Hadits: Orang Beriman Makan Dengan 1 Usus dan Orang Kafir Makan Dengan 7 Usus

 

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ:

Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kita kesempatan untuk berkumpul dalam kajian ini. Semoga kajian kita kali ini diberkahi dan dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita semua. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang setia mengikuti sunnah beliau hingga akhir zaman.

Saudaraku sekalian, dalam kehidupan sehari-hari kita sering kali dihadapkan dengan masalah yang terkait dengan adab makan dan minum. Terkadang, kita melihat fenomena di masyarakat di mana perilaku makan seseorang tidak mencerminkan adab yang sesuai dengan ajaran Islam. Banyak orang yang makan dengan berlebihan, tanpa memperhatikan keberkahan dalam makanan, serta mengabaikan hak-hak orang lain untuk menikmati makanan. Hal ini, meskipun tampak sederhana, sebenarnya berkaitan erat dengan prinsip-prinsip penting dalam kehidupan seorang Muslim.

Hadits yang akan kita kaji kali ini mengajarkan kita tentang adab makan yang sangat penting, yaitu tentang bagaimana Rasulullah ﷺ mengajarkan kita untuk makan dengan cara yang sederhana, tidak berlebihan, dan penuh keberkahan. Dalam hadits ini, kita mendapati bahwa sahabat Nabi, Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu, tidak mau makan sendirian dan selalu memastikan ada orang miskin yang makan bersamanya. Hal ini menunjukkan betapa mulianya adab makan dalam Islam, serta pentingnya berbagi dengan sesama, terutama dengan mereka yang membutuhkan.

Namun, hadits ini tidak hanya berbicara tentang berbagi makanan, tetapi juga memberikan pelajaran tentang karakter seorang mukmin yang seharusnya tidak terjebak dalam kehidupan yang materialistis, yang selalu mengutamakan kenikmatan duniawi dan kepuasan hawa nafsu. Hadits ini mengingatkan kita tentang bagaimana seorang mukmin seharusnya makan dengan sederhana, cukup dengan apa yang ada, dan selalu mengharapkan keberkahan dari Allah SWT, bukan hanya untuk memenuhi nafsu atau keinginan duniawi.

Salah satu inti dari hadits ini adalah perbandingan antara cara makan seorang mukmin dan seorang kafir. Rasulullah ﷺ menggambarkan bahwa orang mukmin makan dengan satu perut, yang mencerminkan sikap sederhana dan tawakal, sementara orang kafir makan dengan tujuh perut, menggambarkan kebiasaan berlebih-lebihan dan ketamakan. Perbandingan ini memberikan kita gambaran yang jelas tentang bagaimana kita seharusnya berperilaku dalam hal makan dan bagaimana cara hidup seorang mukmin seharusnya lebih mengutamakan ketakwaan kepada Allah daripada kesenangan dunia.

Urgensi dari pembelajaran hadits ini sangatlah besar. Di tengah kehidupan yang semakin materialistis dan individualistik, kita sebagai umat Islam perlu kembali kepada ajaran-ajaran Nabi ﷺ yang sederhana namun penuh hikmah. Dengan mempelajari hadits ini, kita diharapkan dapat mengubah pola makan kita yang berlebihan menjadi lebih sederhana, tidak serakah, dan lebih memperhatikan keberkahan serta hak-hak orang lain. Ini adalah langkah kecil yang dapat membawa perubahan besar dalam kehidupan kita, baik dari segi spiritual maupun sosial.

Oleh karena itu, mari kita bersama-sama fokus dalam kajian ini, membuka hati dan pikiran kita untuk memahami makna yang terkandung dalam hadits ini, serta bagaimana kita bisa mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari kita. Semoga Allah SWT memberi kita taufik dan hidayah untuk mengamalkan apa yang kita pelajari hari ini, dan menjadikan ilmu yang kita dapat sebagai amal yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat. Aamiin.

Sekian pembukaan dari saya, mari kita lanjutkan dengan kajian lebih mendalam tentang hadits ini.

----- 

Dari Nafi' seorang budak (yang dimerdekakan) Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma meriwayatkan:

كانَ ابنُ عُمَرَ لا يَأْكُلُ حتَّى يُؤْتَى بمِسْكِينٍ يَأْكُلُ معهُ، فأدْخَلْتُ رَجُلًا يَأْكُلُ معهُ، فأكَلَ كَثِيرًا، فَقالَ: يا نَافِعُ، لا تُدْخِلْ هذا عَلَيَّ؛ سَمِعْتُ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم يقولُ: المُؤْمِنُ يَأْكُلُ في مِعًى واحِدٍ، والكَافِرُ يَأْكُلُ في سَبْعَةِ أمْعَاءٍ.

Ibnu Umar tidak makan hingga didatangkan seorang miskin yang makan bersamanya. Lalu aku memasukkan seorang laki-laki untuk makan bersamanya, tetapi orang itu makan dengan sangat banyak. Maka Ibnu Umar berkata, "Wahai Nafi‘, jangan masukkan orang ini kepadaku! Aku mendengar Nabi bersabda: 'Orang mukmin makan dengan satu usus, sedangkan orang kafir makan dengan tujuh usus.'"

HR Muslim (2060)


Arti Per Kalimat


كَانَ ابنُ عُمَرَ
Ibnu Umar terbiasa (melakukan sesuatu)

Kata "كَانَ" menunjukkan kebiasaan yang dilakukan oleh Abdullah bin Umar.


لَا يَأْكُلُ حَتَّى يُؤْتَى بِمِسْكِينٍ يَأْكُلُ مَعَهُ
Ia (Ibnu Umar) tidak makan sampai didatangkan seorang miskin yang makan bersamanya.

Ini menunjukkan kebiasaan Ibnu Umar dalam berbagi makanan dengan orang miskin sebelum ia makan.


فَأَدْخَلْتُ رَجُلًا يَأْكُلُ مَعَهُ
Maka aku memasukkan seorang laki-laki yang makan bersamanya.

Yang berbicara di sini adalah Nafi’, maula (pembantu) Ibnu Umar.


فَأَكَلَ كَثِيرًا
Lalu ia (laki-laki itu) makan dengan sangat banyak.

Ini menggambarkan bahwa tamu tersebut makan dalam jumlah yang tidak biasa.


فَقَالَ: يَا نَافِعُ، لَا تُدْخِلْ هَذَا عَلَيَّ
Maka Ibnu Umar berkata: "Wahai Nafi‘, jangan masukkan orang ini kepadaku lagi!"

Ini menunjukkan reaksi Ibnu Umar yang merasa ada sesuatu yang tidak biasa dengan cara makan orang tersebut.


سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
Aku mendengar Nabi bersabda:

Ibnu Umar mengaitkan peristiwa ini dengan sabda Nabi sebagai dalil.


المُؤْمِنُ يَأْكُلُ فِي مِعًى وَاحِدٍ
Orang mukmin makan dengan satu usus.

Maknanya, orang beriman makan secukupnya dan tidak berlebihan.


وَالْكَافِرُ يَأْكُلُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءٍ
Sedangkan orang kafir makan dengan tujuh usus.

Ini adalah perumpamaan yang menunjukkan bahwa orang kafir cenderung makan secara berlebihan dan lebih mementingkan kepuasan duniawi daripada bersikap sederhana seperti seorang mukmin.


Syarah Hadits


عَلَّمَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Nabi mengajarkan kepada kami

آدَابَ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ
adab-adab dalam makan dan minum

وَمَا يَرْتَبِطُ بِهَا مِن ذِكْرِ اللَّهِ تَعَالَى وَكَيْفِيَّةِ الْإِطْعَامِ وَغَيْرِهَا مِنَ الآدَابِ
dan apa yang berkaitan dengan itu dari dzikir kepada Allah Ta'ala, cara memberi makan, dan adab-adab lainnya.

وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ
Dan dalam hadis ini

يَرْوِي نَافِعٌ مَوْلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ
Nafi' seorang budak (yang dimerdekakan) Abdullah bin Umar meriwayatkannya

أَنَّ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
bahwa Ibnu Umar, semoga Allah meridhainya,

كَانَ لَا يَأْكُلُ مُنفَرِدًا
tidak makan sendirian

حَتَّى يُؤْتَى بِمِسْكِينٍ مِنَ الْفُقَرَاءِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ قُوتَهُمْ
hingga dihadirkan seorang miskin dari kalangan orang-orang yang tidak menemukan rezeki mereka,

لِيَأْكُلَ مَعَهُ
agar ia makan bersamanya.

فَأَدْخَلَ عَلَيْهِ نَافِعٌ ذَاتَ مَرَّةٍ رَجُلًا يَأْكُلُ مَعَهُ
Kemudian, pada suatu waktu, Nafi' memasukkan seorang lelaki yang makan bersamanya.

فَأَكَلَ كَثِيرًا
Lelaki itu makan banyak.

فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
Kemudian Ibnu Umar, semoga Allah meridhainya, berkata,

يَا نَافِعُ، لَا تُدْخِلْ هَذَا عَلَيَّ مَرَّةً أُخْرَى
Wahai Nafi', jangan masukkan orang ini kepadaku lagi.

لِمَا فِيهِ مِنَ الاتِّصَافِ بِصِفَةِ الْكَافِرِ
Karena di dalamnya ada sifat yang menyerupai sifat orang kafir.

وَهِيَ كَثْرَةُ الْأَكْلِ
Yaitu berlebihan dalam makan.

وَنَفْسُ الْمُؤْمِنِ تَنفِرُ مِمَّنْ هُوَ مُتَّصِفٌ بِصِفَةِ الْكَافِرِ
Dan jiwa orang mukmin merasa jijik terhadap orang yang memiliki sifat seperti orang kafir.

ثُمَّ اسْتَدَلَّ لِذَلِكَ بِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Kemudian dia menyandarkan hal itu kepada sabda Rasulullah ,

«الْمُؤْمِنُ يَأْكُلُ فِي مِعًى وَاحِدٍ، وَالْكَافِرُ يَأْكُلُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءِ»
‘Seorang mukmin makan dengan satu perut, sedangkan orang kafir makan dengan tujuh perut.’

وَالْمَرَادُ
Yang dimaksud adalah,

أَنَّ الْمُؤْمِنَ يَأْكُلُ بِآدَابِ الشَّرْعِ
bahwa seorang mukmin makan dengan adab-adab syariat,

فَيَأْكُلُ فِي مِعًى وَاحِدٍ
maka ia makan dengan satu perut,

وَيُبَارَكُ لَهُ فِي الْقَلِيلِ
dan sedikit yang dimakannya akan diberkahi.

وَالْكَافِرَ يَأْكُلُ بِمُقْتَضَى الشَّهْوَةِ وَالشَّرَهِ وَالنَّهَمِ
Sedangkan orang kafir makan sesuai dengan hawa nafsu, kerakusan, dan ketamakan.

فَيَأْكُلُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءِ
Maka ia makan dengan tujuh perut.

حَتَّى يَمْلَأَ طَبَقَاتِ أَمْعَائِهِ كُلَّهَا
Hingga ia memenuhi seluruh lapisan perutnya.

وَهَذَا تَمْثِيلٌ لِرِضَا الْمُؤْمِنِ بِالْيَسِيرِ مِنَ الدُّنْيَا
Ini adalah perumpamaan bagi kepuasan orang mukmin dengan sedikit dari dunia.

وَحِرْصِ الْكَافِرِ عَلَى الْكَثِيرِ مِنْهَا
Dan ketamakan orang kafir terhadap banyaknya dunia.

وَهُوَ إِعْلَامٌ بِأَنَّ هَمَّ الْمُؤْمِنِ مَرْضَاةُ رَبِّهِ تَعَالَى لَا التَّوَسُّعُ فِي الْمَأْكُولِ
Dan ini adalah pemberitahuan bahwa tujuan orang mukmin adalah untuk meraih keridhaan Allah Ta'ala, bukan untuk meluaskan konsumsi makanan.

فَيَكْفِيهِ الْقَلِيلُ
Maka sedikit makanan sudah cukup baginya.

وَعَكْسُهُ الْكَافِرُ
Sebaliknya, orang kafir.

فَهَمُّهُ الاسْتِمْتَاعُ بِالطَّيِّبَاتِ فِي حَيَاتِهِ الدُّنْيَا
Tujuan hidupnya adalah menikmati kenikmatan duniawi dalam hidupnya.

فَيَأْكُلُ بِنَهَمٍ وَشَرَاهَةٍ وَلَا يَكْتَفِي
Maka ia makan dengan rakus dan tamak, dan tidak merasa cukup.

فَكَأَنَّهُ يَأْكُلُ فِي سَبْعَةِ أَمْعَاءِ مَعَ عَدَمِ وُجُودِ الْبَرَكَةِ
Seolah-olah ia makan dengan tujuh perut, namun tidak ada keberkahan di dalamnya.

وَقَدْ حَمَلَ ابْنُ عُمَرَ الْحَدِيثَ عَلَى ظَاهِرِهِ
Ibnu Umar memegang hadis ini sesuai dengan makna lahiriah.

وَكَرِهَ دُخُولَهُ عَلَيْهِ لَمَّا رَآهُ مُتَّصِفًا بِصِفَةٍ وُصِفَ بِهَا الْكَافِرُ
Dan dia tidak menyukai kedatangannya kepadanya, karena melihat orang tersebut memiliki sifat yang disandangkan pada orang kafir.

Maraji:
https://dorar.net/hadith/sharh/5159


Pelajaran dari Hadits ini


Hadis ini mengajarkan kita tentang pentingnya kesederhanaan dalam makan, berbagi dengan orang miskin, menjaga adab, dan menghindari sifat berlebihan yang bisa membawa kita lebih dekat pada keserakahan duniawi. Sebagai seorang mukmin, kita diharapkan untuk lebih fokus pada akhirat dan bersyukur atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah.

Hadis yang Anda sampaikan mengandung banyak pelajaran dan hikmah, baik yang bersifat praktis maupun yang bersifat spiritual, yaitu:

1. Menghargai dan Memberi Makan kepada Orang Miskin

  • Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat melaksanakan amalan ini dengan menyisihkan sebagian rezeki untuk memberi makan orang miskin atau berbagi dengan yang membutuhkan, baik dalam acara makan bersama atau memberi sedekah.
  • Seperti yang dilakukan oleh Ibnu Umar, memberikan makan kepada orang miskin adalah amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam. Ibnu Umar tidak mau makan sebelum ada orang miskin yang makan bersamanya. Ini mengajarkan kita untuk berbagi dengan sesama, terutama dengan mereka yang membutuhkan. Hal ini juga merupakan bentuk empati dan solidaritas sosial.

2. Pentingnya Ikhlas dalam Berbagi

  • Ketika kita berbagi rezeki dengan orang lain, baik itu makanan atau uang, niatkan itu sebagai amal soleh dan untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan semata-mata untuk mendapatkan pujian dari orang lain.
  • Memberikan makan kepada orang lain harus dilakukan dengan niat yang ikhlas, bukan untuk mencari pujian atau hanya untuk bersenang-senang. Ini mengajarkan bahwa berbagi itu adalah bentuk ibadah, bukan sekadar kegiatan sosial.

3. Mencari Barakah dalam Makanan Yang Sedikit

  • Dalam hadis ini, dijelaskan bahwa orang mukmin akan diberi barakah dalam makanan yang sedikit, sementara orang kafir tidak merasakan barakah meskipun makan banyak. Ini menunjukkan bahwa dalam hidup kita perlu mencari keberkahan, bukan hanya mengejar kuantitas.

4. Adab Makan dalam Islam

  • Hadis ini mengajarkan pentingnya adab dalam makan. Seorang mukmin sebaiknya makan dengan sederhana dan tidak berlebihan. Prinsip ini sangat erat kaitannya dengan menjaga kesehatan tubuh dan juga menunjukkan rasa syukur terhadap nikmat yang diberikan Allah.
  • Makan dengan penuh adab, tidak rakus, dan tidak berlebihan. Ini bisa diterapkan dengan tidak terlalu banyak mengambil makanan, serta makan dengan tangan kanan dan mengucapkan doa sebelum dan sesudah makan.

5. Menghindari Sifat yang Tidak Disukai Nabi ﷺ

  • Ibnu Umar merasa tidak nyaman jika orang lain makan dengan cara yang berlebihan. Hal ini menunjukkan pentingnya menghindari sifat-sifat yang tidak disukai oleh Rasulullah ﷺ, seperti berlebih-lebihan dalam makan. Sebagai seorang mukmin, kita harus berusaha mencontohkan sifat-sifat yang baik dan disukai oleh Nabi ﷺ.

6. Meninggalkan Sifat Berlebihan dalam Dunia

  • Hadis ini mengingatkan kita untuk tidak terlalu mementingkan kenikmatan duniawi, termasuk dalam hal makan. Orang mukmin yang sejati tidak terjebak dalam keserakahan dan kerakusan dunia. Ketika makan, ia merasa cukup dengan yang sedikit dan bersyukur kepada Allah.
  • Kita diajarkan untuk tidak mudah terbuai dengan kenikmatan dunia yang bersifat sementara. Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa menghindari perilaku konsumtif, misalnya dengan tidak terlalu sering makan berlebihan atau memboroskan uang untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.

7. Perbedaan Mentalitas Mukmin dan Kafir dalam Menghadapi Dunia

  • Hadis ini juga menggambarkan perbedaan cara hidup antara orang mukmin dan orang kafir. Orang mukmin makan secukupnya, dengan penuh kesederhanaan, dan merasa cukup dengan apa yang diberikan oleh Allah. Sebaliknya, orang kafir cenderung serakah dan tidak merasa puas meski sudah makan banyak. Hal ini mencerminkan bahwa perbedaan dalam cara makan adalah refleksi dari perbedaan tujuan hidup antara kedua golongan tersebut.
  • Dalam kehidupan kita, ini mengajarkan kita untuk lebih fokus pada kehidupan akhirat dan menjaga keseimbangan dalam urusan duniawi. Kita tidak perlu tergoda untuk terus mengejar kesenangan dunia yang berlebihan, karena fokus utama kita adalah meraih keridhaan Allah.

8. Kehati-hatian dalam Menilai Seseorang

  • Ibnu Umar mengingatkan untuk tidak membiarkan seseorang yang memiliki sifat yang mirip dengan orang kafir (dalam hal ini, berlebihan dalam makan) untuk berada di dekatnya. Ini menunjukkan pentingnya kehati-hatian dalam memilih teman dan lingkungan, serta pentingnya menilai perilaku seseorang agar tidak terbawa oleh kebiasaan yang buruk.
  • Kita harus selektif dalam memilih teman dan lingkungan, serta berusaha menjaga diri dari kebiasaan atau pengaruh negatif yang bisa merusak akhlak kita.

Penutup Kajian


 Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memudahkan kita untuk memahami dan menggali lebih dalam makna dari hadits yang sangat berharga ini. Semoga kajian yang telah kita lakukan bersama memberikan manfaat yang besar bagi kita semua, baik dalam pemahaman maupun dalam praktik kehidupan sehari-hari.

Saudaraku yang mulia, dari hadits yang kita pelajari hari ini, kita memperoleh banyak pelajaran berharga yang seharusnya tidak hanya menjadi ilmu yang kita simpan, tetapi juga menjadi panduan dalam berperilaku. Hadits ini mengajarkan kita tentang pentingnya adab makan dan minum dalam Islam, yang mencakup cara kita berbagi dengan sesama, menjaga kesederhanaan, dan menghindari sikap berlebihan dalam memenuhi kebutuhan fisik kita. Selain itu, hadits ini juga mengingatkan kita untuk lebih mengutamakan keberkahan dalam hidup, bukan sekadar mengejar kenikmatan duniawi.

Faedah utama dari hadits ini adalah untuk menanamkan kesadaran kita bahwa makan dan minum bukanlah sekadar aktivitas fisik untuk memenuhi kebutuhan tubuh, tetapi juga merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan makan dengan adab yang benar, kita mengharapkan keberkahan dalam rezeki, menjaga hubungan baik dengan sesama, dan menghindari sikap serakah atau tamak yang dapat merusak hati kita. Sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ, seorang mukmin seharusnya makan dengan sederhana, merasa cukup dengan apa yang ada, dan berbagi dengan orang-orang yang membutuhkan.

Harapan kita semua setelah mengikuti kajian ini adalah agar kita dapat mengimplementasikan ajaran dalam hadits ini dalam kehidupan sehari-hari. Semoga kita bisa menjadi pribadi yang lebih bijak dalam mengelola nafsu makan kita, lebih peduli dengan kebutuhan orang lain, dan selalu mengutamakan keberkahan dalam setiap tindakan kita. Jika kita mampu menerapkan adab makan yang diajarkan Rasulullah ﷺ ini, Insya Allah, kehidupan kita akan lebih diberkahi, dan hubungan kita dengan Allah SWT serta sesama manusia akan semakin harmonis.

Mari kita niatkan untuk mempraktikkan apa yang telah kita pelajari hari ini. Jangan biarkan ilmu ini hanya menjadi pengetahuan semata, tetapi jadikanlah sebagai pedoman dalam setiap langkah kehidupan kita. Semoga Allah SWT memberikan kita kekuatan dan kesabaran untuk terus memperbaiki diri, dan menjadikan amalan kita sebagai amal yang diterima di sisi-Nya.

Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih atas perhatian dan partisipasi saudara-saudara sekalian dalam kajian ini. Semoga kita semua mendapatkan manfaat yang maksimal dari kajian ini, dan semoga Allah SWT senantiasa membimbing kita dalam menapaki jalan-Nya yang lurus. Aamiin.

Kita tutup dengan doa kafaratul majelis:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.

وَصَلَّى اللَّهُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَوَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci