Hadits: Tanda Kiamat adalah Ketika Amanah Disia-siakan

Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillah, puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi kita kesempatan untuk hadir di majelis yang penuh berkah ini. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarga, sahabat, serta seluruh umat yang istiqamah mengikuti sunnahnya.

Hadirin yang dirahmati Allah,
Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas sebuah hadits yang menggugah kesadaran kita tentang pentingnya amanah dalam kehidupan sehari-hari. Hadits ini mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga amanah. Kita melihat fenomena saat ini dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam politik, ekonomi, maupun kehidupan sehari-hari, banyak jabatan dipegang oleh orang-orang yang tidak tepat atau tidak memenuhi syarat untuk memegang amanah tersebut.

Mari kita menyimak hadits lengkapnya.

-----

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

 بيْنَما النبيُّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ في مَجْلِسٍ يُحَدِّثُ القَوْمَ، جَاءَهُ أعْرَابِيٌّ فَقالَ: مَتَى السَّاعَةُ؟ فَمَضَى رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يُحَدِّثُ، فَقالَ بَعْضُ القَوْمِ: سَمِعَ ما قالَ فَكَرِهَ ما قالَ. وقالَ بَعْضُهُمْ: بَلْ لَمْ يَسْمَعْ، حتَّى إذَا قَضَى حَدِيثَهُ قالَ: أيْنَ - أُرَاهُ - السَّائِلُ عَنِ السَّاعَةِ قالَ: هَا أنَا يا رَسولَ اللَّهِ، قالَ: فَإِذَا ضُيِّعَتِ الأمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ، قالَ: كيفَ إضَاعَتُهَا؟ قالَ: إذَا وُسِّدَ الأمْرُ إلى غيرِ أهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ.

Beliau bersabda, "Apabila amanah telah disia-siakan, maka tunggulah kiamat."

Orang itu bertanya, "Bagaimana maksud penyia-nyiannya?"

Beliau menjawab, "Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat.

HR Al-Bukhari (59)


Arti dan Penjelasan Per Perkataan


فَإِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ

Maka apabila amanah telah disia-siakan

Perkataan ini menunjukkan awal tanda kehancuran dalam kehidupan manusia, yakni saat amanah tidak lagi dijaga.

Amanah dalam Islam bukan hanya sebatas titipan harta, tetapi juga mencakup tanggung jawab, kejujuran, dan kesetiaan terhadap peran yang diemban.

Ketika seseorang mengkhianati amanah, maka rusaklah sendi kepercayaan di antara manusia.

Masyarakat akan diliputi kecurigaan, korupsi merajalela, dan ketidakadilan menjadi hal yang biasa.

Dalam konteks kepemimpinan, pengabaian terhadap amanah dapat menyebabkan kekacauan dalam pemerintahan dan pelayanan publik.
Allah menegaskan dalam Al-Qur'an

: إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا

(QS. An-Nisā’: 58), yang berarti bahwa Allah memerintahkan untuk menunaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.
Maka hilangnya amanah adalah isyarat kuat bahwa moral masyarakat sedang menuju kehancuran.


فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ

Maka tunggulah datangnya kiamat

Perkataan ini merupakan peringatan serius dari Nabi bahwa rusaknya amanah adalah tanda dekatnya hari kiamat.

Ungkapan "tunggulah kiamat" tidak selalu berarti kiamat besar secara kosmis, tetapi juga bisa berarti kehancuran suatu komunitas, bangsa, atau peradaban.

Jika amanah sebagai fondasi keadilan dan ketertiban telah hancur, maka masyarakat tinggal menunggu kehancurannya.

Dalam skala kecil, rumah tangga, usaha, bahkan lembaga pendidikan pun akan runtuh jika amanah diabaikan.

Ini mengajarkan kepada kita bahwa tanda-tanda kiamat tidak selalu berupa hal-hal besar seperti gempa atau munculnya Dajjal, tetapi juga perubahan sikap manusia terhadap nilai-nilai luhur.

Kehancuran akibat pengkhianatan amanah bisa berlangsung perlahan tapi pasti, menghancurkan tatanan dari dalam.


قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟
Orang itu berkata: Bagaimana menyia-nyiakan amanah itu?

Perkataan ini menunjukkan sikap cerdas dan kritis dari sahabat yang hadir, yang tidak hanya menerima informasi, tetapi juga ingin memahami lebih dalam.

Pertanyaan ini sangat relevan untuk masyarakat di semua zaman, karena bentuk pengabaian amanah bisa berbeda-beda tergantung kondisi.

Dalam pendidikan, menyia-nyiakan amanah bisa berarti tidak sungguh-sungguh mendidik murid.

Dalam pekerjaan, bisa berarti bekerja tanpa integritas atau mengambil keuntungan dari jabatan.

Pertanyaan ini mengajak setiap orang untuk mawas diri dan mengidentifikasi apakah mereka telah menjaga amanah sesuai kapasitas masing-masing.

Sikap bertanya ini juga mencerminkan adab dalam majelis ilmu—tidak memotong pembicaraan, tetapi menunggu sampai Nabi selesai berbicara.


قَالَ: إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
Beliau menjawab: Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah datangnya kiamat

Perkataan ini adalah penjelasan konkrit tentang bentuk penyia-nyiaan amanah, yaitu ketika tugas dan tanggung jawab diberikan kepada orang yang tidak layak.

"Wussida al-amru" artinya menyerahkan urusan atau jabatan dengan makna bahwa ia bukan hanya ditunjuk, tapi benar-benar diberi kuasa dan tanggung jawab.

"Ilā ghayri ahlih" menekankan bahwa yang diberi urusan tersebut bukanlah orang yang memiliki kapasitas, kejujuran, dan kelayakan.

Dalam praktiknya, ini bisa berarti nepotisme, kolusi, atau pemilihan pemimpin berdasarkan popularitas, bukan kompetensi.

Nabi mengingatkan bahwa ketika masyarakat tidak lagi menjadikan kelayakan sebagai standar, maka kehancuran hanya tinggal menunggu waktu.

Imam al-Ghazali menegaskan bahwa kerusakan dunia dimulai dari rusaknya para pemimpin.

Hal ini menunjukkan bahwa menjaga amanah dalam memilih pemimpin atau pengurus adalah tanggung jawab besar umat.

Kata “fantaẓiri as-sa‘ah” kembali diulang sebagai penguat bahwa pengabaian dalam urusan kepemimpinan adalah sebab utama kehancuran umat.


Syarah Hadits


كانَ النَّبِيُّ صلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ يُعَلِّمُ النَّاسَ أُمورَ الدِّينِ
Nabi mengajarkan manusia perkara-perkara agama.

ويُجِيبُ عن تَساؤُلاتِهِم
Dan beliau menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.

لِيُجَلِّيَ لَهُمُ الحَقَّ
Agar beliau menjelaskan kepada mereka kebenaran.

ويُبَيِّنَ ما يَنفَعُهُم في أُمورِ الدُّنْيا والآخِرَةِ
Dan menerangkan apa yang bermanfaat bagi mereka dalam urusan dunia dan akhirat.

وبَعْضَ أُمورِ الغَيْبِ التي أَعْلَمَهُ اللَّهُ بِها
Serta sebagian perkara gaib yang Allah telah beritahukan kepadanya.

وفي هَذا الحَدِيثِ يَروي أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
Dan dalam hadis ini, Abu Hurairah رضي الله عنه meriwayatkan

أنَّ النَّبِيَّ صلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ كانَ يُحَدِّثُ أَصْحابَهُ ويُعَلِّمُهُم
Bahwa Nabi berbicara kepada para sahabatnya dan mengajarkan mereka.

فَجَاءَ رَجُلٌ أَعْرابِيٌّ
Lalu datang seorang laki-laki dari kalangan Arab Badui.

وهوَ الذي يَسْكُنُ الصَّحْراءَ
Dan dia adalah orang yang tinggal di padang pasir.

فَسَأَلَهُ: مَتَى الوَقْتُ الَّذِي تَقُومُ فِيهِ القِيَامَةُ؟
Lalu dia bertanya: "Kapankah waktu terjadinya kiamat?"

فَلَمْ يُجِبْهُ مُبَاشَرَةً
Maka beliau tidak langsung menjawabnya.

وإنَّما أَكْمَلَ حَدِيثَهُ مَعَ النَّاسِ
Melainkan beliau menyelesaikan pembicaraannya dengan orang-orang.

وهذا مِن حُسْنِ أَدَبِهِ
Dan ini termasuk dari akhlak baik beliau.

أَلَّا يَقْطَعَ الحَدِيثَ الأَوَّلَ حَتَّى يُنْهِِيَهُ ويَفْهَمَهُ السَّامِعُونَ
Yaitu tidak memotong pembicaraan pertama sampai beliau menyelesaikannya dan pendengar memahaminya.

وظَنَّ البَعْضُ أنَّهُ كَرِهَ هَذَا السُّؤَالَ
Sebagian orang menyangka bahwa beliau tidak menyukai pertanyaan ini.

وظَنَّ آخَرُونَ أنَّهُ لَمْ يَسْمَعْهُ مِنَ الأَعْرَابِيِّ
Dan sebagian yang lain menyangka bahwa beliau tidak mendengarnya dari orang Arab Badui itu.

فَلِذَلِكَ لَمْ يُجِبْ عَلَيْهِ
Maka karena itu beliau tidak menjawabnya.

ولَكِنَّ النَّبِيَّ صلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ لَمَّا أَنْهَى حَدِيثَهُ
Namun, ketika Nabi telah menyelesaikan pembicaraannya,

أَقْبَلَ عَلَى الأَعْرَابِيِّ وأَجَابَهُ بِأَنَّهُ: إِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ
Beliau menghadap kepada orang Arab Badui itu dan menjawabnya: "Apabila amanah disia-siakan."

وفَسَّرَهَا النَّبِيُّ صلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ بِقَوْلِهِ: «إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ»
Dan Nabi menafsirkannya dengan sabdanya: "Apabila urusan diserahkan kepada selain ahlinya."

أي: تَوَلَّاهُ غَيْرُ أَهْلِ الدِّينِ وَالأَمَانَةِ
Yakni, urusan itu dipegang oleh orang yang bukan ahli agama dan bukan orang yang amanah.

وَمَنْ يُعِينُهُمْ عَلَى الظُّلْمِ وَالفُجُورِ
Serta orang yang membantu mereka dalam kezaliman dan kefasikan.

فَعِنْدَ ذَلِكَ يَكُونُ الأَئِمَّةُ قَدْ ضَيَّعُوا الأَمَانَةَ الَّتِي فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ
Maka pada saat itu, para pemimpin telah menyia-nyiakan amanah yang Allah wajibkan kepada mereka.

حَتَّى يُؤْتَمَنَ الخَائِنُ، ويُخَوَّنَ الأَمِينُ
Hingga orang yang khianat dipercaya dan orang yang amanah dianggap pengkhianat.

وهذا إنَّما يَكُونُ عِنْدَ غَلَبَةِ الجَهْلِ
Dan ini terjadi ketika kebodohan mendominasi.

وَضَعْفِ أَهْلِ الحَقِّ عَنْ القِيَامِ بِهِ
Dan ketika orang-orang yang berada di atas kebenaran melemah dalam menegakkannya.

نَسْأَلُ اللَّهَ العَافِيَةَ
Kita memohon kepada Allah keselamatan.

وفي الحَدِيثِ: الرِّفْقُ بِالسَّائِلِ وإنْ جَفَا فِي سُؤَالِهِ أَوْ جَهِلَ
Dan dalam hadis ini terdapat pelajaran untuk bersikap lembut terhadap orang yang bertanya, meskipun ia kasar dalam bertanya atau tidak mengetahui.

وفيهِ: العِنَايَةُ بِالسَّائِلِ وَطَالِبِ العِلْمِ، وَالاهْتِمَامُ بِهِ، وإِجَابَتُهُ عَلَى سُؤَالِهِ
Dan di dalamnya terdapat pelajaran untuk memperhatikan orang yang bertanya dan pencari ilmu, memperhatikannya serta menjawab pertanyaannya.

وفيهِ: أنَّ مِنْ أَكْبَرِ الأَمَانَةِ إِسْنَادَ الأَمْرِ إِلَى أَهْلِهِ
Dan di dalamnya terdapat pelajaran bahwa di antara amanah terbesar adalah menyerahkan urusan kepada ahlinya.

وَأَنَّ تَضْيِيعَ ذَلِكَ تَضْيِيعٌ لِلأَمَانَةِ
Dan bahwa menyia-nyiakan hal itu berarti menyia-nyiakan amanah.

وفيهِ: مُرَاجَعَةُ العَالِمِ إِذَا لَمْ يَفْهَمِ السَّائِلُ
Dan di dalamnya terdapat pelajaran tentang pentingnya meminta penjelasan kembali kepada ulama jika seorang penanya belum memahami.

 

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/7783


Pelajaran dari Hadits ini


 

1. Metode Pengajaran Nabi ﷺ

Hadis ini menunjukkan bagaimana Nabi ﷺ mengajarkan ilmu dengan cara yang terbaik:

  • Mengajarkan manusia tentang agama → Nabi ﷺ selalu memberikan bimbingan kepada umatnya dalam hal agama.
  • Menjawab pertanyaan dengan bijaksana → Nabi ﷺ tidak langsung menjawab pertanyaan, tetapi menyelesaikan pembicaraan yang sedang berlangsung terlebih dahulu.
  • Tidak memotong pembicaraan tanpa keperluan → Ini menunjukkan adab dalam berbicara dan mengajarkan ilmu, yaitu menyelesaikan satu pembahasan sebelum masuk ke yang lain agar tidak membingungkan pendengar.
  • Menjelaskan sesuatu dengan analogi → Nabi ﷺ tidak langsung menyebut waktu kiamat, tetapi menjelaskannya dengan tanda-tandanya, agar lebih mudah dipahami.

2. Keutamaan Bertanya dalam Menuntut Ilmu

  • Bertanya adalah cara untuk mendapatkan ilmu → Seperti yang dilakukan oleh Arab Badui ini.
  • Jika tidak paham, boleh bertanya kembali kepada ulama → Ini menunjukkan bahwa ulama harus bersedia menjelaskan kembali jika ada orang yang belum memahami suatu permasalahan.

3. Akhlak dalam Menjawab Pertanyaan

  • Sabar terhadap pertanyaan, meskipun terdengar sederhana atau kasar → Orang Badui yang bertanya mungkin bertanya dengan cara yang kurang sopan, tetapi Nabi ﷺ tetap menjawabnya dengan bijaksana.
  • Memberikan jawaban sesuai kapasitas pemahaman penanya → Nabi ﷺ menjawab dengan penjelasan yang dapat dipahami oleh orang Arab Badui tersebut.
  • Menunggu waktu yang tepat untuk menjawab → Ini menunjukkan bahwa dalam memberi jawaban, ada prioritas dan adab yang perlu diperhatikan.

4. Tanda-Tanda Kiamat

  • Kiamat tidak diberitahukan waktu pastinya → Ini menunjukkan bahwa waktu kiamat adalah rahasia Allah, dan manusia hanya diberi tahu tanda-tandanya.
  • Tanda utama: disia-siakannya amanah
    • Amanah bisa berupa tanggung jawab kepemimpinan, ilmu, dan kepercayaan.
    • Jika kepemimpinan dipegang oleh orang yang tidak berkompeten, maka itu pertanda dekatnya kehancuran suatu kaum.
  • Kepemimpinan diberikan kepada yang tidak berhak → Ini menunjukkan bahwa suatu bangsa akan mengalami kemunduran jika orang yang tidak layak diberikan jabatan.
  • Orang yang amanah dianggap pengkhianat dan pengkhianat dipercaya → Ini adalah tanda pergeseran moral dalam suatu masyarakat.

5. Tanda Kiamat adalah Menyia-nyiakan Amanah

Perkataan فَإِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ (maka apabila amanah telah disia-siakan) menunjukkan bahwa salah satu tanda kehancuran moral masyarakat adalah saat amanah sudah tidak dihargai lagi. Amanah adalah segala bentuk tanggung jawab yang Allah titipkan, baik dalam urusan agama, keluarga, pekerjaan, maupun kepemimpinan. Jika seseorang mengabaikan amanah, seperti tidak jujur dalam pekerjaan atau memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi, maka berarti ia telah menyia-nyiakan amanah. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman dalam QS. Al-Ahzab ayat 72:
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
(Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, lalu dipikullah amanah itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh).


6. Akibat Serius: Menanti Kehancuran

Perkataan فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ (maka tunggulah datangnya kiamat) merupakan peringatan keras bahwa menyia-nyiakan amanah bukanlah masalah kecil, melainkan petunjuk akan datangnya kehancuran. Kiamat yang dimaksud bisa berarti kehancuran total di akhir zaman, atau kehancuran tatanan masyarakat, rumah tangga, dan kepemimpinan karena pengkhianatan terhadap tanggung jawab. Nabi ﷺ juga bersabda:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
(Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya) – HR. al-Bukhari dan Muslim.
Artinya, siapa pun yang diberi amanah harus menunaikannya dengan sungguh-sungguh, jika tidak, maka kehancuran akan menimpa dari arah yang tidak disangka-sangka.


7. Adab Bertanya dalam Majelis Ilmu

Perkataan قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا؟ (Orang itu berkata: Bagaimana menyia-nyiakan amanah itu?) mencerminkan adab dan kecerdasan sahabat yang tidak hanya diam saat mendengar penjelasan Nabi ﷺ, tetapi bertanya dengan sopan untuk memahami lebih dalam. Dalam majelis ilmu, bertanya dengan niat untuk mencari kejelasan adalah sesuatu yang terpuji. Pertanyaan seperti ini membuka peluang bagi orang lain untuk ikut memahami pelajaran penting. Dalam QS. An-Nahl ayat 43, Allah berfirman:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
(Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui).
Ini menunjukkan bahwa bertanya adalah jalan menuju ilmu dan pemahaman yang benar.


8. Penyebab Rusaknya Amanah: Memberi Urusan kepada yang Tidak Layak

Perkataan إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ (Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah datangnya kiamat) mengajarkan bahwa puncak dari penyia-nyiaan amanah adalah ketika orang yang tidak kompeten diberi tanggung jawab. Ini mencakup jabatan, pekerjaan, atau tanggung jawab lainnya yang tidak seharusnya diberikan kepada orang yang tidak memiliki kapasitas, kejujuran, dan ilmu. Ketika keputusan penting diambil oleh orang yang tidak layak, maka kehancuran pasti terjadi. Dalam QS. Al-Baqarah ayat 247 disebutkan bahwa salah satu syarat kepemimpinan adalah ilmu dan kekuatan:
إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِي الْعِلْمِ وَالْجِسْمِ
(Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan memberinya kelebihan dalam ilmu dan fisik).
Artinya, tidak cukup hanya sekadar niat baik, tetapi juga harus memiliki kemampuan dan kelayakan untuk menerima tanggung jawab.


9. Relevansi Amanah dalam Semua Aspek Kehidupan

Hadits ini bukan hanya untuk pemimpin besar, tetapi berlaku dalam kehidupan sehari-hari: seperti guru yang tidak tulus mendidik, pedagang yang curang, orang tua yang lalai membina anak, hingga petugas yang korup dalam tugasnya. Semua adalah bentuk pengabaian amanah. Allah mengingatkan dalam QS. Al-Mu’minūn ayat 8:
وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ
(Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan janjinya).
Ini menjadi pengingat bahwa Allah tidak hanya menilai ibadah ritual, tetapi juga integritas dalam kehidupan sosial.


10. Urgensi Membangun Masyarakat Berbasis Kompetensi dan Integritas

Pesan penting dari hadits ini adalah pentingnya membangun masyarakat yang menjunjung tinggi kompetensi dan amanah. Dalam banyak lembaga dan institusi, kerusakan kerap terjadi karena posisi penting diberikan bukan karena kemampuan, tetapi karena kedekatan, nepotisme, atau kepentingan sesaat. Hal ini bisa menjadi pintu masuk bagi kehancuran besar. Nabi ﷺ bersabda:
إِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ
(Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah datangnya kiamat) – menunjukkan bahwa kejatuhan suatu bangsa bisa terjadi bukan karena serangan luar, tapi karena kerusakan dari dalam.


11. Amanah sebagai Bekal untuk Keselamatan di Akhirat

Amanah tidak hanya berdampak pada kehidupan dunia, tetapi juga sangat menentukan nasib seseorang di akhirat. Nabi ﷺ bersabda:
لَا إِيمَانَ لِمَنْ لَا أَمَانَةَ لَهُ
(Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah) – HR. Ahmad.
Hadits ini menunjukkan betapa erat kaitannya amanah dengan keimanan. Menunaikan amanah berarti menjaga hubungan kita dengan Allah dan manusia. Amanah juga menjadi salah satu perkara yang akan ditanyakan di akhirat kelak. Maka, menjaga amanah adalah bekal penting untuk keselamatan akhirat, bukan sekadar urusan dunia. 


12. Pentingnya Menyerahkan Urusan kepada Ahlinya

  • Salah satu bentuk amanah adalah menyerahkan urusan kepada orang yang berhak → Dalam segala aspek kehidupan, termasuk kepemimpinan, ilmu, dan ekonomi, harus diberikan kepada yang memiliki kapasitas.
  • Akibat dari menyerahkan amanah kepada orang yang tidak berhak:
    • Ketidakadilan merajalela.
    • Kemunduran dalam masyarakat dan negara.
    • Hilangnya kepercayaan antara pemimpin dan rakyat.

13. Kaitan antara Kepemimpinan dan Kerusakan Masyarakat

  • Jika pemimpin tidak amanah, maka rakyat akan ikut rusak → Kepemimpinan yang tidak adil dan tidak jujur akan membawa keburukan bagi umat.
  • Orang yang tidak layak memimpin akan menyebarkan kezaliman dan kefasikan → Mereka akan mendukung orang-orang zalim dan merugikan rakyat.
  • Ilmu dan agama akan melemah jika amanah disia-siakan → Ulama yang amanah akan tersingkir, dan orang-orang yang tidak berilmu akan menguasai umat.

14. Kepemimpinan dalam Islam Harus Didasarkan pada Amanah dan Keahlian

  • Kriteria pemimpin dalam Islam:
    1. Beriman dan bertakwa → Memiliki akhlak yang baik.
    2. Amanah → Bisa dipercaya dalam mengemban tanggung jawab.
    3. Ilmu dan keahlian → Mampu menjalankan tugas dengan baik.
  • Bahaya memilih pemimpin karena nepotisme, suap, atau popularitas → Jika pemimpin dipilih bukan berdasarkan kriteria ini, maka kehancuran suatu bangsa akan semakin dekat.

15. Akibat dari Kebodohan dan Melemahnya Orang yang Berpegang Teguh pada Kebenaran

  • Kebodohan akan menyebabkan amanah disia-siakan → Karena orang yang bodoh tidak tahu bagaimana menjalankan amanah dengan benar.
  • Orang yang berpegang teguh pada kebenaran akan dilemahkan → Jika umat Islam tidak berusaha untuk kuat dalam ilmu dan amal, maka mereka akan dikalahkan oleh orang-orang yang tidak amanah.

16. Doa Memohon Keselamatan dari Keburukan Zaman

  • Nabi ﷺ mengajarkan untuk memohon keselamatan dari zaman yang penuh fitnah → Ini menunjukkan bahwa umat Islam harus selalu berdoa agar terhindar dari keburukan akibat amanah yang disia-siakan.
  • Keselamatan dunia dan akhirat bergantung pada ketaatan kepada Allah dan menjalankan amanah dengan baik.


Secara keseluruhan, hadits ini memberikan pelajaran penting bahwa amanah adalah pilar utama dalam kehidupan pribadi, sosial, dan pemerintahan. Jika amanah tidak dijaga dan urusan diserahkan kepada orang yang tidak layak, maka kehancuran tinggal menunggu waktu. Setiap orang memegang amanah dalam kapasitasnya masing-masing, dan menjaga amanah adalah bagian dari keimanan dan kunci kejayaan umat. 


Penutupan Kajian


 Hadirin yang dirahmati Allah,

Hadits ini mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga amanah dalam kehidupan kita. Rasulullah ﷺ mengajarkan kita bahwa salah satu tanda semakin dekatnya kiamat adalah ketika amanah tidak dijaga dan urusan diserahkan kepada orang yang tidak berkompeten, orang-orang yang tidak tepat atau tidak memenuhi syarat untuk memegang amanah tersebut.

Melalui hadits ini, kita diajak untuk lebih memahami pentingnya menempatkan sesuatu pada tempatnya dan menjaga amanah yang telah diberikan kepada kita. Ketika kita diberi tanggung jawab, baik dalam pekerjaan, keluarga, maupun masyarakat, kita harus memastikan bahwa kita bisa menjalankannya dengan sebaik-baiknya. Hal ini bukan hanya berpengaruh pada kehidupan kita di dunia, tetapi juga akan membawa dampak yang sangat besar di akhirat nanti.

Semoga dengan kajian ini, kita semua bisa lebih berhati-hati dalam memegang amanah dan senantiasa menjaga kejujuran dan keadilan dalam setiap langkah kehidupan kita. Semoga Allah SWT memberi kita kekuatan untuk selalu menjaga amanah dengan baik, karena itu adalah salah satu ciri dari umat yang baik dan bertakwa.

Aamiin.

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ بِرَحْمَتِكَ، وَاجْعَلْ خَيْرَ أَيَّامِنَا يَوْمَ نَلْقَاكَ، وَاخْتِمْ لَنَا بِالْإِيمَانِ وَحُسْنِ الْخَاتِمَةِ.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk penghuni surga dengan rahmat-Mu. Jadikanlah hari terbaik kami adalah hari ketika kami berjumpa dengan-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan beriman serta dengan akhir yang baik.

وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ إِلَىٰ أَقْوَمِ الطَّرِيقِ.

Kita tutup kajian dengan doa kafaratul majelis:

🌿 سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.


Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci