Hadits: Perintah Tawadhu untuk Mencegah Kezaliman dan Kesombongan

 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ.

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga kita bisa berkumpul di majelis ilmu yang insyaallah penuh berkah ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarga, para sahabat, dan seluruh umatnya hingga akhir zaman.

Bapak, Ibu, saudara-saudari sekalian yang dirahmati Allah, 

Coba kita lihat kondisi masyarakat kita saat ini. Kita sering mendengar atau menyaksikan bagaimana perselisihan, pertengkaran, bahkan permusuhan bisa terjadi hanya karena hal-hal sepele. Ada yang merasa lebih baik dari yang lain, lebih kaya, lebih pintar, atau lebih berkuasa, sehingga muncullah sikap merendahkan, menzalimi, atau bahkan menindas sesama. Kita juga melihat bagaimana kesombongan dan keangkuhan sering menjadi pemicu berbagai masalah, baik dalam keluarga, lingkungan kerja, maupun di tengah masyarakat luas. Perasaan ingin pamer, merasa paling benar, atau tidak mau menerima masukan, kerap kali merusak tali silaturahim dan menciptakan jarak antar sesama.

Permasalahan-permasalahan ini, jika kita renungkan, berakar dari satu penyakit hati yang sangat berbahaya, yaitu ketiadaan tawadhu atau rendah hati, serta menguatnya sifat sombong dan kezaliman. Dampaknya begitu nyata dan merusak, tidak hanya bagi individu yang bersangkutan, tapi juga bagi keharmonisan bermasyarakat.

Oleh karena itu, pada kesempatan yang mulia ini, kita akan bersama-sama mengkaji sebuah hadits Nabi ﷺ yang sangat relevan dan urgent untuk kita pahami dan amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Hadits ini akan menjadi obat penawar bagi penyakit hati tersebut, sekaligus petunjuk bagaimana kita bisa membangun kehidupan yang lebih damai dan penuh berkah.

Hadits yang akan kita pelajari hari ini adalah sabda Nabi ﷺ yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.

Mengapa hadits ini sangat penting kita pelajari? Karena di dalamnya terkandung solusi fundamental atas banyak persoalan sosial yang kita hadapi. Hadits ini bukan hanya sekadar anjuran, tapi sebuah perintah langsung dari Allah SWT melalui Nabi-Nya, yang jika kita amalkan, insyaallah akan membawa kedamaian dalam hati kita dan keharmonisan dalam interaksi kita dengan sesama. Memahami hadits ini adalah langkah awal untuk menumbuhkan sifat tawadhu dalam diri, sekaligus membentengi kita dari kesombongan dan kezaliman yang bisa merusak diri dan lingkungan kita.

Mari kita niatkan belajar untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan mampu mengamalkannya dalam kehidupan. Semoga Allah mudahkan pemahaman kita.


Dari Iyad bin Himar radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah bersabda:

إنَّ اللهَ أوْحَى إلَيَّ أنْ تَواضَعُوا حَتَّى لا يَبْغِيَ أحَدٌ عَلَى أحَدٍ، وَلا يَفْخَرَ أحَدٌ عَلَى أحَدٍ

Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian tawadhu (rendah hati) sehingga tidak ada seorang pun yang berbuat zalim kepada yang lain, dan tidak ada seorang pun yang membanggakan diri kepada yang lain.

HR. Abu Daud (4895), Muslim (2865), dan Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad (428).


Arti dan Penjelasan per Perkataan


إنَّ اللهَ أوحَى إلَيَّ

Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku

Wahyulah yang menjadi sumber hukum Islam utama setelah Al-Qur'an. Ini menunjukkan bahwa ajaran tentang tawadhu berasal langsung dari Allah, bukan sekadar pemikiran manusia. Ini juga menekankan pentingnya ketaatan terhadap perintah-perintah ilahi.


أنْ تَواضَعُوا

Agar kalian tawadhu (rendah hati)

Tawadhu adalah sifat mulia yang berarti merendahkan diri di hadapan Allah dan sesama manusia, tidak merasa lebih tinggi atau lebih baik dari orang lain. Ini adalah inti dari akhlak seorang muslim yang baik. Sifat ini sangat kontras dengan kesombongan.

Tawadhu bukan berarti merendahkan diri secara hina atau merendahkan martabat, melainkan menempatkan diri pada posisi yang benar di hadapan Allah dan manusia, menyadari segala keterbatasan diri.

Praktik tawadhu mencakup sikap rendah hati dalam perkataan, perbuatan, dan penampilan, menjauhi sikap membanggakan diri atau merendahkan orang lain. Ini merupakan kunci untuk mencapai kedamaian batin dan hubungan sosial yang harmonis.


حتَّى لا يَبْغِيَ أحَدٌ علَى أحَدٍ

Sehingga tidak ada seorang pun yang berbuat zalim kepada yang lain

Tawadhu berfungsi sebagai benteng yang mencegah seseorang untuk berbuat zalim atau melampaui batas terhadap hak-hak orang lain. Kesombongan dan keangkuhan seringkali menjadi pemicu tindakan zalim.

Zalim di sini mencakup segala bentuk ketidakadilan, penindasan, atau pelanggaran hak, baik itu secara fisik, verbal, maupun emosional. Dengan tawadhu, seseorang akan lebih menghargai orang lain.

Sikap rendah hati membuat seseorang lebih peka terhadap penderitaan orang lain dan menumbuhkan empati, sehingga mengurangi keinginan untuk merugikan atau menindas sesama. Ini menciptakan masyarakat yang lebih adil dan damai.


ولا يَفْخَرَ أحَدٌ علَى أحَدٍ

Dan tidak ada seorang pun yang membanggakan diri kepada yang lain

Tawadhu secara langsung menghilangkan sifat membanggakan diri atau sombong di hadapan orang lain, karena kesombongan adalah lawan dari rendah hati. Sifat membanggakan diri hanya akan menimbulkan kebencian.

Membanggakan diri bisa berupa merasa lebih kaya, lebih pintar, lebih kuat, atau lebih mulia dari orang lain, yang pada akhirnya dapat merusak hubungan sosial dan memecah belah umat. Sifat ini juga merupakan dosa besar.

Dengan menanamkan sikap rendah hati, seseorang akan menyadari bahwa segala kelebihan yang dimiliki adalah anugerah dari Allah semata, sehingga tidak ada alasan untuk merasa lebih baik dari orang lain. Ini mendorong sikap saling menghormati dan menghargai keberagaman.


Syarah Hadits


Hadits yang mulia ini dimulai dengan penegasan sumber ajarannya:
 "إنَّ اللهَ أوحَى إلَيَّ"
yang berarti "Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku." Perkataan ini menjelaskan bahwa ajaran tentang tawadhu atau rendah hati ini bukanlah hasil pemikiran atau pendapat pribadi Nabi Muhammad ﷺ, melainkan sebuah wahyu langsung dari Allah SWT. Ini memberikan bobot dan otoritas yang sangat tinggi pada perintah yang akan disampaikan selanjutnya, menegaskan bahwa ini adalah arahan ilahi yang harus kita patuhi dan amalkan.

Selanjutnya, wahyu tersebut memerintahkan kita:

 "أنْ تَواضَعُوا"

yang artinya "Agar kalian tawadhu (rendah hati)." Ini adalah inti dari hadits ini, yaitu perintah untuk memiliki sifat rendah hati. Tawadhu adalah lawan dari kesombongan; ia berarti menempatkan diri kita pada posisi yang sebenarnya, menyadari bahwa segala kelebihan yang kita miliki adalah anugerah dari Allah dan bukan karena kekuatan atau kepintaran kita semata. Sifat ini mendorong kita untuk tidak merasa lebih tinggi, lebih baik, atau lebih mulia dari orang lain dalam segala aspek kehidupan. Ini adalah pondasi akhlak yang baik dalam Islam.

 

Perintah tawadhu ini memiliki tujuan yang sangat jelas, sebagaimana disebutkan dalam perkataan berikutnya:

 "حتَّى لا يَبْغِيَ أحَدٌ علَى أحَدٍ"

yang berarti "Sehingga tidak ada seorang pun yang berbuat zalim kepada yang lain." Ini menunjukkan bahwa rendah hati adalah kunci untuk mencegah kezaliman. Ketika seseorang memiliki sifat tawadhu, ia akan cenderung lebih menghargai hak-hak orang lain dan tidak akan merasa berhak untuk menindas, merugikan, atau melampaui batas terhadap sesamanya. Sifat zalim seringkali muncul dari rasa angkuh dan superioritas, dan tawadhu adalah penawarnya yang efektif.

 

Tujuan lain dari perintah tawadhu adalah:

 "ولا يَفْخَرَ أحَدٌ علَى أحَدٍ"

yang artinya "Dan tidak ada seorang pun yang membanggakan diri kepada yang lain." Perkataan ini melengkapi tujuan sebelumnya, menegaskan bahwa tawadhu juga berfungsi untuk menghilangkan kesombongan dan pamer di antara sesama manusia. Membanggakan diri, baik itu karena harta, jabatan, ilmu, atau keturunan, dapat merusak hubungan sosial dan menimbulkan kebencian. Dengan tawadhu, setiap individu akan menyadari bahwa semua kebaikan datang dari Allah, sehingga tidak ada alasan untuk merasa lebih istimewa atau merendahkan orang lain. Ini akan menumbuhkan rasa saling menghormati dan menciptakan masyarakat yang lebih harmonis dan damai.

 

Secara keseluruhan, hadits ini mengajarkan kita bahwa rendah hati adalah perintah ilahi yang fundamental, yang berfungsi sebagai benteng kokoh untuk mencegah kezaliman dan kesombongan. Dengan mengamalkan tawadhu, kita tidak hanya memperbaiki diri sendiri, tetapi juga berkontribusi pada terciptanya masyarakat yang adil, saling menghargai, dan penuh kedamaian, sesuai dengan ajaran Islam yang rahmatan lil 'alamin.


Pelajaran dari Hadits ini


1. Sumber Ajaran yang Benar

Pelajaran pertama yang bisa kita ambil adalah bahwa ajaran tentang tawadhu ini datang langsung dari Allah SWT. Perkataan "إنَّ اللهَ أوحَى إلَيَّ" yang berarti "Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku," menegaskan bahwa ini bukan sekadar nasihat dari manusia, tapi perintah ilahi. Ini berarti ajaran ini punya bobot dan keutamaan yang sangat tinggi. Ketika Allah yang berfirman, itu berarti ada kebaikan yang besar di dalamnya untuk kita semua.


2. Pentingnya Rendah Hati

Perkataan selanjutnya, "أنْ تَواضَعُوا" yang berarti "Agar kalian tawadhu (rendah hati)," langsung menggarisbawahi pentingnya sifat rendah hati. Tawadhu itu adalah inti dari akhlak mulia dalam Islam. Sifat ini mengajarkan kita untuk tidak merasa lebih hebat dari orang lain, meskipun kita punya banyak kelebihan. Kita harus selalu ingat bahwa semua yang kita miliki adalah titipan dari Allah, sehingga tidak ada alasan untuk menyombongkan diri.


3. Mencegah Kezaliman

Pelajaran ketiga terangkum dalam perkataan "حتَّى لا يَبْغِيَ أحَدٌ علَى أحَدٍ" yang artinya "Sehingga tidak ada seorang pun yang berbuat zalim kepada yang lain." Ini menunjukkan salah satu dampak positif paling besar dari tawadhu. Ketika seseorang rendah hati, ia akan segan untuk menindas atau merugikan orang lain. Sikap zalim seringkali lahir dari rasa angkuh dan merasa berkuasa. Dengan tawadhu, kita jadi lebih bisa menempatkan diri dan menghargai hak-hak orang lain.


4. Menghindari Kesombongan

Pelajaran keempat berfokus pada pencegahan kesombongan melalui perkataan "ولا يَفْخَرَ أحَدٌ علَى أحَدٍ" yang berarti "Dan tidak ada seorang pun yang membanggakan diri kepada yang lain." Ini adalah kunci untuk membangun hubungan yang harmonis. Sifat pamer atau sombong akan membuat orang lain tidak nyaman dan bisa menimbulkan iri hati. Dengan tawadhu, kita bisa lebih fokus pada kebersamaan dan saling menghargai. Allah SWT berfirman:

وَلاَ تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا

(Artinya: Dan janganlah engkau berjalan di bumi dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung.) (QS. Al-Isra: 37)


5. Membangun Masyarakat yang Harmonis

Sifat tawadhu yang diajarkan dalam hadits ini secara tidak langsung membentuk masyarakat yang harmonis dan penuh kedamaian. Ketika setiap individu memiliki kerendahan hati, mereka akan lebih mudah berinteraksi, menyelesaikan konflik, dan saling membantu. Ini adalah fondasi penting untuk kehidupan sosial yang adil dan tanpa permusuhan.


6. Keutamaan di Sisi Allah

Meskipun tidak disebutkan secara eksplisit dalam redaksi hadits ini, sifat tawadhu sangat dicintai oleh Allah dan akan mengangkat derajat seseorang di sisi-Nya. Rasulullah ﷺ bersabda:

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ

(Artinya: Sedekah tidak akan mengurangi harta. Dan Allah tidak akan menambah bagi seorang hamba yang memaafkan kecuali kemuliaan. Dan tidaklah seseorang tawadhu (merendahkan diri) karena Allah melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.) (HR. Muslim: 2588)


Secara keseluruhan, hadits ini adalah pengingat penting tentang keutamaan tawadhu. Ajaran ilahi ini mencegah kita dari berbuat zalim dan sombong, serta mendorong kita untuk hidup dalam kerendahan hati. Dengan mengamalkan tawadhu, kita tidak hanya menjaga diri dari hal-hal buruk, tapi juga berkontribusi menciptakan masyarakat yang lebih adil, harmonis, dan dirahmati oleh Allah. 


Penutupan Kajian


Alhamdulillah, kita telah sampai di penghujung kajian kita pada hari ini. Semoga apa yang telah kita pelajari bersama tentang hadits Rasulullah ﷺ, "إنَّ اللهَ أوحَى إلَيَّ أنْ تَواضَعُوا حتَّى لا يَبْغِيَ أحَدٌ علَى أحَدٍ، ولا يَفْخَرَ أحَدٌ علَى أحَدٍ" dapat meresap ke dalam hati dan pikiran kita semua.

Dari hadits ini, kita memahami bahwa tawadhu atau rendah hati bukanlah sekadar sifat baik biasa, melainkan perintah langsung dari Allah SWT. Ini adalah fondasi akhlak yang kokoh, yang jika kita miliki, akan membawa banyak kebaikan dalam hidup kita. Kita jadi mengerti bahwa tawadhu adalah benteng yang ampuh untuk mencegah kita dari berbuat zalim kepada sesama, baik itu dalam ucapan, tindakan, maupun perlakuan. Dengan rendah hati, kita akan lebih mudah merasakan empati, menghargai hak orang lain, dan menjauhi segala bentuk penindasan.

Selain itu, tawadhu juga menjadi penawar bagi sifat kesombongan atau membanggakan diri, yang seringkali menjadi pemicu perpecahan dan permusuhan. Saat kita tawadhu, kita akan menyadari bahwa semua nikmat dan kelebihan yang kita miliki semata-mata adalah karunia dari Allah. Ini menghilangkan dorongan untuk merasa lebih tinggi dari orang lain dan menumbuhkan sikap saling menghormati serta menghargai.

Bapak, Ibu, saudara-saudari sekalian yang dirahmati Allah, Ilmu yang kita dapatkan hari ini akan terasa sempurna jika kita mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita bersama-sama berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih tawadhu. Mulailah dari hal-hal kecil:

  • Dalam keluarga: bersikap rendah hati kepada pasangan, anak, atau orang tua, mendengarkan mereka dengan penuh perhatian.
  • Di lingkungan kerja: tidak merasa paling pintar atau paling benar, siap menerima masukan, dan bekerja sama dengan lapang dada.
  • Di tengah masyarakat: tidak meremehkan orang lain, tidak pamer, dan selalu siap membantu siapa pun tanpa memandang latar belakangnya.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kita taufik dan hidayah-Nya, memudahkan kita untuk mengamalkan sifat tawadhu ini, sehingga kita bisa menjadi hamba-Nya yang dicintai, dan turut serta menciptakan lingkungan serta masyarakat yang penuh kedamaian, keadilan, dan kasih sayang. Mari kita tutup kajian ini dengan doa, semoga Allah menerima amal ibadah kita, mengampuni dosa-dosa kita, dan menjadikan kita termasuk golongan orang-orang yang rendah hati.

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ بِرَحْمَتِكَ، وَاجْعَلْ خَيْرَ أَيَّامِنَا يَوْمَ نَلْقَاكَ، وَاخْتِمْ لَنَا بِالْإِيمَانِ وَحُسْنِ الْخَاتِمَةِ.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk penghuni surga dengan rahmat-Mu. Jadikanlah hari terbaik kami adalah hari ketika kami berjumpa dengan-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan beriman serta dengan akhir yang baik.

وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ إِلَىٰ أَقْوَمِ الطَّرِيقِ.

Kita tutup kajian dengan doa kafaratul majelis:

🌿 سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci