Hadits: Larangan Duduk di Meja Yang Dihidangkan Khamar

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ

الْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ، أَمَّا بَعْدُ


Hadirin jamaah yang dirahmati Allah,
Segala puji bagi Allah yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabat, dan seluruh umat yang mengikuti petunjuknya hingga hari kiamat.

Pada kesempatan ini, kita akan bersama-sama mengkaji satu hadits yang terlihat sederhana, namun sebenarnya mengandung pesan moral dan etika yang mendalam dalam Islam. Rasulullah ﷺ bukan hanya memberi arahan tentang apa yang halal dan haram, tetapi juga memberikan bimbingan tentang bagaimana seorang Muslim seharusnya bersikap, bahkan dalam hal makan dan minum.

Secara ringkas, ada dua larangan. Larangan pertama yaitu duduk di meja yang digunakan untuk minum khamr, bukan hanya soal menjauhi minuman keras itu sendiri, tetapi juga menjauhkan diri dari tempat-tempat yang dapat mencemarkan nama baik, melemahkan iman, dan mendekatkan seseorang kepada kemaksiatan. Islam mengajarkan kita untuk menjaga diri dari lingkungan yang buruk agar tidak terpengaruh oleh perilaku yang menyimpang.

Larangan kedua, yaitu makan dalam keadaan tengkurap, juga merupakan bentuk perhatian Islam terhadap kesehatan tubuh dan akhlak. Makan dengan posisi yang tidak wajar tidak hanya berdampak buruk bagi tubuh, tetapi juga menunjukkan kurangnya penghormatan terhadap nikmat makanan yang Allah berikan. Haditsnya yaitu:


Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, dia berkata:

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ مَطْعَمَيْنِ: عَنْ الْجُلُوسِ عَلَى مَائِدَةٍ يُشْرَبُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ، وَأَنْ يَأْكُلَ وَهُوَ مُنْبَطِحٌ عَلَى بَطْنِهِ.

Rasulullah melarang dua jenis tempat makan: duduk di meja yang di atasnya diminum khamr (minuman keras) dan makan dalam keadaan tengkurap di atas perutnya.

HR. Abu Daud (3774) dan Ibnu Majah (3370)

Mp3: https://t.me/mp3qhn/121


Arti dan Penjelasan Per Kalimat


نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dilarang oleh Rasulullah ﷺ Dilarang dalam hal ini berarti adanya larangan tegas dari syariat yang menunjukkan keharaman.

Larangan ini berasal dari Rasulullah ﷺ, seorang utusan Allah yang menyampaikan wahyu dan mencontohkan praktik kehidupan Islami yang sempurna. 

 Kata "نَهَى" mengindikasikan larangan yang bersifat syar‘i, bukan hanya teguran etika. 

 Hal ini menunjukkan bahwa tindakan yang akan disebutkan bukan hanya tercela, tapi berpotensi membawa pelanggaran hukum syariat. 

 Ketika larangan ini disandarkan kepada Rasulullah ﷺ, maka itu bukan semata-mata opini pribadi, tetapi merupakan bentuk taufīq dan petunjuk dari Allah yang harus dijauhi oleh umat Islam.


عَنْ مَطْعَمَيْنِ
Terhadap dua keadaan makan Larangan ini terkait dengan dua cara atau situasi makan tertentu yang dianggap tercela.

Penggunaan kata "مَطْعَمَيْنِ" dalam bentuk dual menunjukkan bahwa ada dua bentuk kebiasaan makan yang dilarang secara spesifik. 

 Ini mengisyaratkan bahwa Islam tidak hanya mengatur makanan yang halal atau haram, tetapi juga cara dan suasana ketika makan. 

 Dengan memperhatikan adab dan etika makan, Islam ingin menjaga kemuliaan pribadi dan sosial seorang Muslim. 

 Oleh karena itu, dua bentuk makan yang dilarang ini merupakan simbol dari kelalaian atau kemaksiatan yang dapat merusak nilai spiritual dalam aktivitas makan.


عَنْ الْجُلُوسِ عَلَى مَائِدَةٍ يُشْرَبُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ
Yaitu duduk di meja yang di atasnya diminum khamr Larangan terhadap keikutsertaan pasif dalam suasana maksiat.

Larangan ini bukan hanya pada meminum khamr itu sendiri, tetapi juga mencakup duduk bersama dalam majelis di mana khamr dikonsumsi. 

 Ini menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan pengaruh lingkungan terhadap iman seseorang. 

 Duduk di tempat seperti itu bisa dianggap sebagai bentuk persetujuan diam-diam terhadap maksiat.

 Ia juga membuka pintu bagi normalisasi perbuatan dosa dalam masyarakat. 

 Seorang Muslim diminta untuk menjauhi tempat-tempat yang mengandung unsur pelanggaran syariat agar tidak tercemar secara ruhani dan sosial.


وَأَنْ يَأْكُلَ وَهُوَ مُنْبَطِحٌ عَلَى بَطْنِهِ
Dan (dilarang) makan dalam keadaan menelungkup di atas perutnya Larangan terhadap posisi makan yang tidak sesuai dengan fitrah dan adab Islam.

Perkataan ini menjelaskan larangan bentuk kedua dari perilaku makan, yaitu makan sambil menelungkup di atas perut. 

 Ini adalah posisi yang tidak lazim dan dianggap menyerupai perilaku binatang, sehingga tidak sesuai dengan kehormatan manusia. 

 Islam mengajarkan tata cara makan yang tidak hanya sehat secara fisik tetapi juga beradab secara moral. 

 Makan dalam posisi seperti ini juga bisa berdampak buruk bagi kesehatan dan menyalahi sunnah Nabi ﷺ yang selalu menjaga sikap tawāḍu‘ dan tuma’nīnah saat makan. 

 Maka larangan ini menunjukkan keutamaan adab lahiriah dalam aktivitas sehari-hari seperti makan.


Syarah Hadits


كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَبِّي أُمَّتَهُ عَلَى التَّنَزُّهِ عَنِ الْحَرَامِ

Nabi membimbing umatnya untuk menjauhi hal-hal yang haram

وَعَلَى إِنْكَارِهِ، وَعَدَمِ الْاقْتِرَابِ مِنْهُ بِأَيِّ شَكْلٍ

dan untuk mengingkari hal itu serta tidak mendekatinya dalam bentuk apa pun

وَكَذَلِكَ يُرَبِّيهمْ عَلَى احْتِرَامِ نِعْمَةِ اللَّهِ وَفَضْلِهِ، وَعَدَمِ الْبَطَرِ بِهَا

Beliau juga membimbing mereka untuk menghormati nikmat dan karunia Allah, serta tidak menyia-nyiakannya dengan sombong

وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ يَقُولُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا

Dalam hadis ini, Abdullah bin Umar radhiallahu 'anhuma berkata

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ مَطْعَمَيْنِ

Rasulullah melarang dua jenis tempat makan

وَيَقْصِدُ بِهِمَا أَنَّهُ نَهَى عَنْ هَيْئَتَيْنِ لِلطَّعَامِ

yang dimaksud adalah beliau melarang dua keadaan tertentu saat makan

عَنِ الْجُلُوسِ عَلَى مَائِدَةٍ يُشْرَبُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ

yaitu duduk di meja yang di atasnya diminum khamr (minuman keras)

لِأَنَّ الْخَمْرَ مُحَرَّمٌ، وَالْجُلُوسُ عَلَى مَوَائِدِ الْخَمْرِ فِيهِ إِقْرَارُ الْحَرَامِ

karena khamr itu haram, dan duduk di meja yang di atasnya diminum khamr berarti menyetujui hal yang haram

وَإِنَّمَا يَنْبَغِي عَلَى الْمُسْلِمِ إِنْكَارُ الْمُنْكَرِ، وَالِابْتِعَادُ عَنْ مَوَاطِنِ الْحَرَامِ وَالشُّبُهَاتِ

Seharusnya seorang Muslim mengingkari kemungkaran dan menjauhi tempat-tempat yang mengandung keharaman dan kesamaran

وَأَنْ يَأْكُلَ وَهُوَ مُنْبَطِحٌ عَلَى بَطْنِهِ

Beliau juga melarang seseorang makan dalam keadaan tengkurap di atas perutnya

فَنَهَى أَنْ يَأْكُلَ أَحَدٌ وَهُوَ نَائِمٌ عَلَى بَطْنِهِ

karena beliau melarang seseorang makan dalam keadaan berbaring tengkurap

لِقُبْحِ هَذِهِ الْهَيْئَةِ

karena buruknya keadaan tersebut

وَلِأَنَّ الطَّعَامَ مِنْ نِعْمَةِ اللَّهِ وَفَضْلِهِ؛ فَيَجِبُ شُكْرُهَا وَتَقْدِيرُهَا

dan karena makanan adalah nikmat dan karunia Allah, maka harus disyukuri dan dihargai

وَقِيلَ: سَبَبُ ذَلِكَ أَنَّ الْأَكْلَ بِهَذِهِ الْهَيْئَةِ كَانَ مِنْ دَأْبِ الْمُتْرَفِينَ وَفِعْلِ الْمُتَكَبِّرِينَ

Dikatakan pula bahwa sebab larangan ini adalah karena makan dengan cara tersebut merupakan kebiasaan orang-orang yang hidup mewah dan sombong

وَالْمُسْلِمُ مَأْمُورٌ بِالتَّوَاضُعِ مَعَ نِعَمِ اللَّهِ

Sedangkan seorang Muslim diperintahkan untuk bersikap rendah hati terhadap nikmat Allah

وَهَذِهِ الْهَيْئَةُ فِيهَا بَطَرٌ وَعَدَمُ تَوَاضُعٍ، وَهُوَ مَا لَا يَلِيقُ بِالْمُسْلِمِ

dan keadaan tersebut mengandung kesombongan serta kurangnya sikap rendah hati, yang tidak pantas bagi seorang Muslim

وَفِي الْحَدِيثِ: النَّهْيُ عَنْ حُضُورِ الدَّعَوَاتِ، وَالْجُلُوسِ عَلَى الْمَوَائِدِ الَّتِي يُشْرَبُ الْخَمْرُ مَعَ طَعَامِهَا

Hadis ini juga menunjukkan larangan menghadiri undangan dan duduk di meja yang dihidangkan makanan bersamaan dengan khamr

وَفِيهِ: بَيَانُ حِرْصِ الشَّرْعِ عَلَى الْمُسْلِمِينَ وَحِفْظِهِمْ عَنِ الْهَيْئَاتِ وَالْمَظَاهِرِ الْقَبِيحَةِ: مَادِّيًّا، وَمَعْنَوِيًّا

Selain itu, hadis ini juga menjelaskan perhatian syariat terhadap umat Islam untuk menjaga mereka dari keadaan dan penampilan yang buruk, baik secara materi maupun maknawi.

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/144663


Pelajaran dari hadits ini


1. Menjaga Diri dari Larangan Rasulullah ﷺ

Perkataan نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang berarti “Dilarang oleh Rasulullah ﷺ” menunjukkan bahwa setiap larangan dari Nabi ﷺ adalah bentuk kasih sayang dan bimbingan untuk umatnya. Rasulullah ﷺ bukan hanya pemimpin spiritual, tetapi juga pembimbing dalam semua aspek kehidupan, termasuk soal makan dan pergaulan. Ketika beliau melarang sesuatu, itu berarti ada mudarat besar yang terkandung di dalamnya, meskipun tidak selalu kita pahami secara langsung. Sikap seorang Muslim yang baik adalah menerima dan menjauhi apa yang dilarang Nabi ﷺ tanpa mencari-cari alasan untuk membolehkannya. Larangan dari Nabi juga menjadi tanda bahwa perkara tersebut bukan sekadar tidak baik, tapi bisa berdampak buruk bagi agama, akhlak, atau fisik seseorang.


2. Islam Mengatur Adab Makan Secara Lengkap

Perkataan عَنْ مَطْعَمَيْنِ yang berarti “terhadap dua keadaan makan” mengajarkan bahwa Islam tidak hanya mengatur makanan halal dan haram, tetapi juga cara dan keadaan saat makan. Islam memuliakan manusia, dan kemuliaan itu terlihat dalam adab sehari-hari, termasuk saat makan. Larangan atas dua cara makan ini menunjukkan bahwa cara seseorang makan bisa mencerminkan kepribadian dan kesalehan dirinya. Dalam Islam, makan bukan sekadar kebutuhan tubuh, tetapi juga ibadah jika dilakukan dengan niat yang benar dan cara yang baik. Oleh karena itu, menghindari dua cara makan yang dilarang ini adalah bagian dari menjaga kehormatan diri dan menjalankan perintah agama.


3. Jauhi Lingkungan Kemaksiatan, Sekalipun Tidak Ikut Melakukannya

Perkataan عَنِ الْجُلُوسِ عَلَى مَائِدَةٍ يُشْرَبُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ yang berarti “duduk di meja yang di atasnya diminum khamr” menunjukkan bahwa berada di tempat maksiat, meskipun tidak ikut melakukannya, tetap merupakan larangan dalam Islam. Seorang Muslim tidak cukup hanya menjauhi perbuatan dosa, tetapi juga wajib menjauh dari suasana yang bisa menyeret kepada dosa atau menunjukkan persetujuan terhadap dosa itu. Duduk di meja yang di atasnya ada minuman keras memberi kesan bahwa kita mendukung atau membiarkan maksiat itu berlangsung. Padahal, Allah memerintahkan kita untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan, bukan dalam dosa.

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ
Artinya: “Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Mā’idah: 2)

Hadits lain juga menguatkan:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلَا يَقْعُدَنَّ عَلَى مَائِدَةٍ يُدَارُ عَلَيْهَا الْخَمْرُ
Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia duduk di meja yang di situ beredar minuman keras.” (HR. Aḥmad)


4. Menjaga Etika Fisik Saat Makan

Perkataan وَأَنْ يَأْكُلَ وَهُوَ مُنْبَطِحٌ عَلَى بَطْنِهِ yang berarti “dan (dilarang) makan dalam keadaan menelungkup di atas perutnya” mengajarkan bahwa posisi tubuh saat makan pun memiliki nilai dalam Islam. Makan dengan cara menelungkup bukan hanya tidak sopan, tetapi juga menyerupai gaya binatang atau orang yang tidak beradab. Islam ingin setiap Muslim menjaga kehormatan lahiriah dan batiniah. Posisi ini juga tidak baik untuk kesehatan karena bisa mengganggu sistem pencernaan. Nabi ﷺ mengajarkan cara makan yang penuh adab: duduk dengan tenang, menggunakan tangan kanan, dan tidak berlebihan. Semua ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang mengatur segala hal dengan tujuan kebaikan dunia dan akhirat.


5. Sikap Menjauh dari Tempat Dosa Adalah Bentuk Keimanan

Dari larangan duduk di meja yang di situ ada khamr, kita bisa mengambil pelajaran penting bahwa iman bukan hanya dalam hati, tetapi juga harus terlihat dari sikap nyata. Ketika seseorang tidak mau duduk bersama pelaku maksiat, itu adalah bentuk ketegasan iman dan keinginan untuk tidak terlibat dalam lingkungan yang merusak. Ini menjadi pelajaran besar, khususnya di zaman sekarang di mana banyak orang cenderung permisif terhadap dosa dengan alasan toleransi atau “asal tidak ikut”. Padahal, Nabi ﷺ menekankan pentingnya memisahkan diri dari lingkungan seperti itu untuk menjaga kejernihan hati dan keteguhan prinsip.


6. Islam Mendorong Kaum Muslimin untuk Menjadi Teladan dalam Perilaku Sosial

Larangan dalam hadits ini juga menunjukkan bahwa seorang Muslim harus menjadi contoh dalam kehidupan sosial, termasuk dalam soal makan dan pergaulan. Tidak pantas seorang Muslim hadir di tempat yang identik dengan dosa, karena itu bisa merusak citra Islam dan melemahkan dakwah. Perkataan عَنْ مَطْعَمَيْنِ memberi kesan bahwa Rasulullah ﷺ ingin membentuk karakter umat Islam sebagai pribadi yang bermartabat, tidak hanya dalam keyakinan tapi juga dalam perbuatan yang tampak di mata manusia. Ini adalah bagian dari syi’ar Islam: memperlihatkan bahwa Islam membawa rahmat dan adab mulia.


Secara keseluruhan, hadits ini mengajarkan bahwa adab makan dan pergaulan harus dijaga sebagai bagian dari keimanan. Rasulullah ﷺ melarang dua keadaan makan karena keduanya mengandung kemungkaran—yang satu terkait dengan lingkungan maksiat, dan yang lain dengan sikap tubuh yang tidak beradab. Islam menginginkan umatnya hidup dalam suasana kesucian, kehormatan, dan keteladanan.


Penutupan Kajian



Hadirin yang dirahmati Allah,

Sebagai penutup kajian kita hari ini, hadits yang telah kita pelajari memberikan pelajaran penting tentang bagaimana Islam tidak hanya mengatur apa yang dimakan, tetapi juga bagaimana, di mana, dan dengan siapa kita makan. Rasulullah ﷺ melalui hadits ini mengajarkan bahwa menjaga diri dari tempat-tempat yang penuh kemaksiatan dan menjaga adab dalam setiap aktivitas, termasuk makan, adalah bagian dari keimanan dan bentuk ketundukan kepada syariat. Kita diajarkan untuk sensitif terhadap nilai-nilai moral dalam lingkungan sekitar dan untuk tidak menormalisasi kemungkaran walau hanya dengan duduk diam.

Faedah besar dari hadits ini adalah bahwa Islam sangat menghargai kehormatan manusia, baik secara fisik maupun spiritual. Makan bukan sekadar kebutuhan jasmani, tapi juga refleksi dari akhlak dan nilai diri. Dengan mengikuti bimbingan Nabi ﷺ, kita tidak hanya menjaga adab pribadi, tetapi juga menjadi agen perubahan di tengah masyarakat yang mungkin sudah terbiasa dengan suasana yang tak lagi peduli halal dan haram, baik dan buruk.

Maka harapannya, para peserta kajian bisa menerapkan hadits ini dalam kehidupan sehari-hari. Mulailah dari hal yang sederhana: tidak ikut dalam pertemuan yang mengandung maksiat, menjaga cara makan yang terhormat, dan menjadikan adab Islam sebagai prinsip hidup. 

Semoga Allah ﷻ memberikan taufiq kepada kita semua untuk menjadi Muslim yang mulia dalam adab, bersih dalam lingkungan, dan kuat dalam mempertahankan prinsip iman di tengah tantangan zaman. Aamiin.



Belajar membaca dan menerjemahkan syarah hadits tanpa harakat


كان النبي صلى الله عليه وسلم يربي أمته على التنزه عن الحرام، وعلى إنكاره، وعدم الاقتراب منه بأي شكل، وكذلك يربيهم على احترام نعمة الله وفضله، وعدم البطر بها، وفي هذا الحديث يقول عبد الله بن عمر رضي الله عنهما: "نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن مطعمين"، ويقصد بهما أنه نهى عن هيئتين للطعام: "عن الجلوس على مائدة يشرب عليها الخمر"؛ لأن الخمر محرم، والجلوس على موائد الخمر فيه إقرار الحرام، وإنما ينبغي على المسلم إنكار المنكر، والابتعاد عن مواطن الحرام والشبهات، "وأن يأكل وهو منبطح على بطنه"، فنهى أن يأكل أحد وهو نائم على بطنه؛ لقبح هذه الهيئة؛ ولأن الطعام من نعمة الله وفضله؛ فيجب شكرها وتقديرها، وقيل: سبب ذلك أن الأكل بهذه الهيئة كان من دأب المترفين وفعل المتكبرين، والمسلم مأمور بالتواضع مع نعم الله، وهذه الهيئة فيها بطر وعدم تواضع، وهو ما لا يليق بالمسلم.

وفي الحديث: النهي عن حضور الدعوات، والجلوس على الموائد التي يشرب الخمر مع طعامها.

وفيه: بيان حرص الشرع على المسلمين وحفظهم عن الهيئات والمظاهر القبيحة: ماديا، ومعنويا .



Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci

Followers