macam harta.

Maka Nabi  bersabda : قَالَ:

فَإِذَا آتَاكَ اللَّهُ مَالًا،
 فَلْيُرَ أَثَرُ نِعْمَةِ اللَّهِ وَكَرَامَتِهِ عَلَيْكَ.

 ‘Jika Allah telah memberimu harta, maka tampakkanlah bekas nikmat Allah dan karunia-Nya padamu.’”

أقول قولي هذا و استغفر الله لي و لكم و لجميع المسلمين و المسلمات فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم



KHUTBAH KEDUA


 

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ:

Ma’āsyiral Muslimin Rahimakumullah...

Kita hidup di zaman yang penuh ujian dan godaan, di mana batas-batas aurat makin kabur, dan syariat kerap dikompromikan demi alasan "tren" dan "gaya hidup".

Namun, ingatlah wahai hamba Allah... Islam bukan agama yang mengekang, tapi agama yang menyelamatkan.

Syariat bukan penghalang ekspresi, melainkan benteng kehormatan.

Saudaraku, berpakaian sesuai syariat bukan berarti harus ketinggalan zaman.

Kita bisa tetap rapi, elegan, dan modern, sekaligus tetap menutup aurat.

Kita bisa menyesuaikan model dan warna dengan perkembangan masa, namun batas aurat tetaplah batas, kehormatan tetaplah kehormatan.

Jangan sampai karena ingin terlihat keren di hadapan manusia, kita menjadi hina di hadapan Allah.

Jangan malu tampil sebagai Muslim yang taat.

Jadikan pakaian sebagai syiar. Biarkan orang tahu bahwa kita bangga dengan Islam—agama yang mengajarkan malu sebagai cabang dari iman, dan aurat sebagai kehormatan yang harus dijaga, bukan dipamerkan.

Wahai kaum laki-laki... jangan meremehkan menutup paha dan menurunkan pakaian hingga menutupi aurat hanya karena alasan kenyamanan.

Sampaikan kepada kaum wanita kita ... jangan mudah melepas hijab hanya demi dianggap modern atau percaya diri di hadapan manusia.

Ingatlah sabda Nabi :

إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلَامِ النُّبُوَّةِ الأُولَى: إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ"

"Sesungguhnya termasuk ajaran para Nabi terdahulu adalah: Jika engkau tidak punya rasa malu, maka lakukanlah sesukamu." (HR. Bukhari)

Karena itu, berpakaianlah karena Allah, bukan karena manusia. Niat kecil itu—“Ya Allah, aku berpakaian untuk menutup auratku, menjalankan syariat-Mu, dan memuliakan agamaku”—akan menjadi pahala besar di sisi-Nya.

اللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِينَةِ الْإِيمَانِ،

 وَاجْعَلْ لِبَاسَنَا لِبَاسَ التَّقْوَى،

 وَاسْتُرْ عَوْرَاتِنَا، وَآمِنْ رَوْعَاتِنَا،

 وَارْزُقْنَا الْحَيَاءَ وَالْوَقَارَ وَالسَّتْرَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ،

 وَاجْعَلْنَا مِمَّنْ يُحِبُّ مَا تُحِبُّ وَيَسْتَحْيِي مِنْكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ.

اَللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِمَّنْ يَلْبَسُ لِبَاسَ التَّقْوَىٰ فِي الظَّاهِرِ وَالْبَاطِنِ، وَارْزُقْنَا هُدَاكَ وَاسْتِقَامَتَكَ حَتَّى نَلْقَاكَ وَأَنْتَ رَاضٍ عَنَّا.

Marilah menutup Khutbah ini dengan memanjatkan doa:

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ

اَللَّهُمَّ وَارْزُقْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ،  اَللَّهُمَّ اكْفِنَا بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَ أَغْنِنَا بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ،

اَللَّهُمَّ لَا تَدَعْ لَنَا ذَنْباً إِلَّا غَفَرْتَهُ، وَلَا هَمّاً إِلَّا فَرَجْتَهُ، وَلَا دَيْناً إِلَّا قَضَيْتَهُ، اَللَّهُمَّ وَلَا تَجْعَلْ فِيْنَا ضَالاً إِلَّا هَدَيْتَهُ.

اللهم أعز الإسلام و المسلمين و اهلك الكفرة و المشركين

.رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ



 

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci