Hadits: Hak Syuf'ah Bagi Mitra Untuk Membeli dan Memiliki Dengan Paksa
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ،
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ
وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ:
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah menetapkan aturan-aturan yang sempurna dalam syariat-Nya, untuk menjaga hak, keadilan, dan harmoni di tengah-tengah manusia. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang telah menjadi penerang jalan menuju kehidupan yang penuh dengan keberkahan.
Hadirin yang dirahmati Allah,
Pada hari ini, kita akan mempelajari sebuah hadits Nabi ﷺ yang sangat penting namun jarang disadari urgensinya oleh kebanyakan kaum muslimin, yaitu hadits tentang syuf‘ah. Di masyarakat kita, permasalahan kepemilikan bersama, warisan, dan jual beli tanah seringkali menimbulkan konflik. Betapa sering kita mendengar kisah kakak beradik yang berselisih karena tanah warisan dijual secara sepihak, atau tetangga yang marah karena tanah yang menempel dengan tanahnya dijual kepada orang asing tanpa sepengetahuannya. Konflik seperti ini bukan hanya merusak hubungan kekeluargaan dan bertetangga, tapi juga bisa berujung pada perkara hukum dan permusuhan jangka panjang.
Padahal Islam telah mengantisipasi potensi masalah ini sejak awal dengan menetapkan hak syuf‘ah—sebuah sistem perlindungan bagi pemilik bersama atau tetangga agar tidak dirugikan oleh transaksi sepihak yang bisa berdampak buruk. Hadits yang akan kita kaji hari ini menjelaskan dengan rinci kapan hak syuf‘ah itu berlaku dan kapan tidak, agar kita tidak sembarangan dalam menjual atau membeli harta yang ada kaitannya dengan orang lain.
Maka dari itu, penting bagi kita semua untuk memahami hadits ini secara mendalam, karena ia menyentuh realitas yang sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Dengan memahami hadits ini, kita tidak hanya menambah ilmu, tetapi juga menjaga keharmonisan sosial dan meneladani Rasulullah ﷺ dalam bermuamalah yang penuh keadilan dan kasih sayang.
Mari kita buka hati dan pikiran untuk menyimak pelajaran yang sangat berharga ini, semoga Allah ﷻ memberikan kita taufik untuk mengamalkannya dalam kehidupan nyata. Aamiin.
Dalam dua hadits, ....
Hadits 1:
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَضَى رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالشُّفْعَةِ فِيمَا لَمْ يُقْسَمْ، فَإِذَا
وُقِعَتِ الْحُدُودُ فَلَا شُفْعَةَ.
Rasulullah ﷺ menetapkan hak syuf‘ah (hak mengambil
bagian properti yang dijual dari sekutu) dalam hal yang belum dibagi. Namun,
jika batas-batas (tanah atau kepemilikan) telah ditentukan, maka tidak ada hak
syuf‘ah.
HR Ibnu Majah (2497), Al-Bazzar (7687), dan At-Tahawi dalam
Syarh Ma'ani Al-Atsar (5987)
Hadits 2:
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
جَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الشُّفْعَةَ فِي كُلِّ مَالٍ لَمْ يُقْسَمْ،
فَإِذَا وُقِعَتِ الحُدُودُ، وَصُرِّفَتِ الطُّرُقُ، فَلَا شُفْعَةَ.
Rasulullah ﷺ menetapkan hak syuf‘ah pada setiap harta
yang belum dibagi. Namun, apabila batas-batas (kepemilikan) telah ditentukan
dan jalan-jalan (akses) telah diatur, maka tidak ada hak syuf‘ah.
HR Muslim (2638) dan Al-Bukhari (3496).
Arti Per Kalimat
جَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الشُّفْعَةَ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menetapkan adanya syuf’ah
فِي كُلِّ مَالٍ لَمْ يُقْسَمْ
dalam setiap harta yang belum dibagi
Perkataan ini menegaskan batasan berlakunya syuf’ah, yaitu hanya pada harta yang masih dalam kepemilikan bersama dan belum dilakukan pembagian secara resmi.
Hal ini mencakup tanah, bangunan, atau aset lainnya yang dimiliki oleh dua orang atau lebih tanpa adanya pembagian batas atau bagian yang jelas.
Selama belum ada pembagian, maka hak syuf’ah tetap berlaku untuk mencegah penjualan sebagian harta kepada orang luar tanpa sepengetahuan dan izin sekutu lainnya.
Ini juga menunjukkan bahwa Islam memperhatikan aspek keterlibatan semua pihak dalam kepemilikan bersama agar tidak muncul ketidakadilan atau pemaksaan.
فَإِذَا وُقِعَتِ الحُدُودُ
maka apabila batas-batas telah ditetapkan
Perkataan ini menjadi penanda berakhirnya hak syuf’ah.
Penetapan batas-batas ini merujuk pada pembagian yang jelas terhadap bagian masing-masing pemilik dalam suatu harta.
Jika sudah ada batas fisik atau administratif yang memisahkan bagian setiap pemilik, maka harta tersebut tidak lagi dianggap sebagai milik bersama.
Dengan demikian, setiap orang bebas menjual atau mengelola bagiannya tanpa harus meminta izin atau memberi hak syuf’ah kepada yang lain.
وَصُرِّفَتِ الطُّرُقُ
dan jalan-jalan telah ditentukan
فَلَا شُفْعَةَ
maka tidak ada lagi syuf’ah
Syarah Hadits
حَرَصَتِ الشَّرِيعَةُ الإِسْلَامِيَّةُ
Syariat Islam sangat memperhatikan
عَلَى كُلِّ مَا يَحْفَظُ لِلنَّاسِ
مَصَالِحَهُمْ
segala sesuatu yang menjaga kemaslahatan manusia
وَيُدِيمُ وُدَّهُمْ
dan yang mempererat kasih sayang di antara mereka
وَخَاصَّةً فِيمَا يَكُونُ بَيْنَ
الشُّرَكَاءِ
terutama dalam hal yang terjadi di antara para sekutu (mitra)
وَلِذَا جُعِلَتِ الشُّفْعَةُ لِلشَّرِيكِ فِي
نَصِيبِ شَرِيكِهِ إِذَا أَرَادَ بَيْعَهُ
oleh karena itu, syuf‘ah ditetapkan bagi seorang sekutu pada bagian sekutunya
jika sekutunya ingin menjual bagiannya
وَفْقَ ضَوَابِطَ مُحَدَّدَةٍ
sesuai dengan aturan yang telah ditentukan
وَفِي هَذَا الحَدِيثِ يُخْبِرُ جَابِرُ بْنُ
عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
Dalam hadis ini, Jabir bin Abdullah ra. mengabarkan
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَكَمَ بِالشُّفْعَةِ
bahwa Rasulullah ﷺ menetapkan hukum syuf‘ah
فِي كُلِّ مَالٍ بَيْنَ الشُّرَكَاءِ
يَحْتَمِلُ القِسْمَةَ
pada setiap harta milik bersama di antara para sekutu yang masih bisa dibagi
كَالْعَقَارِ وَالأَرْضِ وَنَحْوِهِمَا،
وَلَمْ يُقْسَمْ
seperti properti, tanah, dan sejenisnya yang belum dibagi
وَالشُّفْعَةُ: هِيَ ضَمُّ نَصِيبٍ إِلَى
نَصِيبٍ آخَرَ
Syuf‘ah adalah menyatukan satu bagian dengan bagian lainnya
وَصُورَتُهَا: أَنَّهُ إِذَا بَاعَ أَحَدُ
الشُّرَكَاءِ فِي دَارٍ أَوْ أَرْضٍ نَصِيبَهُ لِغَيْرِ الشُّرَكَاءِ
Bentuknya: jika salah satu sekutu menjual bagiannya dalam rumah atau tanah
kepada orang yang bukan sekutunya
فَلِلشُّرَكَاءِ أَخْذُ هَذَا النَّصِيبِ
بِالثَّمَنِ نَفْسِهِ الَّذِي بَاعَهُ بِهِ
maka para sekutu memiliki hak untuk mengambil bagian tersebut dengan harga yang
sama seperti yang dijual
وَيَكُونُ حَقُّ الشُّفْعَةِ فِي كُلِّ مَالٍ
- أَرْضًا كَانَ أَوْ عَقَارًا - إِذَا لَمْ يُقْسَمْ
Hak syuf‘ah berlaku pada setiap harta, baik berupa tanah maupun properti,
selama belum dibagi
وَتُبَيَّنْ حُدُودُ نَصِيبِ كُلِّ شَرِيكٍ
فِيهِ
dan batas-batas setiap bagian milik sekutu belum ditentukan
فَإِذَا وُضِعَتِ الحُدُودُ وَظَهَرَ نَصِيبُ
كُلِّ فَرْدٍ مِنَ الشُّرَكَاءِ
Namun, jika batas-batas telah ditentukan dan bagian masing-masing sekutu telah
jelas
وَصُرِّفَتِ الطُّرُقُ، أَيْ: مُيِّزَتْ
وَبُيِّنَتِ الطُّرُقُ وَالشَّوَارِعُ لِكُلِّ نَصِيبٍ
dan jalan-jalan telah diatur, yaitu jalan dan akses untuk setiap bagian telah
ditentukan
فَلَا يَكُونُ لِأَيٍّ مِنَ الشُّرَكَاءِ
حَقُّ الشُّفْعَةِ
maka tidak ada lagi hak syuf‘ah bagi siapa pun dari para sekutu
وَيَكُونُ لِأَيِّ شَرِيكٍ مِنْهُمْ بَيْعُ
نَصِيبِهِ لِمَنْ أَرَادَ حَتَّى لِغَيْرِ الشُّرَكَاءِ
dan setiap sekutu bebas menjual bagiannya kepada siapa saja, bahkan kepada
orang di luar sekutu.
مِنْ فَوَائِدِ الحَدِيثِ:
Dari manfaat hadis ini:
هَذَا الحَدِيثُ أَصْلٌ فِي ثُبُوتِ الشُّفْعَةِ، وَهُوَ مُسْتَنَدُ
الإِجْمَاعِ عَلَيْهَا
Hadis ini merupakan dasar dalam penetapan hak syuf‘ah, dan
merupakan pegangan dari ijma' (kesepakatan) tentangnya.
تَكُونُ الشُّفْعَةُ فِي العَقَارِ المُشْتَرَكِ، الَّذِي لَمْ تُـمَيَّزْ
حُدُودُهُ، وَلَمْ تُصَرَّفْ طُرُقُهُ، لِضَرَرِ الشَّرِكَةِ الَّتِي تَلْحَقُ
الشَّرِيكَ الشَّفِيعَ.
Syuf‘ah berlaku pada properti yang dimiliki bersama, yang
batas-batasnya belum ditentukan dan jalannya belum diatur, karena kerugian yang
ditimbulkan oleh kepemilikan bersama yang dapat merugikan sekutu yang meminta
hak syuf‘ah.
بِهَذَا يُعْلَمُ أَنَّهَا لَا تَثْبُتُ لِلْجَارِ، لِقِيَامِ الحُدُودِ
وَتَمْيِيزِهَا.
Dengan ini, diketahui bahwa hak syuf‘ah tidak berlaku untuk
tetangga, karena batas-batas properti sudah ditentukan dan dibedakan.
اسْتَدَلَّ بَعْضُهُمْ بِالحَدِيثِ: عَلَى أَنَّ الشُّفْعَةَ لَا تَكُونُ
إِلَّا فِي العَقَارِ الَّذِي تَمَكَّنَ قِسْمَتُهُ، دُونَ مَا لَا تَمَكَّنَ
قِسْمَتُهُ، أَخْذًا مِنْ قَوْلِهِ: "فِي كُلِّ مَا لَمْ يُقْسَمْ"،
لِأَنَّ الَّذِي لَا يَقْبَلُ القِسْمَةَ، لَا يَحْتَاجُ إِلَى نَفْيِهِ.
Sebagian dari mereka berpendapat berdasarkan hadis ini
bahwa hak syuf‘ah hanya berlaku pada properti yang dapat dibagi, dan tidak
berlaku untuk properti yang tidak dapat dibagi, yang diambil dari perkataan
beliau: "Pada setiap yang belum dibagi," karena apa yang tidak dapat
dibagi tidak perlu dibebaskan.
تَثْبُتُ الشُّفْعَةُ إِزَالَةً لِضَرَرِ الشَّرِيكِ، وَلِذَا اخْتَصَّتْ
بِالعَقَارَاتِ لِطُولِ مُدَّةِ الشَّرِكَةِ فِيهَا، وَأَمَّا غَيْرُ العَقَارِ،
فَضَرَرُهُ يَسِيرٌ، يُمْكِنُ التَّخَلُّصُ مِنْهُ بِوَسَائِلَ كَثِيرَةٍ، مِنَ
المُقَاسَمَةِ الَّتِي لَا تَحْتَاجُ إِلَى كُلْفَةٍ، أَوْ بِالبَيْعِ وَنَحْوِ
ذَلِكَ.
Hak syuf‘ah ditegakkan untuk menghilangkan kerugian dari
sekutu, dan oleh karena itu hak ini dikhususkan untuk properti karena durasi
kepemilikan bersama yang panjang. Sedangkan untuk selain properti, kerugiannya
ringan dan dapat diselesaikan dengan banyak cara, seperti pembagian yang tidak
memerlukan biaya besar, atau dengan penjualan dan sejenisnya.
Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/118118
https://hadeethenc.com/ar/browse/hadith/6081
Pelajaran dari Hadits ini
1. Penetapan Syuf‘ah oleh Rasulullah
Perkataan: جَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الشُّفْعَةَ
Artinya: "Rasulullah ﷺ menetapkan adanya hak syuf‘ah…"
Bagian ini menunjukkan bahwa hak syuf‘ah adalah ketetapan langsung dari Nabi Muhammad ﷺ. Artinya, ini bukan hanya urusan sosial atau budaya lokal, tetapi bagian dari hukum Islam yang bersifat syar‘i. Syuf‘ah adalah hak seorang sekutu atau tetangga terdekat untuk mengambil alih bagian properti yang dijual oleh sekutunya kepada pihak lain sebelum dialihkan ke orang luar. Ketetapan ini menunjukkan perhatian Islam dalam menjaga hubungan baik antar pemilik bersama dan mencegah masuknya pihak asing yang dapat merusak harmoni kepemilikan bersama.
2. Lingkup Harta yang Masih Belum Dibagi
Perkataan: فِي كُلِّ مَالٍ لَمْ يُقْسَمْ
Artinya: "…pada setiap harta yang belum dibagi."
Syuf‘ah hanya berlaku selama harta atau properti masih dalam status milik bersama yang belum dilakukan pembagian secara resmi. Dalam konteks ini, jika dua atau lebih orang memiliki sebidang tanah secara bersama, dan belum dibagi secara eksplisit batas-batasnya, maka bila salah satu menjual bagiannya, yang lain berhak menuntut syuf‘ah. Hal ini memberikan perlindungan terhadap rasa aman dan kepemilikan bersama, sehingga tidak mudah timbul konflik akibat kehadiran pemilik baru yang tidak dikenal atau tidak disepakati.
3. Batas Berlaku Syuf‘ah Ketika Telah Ada Pembagian
Perkataan: فَإِذَا وُقِعَتِ الحُدُودُ
Artinya: "Namun apabila batas-batas telah ditentukan…"
Penetapan batas atau pembagian harta secara fisik menunjukkan bahwa harta tersebut tidak lagi menjadi milik bersama secara mutlak. Syuf‘ah pun tidak berlaku lagi karena setiap orang telah mengetahui batas kepemilikannya dan tidak lagi memiliki ketergantungan langsung terhadap bagian yang lain. Dalam hal ini, syariat menghormati hak pemilik untuk bebas menjual bagiannya tanpa harus mendapat persetujuan atau memberi hak kepada yang lain untuk mengambil alih.
4. Akses Jalan yang Sudah Tertata
Perkataan: وَصُرِّفَتِ الطُّرُقُ
Artinya: "…dan jalan-jalan telah diatur."
Penyusunan dan pengaturan akses jalan antar bagian menunjukkan kesiapan dan kematangan pembagian properti. Jika masing-masing bagian sudah memiliki akses jalan sendiri, maka tidak ada lagi hubungan fungsional yang menuntut kerjasama erat antar pemilik. Oleh sebab itu, syuf‘ah tidak berlaku, karena salah satu alasan utamanya—yaitu perlindungan terhadap kemudahan akses dan hubungan fisik antar properti—sudah tidak relevan.
5. Syuf‘ah Gugur Setelah Ada Pembagian dan Jalan
Perkataan: فَلَا شُفْعَةَ
Artinya: "…maka tidak ada lagi hak syuf‘ah."
Kesimpulan dari hadits ini adalah bahwa hak syuf‘ah hanya berlaku selama masih ada unsur kepemilikan bersama yang belum dibagi secara konkret dan tidak berlaku jika batas-batas serta akses telah ditentukan. Ini mengajarkan bahwa syuf‘ah bukan hak mutlak selamanya, tetapi terikat pada kondisi sosial dan fisik dari kepemilikan itu sendiri. Dalam sistem hukum Islam, keadilan ditegakkan dengan memperhatikan kepentingan bersama dan kepastian hukum.
6. Menjaga Keharmonisan Sosial Melalui Syuf‘ah
Hak syuf‘ah berperan besar dalam menjaga hubungan sosial antara tetangga atau mitra pemilik bersama. Tanpa syuf‘ah, pemilik dapat menjual propertinya kepada orang asing yang mungkin meresahkan lingkungan. Rasulullah ﷺ dengan bijak menetapkan syuf‘ah agar tercipta keteraturan sosial dan terhindar dari konflik yang timbul akibat ketidakcocokan antar pemilik baru dan lama.
قَدْ جَاءَكُمْ مِنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُبِينٌ يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ
(Artinya: "Sungguh telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan." – QS. Al-Mā'idah: 15–16)
7. Pentingnya Dokumentasi dan Legalitas
Dalam konteks hadits ini, terlihat pentingnya dokumentasi seperti pembatasan tanah dan jalan agar hak-hak menjadi jelas. Tanpa pembagian dan pencatatan yang sah, kepemilikan bersama bisa menjadi sumber konflik. Maka Islam mendorong pengaturan legal agar tidak terjadi perselisihan. Ini juga sejalan dengan prinsip fikih: رفعُ النِّزاعِ مُقَدَّمٌ على جَلبِ المَنفَعَةِ (menghindari perselisihan lebih diutamakan daripada memperoleh manfaat tambahan).
8. Hak Tetangga dalam Islam
Hak syuf‘ah ini juga menjadi salah satu bentuk perlindungan terhadap hak tetangga. Islam sangat menganjurkan menjaga hubungan baik antar tetangga, bahkan Rasulullah ﷺ menyebutkan tetangga dalam banyak hadits dan perintah Jibril:
مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
(Artinya: "Jibril terus-menerus mewasiatkan kepadaku agar berbuat baik kepada tetangga hingga aku mengira tetangga itu akan diberi hak waris." – HR. Bukhari dan Muslim)
9. Keseimbangan antara Hak Individu dan Kepentingan Kolektif
Hadits ini mengajarkan keseimbangan antara hak pribadi untuk menjual dan hak kolektif untuk menjaga keteraturan sosial. Islam tidak menafikan kepemilikan individu, tetapi dalam kondisi tertentu, hak itu dibatasi untuk melindungi kesejahteraan bersama. Ini menunjukkan bahwa hukum Islam selalu mempertimbangkan maslahat umum di atas keuntungan individual semata.
10. Syuf‘ah sebagai Alat Pencegah Sengketa
Dengan adanya mekanisme syuf‘ah, potensi sengketa antara pemilik lama dan pemilik baru dapat dicegah sejak awal. Islam tidak menunggu masalah timbul, tetapi memberikan solusi sejak dini. Maka, siapa pun yang terlibat dalam kepemilikan bersama harus memahami aturan syuf‘ah agar tidak terjadi kekisruhan di kemudian hari.
Secara keseluruhan, hadits ini menunjukkan betapa syariat Islam sangat menjaga harmoni sosial, keadilan kepemilikan, dan keteraturan hukum dalam urusan muamalah. Hak syuf‘ah ditetapkan dengan bijaksana agar tidak terjadi konflik antara pemilik bersama dan tetangga, namun juga dibatasi ketika tidak lagi relevan. Syariat senantiasa memadukan kepentingan individu dengan maslahat kolektif dalam bingkai ketertiban.
Penutup
Kajian
Hadirin yang dirahmati Allah,
Sebagai penutup kajian kita hari ini, hadits tentang syuf‘ah ini memberikan pelajaran yang sangat penting dalam membangun kehidupan sosial yang harmonis, khususnya dalam urusan harta dan kepemilikan. Faedah yang dapat kita ambil adalah bahwa Islam tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga sangat memperhatikan hubungan antar sesama manusia, termasuk dalam urusan jual beli, hak bertetangga, dan kepemilikan bersama. Syariat menetapkan hak syuf‘ah sebagai bentuk perlindungan terhadap hak sesama dan pencegahan terhadap potensi konflik. Ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang sangat menjunjung keadilan, keteraturan, dan perdamaian sosial.
Harapannya, setelah mengikuti kajian ini, kita semua dapat lebih berhati-hati dalam bermuamalah, khususnya dalam hal kepemilikan bersama, warisan, atau tanah yang dimiliki bersama dengan saudara atau tetangga. Jika suatu saat kita berada dalam posisi menjual atau membeli tanah yang sebelumnya dimiliki bersama, ingatlah prinsip syuf‘ah ini. Perhatikan hak orang-orang terdekat sebelum kita membuat keputusan agar tidak menimbulkan konflik dan kita pun terhindar dari memakan hak orang lain secara tidak sadar. Semoga Allah ﷻ menjadikan kita hamba-hamba-Nya yang amanah dalam mengelola harta, menjaga silaturahmi, dan menjunjung tinggi ajaran Rasulullah ﷺ dalam setiap aspek kehidupan. Aamiin.
وَصَلَّى اللَّهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَآخِرُ
دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ،
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.