Khutbah: Akhlak Mulia Adalah Pemberat Timbangan Amal di Hari Kiamat
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ
KHUTBAH PERTAMA
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ، حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، كَمَا يُحِبُّ
رَبُّنَا وَيَرْضَى. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ
لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ
مُسْلِمُونَ.
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا
عِبَادَ اللّٰهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُونَ.
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan penuh dinamika
ini, kita seringkali menyaksikan berbagai realitas sosial yang memprihatinkan.
Kemajuan teknologi informasi, yang seharusnya mendekatkan dan memudahkan,
terkadang justru menjadi sarana tersebarnya ujaran kebencian, fitnah, dan
perpecahan.
Di tengah hiruk pikuk media sosial, kita tak jarang
menemukan lidah-lidah yang mudah mencela, jemari-jemari yang ringan menuduh,
dan hati-hati yang cepat berprasangka.
Sikap saling menghormati dan bertutur kata yang baik seolah
kian menipis, digantikan oleh budaya caci maki dan bahasa yang kasar.
Kita menyaksikan bagaimana konflik dan ketegangan
seringkali berawal dari kata-kata yang tidak terjaga, ucapan yang menyakitkan,
atau tingkah laku yang kurang adab.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di ruang publik, tetapi
juga merambah ke dalam interaksi sehari-hari, bahkan di lingkungan terdekat
kita.
Maka, pada kesempatan khutbah yang penuh berkah ini,
perkenankanlah saya untuk menyampaikan sebuah khutbah yang berjudul "Akhlak
Mulia: Pemberat Timbangan Amal di Hari Kiamat".
Judul ini saya pilih karena sangat relevan dengan kondisi
umat saat ini, yang sangat membutuhkan bimbingan dan pengingat akan pentingnya akhlak
yang mulia.
Urgensi akhlak yang baik ini tidak hanya sekadar norma
sosial semata, namun merupakan fondasi keberhasilan seorang mukmin di dunia dan
akhirat.
Ia adalah cerminan keimanan, buah dari ketaqwaan, dan kunci
menuju kebahagiaan sejati. Hadits yang akan kita bahas pada khutbah ini akan
menguraikan dengan gamblang betapa agungnya kedudukan akhlak yang baik dalam
pandangan Islam dan di sisi Allah SWT.
Pembacaan Hadits
Untuk itu, mari kita renungkan bersama sebuah hadits mulia
dari Rasulullah ﷺ yang diriwayatkan oleh sahabat mulia Abu Darda’ Radhiyallahu
‘anhu:
مَا مِنْ شَيْءٍ
أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ
وَإِنَّ اللَّهَ يُبْغِضُ الْفَاحِشَ الْبَذِيءَ
"Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dalam
timbangan seorang mukmin pada hari kiamat selain akhlak yang baik. Dan
sesungguhnya Allah membenci orang yang keji dan berkata kasar."
(HR Abu Daud (4799), Ahmad (27517), dan At-Tirmidzi
(2002)).
Arti dan Penjelasan Per Kalimat
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Marilah kita selami makna hadits agung ini, memetik hikmah
dari setiap perkataan yang terucap dari lisan mulia Nabi ﷺ, agar kita
mendapatkan pencerahan.
Setiap perkataan Nabi ﷺ adalah mutiara hikmah
yang sarat makna, petunjuk bagi kehidupan, dan bekal menuju akhirat. Marilah
kita selami makna dari setiap frasa dalam hadits yang agung ini:
مَا مِنْ شَيْءٍ أَثْقَلُ فِي مِيزَانِ الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat
dalam timbangan seorang mukmin pada hari kiamat,
Frasa ini membuka hadits dengan sebuah
penegasan yang sangat kuat, menarik perhatian kita pada realitas Hari Kiamat,
hari perhitungan amal.
Disebutkan "timbangan" yang
mengindikasikan bahwa setiap perbuatan, baik kecil maupun besar, akan
dipertimbangkan dengan seksama.
Penekanan pada "seorang mukmin"
menunjukkan bahwa ini adalah konteks bagi mereka yang beriman, yang amal-amal
mereka akan ditimbang. Kalimat ini menggugah kesadaran kita tentang pentingnya
mempersiapkan diri untuk hari tersebut, hari di mana hanya amal saleh yang akan
menjadi penolong.
Ia mengisyaratkan adanya prioritas dalam
beramal, bahwa ada sesuatu yang memiliki bobot luar biasa di sisi Allah, yang
melebihi segala amal kebaikan lainnya.
مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ
selain akhlak yang baik.
Inilah puncaknya, inti dari kalimat
sebelumnya.
Setelah penegasan tentang beratnya timbangan
di Hari Kiamat, hadits ini secara lugas menyatakan bahwa yang paling berat,
yang paling bernilai, adalah akhlak yang baik.
Frasa ini seolah menegaskan bahwa meskipun
ibadah ritual seperti shalat, puasa, zakat, dan haji adalah pilar-pilar agama,
namun ketika tiba hari perhitungan, akhlak mulia memiliki bobot yang sangat
istimewa, bahkan disebutkan sebagai yang "lebih berat" dari
segalanya.
Ini adalah panggilan untuk tidak hanya fokus
pada kuantitas ibadah ritual, tetapi juga pada kualitas interaksi sosial dan
kemuliaan karakter.
Akhlak yang baik bukan hanya tentang tidak
berbuat buruk, tetapi lebih dari itu, ia adalah tentang berbuat baik, berlemah
lembut, jujur, sabar, murah hati, dan berbagai sifat terpuji lainnya dalam
setiap aspek kehidupan.
وَإِنَّ اللَّهَ يُبْغِضُ الْفَاحِشَ الْبَذِيءَ
Dan sesungguhnya Allah membenci orang yang
keji dan berkata kasar.
Bagian kedua dari hadits ini adalah sebuah
penegasan dan peringatan keras yang melengkapi makna bagian pertama.
Setelah menjelaskan tentang keutamaan akhlak
yang baik, hadits ini kemudian menyebutkan kebalikannya: sifat-sifat yang
dibenci oleh Allah SWT. "Al-Fahisy" merujuk pada orang yang
keji, melakukan perbuatan nista, melampaui batas dalam perkataan maupun
perbuatan, serta tidak memiliki rasa malu.
Sedangkan "Al-Bazi'" adalah
orang yang kotor lisannya, berkata kasar, jorok, tidak senonoh, mencela, dan
melaknat.
Gabungan dua sifat ini menunjukkan betapa
Allah membenci segala bentuk ketidak-adaban, baik dalam perbuatan maupun
ucapan.
Ini adalah peringatan bagi kita semua untuk
menjaga lisan dan perbuatan, karena apa yang keluar dari diri kita akan menjadi
cerminan iman dan akhlak kita di mata Allah.
Kebencian Allah terhadap sifat-sifat ini
menegaskan bahwa akhlak yang buruk bukan hanya berdampak negatif pada sesama
manusia, tetapi juga secara langsung mendatangkan murka Allah.
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Betapa indah dan lengkapnya petunjuk Nabi
kita ini. Beliau tidak hanya menunjukkan jalan kebaikan, tetapi juga
memperingatkan kita dari jurang keburukan. Setelah kita memahami makna dari
setiap frasa, kini saatnya kita menelusuri pelajaran-pelajaran berharga yang
terkandung di dalamnya.
Faedah Hadits Berdasarkan Urutan Perkataan
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Setelah memahami makna harfiah dari setiap frasa dalam
hadits, marilah kita telaah lebih dalam pelajaran-pelajaran berharga yang dapat
kita petik dan aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Pelajaran pertama:
Akhlak Mulia: Investasi Terbesar di Hari Perhitungan
Pelajaran pertama yang paling menonjol dari hadits ini
adalah penegasan bahwa tidak ada amal yang lebih berat dalam timbangan kebaikan
seorang mukmin di Hari Kiamat selain akhlak yang baik (min khuluqin hasanin).
Ini adalah sebuah revolusi dalam cara pandang kita terhadap
amal.
Seringkali kita terlalu fokus pada ibadah ritual semata,
melupakan bahwa interaksi kita dengan sesama manusia, cara kita berbicara,
bersikap, dan bertindak, memiliki bobot yang sangat besar di sisi Allah.
Hadits ini mengajarkan kita bahwa ibadah ritual yang kita
lakukan, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, adalah pilar-pilar agama yang
wajib ditunaikan.
Namun, ibadah-ibadah tersebut akan semakin sempurna dan
bernilai tinggi jika diiringi dengan akhlak yang mulia.
Bukankah shalat yang khusyuk akan mencegah dari perbuatan
keji dan mungkar?
Bukankah puasa melatih kita untuk menahan diri dari
perkataan kotor dan perbuatan sia-sia?
Ini menunjukkan bahwa akhlak adalah ruh dari setiap ibadah.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
"Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara,
karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar
kamu mendapat rahmat." (QS. Al-Hujurat: 10)
Ayat ini menegaskan pentingnya menjaga hubungan baik antar
sesama mukmin, yang merupakan manifestasi dari akhlak mulia.
Maka, marilah kita senantiasa introspeksi diri, apakah
akhlak kita sudah sejalan dengan tuntunan agama?
Apakah kita sudah menjadi pribadi yang ramah, santun,
jujur, amanah, dan peduli terhadap sesama?
Ingatlah, bahwa setiap senyuman, setiap kata baik, setiap
uluran tangan, dan setiap kesabaran kita dalam menghadapi ujian, akan menjadi
pemberat timbangan kebaikan kita kelak.
Pelajaran ke-2:
Menjauhi Kekejian dan Kekasaran Lisan: Jalan Menuju
Ridha Allah
Bagian kedua dari hadits ini, "Dan sesungguhnya
Allah membenci orang yang keji dan berkata kasar" (وَإِنَّ اللَّهَ
يُبْغِضُ الْفَاحِشَ الْبَذِيءَ) adalah peringatan keras sekaligus penegas
betapa buruknya akhlak yang tercela di mata Allah.
Allah tidak hanya tidak menyukai, tetapi
"membenci" (yubghidhu) orang yang memiliki sifat الْفَاحِشَ (keji) dan الْبَذِيءَ (berkata kasar).
Kaum Muslimin Sekalian,
Sifat الْفَاحِشَ mencakup segala bentuk perbuatan dan
perkataan yang melampaui batas syariat, tidak senonoh, dan merusak moral. Ini
bisa berupa perbuatan zina, ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), hingga
menyebarkan berita bohong.
Sementara sifat الْبَذِيءَ secara
khusus merujuk pada kekasaran lisan, seperti mencaci maki, melaknat,
mengucapkan kata-kata kotor, atau menghina orang lain.
Dalam era digital saat ini, kekasaran lisan (bazi')
menjadi tantangan besar.
Jemari kita begitu mudah mengetikkan kata-kata pedas di
media sosial, lisan kita begitu ringan mengucapkan sumpah serapah dalam
perdebatan, tanpa menyadari bahwa setiap kata yang terucap atau tertulis akan
dipertanggungjawabkan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir,
hendaklah ia berkata yang baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini adalah panduan emas bagi kita.
Jika kita tidak mampu berkata yang baik, maka diam adalah
pilihan terbaik.
Karena setiap kata yang keluar dari lisan kita memiliki
kekuatan untuk membangun atau merusak, untuk mendekatkan atau menjauhkan, untuk
mendatangkan pahala atau dosa.
Mari kita jaga lisan kita, karena lisan yang terjaga adalah
tanda keimanan yang kokoh dan akhlak yang mulia.
Pelajaran ke-3:
Lisan yang Baik, Cermin Iman yang Sempurna
Pelajaran tambahan yang relevan dengan hadits ini adalah
bahwa kualitas lisan seseorang merupakan cerminan langsung dari kualitas
imannya.
Ketika Allah membenci orang yang berkata kasar, itu berarti
menjaga lisan adalah bagian integral dari kesempurnaan iman.
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Lisan adalah anugerah besar dari Allah, yang dengannya kita
bisa berzikir, membaca Al-Qur'an, menyampaikan kebenaran, dan berinteraksi
dengan sesama.
Namun, lisan juga bisa menjadi pedang yang melukai, api
yang membakar, dan racun yang mematikan jika tidak digunakan dengan bijak.
Orang yang beriman sejati akan senantiasa menjaga lisannya
dari perkataan kotor, dusta, ghibah, fitnah, dan segala bentuk ucapan yang
menyakiti hati orang lain.
Rasulullah ﷺ bersabda:
الْمُسْلِمُ مَنْ
سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
"Seorang Muslim adalah orang yang Muslim lainnya
selamat dari gangguan lisan dan tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa salah satu ciri fundamental
seorang Muslim sejati adalah kemampuannya untuk tidak menyakiti orang lain,
baik dengan lisan maupun perbuatannya.
Ini adalah standar minimal akhlak seorang Muslim.
Maka, marilah kita jadikan lisan kita sebagai sarana untuk
menyebarkan kebaikan, kedamaian, dan kasih sayang, bukan sebaliknya.
Pelajaran ke-4:
Akhlak Baik: Fondasi Kebahagiaan Dunia dan Akhirat
Pelajaran penting lainnya yang dapat diambil adalah bahwa
akhlak yang baik bukan hanya bermanfaat di Hari Kiamat, tetapi juga merupakan
fondasi kebahagiaan dan keberkahan dalam kehidupan di dunia ini.
Masyarakat yang menjunjung tinggi akhlak mulia akan hidup
dalam kedamaian, kerukunan, dan saling tolong-menolong.
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Ketika seseorang memiliki akhlak yang baik, ia akan
dicintai oleh Allah, dicintai oleh Rasul-Nya, dan dicintai oleh sesama manusia.
Ia akan mudah mendapatkan kepercayaan, persahabatan, dan
dukungan.
Kehidupan rumah tangganya akan harmonis, pekerjaannya akan
berkah, dan interaksinya di masyarakat akan membawa manfaat.
Sebaliknya, orang yang berakhlak buruk akan dijauhi,
dibenci, dan hidup dalam kesendirian, meskipun ia memiliki harta dan kedudukan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ
وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنُكُمْ أَخْلَاقًا
"Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di
antara kalian dan yang paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat
adalah orang yang paling baik akhlaknya." (HR. At-Tirmidzi)
Hadits ini memberikan motivasi yang sangat besar bagi kita
untuk senantiasa memperbaiki akhlak.
Bayangkan, betapa mulianya posisi seseorang yang dekat
dengan Rasulullah ﷺ di Hari Kiamat, dan itu diraih dengan akhlak yang baik.
Ini adalah tujuan tertinggi yang harus kita kejar.
Mari kita jadikan setiap interaksi kita sebagai ladang
untuk menumbuhkan akhlak mulia, karena di sanalah terletak kebahagiaan sejati,
baik di dunia maupun di akhirat.
Penutup Khutbah Pertama
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Secara keseluruhan,
hadits agung dari Abu Darda' Radhiyallahu ‘anhu ini adalah sebuah mercusuar
penerang jalan bagi setiap mukmin.
Ia menegaskan dengan sangat gamblang bahwa akhlak yang
baik (khuluqin hasanin) bukanlah sekadar pelengkap atau hiasan,
melainkan inti dari keberislaman yang sempurna, penentu utama beratnya
timbangan kebaikan kita di Hari Kiamat.
Sebaliknya, hadits ini juga menjadi peringatan keras akan
bahaya lisan yang kotor dan perbuatan keji, yang dibenci oleh Allah SWT.
Ini adalah pengingat bahwa keimanan sejati tercermin dalam
tutur kata yang santun, perilaku yang mulia, dan hati yang bersih.
Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab kita bersama untuk
tidak hanya memahami ilmu ini, tetapi juga menyebarkannya, mengajarkan, dan
yang terpenting, mengamalkannya dalam setiap detik kehidupan.
بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيْمَ لِيْ
وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ
هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
حَمْدًا كَثِيرًا كَمَا أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ
تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Hadits mulia yang telah kita bahas bersama, tentang
keutamaan akhlak yang baik, bukanlah sekadar teori atau pelajaran di bangku
madrasah.
Ia adalah peta jalan praktis yang harus kita terjemahkan
dalam setiap hembusan napas kehidupan kita.
Faedah hadits ini untuk kehidupan umat sangatlah
fundamental.
Bayangkan jika setiap individu Muslim, setiap keluarga,
setiap komunitas, menjadikan akhlak mulia sebagai landasan utama. Niscaya,
kedamaian akan merajai, persatuan akan menguat, dan keberkahan akan melimpah
ruah.
Maka, marilah kita ubah cara pandang kita terhadap ilmu.
Ilmu bukan hanya tentang menghafal ayat dan hadits, tetapi lebih dari itu, ia
adalah tentang mengamalkan dan menjadikan petunjuk-petunjuk itu sebagai
karakter diri.
Hadits ini mengajak kita untuk serius dalam memperbaiki
diri. Mulailah dari lisan kita.
Sebelum berbicara, pikirkanlah: apakah perkataan ini baik?
Apakah akan menyakiti?
Apakah akan membawa manfaat?
Jika tidak, maka tahanlah. Kemudian, perbaiki sikap
kita. Jadilah pribadi yang mudah memaafkan, lapang dada, ramah senyum, dan suka
menolong.
Kesabaran, kejujuran, amanah, dan rasa malu adalah
perhiasan yang harus kita kenakan setiap saat.
Ingatlah, kebaikan sekecil apapun, bahkan sekadar
menyingkirkan duri di jalan, akan bernilai di sisi Allah jika dilakukan dengan
niat ikhlas dan akhlak yang mulia.
Dan keburukan sekecil apapun, termasuk lisan yang kotor,
dapat menjadi penghalang rahmat dan mendatangkan murka-Nya.
Mari kita bermuhasabah setiap hari, evaluasi diri, dan
bertekad kuat untuk senantiasa meneladani akhlak Rasulullah ﷺ yang merupakan
teladan terbaik sepanjang masa.
Kaum Muslimin yang Dirahmati
Allah,
Pada hari yang mulia ini, mari kita panjukkan doa ke
hadirat Allah SWT, memohon agar kita senantiasa dianugerahi akhlak yang mulia.
اللَّهُمَّ كَمَا حَسَّنْتَ خَلْقِي فَحَسِّنْ
خُلُقِي
Ya Allah, sebagaimana Engkau telah membaguskan
penciptaanku, maka baguskanlah pula akhlakku.
Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang senantiasa
menjaga lisan kami dari perkataan kotor dan keji, serta perbuatan nista.
Karuniakanlah kepada kami hati yang bersih, jiwa yang mulia, dan perilaku yang
terpuji, agar timbangan kebaikan kami memberat di Hari Kiamat kelak.
Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, dosa kedua orang tua
kami, dan dosa seluruh kaum Muslimin dan Muslimat, baik yang masih hidup maupun
yang telah meninggal dunia.
Ya Allah, berikanlah taufik dan hidayah-Mu kepada para
ulama kami, para penuntut ilmu, dan seluruh pengemban dakwah, agar mereka
senantiasa istiqamah dalam menyebarkan kebenaran, membimbing umat kepada jalan
yang lurus, dan menjadi teladan dalam akhlak yang mulia. Lindungilah mereka
dari segala fitnah dan godaan, serta berkahilah ilmu dan amal mereka.
اللَّهُمَّ آتِ نُفُوسَنَا تَقْوَاهَا،
وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا.
Ya Allah, berikanlah ketakwaan pada jiwa-jiwa kami,
sucikanlah ia karena Engkau sebaik-baik Dzat yang mensucikannya, Engkaulah
Pelindung dan Penguasanya.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ
مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ
Ya Allah, ampunilah dosa kaum Muslimin dan Muslimat,
Mukminin dan Mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً
وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab api neraka.
[Penutup]
عِبَادَ اللّٰهِ، إِنَّ
اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللّٰهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاسْأَلُوهُ مِنْ فَضْلِهِ
يُعْطِكُمْ، وَلَذِكْرُ اللّٰهِ أَكْبَرُ، وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ.
وَأَقِمِ الصَّلاةَ