Kajian: Adab Bepergian (Safar) - (Kitab Minhajul Muslim)

 بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. أَمَّا بَعْدُ.


ADAB BEPERGIAN

Para hadirin yang dirahmati Allah,

Hari ini, kita akan bersama-sama menyelami sebuah pembahasan yang sangat relevan dengan kehidupan kita sehari-hari, sebuah pembahasan yang seringkali kita anggap sepele, namun sesungguhnya memiliki landasan syariat yang kuat dan adab-adab yang mulia. Kita akan berbicara tentang adab-adab dalam bepergian (safar), sebuah topik yang mungkin terdengar sederhana, namun menyimpan banyak hikmah dan arahan dari Rasulullah SAW.

Latar Belakang Permasalahan di Masyarakat:

Coba kita perhatikan, dalam kehidupan modern ini, bepergian seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari rutinitas kita. Ada yang bepergian untuk urusan pekerjaan, dinas ke luar kota atau bahkan luar negeri. Ada yang bersafar untuk menuntut ilmu, melanjutkan pendidikan atau menghadiri seminar. Tak sedikit pula yang melakukan perjalanan untuk berlibur, refreshing bersama keluarga atau teman-teman. Dan tentu saja, yang paling mulia, adalah perjalanan ibadah seperti haji dan umrah.

Namun, di tengah kemudahan dan frekuensi perjalanan yang tinggi ini, seringkali kita melihat adab-adab bepergian yang diajarkan dalam Islam mulai terabaikan. Berapa banyak dari kita yang berangkat tanpa berpamitan dengan orang tua atau istri, seolah-olah hanya pergi ke warung sebentar? Berapa banyak yang lupa memastikan nafkah keluarga yang ditinggalkan? Lalu, bagaimana dengan doa-doa yang seharusnya kita panjatkan saat keluar rumah, saat naik kendaraan, atau saat singgah di suatu tempat? Bahkan, terkadang kita merasa shalat qashar atau jamak hanyalah formalitas, tanpa memahami betul kapan dan bagaimana keringanan itu berlaku, atau justru meninggalkannya karena merasa ribet.

Kita juga sering menyaksikan bagaimana perjalanan menjadi ajang yang penuh keluh kesah, mudah marah, atau bahkan menyingkap akhlak yang kurang baik. Perselisihan kecil di jalan, ketidaknyamanan yang sedikit saja, bisa memicu emosi yang tidak terkontrol. Ini menunjukkan bahwa kita belum sepenuhnya memahami bahwa safar itu sendiri adalah sebuah ujian karakter, yang bisa menyingkap siapa diri kita sebenarnya.

Urgensi Mempelajari Hadits Ini:

Maka dari itu, hadis-hadis tentang adab bepergian ini menjadi sangat urgen dan penting untuk kita pelajari bersama. Mengapa demikian?

  1. Safar Adalah Bagian dari Kehidupan Muslim: Sebagaimana disebutkan dalam hadis ini, bepergian bukan hanya tentang perpindahan fisik, tetapi juga terkait dengan berbagai tujuan syar'i seperti haji, umrah, menuntut ilmu, berdagang, dan silaturahim. Memahami adabnya berarti memahami bagaimana mengintegrasikan syariat dalam setiap aspek gerak kita.

  2. Mendapatkan Keberkahan dan Perlindungan: Dengan mengamalkan adab-adab dan doa-doa yang diajarkan Nabi SAW, kita berharap mendapatkan keberkahan dalam perjalanan, dijauhkan dari segala marabahaya, serta diberikan kemudahan dalam setiap urusan. Doa musafir adalah doa yang mustajab, dan Nabi SAW sendiri telah mencontohkan doa-doa yang lengkap untuk setiap fase perjalanan.

  3. Memperkuat Akhlak dan Karakter: Safar disebut sebagai "penguji karakter laki-laki" karena dalam kondisi sulit dan lelah, sifat asli seseorang akan terungkap. Dengan memahami adabnya, kita diajarkan untuk tetap menjaga akhlak mulia, bersabar, tolong-menolong, dan tidak mudah mengeluh, bahkan dalam kondisi yang tidak nyaman.

  4. Memahami Keringanan (Rukhsah) Syariat: Islam adalah agama yang mudah. Melalui hadis-hadis ini, kita akan memahami berbagai keringanan yang Allah berikan kepada musafir, seperti qashar dan jamak shalat, tayamum, dan tidak berpuasa. Memahami keringanan ini bukan berarti meremehkan ibadah, melainkan memanfaatkan kemudahan dari Allah agar kita tetap bisa beribadah dengan baik di tengah keterbatasan.

  5. Menjaga Silaturahim dan Tanggung Jawab: Adab berpamitan, mendoakan, dan memastikan nafkah keluarga menunjukkan bahwa perjalanan tidak boleh memutuskan tali silaturahim dan melalaikan tanggung jawab. Islam mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab sebelum, selama, dan setelah perjalanan.

Maka, mari kita niatkan kajian ini untuk menimba ilmu, mengamalkan sunnah Nabi SAW, dan menjadikan setiap perjalanan kita sebagai ladang amal kebaikan yang diberkahi Allah SWT. Semoga kita semua diberikan kemudahan dalam memahami dan mengamalkan ilmu ini.

Pentingnya Bepergian dalam Islam

اَلْمُسْلِمُ يَرَى أَنَّ السَّفَرَ مِنْ لَوَازِمِ حَيَاتِهِ وَضَرُورِيَّاتِهَا الَّتِي لَا تَنْفَكُّ عَنْهَا

Seorang Muslim memandang bahwa bepergian adalah salah satu keharusan hidupnya dan kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpisahkan darinya.

إِذِ الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ وَالْغَزْوُ، وَطَلَبُ الْعِلْمِ، وَالتِّجَارَةُ، وَزِيَارَةُ الْإِخْوَانِ -وَهِيَ كُلُّهَا مَا بَيْنَ فَرِيضَةٍ وَوَاجِبٍ- لَا بُدَّ لَهَا مِنْ رِحْلَةٍ وَسَفَرٍ

Karena haji dan umrah, jihad, menuntut ilmu, berdagang, dan mengunjungi saudara-saudara (yang semuanya itu antara fardhu dan wajib) pasti membutuhkan perjalanan dan bepergian.

وَمِنْ هُنَا كَانَتْ عِنَايَةُ الشَّارِعِ بِالسَّفَرِ وَأَحْكَامِهِ وَآدَابِهِ عِنَايَةً لَا تُنْكَرُ

Dari sinilah perhatian pembuat syariat terhadap bepergian, hukum-hukumnya, dan adab-adabnya menjadi perhatian yang tidak dapat diingkari.

وَكَانَ عَلَى الْمُسْلِمِ الصَّالِحِ أَنْ يَتَعَلَّمَهَا، وَيَعْمَلَ عَلَى تَنْفِيذِهَا وَتَطْبِيقِهَا

Dan sudah seharusnya bagi seorang Muslim yang saleh untuk mempelajarinya, serta berusaha untuk melaksanakannya dan menerapkannya.

Ini menegaskan bahwa safar atau bepergian bukanlah sekadar aktivitas duniawi biasa, melainkan bagian integral dari kehidupan seorang Muslim yang sering kali berkaitan erat dengan ibadah dan kewajiban syariat. Bepergian untuk haji, menuntut ilmu, atau bahkan mencari nafkah yang halal adalah aktivitas mulia yang dihargai dalam Islam. Oleh karena itu, syariat Islam memberikan perhatian khusus dengan menetapkan hukum dan adab-adabnya agar setiap perjalanan menjadi berkah dan tetap berada dalam koridor ketaatan. Contoh aplikatifnya di masyarakat adalah ketika seorang mahasiswa dari kampung merantau ke kota untuk menuntut ilmu di universitas, atau seorang pedagang yang melakukan perjalanan bisnis ke luar kota untuk mengembangkan usahanya. Islam memandang perjalanan mereka bukan hanya sebagai perpindahan fisik, tetapi sebagai aktivitas yang memiliki nilai ibadah selama diniatkan untuk kebaikan. Dengan mempelajari adab dan hukumnya, perjalanan mereka menjadi lebih terarah, aman, dan mendatangkan pahala.


Hukum-hukum Terkait Bepergian

أَمَّا الْأَحْكَامُ فَهِيَ:

Adapun hukum-hukumnya adalah:

 - 1 قَصْرُ الصَّلَاةِ الرُّبَاعِيَّةِ فَيُصَلِّيهَا رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ فَقَطْ إِلَّا الْمَغْرِبَ فَإِنَّهُ يُصَلِّيهَا ثَلَاثًا

1 - Meringkas shalat yang empat rakaat, maka dia shalat dua rakaat-dua rakaat saja, kecuali shalat Maghrib karena dia shalat tiga rakaat.

وَيَبْدَأُ الْقَصْرَ مِنْ مُغَادَرَتِهِ الْبَلَدَ الَّذِي يَسْكُنُهُ إِلَى أَنْ يَعُودَ إِلَيْهِ

Dan dia memulai qashar dari saat dia meninggalkan kota tempat dia tinggal sampai dia kembali ke sana.

إِلَّا أَنْ يَنْوِيَ إِقَامَةَ أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ فَأَكْثَرَ فِي الْبَلَدِ الَّذِي سَافَرَ إِلَيْهِ أَوْ نَزَلَ فِيهِ

Kecuali jika dia berniat menetap empat hari atau lebih di kota yang dia tuju atau singgahi.

فَإِنَّهُ فِي هَذِهِ الْحَالِ يُتِمُّ وَلَا يُقْصَرُ

Maka sesungguhnya dalam kondisi ini dia menyempurnakan shalatnya dan tidak mengqashar.

حَتَّى إِذَا خَرَجَ عَائِدًا إِلَى بَلَدِهِ رَجَعَ إِلَى التَّقْصِيرِ فَيَقْصُرُ إِلَى أَنْ يَصِلَ إِلَى بَلَدِهِ

Hingga jika dia keluar kembali ke kotanya, dia kembali mengqashar sampai dia tiba di kotanya.

وَذَلِكَ لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ} [النساء: 101]

Hal itu berdasarkan firman Allah Ta'ala: "{Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar salat}" [An-Nisa: 101].

وَلِقَوْلِ أَنَسٍ: خَرَجْنَا مَعَ الرَّسُولِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- مِنَ الْمَدِينَةِ إِلَى مَكَّةَ فَكَانَ يُصَلِّي الرُّبَاعِيَّةَ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ حَتَّى رَجَعْنَا إِلَى الْمَدِينَةِ

Dan berdasarkan perkataan Anas: "Kami keluar bersama Rasulullah dari Madinah ke Mekah, maka beliau shalat yang empat rakaat itu dua rakaat-dua rakaat sampai kami kembali ke Madinah."

Ketentuan ini menjelaskan salah satu rukhsah (keringanan) dalam Islam, yaitu mengqashar salat fardhu yang empat rakaat menjadi dua rakaat saat bepergian. Ini adalah kemurahan dari Allah yang bertujuan memudahkan umat-Nya. Hukum ini berlaku sejak seseorang keluar dari batas kota tempat tinggalnya hingga ia kembali, selama perjalanannya tidak diniatkan untuk menetap dalam waktu lama (empat hari atau lebih). Dalilnya sangat jelas dari Alquran dan Hadis. Di masyarakat, contoh aplikatifnya adalah seorang pebisnis yang melakukan perjalanan darat dari Jakarta ke Bandung. Setelah melewati batas kota Jakarta, ia bisa melaksanakan salat Zuhur atau Asar sebanyak dua rakaat saja, baik dalam kendaraan maupun saat singgah di rest area. Keringanan ini juga berlaku untuk para musafir yang menggunakan pesawat atau kapal laut. Jika perjalanan mereka memakan waktu yang lama, mereka dapat mengqashar salatnya agar tidak memberatkan.


 - 2 جَوَازُ الْمَسْحِ عَلَى الْخُفَّيْنِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ بِلَيَالِيهِنَّ

2 - Kebolehan mengusap khuf (sepatu kulit) selama tiga hari tiga malam.

لِقَوْلِ عَلِيٍّ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-: "جَعَلَ لَنَا النَّبِيُّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ لِلْمُسَافِرِ، وَيَوْمًا وَلَيْلَةً لِلْمُقِيمِ" يَعْنِي فِي الْمَسْحِ عَلَى الْخُفَّيْنِ

Berdasarkan perkataan Ali -semoga Allah meridhainya-: "Nabi menetapkan bagi kami tiga hari tiga malam untuk musafir, dan sehari semalam untuk mukim," yaitu dalam hal mengusap khuf.

Ketentuan ini merinci keringanan lain dalam bersuci, yaitu mengusap khuf (sepatu kulit atau sejenisnya) sebagai pengganti mencuci kaki saat berwudu. Bagi musafir, keringanan ini berlaku selama tiga hari tiga malam. Keringanan ini sangat praktis, terutama bagi mereka yang bepergian di daerah dingin atau melakukan perjalanan yang sulit untuk membuka sepatu berulang kali. Contoh aplikatifnya, seorang pendaki gunung yang menggunakan sepatu khusus (boots) atau seorang pekerja lapangan yang mengenakan sepatu safety. Mereka dapat berwudu dengan cukup mengusap bagian atas sepatu mereka tanpa harus melepaskannya, selama mereka telah berwudu sempurna sebelumnya. Keringanan ini mempermudah mereka dalam menjaga wudu dan menjalankan salat tanpa merasa terbebani oleh kondisi perjalanan yang tidak memungkinkan untuk sering melepas alas kaki.


 - 3 إِبَاحَةُ التَّيَمُّمِ، إِنْ فَقَدَ الْمَاءَ أَوْ شُقَّ عَلَيْهِ طَلَبُهُ، أَوْ غَلَا عَلَيْهِ ثَمَنُهُ

3 - Dibolehkannya tayamum, jika tidak menemukan air atau sulit mencarinya, atau harganya terlalu mahal baginya.

لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ} [النساء: 43]

Berdasarkan firman Allah Ta'ala: "{Dan jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan permukaan bumi yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu}" [An-Nisa: 43].

Ketentuan ini membahas rukhshah (keringanan) tayamum, yaitu bersuci dengan debu atau tanah suci sebagai pengganti air. Keringanan ini berlaku bagi musafir yang tidak menemukan air sama sekali, atau sulit mendapatkannya, bahkan jika air tersebut ada tapi harganya sangat mahal. Ini menunjukkan betapa Islam sangat peduli dengan kemudahan umatnya dalam beribadah. Dalil Alquran yang disebutkan secara eksplisit memasukkan "sedang dalam perjalanan" sebagai salah satu alasan diperbolehkannya tayamum. Contoh aplikatifnya adalah para pengendara mobil yang melakukan perjalanan jauh di jalur pegunungan atau padang pasir yang jauh dari permukiman, dan air bersih sulit ditemukan. Daripada meninggalkan salat, mereka dapat melakukan tayamum di tepi jalan menggunakan debu atau tanah yang suci, kemudian melanjutkan ibadahnya dengan tenang.


  - 4رُخْصَةُ الْفِطْرِ فِي الصَّوْمِ

4 - Rukhsah (keringanan) untuk tidak berpuasa.

لِقَوْلِهِ تَعَالَى: {فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ} [البقرة: 184]

Berdasarkan firman Allah Ta'ala: "{Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain}" [Al-Baqarah: 184].

Ketentuan ini membahas rukhshah (keringanan) berbuka puasa bagi musafir di bulan Ramadan. Keringanan ini diberikan oleh Allah karena perjalanan sering kali menimbulkan kesulitan dan kelelahan, yang dapat mengganggu konsentrasi dan kesehatan. Dalil dari Alquran secara langsung menyebutkan "atau dalam perjalanan" sebagai salah satu kondisi yang membolehkan seseorang untuk tidak berpuasa dan menggantinya di hari lain. Ini menunjukkan bahwa Allah tidak ingin memberatkan hamba-Nya. Contoh aplikatifnya adalah seorang supir truk yang sedang dalam perjalanan antar kota selama bulan puasa. Kondisi jalan yang macet, panas terik, dan tuntutan pekerjaan membuatnya sulit untuk berpuasa. Dalam kasus ini, ia diberi keringanan untuk berbuka dan menggantinya (qadha) di hari lain setelah Ramadan berakhir. Keringanan ini memastikan bahwa ibadah puasa tetap dapat dilakukan dengan optimal tanpa membahayakan fisik dan mental musafir.


 - 5جَوَازُ صَلَاةِ النَّافِلَةِ عَلَى الدَّابَّةِ حَيْثُمَا اتَّجَهَتْ

5 - Kebolehan shalat sunnah di atas kendaraan ke arah manapun kendaraan itu menghadap.

لِقَوْلِ ابْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- كَانَ يُصَلِّي سُبْحَتَهُ (النَّافِلَةَ) حَيْثُ تَوَجَّهَتْ بِهِ نَاقَتُهُ

Berdasarkan perkataan Ibnu Umar -semoga Allah meridhainya-: "Sesungguhnya Rasulullah biasa shalat sunnah ke arah manapun untanya menghadap."

Ketentuan ini menjelaskan keringanan dalam melaksanakan salat sunah saat bepergian. Seorang musafir diperbolehkan untuk melakukan salat sunah di atas kendaraan, baik itu hewan tunggangan, mobil, kereta, atau pesawat, tanpa harus menghadap kiblat. Hal ini bertujuan untuk mempermudah ibadah sunah dan menjaga kesinambungan ibadah bahkan dalam perjalanan. Contoh aplikatifnya adalah seorang penumpang pesawat yang ingin melaksanakan salat sunah fajar atau salat witir saat sedang terbang. Ia bisa melakukannya dengan duduk di kursinya, ke arah mana pun pesawat menghadap. Dalil ini menunjukkan bahwa Islam memberikan kemudahan yang luar biasa, sehingga seorang Muslim bisa tetap terhubung dengan Allah kapan pun dan di mana pun ia berada, termasuk saat sedang melakukan perjalanan.


 - 6 جَوَازُ الْجَمْعِ بَيْنَ الظُّهْرَيْنِ، أَوِ الْعِشَاءَيْنِ جَمْعَ تَقْدِيمٍ إِنْ جَدَّ بِهِ السَّيْرُ

6 - Kebolehan menjamak shalat Zhuhur dan Ashar, atau Maghrib dan Isya dengan jamak taqdim (memajukan shalat) jika perjalanannya mendesak.

فَيُصَلِّي الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ فِي وَقْتِ الظُّهْرِ، وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ فِي وَقْتِ الْمَغْرِبِ

Maka dia shalat Zhuhur dan Ashar di waktu Zhuhur, dan Maghrib dan Isya di waktu Maghrib.


أَوْ جَمْعَ تَأْخِيرٍ بِأَنْ يُؤَخِّرَ الظُّهْرَ إِلَى أَوَّلِ الْعَصْرِ وَيُصَلِّيَهُمَا مَعًا

Atau jamak ta'khir (mengakhirkan shalat) yaitu dengan mengakhirkan Zhuhur hingga awal waktu Ashar dan shalat keduanya bersama-sama.

وَالْمَغْرِبَ إِلَى الْعِشَاءِ وَيُصَلِّيَهُمَا مَعًا

Dan Maghrib hingga Isya dan shalat keduanya bersama-sama.

لِقَوْلِ مُعَاذٍ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-: "خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فِي غَزْوَةِ تَبُوكٍ فَكَانَ يُصَلِّي الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا"

Berdasarkan perkataan Mu'adz -semoga Allah meridhainya-: "Kami keluar bersama Rasulullah dalam perang Tabuk, maka beliau shalat Zhuhur dan Ashar bersama-sama, dan Maghrib dan Isya bersama-sama."

Ini adalah keringanan lain bagi musafir, yaitu menjamak salat, yang berarti menggabungkan dua salat fardhu dalam satu waktu. Jamak bisa dilakukan dengan taqdim (memajukan salat kedua ke waktu salat pertama) atau ta'khir (mengundurkan salat pertama ke waktu salat kedua). Dalilnya kuat dari hadis Mu'adz bin Jabal yang menunjukkan praktik Nabi Muhammad saat Perang Tabuk. Keringanan ini sangat membantu musafir agar tidak terbebani oleh waktu salat yang berdekatan. Contohnya, seorang supir bus yang melakukan perjalanan jauh dari pagi hingga malam. Ia bisa memilih untuk menjamak salat Zuhur dan Asar di waktu Zuhur (jama' taqdim) saat singgah di rest area, atau menjamaknya di waktu Asar (jama' ta'khir). Begitu pula dengan salat Maghrib dan Isya. Keringanan ini tidak hanya mempermudah, tetapi juga memastikan bahwa kewajiban salat tetap bisa ditunaikan meskipun dalam kondisi perjalanan yang padat dan penuh tantangan.


Adab-adab Bepergian

وَأَمَّا الْآدَابُ فَهِيَ:

Adapun adab-adabnya adalah:


Adab ke-1:

أَنْ يَرُدَّ الْمَظَالِمَ وَالْوَدَائِعَ إِلَى أَصْحَابِهَا، إِذِ السَّفَرُ مَظِنَّةُ الْهَلَاكِ

1 - Mengembalikan hak-hak yang dizalimi dan barang titipan kepada pemiliknya, karena bepergian adalah tempat dugaan adanya bahaya (kehancuran).

Adab ini menekankan pentingnya menyelesaikan hak-hak orang lain sebelum bepergian. Adab ini didasarkan pada kesadaran bahwa bepergian bisa menjadi risiko, dan seseorang tidak tahu apakah ia akan kembali atau tidak. Oleh karena itu, penting untuk membersihkan diri dari segala bentuk utang, titipan, atau kezaliman terhadap orang lain. Contohnya, seorang karyawan yang hendak pergi umrah harus memastikan ia telah mengembalikan buku atau barang milik kantor yang dipinjamnya, melunasi utang yang ada kepada teman, atau meminta maaf kepada orang yang pernah ia sakiti. Ini menunjukkan bahwa seorang Muslim sejati mempersiapkan perjalanannya dengan hati yang bersih, tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara sosial dan spiritual. Ini sejalan dengan firman Allah Ta'ala:

{فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا} "Maka barangsiapa mengharapkan pertemuan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya." (QS. Al-Kahfi: 110)

Amalan saleh ini mencakup membersihkan diri dari utang dan hak orang lain sebelum berpulang, termasuk dalam perjalanan.


Adab ke-2:

أَنْ يُعِدَّ زَادَهُ مِنَ الْحَلَالِ، وَأَنْ يَتْرُكَ نَفَقَةَ مَنْ تَجِبُ عَلَيْهِ نَفَقَتُهُ مِنْ زَوْجَةٍ وَوَلَدٍ وَوَالِدٍ

2 - Mempersiapkan bekalnya dari yang halal, dan meninggalkan nafkah bagi orang yang wajib ia nafkahi seperti istri, anak, dan orang tua.

Adab ini mengajarkan dua hal penting: pertama, bekal perjalanan harus dari rezeki yang halal. Hal ini memastikan bahwa perjalanan tersebut diberkahi dan segala doa yang dipanjatkan di dalamnya dikabulkan. Kedua, memastikan nafkah keluarga terpenuhi selama ia bepergian. Ini adalah bentuk tanggung jawab dan kasih sayang seorang kepala keluarga. Contohnya, seorang kepala keluarga yang akan pergi dinas ke luar kota selama seminggu. Sebelum berangkat, ia harus memastikan uang belanja untuk istri dan anak-anaknya sudah cukup, dan ia juga membekali diri dengan uang saku yang halal. Adab ini mencegah keluarga yang ditinggalkan terlantar dan memberikan ketenangan batin bagi musafir. Ini selaras dengan sabda Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam-:

"كفى بالمرء إثما أن يضيع من يقوت" "Cukuplah seseorang itu berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya." (HR. Abu Dawud)

Memastikan nafkah keluarga adalah tanggung jawab yang tidak boleh diabaikan, bahkan saat bepergian.


Adab ke-3:

أَنْ يُوَدِّعَ أَهْلَهُ وَإِخْوَانَهُ وَأَصْدِقَاءَهُ، وَأَنْ يَدْعُوَ بِهَذَا لِلدُّعَاءِ لِمَنْ يُوَدِّعُهُمْ: أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكُمْ وَأَمَانَتَكُمْ وَخَوَاتِيمَ أَعْمَالِكُمْ

3 - Berpamitan kepada keluarga, saudara, dan teman-temannya, dan mendoakan bagi orang yang ia pamiti dengan doa ini: "Aku menitipkan kepada Allah agama kalian, amanah kalian, dan akhir dari perbuatan kalian."

وَيَقُولُ لَهُ الْمُوَدِّعُونَ: زَوَّدَكَ اللَّهُ التَّقْوَى، وَغَفَرَ ذَنْبَكَ، وَجَهَّكَ إِلَى الْخَيْرِ حَيْثُ تَوَجَّهْتَ

Dan orang-orang yang berpamitan kepadanya berkata: "Semoga Allah membekalimu ketakwaan, mengampuni dosamu, dan mengarahkanmu kepada kebaikan ke mana pun engkau menuju."

لِقَوْلِ الرَّسُولِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: "إِنَّ لُقْمَانَ الْحَكِيمَ قَالَ: إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى إِذَا اسْتَوْدَعَ شَيْئًا حَفِظَهُ"

Berdasarkan perkataan Rasulullah : "Sesungguhnya Luqman Al-Hakim berkata: 'Sesungguhnya Allah Ta'ala jika dititipi sesuatu, Dia akan menjaganya.'"

وَكَانَ يَقُولُ لِمَنْ يُشَيِّعُهُ: "أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكَ وَأَمَانَتَكَ، وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ"

Dan beliau bersabda kepada orang yang mengantarnya: "Aku menitipkan kepada Allah agamamu, amanahmu, dan akhir dari perbuatanmu."

Adab ini mengajarkan pentingnya berpamitan dan saling mendoakan saat akan bepergian. Hal ini menunjukkan tali silaturahmi yang kuat dan saling peduli antar sesama. Doa-doa yang dipanjatkan memiliki makna yang mendalam, yaitu memohon kepada Allah agar orang yang ditinggalkan dan yang pergi senantiasa dilindungi dan berada dalam kebaikan. Mengucapkan "أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكُمْ وَأَمَانَتَكُمْ وَخَوَاتِيمَ أَعْمَالِكُمْ" (Aku titipkan kepada Allah agamamu, amanahmu, dan akhir amalanmu) menunjukkan bahwa hal terpenting yang dititipkan adalah keimanan dan keselamatan di akhirat. Contohnya, seorang anak yang akan melanjutkan studi di luar negeri. Ia berpamitan kepada orang tua dan keluarganya, mencium tangan mereka, dan memohon doa. Orang tuanya pun mendoakan agar perjalanannya lancar, selamat, dan mendapat ilmu yang bermanfaat. Interaksi ini tidak hanya mempererat ikatan keluarga, tetapi juga menegaskan bahwa setiap perjalanan dimulai dan diakhiri dengan tawaqal (berserah diri) kepada Allah.


Adab ke-4:

أَنْ يَخْرُجَ إِلَى سَفَرِهِ فِي رُفْقَةِ ثَلَاثَةٍ أَوْ أَرْبَعَةٍ بَعْدَ اخْتِيَارِهِمْ مِمَّنْ يَصْلُحُونَ لِلسَّفَرِ مَعَهُ

4 - Keluar untuk bepergian ditemani tiga atau empat orang setelah memilih mereka dari orang-orang yang layak untuk bepergian bersamanya.

إِذِ السَّفَرُ كَمَا قِيلَ: مُخْبَرُ الرِّجَالِ، وَقَدْ سُمِّيَ سَفَرًا لِأَنَّهُ يُسْفِرُ عَنْ أَخْلَاقِ الرِّجَالِ

Karena bepergian, sebagaimana dikatakan: "Penguji karakter laki-laki", dan disebut "safar" (perjalanan) karena ia menyingkap akhlak (karakter) laki-laki.

لِقَوْلِ الرَّسُولِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: "الرَّاكِبُ شَيْطَانٌ وَالرَّاكِبَانِ شَيْطَانَانِ، وَالثَّلَاثَةُ رَكْبٌ"

Berdasarkan perkataan Rasulullah : "Orang yang berkendara sendirian adalah setan, dua orang yang berkendara adalah dua setan, dan tiga orang adalah rombongan."

وَقَوْلِهِ: "لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي الْوَحْدَةِ مَا أَعْلَمُ مَا سَارَ رَاكِبٌ بِلَيْلٍ وَحْدَهُ"

Dan sabdanya: "Seandainya manusia mengetahui apa yang ada dalam kesendirian, seperti yang aku ketahui, niscaya tidak ada seorang pengendara pun yang akan bepergian di malam hari sendirian."

Adab ini mengajarkan pentingnya bepergian bersama rombongan atau teman. Islam melarang bepergian sendirian, terutama di malam hari, karena dianggap rentan terhadap godaan setan dan bahaya fisik. Bepergian bersama rombongan tidak hanya memberikan keamanan, tetapi juga menjadi ajang untuk saling membantu, mengingatkan, dan mengenal karakter sesama. Ungkapan "safar menyingkap akhlak seseorang" sangat relevan, karena dalam perjalanan, sifat asli seseorang seringkali muncul. Contohnya, sekelompok mahasiswa yang melakukan kegiatan sosial di daerah terpencil. Mereka bepergian bersama-sama, saling menjaga, dan berbagi tugas. Saat ada salah satu anggota yang mengalami kesulitan, yang lain segera membantunya. Ini menunjukkan bahwa perjalanan mereka menjadi lebih aman, efektif, dan mempererat tali persaudaraan. Hadis-hadis Nabi menguatkan adab ini dengan tegas, menyarankan minimal tiga orang dalam satu rombongan untuk menghindari fitnah dan bahaya.


Adab ke-5:

أَنْ يُؤَمِّرَ الرَّكْبُ الْمُسَافِرُونَ أَحَدًا مِنْهُمْ يَتَوَلَّى قِيَادَتَهُمْ بِمَشُورَتِهِمْ

5 - Hendaknya rombongan musafir mengangkat salah seorang dari mereka untuk memimpin mereka dengan musyawarah mereka.

لِقَوْلِ الرَّسُولِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: "إِذَا خَرَجَ ثَلَاثَةٌ فِي سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ"

Berdasarkan perkataan Rasulullah : "Apabila tiga orang keluar dalam suatu perjalanan, hendaklah mereka mengangkat salah seorang di antara mereka sebagai pemimpin."

Adab ini menekankan pentingnya kepemimpinan dalam sebuah rombongan. Dengan menunjuk seorang pemimpin, perjalanan menjadi lebih terorganisir, pengambilan keputusan menjadi lebih mudah, dan potensi perselisihan dapat diminimalisir. Pemimpin yang dipilih haruslah orang yang bijaksana, bertanggung jawab, dan dapat dipercaya. Penunjukan pemimpin ini dilakukan secara musyawarah, bukan paksaan. Contohnya, sebuah keluarga yang melakukan perjalanan mudik. Ayah sebagai kepala keluarga secara otomatis menjadi pemimpin, atau jika rombongan terdiri dari teman-teman sebaya, mereka berdiskusi untuk menunjuk siapa yang paling cakap untuk memimpin perjalanan, mengatur jadwal, dan mengurus hal-hal teknis. Dalil dari hadis Nabi menunjukkan bahwa kepemimpinan adalah hal yang esensial, bahkan dalam skala kecil, untuk menciptakan ketertiban dan keberkahan. Ini selaras dengan prinsip syariat dalam menjaga kemaslahatan dan menghindari kekacauan.


Adab ke-6:

أَنْ يُصَلِّيَ قَبْلَ سَفَرِهِ صَلَاةَ الِاسْتِخَارَةِ

6 - Hendaknya shalat istikharah sebelum bepergian.

"لِتَرْغِيبِ الرَّسُولِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ فِي ذَلِكَ حَتَّى إِنَّهُ كَانَ يُعَلِّمُهُمْ إِيَّاهَا كَمَا يُعَلِّمُهُمُ السُّورَةَ مِنَ الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ وَفِي جَمِيعِ الْأُمُورِ"

"Karena anjuran Rasulullah dalam hal itu, bahkan beliau mengajarkan mereka shalat istikharah sebagaimana beliau mengajarkan mereka surat dari Al-Qur'anul Karim dan dalam segala urusan."

Adab ini mengajarkan salat istikharah sebagai persiapan spiritual sebelum memulai perjalanan. Salat istikharah adalah salat sunah dua rakaat untuk memohon petunjuk dari Allah dalam menentukan pilihan, termasuk dalam urusan bepergian. Dengan istikharah, seorang Muslim menyerahkan keputusannya kepada Allah, memohon agar diberikan yang terbaik. Contohnya, seorang karyawan yang ditawari pekerjaan di luar kota dan harus mempertimbangkan untuk pindah. Sebelum membuat keputusan, ia melaksanakan salat istikharah, memohon kepada Allah agar jika pekerjaan itu baik untuknya, maka dimudahkan jalannya, dan jika tidak, maka dijauhkan dan diganti dengan yang lebih baik. Adab ini menunjukkan bahwa seorang Muslim sejati selalu melibatkan Allah dalam setiap langkah kehidupannya, dan dalilnya sangat kuat karena Rasulullah sangat menekankan pentingnya istikharah dalam segala urusan.


Adab ke-7:

أَنْ يَقُولَ عِنْدَ مُغَادَرَتِهِ الْمَنْزِلَ: "بِسْمِ اللَّهِ، تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ، أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ، أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ، أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ"

7 - Mengucapkan ketika meninggalkan rumah: "Dengan nama Allah, aku bertawakal kepada Allah, dan tiada daya serta upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari tersesat atau disesatkan, dari tergelincir atau digelincirkan, dari menzalimi atau dizalimi, dari berbuat bodoh atau diperbodoh."

فَإِذَا رَكِبَ قَالَ: "بِسْمِ اللَّهِ وَبِاللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ، تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ، مَا شَاءَ اللَّهُ كَانَ، وَمَا لَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ، سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا، وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ، وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ

Maka apabila dia naik kendaraan, dia mengucapkan: "Dengan nama Allah, dengan (kekuatan) Allah, dan Allah Maha Besar. Aku bertawakal kepada Allah, dan tiada daya serta upaya kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Apa yang Allah kehendaki pasti terjadi, dan apa yang tidak Dia kehendaki tidak akan terjadi. Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan ini (kendaraan) bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى، وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى، اللَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا، وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dalam perjalanan kami ini kebaikan dan ketakwaan, dan amal perbuatan yang Engkau ridai. Ya Allah, mudahkanlah perjalanan kami ini, dan dekatkanlah bagi kami jaraknya.

اللَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ، وَالْخَلِيفَةُ فِي الْأَهْلِ وَالْمَالِ

Ya Allah, Engkaulah pendamping dalam perjalanan, dan penjaga bagi keluarga dan harta.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ، وَخَيْبَةِ الْمُنْقَلَبِ، وَسُوءِ الْمَنْظَرِ فِي الْمَالِ وَالْأَهْلِ وَالْوَلَدِ"

Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesulitan perjalanan, kesedihan pemandangan, kerugian dalam kembali, dan pemandangan yang buruk pada harta, keluarga, dan anak."

Adab ini memberikan doa-doa spesifik yang diajarkan Nabi untuk dibaca saat hendak bepergian. Doa-doa ini menunjukkan tawakal (berserah diri) sepenuhnya kepada Allah dan memohon perlindungan dari segala macam keburukan yang mungkin terjadi selama perjalanan. Doa ketika keluar rumah memohon perlindungan dari keburukan yang datang dari diri sendiri maupun orang lain. Sedangkan doa saat naik kendaraan dan selama perjalanan adalah permohonan agar perjalanan dimudahkan, keluarga yang ditinggalkan dijaga, dan terhindar dari segala bahaya. Contohnya, seorang sopir taksi online yang setiap hari bepergian. Sebelum memulai pekerjaannya, ia membaca doa keluar rumah. Saat sudah di dalam mobil, ia membaca doa naik kendaraan. Hal ini tidak hanya menjadi rutinitas, tetapi juga keyakinan bahwa keselamatan dan rezeki datang dari Allah semata. Doa-doa ini menjadi pelindung spiritual yang sangat efektif bagi seorang musafir.


Adab ke-8:

أَنْ يَخْرُجَ يَوْمَ الْخَمِيسِ أَوَّلَ النَّهَارِ

8 - Hendaknya berangkat pada hari Kamis di awal siang.

لِقَوْلِ الرَّسُولِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: "اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا"

Berdasarkan perkataan Rasulullah : "Ya Allah, berkahilah umatku pada pagi harinya."

وَلِمَا جَاءَ عَنْهُ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- فِي أَنَّهُ كَانَ يَخْرُجُ إِلَى سَفَرِهِ يَوْمَ الْخَمِيسِ

Dan karena apa yang diriwayatkan dari beliau bahwa beliau biasa berangkat bepergian pada hari Kamis.

Adab ini merujuk pada anjuran Nabi Muhammad untuk memulai perjalanan pada pagi hari dan hari Kamis. Pagi hari adalah waktu yang penuh berkah, sebagaimana disebutkan dalam hadis, dan Nabi sendiri memiliki kebiasaan untuk bepergian pada hari Kamis. Mengikuti sunah Nabi ini diharapkan akan mendatangkan keberkahan dan kelancaran dalam perjalanan. Contohnya, sebuah keluarga yang berencana untuk liburan atau mudik. Mereka memilih untuk berangkat pada pagi hari, atau bahkan subuh, pada hari Kamis. Selain menghindari kemacetan dan dapat menikmati suasana yang lebih tenang, mereka juga berharap mendapatkan keberkahan dan kemudahan dalam perjalanan, baik saat berangkat maupun saat kembali. Adab ini mengajarkan bahwa bahkan dalam hal memilih waktu, seorang Muslim berupaya meneladani Nabi demi mendapatkan ridha Allah.


Adab ke-9:

أَنْ يُكَبِّرَ عَلَى كُلِّ شَرَفٍ (مَكَانٍ عَالٍ)

9 - Mengucapkan takbir di setiap tempat yang tinggi.

لِقَوْلِ أَبِي هُرَيْرَةَ: إِنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ! إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُسَافِرَ فَأَوْصِنِي قَالَ: "عَلَيْكَ بِتَقْوَى اللَّهِ، وَالتَّكْبِيرِ عَلَى كُلِّ شَرَفٍ"

Berdasarkan perkataan Abu Hurairah: "Seorang laki-laki berkata: 'Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku ingin bepergian, maka berilah aku nasihat.' Beliau bersabda: 'Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah, dan bertakbir di setiap tempat yang tinggi.'"

Adab ini mengajarkan zikir spesifik saat berada di tempat tinggi selama perjalanan. Mengucapkan takbir ("Allahu Akbar") saat menaiki tanjakan atau tempat tinggi menunjukkan pengakuan akan kebesaran Allah, sekaligus pengingat bahwa keagungan Allah jauh melebihi segala sesuatu yang kita lihat di bawah. Sebaliknya, ketika melewati turunan atau tempat rendah, dianjurkan untuk bertasbih ("Subhanallah"). Contohnya, seorang musafir yang sedang mendaki gunung atau melewati jalan berkelok di pegunungan dengan mobil. Saat mobilnya menanjak, ia melafalkan "Allahu Akbar". Zikir ini menumbuhkan kesadaran spiritual dan menjaga hati dari kesombongan, serta mengingatkan bahwa segala kekuatan datang dari Allah. Hadis ini juga menguatkan bahwa takwa adalah bekal terbaik, dan zikir adalah bagian dari takwa.


Adab ke-10:

إِذَا خَافَ نَاسًا قَالَ: "اللَّهُمَّ إِنَّا نَجْعَلُكَ فِي نُحُورِهِمْ وَنَعُوذُ بِكَ مِنْ شُرُورِهِمْ"

10 - Jika takut kepada suatu kaum, dia mengucapkan: "Ya Allah, sesungguhnya kami menjadikan Engkau di tenggorokan mereka (menghadapi mereka), dan kami berlindung kepada-Mu dari kejahatan mereka."

لِقَوْلِ الرَّسُولِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ ذَلِكَ

Karena Rasulullah bersabda demikian.

Adab ini mengajarkan doa perlindungan ketika merasa terancam oleh orang lain dalam perjalanan. Doa ini adalah bentuk tawakal dan permohonan bantuan langsung kepada Allah, yang merupakan penjaga terbaik. Ungkapan "menjadikan-Mu di leher-leher mereka" adalah metafora untuk memohon agar Allah menahan atau menghalangi kejahatan mereka. Contohnya, seorang musafir yang melewati daerah rawan kriminalitas atau bertemu dengan orang-orang yang mencurigakan di perjalanan. Ia tidak mengandalkan kekuatannya sendiri, melainkan memanjatkan doa ini dengan yakin. Ini menunjukkan bahwa seorang Muslim selalu bersandar pada Allah dalam setiap situasi, terutama saat menghadapi bahaya. Hadis ini memberikan tuntunan praktis untuk menjaga keselamatan diri secara spiritual.


Adab ke-11:

أَنْ يَدْعُوَ اللَّهَ تَعَالَى فِي سَفَرِهِ وَيَسْأَلَ مِنْ خَيْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ

11 - Berdoa kepada Allah Ta'ala dalam perjalanannya dan memohon kebaikan dunia dan akhirat.

إِذِ الدُّعَاءُ فِي السَّفَرِ مُسْتَجَابٌ

Karena doa dalam perjalanan adalah mustajab (dikabulkan).

لِقَوْلِ الرَّسُولِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: "ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ"

Berdasarkan perkataan Rasulullah : "Tiga doa yang dikabulkan tanpa keraguan di dalamnya: doa orang yang terzalimi, doa musafir, dan doa orang tua atas anaknya."

Adab ini menekankan keistimewaan doa seorang musafir. Hadis Nabi dengan jelas menyatakan bahwa doa musafir adalah salah satu doa yang pasti dikabulkan oleh Allah. Hal ini karena dalam perjalanan seringkali seseorang merasa rentan, jauh dari kenyamanan rumah, dan lebih fokus kepada Allah. Oleh karena itu, bepergian adalah waktu yang sangat tepat untuk memperbanyak doa, memohon segala kebaikan di dunia dan akhirat. Contohnya, seorang yang sedang dalam perjalanan haji atau umrah. Ia memanfaatkan setiap momen di sepanjang perjalanannya untuk berdoa, memohon ampunan, kesehatan, dan rezeki yang berkah. Ia yakin bahwa doanya akan dikabulkan karena ia adalah seorang musafir. Ini adalah motivasi besar bagi seorang Muslim untuk memperbanyak ibadah doa saat bepergian, menjadikan perjalanan bukan sekadar destinasi, tetapi juga ibadah yang berharga.


Adab ke-12:

إِذَا نَزَلَ مَنْزِلًا قَالَ: "أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ"

12 - Jika singgah di suatu tempat, dia mengucapkan: "Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk-Nya."

وَإِذَا أَقْبَلَ اللَّيْلُ قَالَ: "يَا أَرْضُ، رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ، إِنِّي أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّكِ وَشَرِّ مَا فِيكِ، وَشَرِّ مَا خَلَقَ فِيكِ، وَشَرِّ مَا يَدِبُّ عَلَيْكِ، وَأَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شَرِّ أَسَدٍ وَأَسْوَدَ، وَمِنْ حَيَّةٍ وَعَقْرَبٍ، وَمِنْ سَاكِنِي الْبَلَدِ، وَمِنْ وَالِدٍ وَمَا وَلَدَ"

Dan apabila malam tiba, dia mengucapkan: "Wahai bumi, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah. Sesungguhnya aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu dan kejahatan apa yang ada padamu, dan kejahatan apa yang diciptakan di dalammu, dan kejahatan apa yang merayap di atasmu. Dan aku berlindung kepada Allah dari kejahatan singa dan ular hitam, dan dari ular dan kalajengking, dan dari penghuni negeri ini, dan dari orang tua dan apa yang dilahirkannya."

Adab ini mengajarkan doa perlindungan spesifik saat singgah di suatu tempat atau ketika malam tiba dalam perjalanan. Doa-doa ini adalah permohonan perlindungan dari segala jenis bahaya, baik yang terlihat maupun tidak terlihat, termasuk dari binatang buas, serangga berbisa, dan makhluk gaib seperti jin dan setan. Contohnya, sekelompok pekemah atau pendaki gunung yang mendirikan tenda di tengah hutan. Sebelum beristirahat, mereka membaca doa ini sebagai perlindungan dari Allah. Doa-doa ini menciptakan rasa aman dan ketenangan batin, karena seorang musafir menyadari bahwa Allah adalah pelindung sejati dari segala marabahaya yang mungkin mengancamnya di tempat asing. Dalilnya sangat jelas dari hadis-hadis Nabi yang menganjurkan zikir ini, menjadikannya praktik yang sangat dianjurkan.


Adab ke-13:

إِذَا خَافَ وَحْشَةً قَالَ: "سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ، رَبِّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ جُلِّلَتِ السَّمَوَاتُ بِالْعِزَّةِ وَالْجَبَرُوتِ"

13 - Jika takut akan kesendirian (atau kesepian), dia mengucapkan: "Maha Suci Raja Yang Maha Suci, Tuhan para malaikat dan Ruh (Jibril). Langit-langit diliputi dengan keperkasaan dan keagungan."

Adab memberikan doa khusus untuk mengatasi rasa takut dan kesepian saat bepergian. Perasaan takut dan kesepian sering kali muncul, terutama saat bepergian sendirian atau di tempat yang asing. Dengan membaca doa ini, seorang Muslim mengakui keagungan dan kekuasaan Allah yang jauh lebih besar dari segala rasa takutnya. Zikir ini berfungsi untuk menenangkan hati dan meneguhkan keyakinan. 

Contohnya, seorang musafir yang melakukan perjalanan jauh sendirian dan merasa kesepian di malam hari atau saat berada di tempat yang sepi. Ia dapat melafalkan zikir ini berulang kali untuk menguatkan hatinya dan menghilangkan rasa waswas. Ini mengajarkan bahwa dalam setiap kondisi emosional, seorang Muslim memiliki cara untuk kembali kepada Allah dan menemukan ketenangan.


Adab ke-14:

إِذَا نَامَ أَوَّلَ الْفَيْلِ افْتَرَشَ ذِرَاعَهُ، وَإِنْ أَعْرَسَ -أَيْ نَامَ آخِرَ اللَّيْلِ- نَصَبَ ذِرَاعَهُ وَجَعَلَ رَأْسَهُ فِي كَفِّهِ حَتَّى لَا يَسْتَثْقِلَ نَوْمَهُ فَتَفُوتَهُ صَلَاةُ الصُّبْحِ فِي وَقْتِهَا

14 - Jika dia tidur di awal malam, dia membentangkan lengannya (sebagai bantal), dan jika dia tidur di akhir malam (istirahatkan diri), dia menegakkan lengannya dan meletakkan kepalanya di telapak tangannya agar tidak terlalu nyenyak tidurnya sehingga melewatkan shalat Subuh pada waktunya.

Adab ini memberikan tuntunan praktis mengenai cara tidur bagi musafir, terutama untuk memastikan agar tidak terlewat salat Subuh. 

Tidur di awal malam bisa dilakukan dengan posisi normal, namun di akhir malam, disarankan untuk tidur dengan posisi yang tidak terlalu nyaman. Posisi ini, yaitu tidur dengan lengan ditekuk dan kepala di atas telapak tangan, bertujuan untuk menghindari tidur terlalu nyenyak. 

Contohnya, seorang musafir yang bermalam di masjid dalam perjalanan jauh. Ia tidur di awal malam dengan posisi biasa untuk istirahat optimal. Namun, menjelang waktu Subuh, ia memilih tidur dengan posisi ini agar mudah terbangun dan tidak terlewat salat. Adab ini menunjukkan betapa Islam sangat memerhatikan detail kehidupan seorang Muslim, bahkan dalam hal tidur, agar kewajiban utama, yaitu salat, tetap terjaga.


Adab ke-15:

إِذَا أَشْرَفَ عَلَى مَدِينَةٍ قَالَ: "اللَّهُمَّ اجْعَلْ لَنَا بِهَا قَرَارًا، وَارْزُقْنَا فِيهَا رِزْقًا حَلَالًا، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِ هَذِهِ الْمَدِينَةِ وَخَيْرِ مَا فِيهَا، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيهَا"

15 - Jika mendekati suatu kota, dia mengucapkan: "Ya Allah, jadikanlah bagi kami ketenangan di dalamnya, dan berilah kami rezeki yang halal di dalamnya. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kebaikan kota ini dan kebaikan apa yang ada di dalamnya, dan aku berlindung kepada-Mu dari kejahatannya dan kejahatan apa yang ada di dalamnya."

إِذْ كَانَ النَّبِيُّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَقُولُ ذَلِكَ

Karena Nabi biasa mengucapkan hal itu.

Adab ini mengajarkan doa saat memasuki suatu kota atau tempat tujuan. Doa ini adalah permohonan agar Allah menjadikan tempat yang baru itu penuh keberkahan, memberikan rezeki yang halal, dan melindungi dari segala keburukan yang ada di dalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa seorang Muslim tidak hanya bepergian untuk tujuan duniawi, tetapi juga selalu mengaitkan setiap langkahnya dengan permohonan kepada Allah. Contohnya, seorang mahasiswa baru yang tiba di kota tempat ia akan menuntut ilmu. Saat pertama kali menginjakkan kaki di kota itu, ia membaca doa ini dengan harapan agar studinya lancar, ia mendapatkan teman yang baik, dan terhindar dari pergaulan yang buruk. Adab ini menjadi pengingat bahwa setiap tempat yang kita singgahi, baik untuk sementara maupun permanen, harus selalu kita mohonkan keberkahannya dari Allah.


Adab ke-16:

أَنْ يُعَجِّلَ الْأَوْبَةَ وَالرُّجُوعَ إِلَى أَهْلِهِ وَبِلَادِهِ إِذَا هُوَ قَضَى حَاجَتَهُ مِنْ سَفَرِهِ

16 - Hendaknya mempercepat kepulangan dan kembali kepada keluarga dan negerinya jika dia telah menyelesaikan keperluannya dari perjalanannya.

لِقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: "السَّفَرُ قِطْعَةٌ مِنَ الْعَذَابِ يَمْنَعُ أَحَدَكُمْ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَنَوْمَهُ، فَإِذَا قَضَى أَحَدُكُمْ نَهْمَتَهُ -حَاجَتَهُ- مِنْ سَفَرِهِ فَلْيُعَجِّلْ إِلَى أَهْلِهِ"

Berdasarkan perkataannya : "Bepergian adalah sebagian dari azab, ia menghalangi salah seorang di antara kalian dari makanan, minuman, dan tidurnya. Maka apabila salah seorang di antara kalian telah menyelesaikan keperluannya dari perjalanannya, hendaklah ia segera kembali kepada keluarganya."

Adab ini menekankan pentingnya segera kembali ke rumah setelah urusan di perjalanan selesai. Hadis Nabi secara eksplisit menyebut safar sebagai "bagian dari azab" karena seringkali membawa kesulitan dan ketidaknyamanan. Oleh karena itu, kembali ke keluarga secepatnya adalah anjuran untuk mengakhiri kesulitan tersebut dan kembali menikmati ketenangan bersama orang-orang tercinta. Contohnya, seorang ayah yang pergi dinas kerja ke luar kota selama dua hari. Setelah urusan pekerjaan selesai di hari kedua, ia tidak menunda-nunda untuk kembali ke rumah, meskipun ada tawaran untuk jalan-jalan atau menginap lagi. Ia memilih untuk langsung pulang agar bisa berkumpul kembali dengan istri dan anak-anaknya. Adab ini menunjukkan prioritas seorang Muslim terhadap keluarga dan pentingnya keseimbangan antara kewajiban di luar dan di dalam rumah.


Adab ke-17:

إِذَا قَفَلَ رَاجِعًا كَبَّرَ ثَلَاثًا وَقَالَ: "آيِبُونَ تَائِبُونَ عَابِدُونَ لِرَبِّنَا حَامِدُونَ" وَيُكَرِّرُ ذَلِكَ

17 - Apabila kembali dari perjalanan, dia bertakbir tiga kali dan mengucapkan: "Kami kembali, bertaubat, beribadah, kepada Tuhan kami memuji." Dan dia mengulanginya.

لِفِعْلِهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- ذَلِكَ

Karena perbuatan beliau demikian.

Adab ini mengajarkan doa khusus saat kembali dari perjalanan. Mengucapkan takbir dan doa ini adalah bentuk syukur kepada Allah atas keselamatan dan kelancaran perjalanan. Perkataan"kembali, bertaubat, beribadah, dan memuji Rabb kami" adalah pengingat bahwa perjalanan telah selesai, dan seseorang kembali ke rutinitas ibadah dan kehidupan sehari-hari dengan hati yang baru. Contohnya, sekelompok jemaah haji atau umrah yang baru saja tiba di tanah air. Saat turun dari pesawat atau bus, mereka bertakbir tiga kali dan melafalkan doa ini. Ini menjadi penutup yang indah dari sebuah perjalanan ibadah, di mana mereka kembali dengan hati yang bersih, penuh rasa syukur, dan berjanji untuk terus meningkatkan ketakwaan. Adab ini menunjukkan bahwa setiap akhir perjalanan adalah awal dari sebuah babak kehidupan yang baru dengan semangat ibadah yang lebih tinggi.


Adab ke-18:

أَنْ لَا يَطْرُقَ أَهْلَهُ لَيْلًا، وَأَنْ يَبْعَثَ إِلَيْهِمْ مَنْ يُبَشِّرُهُمْ حَتَّى لَا يُفَاجِئَهُمْ بِمَقْدِمِهِ عَلَيْهِمْ

18 - Jangan mendatangi keluarganya di malam hari, dan hendaklah dia mengutus seseorang untuk memberi kabar gembira kepada mereka agar tidak mengejutkan mereka dengan kedatangannya.

فَقَدْ كَانَ هَذَا مِنْ هَدْيِ النَّبِيِّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-

Karena hal ini adalah dari petunjuk Nabi .

Adab ini melarang pulang mendadak di malam hari tanpa pemberitahuan kepada keluarga. Tujuannya adalah untuk menghindari kejutan yang tidak menyenangkan atau bahkan kekhawatiran yang timbul akibat kedatangan yang tak terduga. Anjuran Nabi untuk memberi kabar terlebih dahulu, meski melalui utusan, menunjukkan betapa pentingnya menjaga perasaan dan kenyamanan keluarga. Contohnya, seorang suami yang pulang dari tugas di luar kota. Ia tidak tiba-tiba mengetuk pintu di tengah malam, melainkan mengabari istrinya melalui telepon bahwa ia akan segera sampai. Atau, jika ia tiba di malam hari, ia menunggu hingga pagi hari untuk pulang. Hal ini memberikan waktu bagi keluarga untuk bersiap menyambut kedatangannya dan menghindari kecurigaan atau ketakutan. Adab ini mengajarkan pentingnya komunikasi dan empati dalam berinteraksi dengan keluarga.


Adab ke-19:

أَنْ لَا تُسَافِرَ الْمَرْأَةُ سَفَرَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ لَهَا

19 - Janganlah seorang wanita bepergian sejauh perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya.

لِقَوْلِ الرَّسُولِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: "لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ تُسَافِرُ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ عَلَيْهَا"

Berdasarkan perkataan Rasulullah : "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bepergian sejauh perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya."

Adab ini adalah salah satu hukum fikih yang penting mengenai perlindungan wanita dalam perjalanan. Syariat Islam melarang seorang wanita untuk bepergian jauh sendirian tanpa didampingi oleh mahramnya (suami atau kerabat yang tidak halal dinikahi). Tujuannya adalah untuk menjaga keselamatan, kehormatan, dan keamanan wanita dari segala bahaya yang mungkin terjadi, baik fisik maupun sosial. Dalilnya sangat tegas dari hadis Nabi yang secara langsung mengaitkan larangan ini dengan keimanan kepada Allah dan hari akhir. Contohnya, seorang wanita yang ingin pergi umrah. Ia harus didampingi oleh suami, ayah, atau saudara laki-lakinya. Atau seorang mahasiswi yang ingin melanjutkan studi di luar kota. Ia harus diantar oleh mahramnya hingga sampai di tujuan. Hukum ini bukan untuk mengekang, melainkan untuk memberikan perlindungan dan menjaga martabat wanita dalam masyarakat, sesuai dengan fitrah dan syariat Islam.


Penutupan Kajian


Alhamdulillah, tak terasa kita telah sampai di penghujung kajian kita ini. Semoga setiap perkataan, setiap makna, dan setiap pelajaran dari adab-adab bepergian yang telah kita selami bersama, tidak hanya berhenti di telinga dan pikiran kita, melainkan meresap ke dalam hati dan menggerakkan amal perbuatan kita.


Faedah dan Pelajaran Penting

Para hadirin yang dirahmati Allah,

Dari pembahasan kita malam ini, kita dapat menarik banyak faedah dan pelajaran penting yang sangat berharga dalam menjalani hidup ini:

  1. Kesempurnaan Islam: Kita semakin menyadari betapa sempurnanya agama kita, Islam. Tidak ada satu pun aspek kehidupan, sekecil apa pun, yang luput dari perhatian syariat, termasuk adab bepergian. Ini menunjukkan kasih sayang Allah kepada hamba-Nya, yang ingin segala aktivitas kita bernilai ibadah dan mendatangkan kebaikan.

  2. Kemudahan dalam Beribadah: Kita belajar tentang berbagai rukhsah (keringanan) yang Allah berikan kepada musafir. Ini adalah bukti nyata bahwa Allah tidak ingin memberatkan kita. Shalat qashar dan jamak, masbu khufain, hingga tayamum adalah bentuk kemudahan agar kita tetap bisa menjaga ketaatan di tengah tantangan perjalanan. Memahami dan mengamalkan rukhshah ini adalah wujud syukur kita atas kemurahan Allah.

  3. Pentingnya Doa dan Tawakal: Kita diingatkan betapa dahsyatnya kekuatan doa, terutama doa musafir yang mustajab. Setiap langkah, setiap keberangkatan, dan setiap persinggahan, kita diajarkan untuk selalu melibatkan Allah, memohon perlindungan, keberkahan, dan kebaikan. Ini menumbuhkan sikap tawakal dan ketergantungan penuh kepada-Nya.

  4. Ujian Akhlak dalam Safar: Perjalanan adalah cermin akhlak kita. Dalam kondisi lelah, jauh dari zona nyaman, karakter asli seseorang akan terlihat. Adab-adab ini membimbing kita untuk tetap menjaga kesabaran, keramahan, dan sikap tolong-menolong, bahkan di saat-saat paling menantang. Ini adalah kesempatan untuk mengasah diri dan meningkatkan kualitas pribadi.

  5. Menjaga Hak dan Silaturahim: Sebelum berangkat, kita diajarkan untuk menunaikan hak orang lain dan keluarga. Saat kembali, kita diingatkan untuk segera pulang ke keluarga dan bahkan memberi kabar terlebih dahulu. Ini menunjukkan bahwa ibadah tidak terpisah dari muamalah (interaksi sosial) dan tanggung jawab kita terhadap sesama, khususnya keluarga.


Harapan Penerapan dalam Kehidupan Sehari-hari

Saudaraku seiman,

Ilmu yang kita dapatkan malam ini tidak akan bermanfaat jika tidak kita terapkan dalam kehidupan. Oleh karena itu, harapan besar kami adalah:

  • Jadikan setiap perjalanan Anda bermakna ibadah. Niatkan perjalanan Anda untuk hal-hal yang diridai Allah, baik itu mencari rezeki yang halal, menuntut ilmu, bersilaturahim, atau menunaikan ibadah haji dan umrah.

  • Hidupkan kembali sunnah-sunnah Nabi dalam safar. Mulailah dengan doa saat keluar rumah, saat naik kendaraan, dan saat singgah. Amalkanlah shalat qashar dan jamak jika memenuhi syarat, karena itu adalah hadiah dari Allah.

  • Perhatikan adab sosial. Berpamitanlah dengan baik, mintalah doa, dan berusahalah menjadi teman perjalanan yang menyenangkan dan membantu.

  • Berprasangka baiklah kepada Allah. Dengan mengamalkan adab-adab ini, yakinlah bahwa Allah akan menjaga Anda, keluarga Anda, dan harta benda Anda.

Semoga dengan memahami dan mengamalkan adab-adab bepergian ini, setiap perjalanan kita, baik dekat maupun jauh, menjadi perjalanan yang penuh keberkahan, keselamatan, dan bernilai pahala di sisi Allah SWT. Semoga kita semua selalu dalam lindungan-Nya dan senantiasa istiqamah di jalan kebaikan.

Akhir kata, marilah kita tutup majelis ilmu kita ini dengan membaca doa: 

اللَّهُمَّ اجْعَلْنَا مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ بِرَحْمَتِكَ، وَاجْعَلْ خَيْرَ أَيَّامِنَا يَوْمَ نَلْقَاكَ، وَاخْتِمْ لَنَا بِالْإِيمَانِ وَحُسْنِ الْخَاتِمَةِ.

Ya Allah, jadikanlah kami termasuk penghuni surga dengan rahmat-Mu. Jadikanlah hari terbaik kami adalah hari ketika kami berjumpa dengan-Mu. Dan wafatkanlah kami dalam keadaan beriman serta dengan akhir yang baik.

وَاللَّهُ الْمُوَفِّقُ إِلَىٰ أَقْوَمِ الطَّرِيقِ.

Kita tutup kajian dengan doa kafaratul majelis:

🌿 سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.

Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci