Hadits: Dosa Dihapus karena Kesalahan, Lupa dan Dipaksa

Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah ﷻ yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita. Shalawat serta salam kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad ﷺ, yang membawa ajaran Islam sebagai pedoman hidup yang penuh kasih sayang dan kemudahan bagi umatnya.

Hadirin yang dirahmati Allah,
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sebagai manusia tentu tidak luput dari kekhilafan. Ada saatnya kita melakukan kesalahan tanpa sengaja, ada kalanya kita lupa akan suatu kewajiban, dan terkadang kita berada dalam kondisi terpaksa melakukan sesuatu di luar kehendak kita. Maka dari itu, Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin hadir dengan keadilan dan kasih sayang Allah ﷻ kepada hamba-Nya.

Kajian kali ini, kita akan membacakan hadits yang menunjukkan bagaimana Allah ﷻ Maha Pengampun dan Maha Mengetahui kelemahan manusia, sehingga Allah berkenan menghapuskan dosa dari umatnya atas kesalahan yang tidak disengaja, sesuatu yang mereka lupakan, serta perbuatan yang dilakukan karena paksaan 

Mari kita bacakan hadits lengkapnya:

-----

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى وَضَعَ عَنْ أُمَّتِي الخَطَأَ، وَالنِّسْيَانَ، وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ۔

Sesungguhnya Allah Ta'ala telah menghapuskan (dosa) dari umatku karena kesalahan, lupa, dan apa yang mereka dipaksa melakukannya.

HR Ibnu Majah (2045) Ath-Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Awsath (8273), dan Ibnu Hibban (7219)

 


Syarah Hadits


تَفَضَّلَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ عَلَى هَذِهِ الأُمَّةِ بِكَثِيرٍ مِنَ الْعَطَايَا وَالْفَضَائِلِ رَحْمَةً لَهَا
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menganugerahkan kepada umat ini banyak pemberian dan keutamaan sebagai rahmat bagi mereka.

فَوَضَعَ عَنْهُمْ الْحِسَابَ وَالْعِقَابَ عَلَى كَثِيرٍ مِنَ الأَعْمَالِ الِاضْطِرَارِيَّةِ
Maka Dia telah menggugurkan dari mereka perhitungan dan hukuman atas banyak perbuatan yang sifatnya darurat.

وَبَيَّنَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْوَاعَ ذَلِكَ فِي هَذَا الْحَدِيثِ
Dan Nabi Muhammad 
 telah menjelaskan kepada kita jenis-jenis hal tersebut dalam hadis ini.

فَقَالَ: "إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى وَضَعَ عَنْ أُمَّتِي"، أَيْ: رَحِمَهَا وَخَفَّفَ عَنْهَا
Beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menggugurkan dari umatku," yakni telah merahmati mereka dan meringankan bagi mereka.

"الْخَطَأَ"، أَيْ: مَا صَدَرَ مِنْهُمْ عَفْوًا وَدُونَ تَعَمُّدٍ
"
Kesalahan," yakni sesuatu yang terjadi dari mereka tanpa sengaja dan tanpa niat.

وَهُوَ أَنْ يَقْصِدَ الْمُسْلِمُ بِفِعْلِهِ شَيْئًا، فَيُصَادِفَ فِعْلُهُ غَيْرَ مَا قَصَدَهُ
Yaitu seorang Muslim bermaksud melakukan sesuatu, namun perbuatannya tidak sesuai dengan maksudnya.

مِثْلُ أَنْ يَقْصِدَ قَتْلَ كَافِرٍ، فَيُصَادِفَ قَتْلُهُ مُسْلِمًا
Seperti ketika ia berniat membunuh seorang kafir, tetapi ternyata membunuh seorang Muslim.

وَقِيلَ: الْخَطَأُ عُذْرٌ صَالِحٌ لِسُقُوطِ حَقِّ اللَّهِ تَعَالَى إِذَا حَصَلَ عَنْ اجْتِهَادٍ
Dan dikatakan: Kesalahan adalah alasan yang cukup untuk menggugurkan hak Allah Ta’ala apabila terjadi karena ijtihad.

وَلَمْ يُجْعَلْ عُذْرًا فِي حُقُوقِ الْعِبَادِ، حَتَّى وَجَبَ عَلَيْهِ ضَمَانُ الْعُدْوَانِ
Namun hal itu tidak dijadikan alasan dalam hak-hak sesama manusia, sehingga ia tetap wajib menanggung akibat kerusakan tersebut.

مِثْلُ الْمُؤَاخَذَةِ الْمَالِيَّةِ فِي قَتْلِ النَّفْسِ خَطَأً، وَإِتْلَافِ مَالِ الْغَيْرِ
Seperti tanggungan finansial dalam kasus pembunuhan tidak sengaja dan perusakan harta orang lain.

فَإِنَّهَا ثَابِتَةٌ شَرْعًا
Karena hal tersebut ditetapkan secara syariat.

"وَالنِّسْيَانَ"، وَهُوَ أَنْ يَكُونَ الْمُسْلِمُ مُتَذَكِّرًا لِشَيْءٍ، وَلَكِنْ يَنْسَاهُ عِنْدَ الْفِعْلِ
"
Kelupaan," yaitu ketika seorang Muslim mengingat sesuatu, tetapi lupa saat melakukannya.

فَلَا إِثْمَ فِي ذَلِكَ
Maka tidak ada dosa dalam hal tersebut.

وَلَكِنَّ رَفْعَ الْإِثْمِ لَا يُنَافِي أَنْ يَتَرَتَّبَ عَلَى نِسْيَانِهِ حُكْمٌ
Akan tetapi, dihapuskannya dosa tidak menghalangi adanya konsekuensi hukum atas kelupaannya.

مِثْلُ مَنْ نَسِيَ الْوُضُوءَ، وَصَلَّى ظَانًّا أَنَّهُ مُتَطَهِّرٌ
Seperti orang yang lupa berwudu, lalu salat dengan sangkaan bahwa ia masih suci.

فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ بِذَلِكَ، ثُمَّ إِنْ تَبَيَّنَ أَنَّهُ كَانَ قَدْ صَلَّى مُحْدِثًا؛ فَإِنَّ عَلَيْهِ الْإِعَادَةَ
Ia tidak berdosa atas hal itu, tetapi jika kemudian terbukti bahwa ia telah salat dalam keadaan berhadats, maka ia wajib mengulangnya.

وَإِنَّمَا عُفِيَ عَنِ الْمُخْطِئِ وَالنَّاسِي بِمَعْنَى رَفْعِ الْإِثْمِ عَنْهُمَا
Namun, dimaafkannya orang yang bersalah dan lupa itu dalam arti dihapuskan dosa atas mereka.

لِأَنَّ الْإِثْمَ مُرَتَّبٌ عَلَى الْمَقَاصِدِ وَالنِّيَّاتِ، وَالنَّاسِي وَالْمُخْطِئُ لَا قَصْدَ لَهُمَا
Karena dosa itu didasarkan pada maksud dan niat, sedangkan orang yang lupa dan bersalah tidak memiliki maksud.

فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِمَا
Sehingga tidak ada dosa atas mereka.

وَالْخَطَأُ وَالنِّسْيَانُ صَرَّحَ الْقُرْآنُ بِالتَّجَاوُزِ عَنْهُمَا
Kesalahan dan kelupaan telah dijelaskan dalam Al-Qur'an bahwa keduanya dimaafkan.

قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا} [البقرة: 286]
Allah Ta’ala berfirman: "Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah." (QS. Al-Baqarah: 286)

وَقَالَ: {وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ} [الأحزاب: 5]
Dan Dia berfirman: "Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf di dalamnya, tetapi yang ada adalah apa yang disengaja oleh hatimu." (QS. Al-Ahzab: 5)

"وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ"، أَيْ: مَا أُجْبِرُوا عَلَيْهِ مِنْ قَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ مُخَالِفٍ لِلشَّرْعِ دُونَ رِضَاهُمْ
"
Dan apa yang mereka dipaksa melakukannya," yakni perbuatan atau ucapan yang bertentangan dengan syariat yang dilakukan tanpa kerelaan mereka.

مَعَ عَدَمِ قُدْرَتِهِمْ عَلَى دَفْعِ الإِكْرَاهِ عَنْ أَنْفُسِهِمْ
Serta tanpa kemampuan mereka untuk menolak paksaan tersebut dari diri mereka.

لَمْ يَتَرَتَّبْ عَلَيْهِ حُكْمٌ مِنَ الأَحْكَامِ
Maka tidak akan ada hukum yang dibebankan kepada mereka.

وَلَمْ يُؤَاخَذُوا بِهِ فِي أَحْكَامِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
Dan mereka tidak akan dimintai pertanggungjawaban atasnya baik dalam hukum dunia maupun akhirat.

 Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/128788

 


Pelajaran dari hadits ini


1. Rahmat Allah yang Maha Luas

  • Allah menunjukkan kasih sayang-Nya kepada umat Islam dengan menghapus dosa yang muncul karena kekhilafan, kesalahan tanpa sengaja, lupa, dan paksaan. Ini adalah salah satu bentuk keringanan (التخفيف) yang Allah berikan kepada umat Nabi Muhammad ﷺ.
  • Hadits ini mencerminkan bagaimana syariat Islam didasarkan pada prinsip keadilan dan kemudahan, sesuai dengan firman Allah:
    “وما جعل عليكم في الدين من حرج” (Allah tidak menjadikan kesulitan dalam agama untuk kalian) – [QS. Al-Hajj: 78].

2. Penghapusan Dosa karena Kesalahan (الخطأ)

  • Makna "al-khatha'" (kesalahan tanpa sengaja):
    Ini mengacu pada perbuatan yang dilakukan seorang Muslim tanpa niat buruk, misalnya ketika seseorang berniat melakukan sesuatu yang benar, tetapi hasilnya berlawanan dengan yang diinginkan. Contohnya, seseorang berniat membunuh musuh dalam perang, tetapi tidak sengaja mengenai Muslim lain.
  • Hukum terkait kesalahan:
    Meskipun dosa atas kesalahan ini dihapus, ada konsekuensi tertentu, terutama dalam hak-hak manusia (حقوق العباد). Contohnya:
    • Dalam kasus pembunuhan tidak sengaja, pelaku tetap harus membayar diyat (tebusan) kepada keluarga korban.
    • Dalam hal merusak harta orang lain tanpa sengaja, pelaku tetap harus mengganti kerugian sesuai syariat.

3. Penghapusan Dosa karena Lupa (النسيان)

  • Makna "an-nisyan" (lupa):
    Ini mencakup situasi di mana seorang Muslim lupa melakukan sesuatu yang diwajibkan (misalnya lupa shalat) atau melakukan sesuatu yang dilarang (misalnya makan saat puasa karena lupa).
  • Konsekuensi lupa dalam syariat:
    • Tidak ada dosa atas perbuatan tersebut karena lupa, tetapi kewajiban tetap harus dipenuhi setelah ingat. Contoh:
      • Jika seseorang lupa berwudhu dan shalat dalam keadaan tidak suci, ia harus mengulangi shalatnya setelah ingat.
      • Jika seseorang lupa berpuasa di siang hari Ramadan, puasanya tetap sah karena lupa dianggap tidak disengaja.
  • Hadits ini menunjukkan prinsip penting dalam Islam bahwa amal perbuatan dinilai berdasarkan niat (المقاصد والنيات), sehingga perbuatan yang dilakukan tanpa niat buruk tidak dianggap berdosa.

4. Penghapusan Dosa karena Paksaan (الإكراه)

  • Makna "ikrah" (paksaan):
    Paksaan dalam konteks ini berarti seseorang dipaksa melakukan perbuatan atau mengucapkan sesuatu yang bertentangan dengan syariat, dalam kondisi ia tidak mampu menolaknya.
    • Contoh: Jika seseorang dipaksa mengucapkan kekufuran di bawah ancaman bahaya (misalnya, ancaman pembunuhan), perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai dosa selama hatinya tetap beriman.
  • Kriteria paksaan dalam syariat:
    • Paksaan harus benar-benar nyata, bukan sekadar ancaman ringan.
    • Tidak ada alternatif bagi individu untuk melarikan diri dari paksaan tersebut.
  • Hikmah dari penghapusan dosa karena paksaan:
    • Allah tidak membebani seseorang di luar kemampuannya.
    • Prinsip ini menegaskan keadilan Allah dalam memberikan taklif (beban hukum) kepada hamba-Nya.

5. Kesesuaian dengan Al-Qur’an

  • Hadits ini selaras dengan firman Allah dalam Al-Qur’an, yang menegaskan bahwa Allah tidak akan menghukum seseorang atas kesalahan, lupa, atau paksaan:
    • “ربنا لا تؤاخذنا إن نسينا أو أخطأنا” (Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah) – [QS. Al-Baqarah: 286].
    • “وليس عليكم جناح فيما أخطأتم به ولكن ما تعمدت قلوبكم” (Tidak ada dosa atas kamu terhadap kesalahan yang tidak kamu sengaja, tetapi yang berdosa adalah apa yang disengaja oleh hatimu) – [QS. Al-Ahzab: 5].

6. Prinsip Syariat Islam: Keringanan dalam Kesulitan

  • Hadits ini menegaskan bahwa Islam adalah agama yang mudah dan mempermudah umatnya. Allah menghapus dosa dalam tiga kondisi yang sulit dihindari manusia (kesalahan, lupa, dan paksaan), menunjukkan bahwa syariat dirancang untuk menjaga keseimbangan dan keadilan.
  • Prinsip ini juga mengajarkan umat Islam untuk berlapang dada dan memaafkan kesalahan orang lain dalam situasi yang serupa.

Kesimpulan Utama

Hadits ini menekankan rahmat Allah yang sangat luas dan keadilan-Nya dalam menetapkan hukum syariat. Umat Islam diajarkan untuk:

  1. Memahami bahwa tidak semua kesalahan atau kelalaian mendatangkan dosa.
  2. Berusaha selalu berhati-hati dalam bertindak, terutama terkait hak orang lain.
  3. Menghargai kemurahan Allah dan terus berusaha meningkatkan kualitas iman dan amal, tanpa merasa terlalu terbebani oleh hukum syariat.
----- Penutup Kajian -----
Hadirin yang dirahmati Allah,

Dari hadits ini, kita dapat memahami bahwa Islam bukan agama yang memberatkan, tetapi memberi ruang bagi manusia untuk bertobat dan memahami batas-batas yang telah ditetapkan oleh syariat. Namun, bukan berarti kita boleh lalai dan menjadikan kesalahan atau kelupaan sebagai alasan untuk mengabaikan kewajiban kita. Sebaliknya, hadits ini mengajarkan kita tentang pentingnya niat, kehati-hatian, dan kesungguhan dalam menjalankan syariat Islam.

Oleh karena itu, melalui kajian ini, kita bersama-sama memahami batasan antara kesalahan yang dimaafkan dan tanggung jawab kita sebagai seorang Muslim. Semoga Allah ﷻ senantiasa membimbing langkah kita dalam kebaikan dan memberi kita pemahaman yang benar terhadap agama ini.

Aamiin, ya Rabbal ‘alamin.

 

 


Belajar membaca dan menerjemahkan syarah hadits tanpa harakat


تفضل الله سبحانه على هذه الأمة بكثير من العطايا والفضائل رحمة لها؛ فوضع عنهم الحساب والعقاب على كثير من الأعمال الاضطرارية، وبين لنا النبي صلى الله عليه وسلم أنواع ذلك في هذا الحديث، فقال: "إن الله تعالى وضع عن أمتي"، أي: رحمها وخفف عنها، "الخطأ"، أي: ما صدر منهم عفوا ودون تعمد، وهو أن يقصد المسلم بفعله شيئا، فيصادف فعله غير ما قصده، مثل أن يقصد قتل كافر، فيصادف قتله مسلما، وقيل: الخطأ عذر صالح لسقوط حق الله تعالى إذا حصل عن اجتهاد، ولم يجعل عذرا في حقوق العباد، حتى وجب عليه ضمان العدوان، مثل المؤاخذة المالية في قتل النفس خطأ، وإتلاف مال الغير، فإنها ثابتة شرعا، "والنسيان"، وهو أن يكون المسلم متذكرا لشيء، ولكن ينساه عند الفعل؛ فلا إثم في ذلك، ولكن رفع الإثم لا ينافي أن يترتب على نسيانه حكم، مثل من نسي الوضوء، وصلى ظانا أنه متطهر؛ فلا إثم عليه بذلك، ثم إن تبين أنه كان قد صلى محدثا؛ فإن عليه الإعادة.

وإنما عفي عن المخطئ والناسي بمعنى رفع الإثم عنهما؛ لأن الإثم مرتب على المقاصد والنيات، والناسي والمخطئ لا قصد لهما؛ فلا إثم عليهما.

والخطأ والنسيان صرح القرآن بالتجاوز عنهما، قال الله تعالى: {ربنا لا تؤاخذنا إن نسينا أو أخطأنا} [البقرة: 286]، وقال: {وليس عليكم جناح فيما أخطأتم به ولكن ما تعمدت قلوبكم} [الأحزاب: 5]، "وما استكرهوا عليه"، أي: ما أجبروا عليه من قول أو فعل مخالف للشرع دون رضاهم، مع عدم قدرتهم على دفع الإكراه عن أنفسهم؛ لم يترتب عليه حكم من الأحكام، ولم يؤاخذوا به في أحكام الدنيا والآخرة .

 


Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers