Hadits: Orang Gila Tidak Dihukum Bila Berbuat Dosa

Bismillahirrahmanirrahim

الحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.

 Hadirin yang dirahmati Allah,

Marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah ﷻ atas segala nikmat-Nya, terutama nikmat iman, Islam, dan kesempatan untuk menuntut ilmu pada kesempatan yang mulia ini. Semoga salawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarga beliau, para sahabatnya, serta seluruh pengikutnya yang istiqamah hingga hari kiamat.

Hadirin yang berbahagia, dalam kehidupan bermasyarakat, sering kali kita menyaksikan berbagai fenomena hukum yang diterapkan secara tidak adil—baik karena ketidaktahuan, kesewenang-wenangan, atau karena hukum ditegakkan tanpa mempertimbangkan kondisi dan keadaan orang yang dijatuhi hukuman. Banyak orang dengan mudah menghakimi dan menuntut hukuman tanpa memahami kaidah-kaidah dasar dalam Islam. Bahkan, terkadang kita melihat hukum ditegakkan tanpa mempertimbangkan aspek syubhat (keraguan), sehingga berpotensi menzalimi seseorang.

Dalam Islam, penegakan hukum bukan hanya tentang memberikan hukuman, tetapi juga harus memperhatikan keadilan dan kehati-hatian. Jangan sampai seseorang dihukum karena kesalahan dalam proses hukum atau karena kondisi yang sebenarnya membebaskan dia dari hukuman. Inilah yang terjadi dalam kasus yang akan kita bahas hari ini, yaitu kisah seorang wanita gila yang dituduh berzina di masa Khalifah Umar bin Khattab رضي الله عنه dan bagaimana Sayyidina Ali رضي الله عنه memberikan pemahaman yang lebih mendalam dalam menegakkan keadilan.

Urgensi Tema Kajian Ini

Mengapa tema ini penting untuk kita kaji?

  1. Mencegah Kesewenang-wenangan dalam Penegakan Hukum – Banyak orang yang belum memahami prinsip bahwa hukuman had harus dihindari jika terdapat syubhat. Ini penting agar kita tidak tergesa-gesa dalam menilai dan menghukum seseorang.
  2. Menjaga Keadilan dalam Masyarakat – Islam mengajarkan prinsip bahwa hukum harus ditegakkan dengan adil, tanpa keberpihakan, dan dengan mempertimbangkan kondisi setiap individu yang terlibat.
  3. Meneladani Sikap Para Sahabat dalam Berhukum – Umar bin Khattab رضي الله عنه menunjukkan sikap pemimpin yang mau bermusyawarah dan menerima koreksi. Ini menjadi pelajaran bagi kita semua, khususnya bagi mereka yang memegang amanah sebagai hakim, pemimpin, atau orang yang berwenang dalam menegakkan hukum.

Apa yang Akan Didapatkan dari Kajian Ini?

Hadirin sekalian, insyaAllah dalam kajian ini kita akan:
✅ Memahami bagaimana Islam menegakkan keadilan dalam hukum, khususnya dalam kasus-kasus yang memiliki unsur syubhat.
✅ Mengetahui kaidah bahwa ada tiga golongan yang tidak dibebani tanggung jawab hukum dalam Islam.
✅ Mempelajari bagaimana para sahabat Rasulullah ﷺ menerapkan hukum dengan kebijaksanaan dan kehati-hatian.
✅ Meneladani sikap rendah hati dalam menerima kebenaran, sebagaimana yang dicontohkan oleh Umar bin Khattab رضي الله عنه.

Semoga dengan mengikuti kajian ini, kita semakin memahami bagaimana Islam mengajarkan keadilan dan bagaimana kita bisa menerapkan prinsip-prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari.

Mari kita simak pembahasan ini dengan hati yang terbuka dan semangat mencari ilmu.

-----

Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu 'anhuma, dia berkata:

أُتِيَ عُمَرُ بِمَجْنُونَةٍ، قَدْ زَنَتْ فَاسْتَشَارَ فِيهَا أُنَاسًا، فَأَمَرَ بِهَا عُمَرُ أَنْ تُرْجَمَ، فَمَرَّ بِهَا عَلَى عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ فَقَالَ: مَا شَأْنُ هَذِهِ؟ قَالُوا: مَجْنُونَةُ بَنِي فُلَانٍ زَنَتْ، فَأَمَرَ بِهَا عُمَرُ أَنْ تُرْجَمَ. قَالَ: فَقَالَ: ارْجِعُوا بِهَا، ثُمَّ أَتَاهُ فَقَالَ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ الْقَلَمَ قَدْ رُفِعَ عَنْ ثَلَاثَةٍ؛ عَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَبْرَأَ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَعْقِلَ؟ قَالَ: بَلَى، قَالَ: فَمَا بَالُ هَذِهِ تُرْجَمُ؟ قَالَ: لَا شَيْءَ، قَالَ فَأَرْسِلْهَا، قَالَ: فَأَرْسَلَهَا، قَالَ: فَجَعَلَ يُكَبِّرُ.

Dibawa kepada Umar seorang wanita gila yang telah berzina, lalu ia meminta pendapat beberapa orang tentangnya. Maka Umar pun memerintahkan agar wanita itu dirajam. Ketika wanita itu dibawa melewati Ali bin Abi Thalib, ia bertanya,

مَا شَأْنُ هَذِهِ؟

Apa urusan wanita ini?

Mereka menjawab,

مَجْنُونَةُ بَنِي فُلَانٍ زَنَتْ، فَأَمَرَ بِهَا عُمَرُ أَنْ تُرْجَمَ

Dia adalah wanita gila dari Bani Fulan yang telah berzina. Umar telah memerintahkan agar dia dirajam.”

Ali berkata,

ارْجِعُوا بِهَا

Kembalikan dia (kepada Umar).

Kemudian ia mendatangi Umar dan berkata,

: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ الْقَلَمَ قَدْ رُفِعَ عَنْ ثَلَاثَةٍ؛ عَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَبْرَأَ، وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَعْقِلَ؟

“Wahai Amirul Mukminin, tidakkah engkau mengetahui bahwa pena (taklif) telah diangkat dari tiga golongan: dari orang gila hingga ia sembuh, dari orang yang tidur hingga ia terbangun, dan dari anak kecil hingga ia berakal?”

Umar menjawab, بَلَى  Tentu.”

Ali berkata,

فَمَا بَالُ هَذِهِ تُرْجَمُ؟

Lalu mengapa wanita ini dirajam?

Umar menjawab,

لَا شَيْءَ،

Tidak ada alasan (untuk tetap merajamnya).”

Ali berkata,

فَأَرْسِلْهَا

Maka bebaskanlah dia.”

Umar pun membebaskannya. Umar kemudian bertakbir.

HR Abu Daud (4399)

Maraji: https://dorar.net/hadith/sharh/30893


Syarah Hadits


 Nabi menganjurkan agar hukuman had dihindari karena adanya syubhat. Dalam hadis ini, Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengabarkan bahwa:

أُتِيَ عُمَرُ بِمَجْنُونَةٍ قَدْ زَنَتْ

"Telah didatangkan kepada Umar seorang wanita gila yang telah berzina."

Artinya, orang-orang membawanya agar Umar memutuskan hukumnya berdasarkan Kitabullah. Sebab, pada waktu itu, ia adalah khalifah kaum Muslimin dan pemegang kekuasaan.

فَاسْتَشَارَ فِيهَا أُنَاسًا

"Lalu, ia meminta pendapat kepada beberapa orang,"

Artinya, ia meminta nasihat dan bermusyawarah dengan orang-orang di sekitarnya mengenai perkaranya.

فَأَمَرَ بِهَا عُمَرُ أَنْ تُرْجَمَ

"Kemudian Umar memerintahkan agar wanita itu dirajam."

Artinya, setelah bermusyawarah, ia memutuskan bahwa wanita itu harus dirajam. Ini menunjukkan bahwa wanita tersebut berstatus muhshan (telah menikah). Dikatakan bahwa mungkin Umar radhiyallahu ‘anhu ingin menegakkan hukuman had atas wanita ini karena dia terkadang mengalami kegilaan, namun terkadang sadar kembali. Umar radhiyallahu ‘anhu berpandangan bahwa hukuman had tidak boleh gugur darinya hanya karena ia mengalami kegilaan sesekali, sebab perzinaan itu terjadi saat ia dalam keadaan sadar.

Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:

 فَمَرَّ بِهَا عَلَى عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ

"Kemudian wanita itu dibawa melewati Ali bin Abi Thalib."

Artinya, orang-orang yang membawanya keluar dari tempat Umar radhiyallahu ‘anhu melewati Ali radhiyallahu ‘anhu.

Maka Ali radhiyallahu ‘anhu berkata:

مَا شَأْنُ هَذِهِ؟

"Apa urusan wanita ini?"

Artinya, apa perkaranya? Apa kesalahannya? Mengapa dia dijatuhi hukuman had?

Mereka menjawab:

: مَجْنُونَةُ بَنِي فُلَانٍ زَنَتْ، فَأَمَرَ بِهَا عُمَرُ أَنْ تُرْجَمَ

"Wanita gila dari Bani Fulan telah berzina, lalu Umar memerintahkan agar ia dirajam."

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuما melanjutkan:

ارْجِعُوا بِهَا، ثُمَّ أَتَاهُ

"Maka Ali berkata: ‘Kembalikan dia!’ Lalu Ali menemui Umar."

Artinya, Ali radhiyallahu ‘anhu memerintahkan orang-orang untuk mengembalikan wanita itu dan menunda pelaksanaan hukuman had atasnya. Kemudian ia pergi menemui Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu.

Ali berkata:

يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ الْقَلَمَ قَدْ رُفِعَ عَنْ ثَلَاثَةٍ

"Wahai Amirul Mukminin, tidakkah engkau tahu bahwa pena (taklif) diangkat dari tiga golongan?"

Artinya, Allah mengangkat beban hukum dan hukuman dari tiga kelompok manusia:

عَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَبْرَأَ

"Dari orang gila hingga ia sembuh dan sadar,"

Artinya, hingga ia pulih dari kegilaannya dan kembali berakal sehat.

وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ

"Dari orang yang tidur hingga ia bangun,"

وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَعْقِلَ؟

"Dan dari anak kecil hingga ia baligh?"

Artinya, hingga ia mencapai usia dewasa dan memahami tanggung jawab.

Ini adalah bentuk pengingatan dari Ali radhiyallahu ‘anhu kepada Umar radhiyallahu ‘anhu tentang hadis Rasulullah .

Umar berkata:

بَلَى

"Benar."

Artinya, ia mengakui bahwa ia mengetahui hal itu.

Ali berkata:

فَمَا بَالُ هَذِهِ تُرْجَمُ؟

"Lalu, mengapa wanita ini harus dirajam?"

Artinya, Ali radhiyallahu ‘anhu mengingkari hukuman rajam terhadap wanita ini.

Umar berkata:

لَا شَيْءَ

"Tidak ada alasan lagi."

Artinya, sekarang ia memahami bahwa tidak ada dasar untuk menjatuhkan hukuman tersebut atasnya.

Ali berkata:

فَأَرْسِلْهَا

"Maka, bebaskan dia!"

Artinya, Ali radhiyallahu ‘anhu meminta agar Umar membatalkan hukuman tersebut dan membiarkannya pergi.

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:

فَأَرْسَلَهَا

"Maka, Umar membebaskannya."

Artinya, Umar radhiyallahu ‘anhu membiarkannya pergi tanpa hukuman karena kondisinya yang gila.

"Lalu, Umar bertakbir."

Artinya, Umar radhiyallahu ‘anhu mengucapkan takbir dengan gembira karena Ali radhiyallahu ‘anhu telah mengoreksinya dan mencegahnya dari kesalahan dalam keputusan hukum. Umar radhiyallahu ‘anhu memang dikenal sebagai seseorang yang selalu kembali kepada kebenaran ketika diingatkan.



Pelajaran dari Hadits ini


 

1. Prinsip Menghindari Hukuman Had dengan Syubhat

  • Nabi ﷺ menganjurkan agar hukuman had dihindari jika terdapat syubhat (keraguan).
  • Umar radhiyallahu ‘anhu awalnya memutuskan hukuman berdasarkan pemahaman yang ia miliki, tetapi ketika Ali radhiyallahu ‘anhu mengingatkan tentang syubhat dalam kasus wanita gila tersebut, ia menerima koreksi tersebut.
  • Ini menunjukkan bahwa Islam sangat berhati-hati dalam menjatuhkan hukuman yang berat, terutama yang berkaitan dengan had (hukuman tetap dalam Islam).

2. Kewajiban Musyawarah dalam Pengambilan Keputusan

  • Umar radhiyallahu ‘anhu, sebagai seorang pemimpin, tidak langsung memutuskan sendiri tetapi terlebih dahulu meminta pendapat dari orang-orang di sekitarnya.
  • Ini menunjukkan bahwa dalam masalah besar, terutama yang menyangkut hukuman, pemimpin harus mencari nasihat dan tidak bertindak tergesa-gesa.

3. Kedudukan Ilmu dalam Memutuskan Hukum

  • Ali radhiyallahu ‘anhu menunjukkan pemahamannya yang mendalam tentang hukum Islam dengan mengingatkan Umar radhiyallahu ‘anhu akan hadis Nabi ﷺ bahwa "pena (taklif) diangkat dari tiga golongan".
  • Seorang pemimpin atau hakim tidak boleh hanya mengandalkan keputusan pribadi tanpa merujuk pada ilmu syariat yang benar.

4. Keadilan dalam Penerapan Hukum Islam

  • Islam tidak memberikan hukuman kepada orang yang tidak memiliki akal yang sehat atau yang tidak memiliki kesadaran penuh terhadap perbuatannya.
  • Ini menunjukkan bahwa dalam Islam, hukuman tidak diterapkan secara sembarangan, tetapi mempertimbangkan kondisi individu yang dikenai hukuman.

5. Menghormati Perbedaan Pendapat dan Kembali kepada Kebenaran

  • Umar radhiyallahu ‘anhu, meskipun sudah mengambil keputusan, bersedia dikoreksi oleh Ali  radhiyallahu ‘anhu.
  • Hal ini menunjukkan sikap rendah hati dan kesediaan untuk menerima kebenaran ketika ditunjukkan dalil yang lebih kuat.
  • Seorang pemimpin harus bersikap terbuka terhadap masukan dan tidak bersikap otoriter dalam menetapkan hukum.

6. Hukuman Had Tidak Berlaku bagi Orang yang Tidak Bertanggung Jawab atas Perbuatannya

  • Hadis ini menegaskan bahwa ada tiga golongan yang tidak dibebani tanggung jawab hukum:
    1. Orang gila, sampai ia sembuh.
    2. Orang yang tidur, sampai ia bangun.
    3. Anak kecil, sampai ia baligh.
  • Ini menjadi dasar penting dalam fikih Islam bahwa seseorang yang tidak memiliki kapasitas mental yang cukup tidak bisa diminta pertanggungjawaban atas tindakannya.

7. Kesalahan Bisa Terjadi pada Siapa Saja, Termasuk Pemimpin

  • Meskipun Umar radhiyallahu ‘anhu adalah salah satu sahabat yang paling cerdas dan berilmu, ia tetap bisa melakukan kesalahan dalam penilaian hukumnya.
  • Namun, yang lebih penting adalah kesediaannya untuk mengoreksi keputusan ketika diberikan penjelasan yang lebih benar.

8. Takbir sebagai Bentuk Syukur atas Kebenaran

  • Setelah menerima koreksi dari Ali radhiyallahu ‘anhu, Umar radhiyallahu ‘anhu bertakbir sebagai bentuk syukur kepada Allah.
  • Ini menunjukkan bahwa mendapatkan pemahaman yang benar dalam agama adalah sesuatu yang patut disyukuri.

 


Penutup Kajian


Hadirin sekalian yang dirahmati Allah,

Alhamdulillah, kita telah menyelesaikan kajian yang penuh manfaat ini. Semoga ilmu yang kita peroleh semakin memperkuat pemahaman kita tentang bagaimana Islam menegakkan keadilan dalam hukum dan bagaimana kita sebagai umat Islam harus bersikap dalam menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan penegakan hukum.

Dari hadits yang telah kita pelajari, ada beberapa pelajaran penting yang dapat kita ambil:

  1. Islam Menjunjung Tinggi Keadilan
    Islam tidak hanya menekankan penegakan hukum, tetapi juga memastikan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan. Setiap keputusan hukum harus dilakukan dengan penuh pertimbangan dan kehati-hatian agar tidak terjadi kezaliman.

  2. Prinsip Menghindari Hukuman Had dengan Syubhat
    Dalam kasus wanita gila yang berzina, kita melihat bagaimana Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu mengingatkan bahwa ada tiga golongan yang tidak dibebani tanggung jawab hukum, salah satunya adalah orang yang kehilangan akal (gila). Ini menunjukkan bahwa dalam Islam, jika ada keraguan (syubhat) dalam suatu perkara, maka hukuman had harus dihindari.

  3. Sikap Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu sebagai Pemimpin yang Adil
    Umar radhiyallahu 'anhu menunjukkan sikap seorang pemimpin yang tidak merasa paling benar, tetapi mau bermusyawarah dan menerima kebenaran dari orang lain. Ini adalah teladan bagi kita semua, terutama bagi mereka yang memiliki tanggung jawab dalam memimpin atau menegakkan hukum.

  4. Kewajiban Berhati-hati dalam Menilai dan Menghakimi Orang Lain
    Jangan terburu-buru menghakimi atau menghukum seseorang sebelum memahami keadaan sebenarnya. Islam mengajarkan prinsip tabayyun (klarifikasi) sebelum mengambil keputusan.

Saran, Nasihat, dan Harapan bagi Peserta Kajian

Hadirin yang dimuliakan Allah,
Setelah mengikuti kajian ini, ada beberapa hal yang bisa kita jadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari:

Mari kita menjadi pribadi yang adil dan berhati-hati dalam menilai seseorang. Jangan mudah menuduh, mencela, atau memberikan hukuman sebelum memahami duduk perkara secara menyeluruh.

Jadikan Umar bin Khattab رضي الله عنه sebagai teladan dalam mencari kebenaran. Ketika ditegur oleh Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه, beliau langsung menerima dan bertakbir sebagai bentuk syukur atas kebenaran yang didapatkan. Sikap ini patut kita contoh, terutama dalam kehidupan sosial dan profesional kita.

Pahami dan terapkan prinsip syariah dalam kehidupan kita. Islam bukan hanya agama yang mengatur ibadah, tetapi juga memiliki sistem hukum yang sempurna yang berlandaskan keadilan dan kasih sayang.

Sebarkan ilmu yang telah kita pelajari hari ini. Jangan biarkan ilmu ini hanya berhenti pada kita, tetapi sampaikan kepada orang lain agar semakin banyak yang memahami prinsip-prinsip keadilan dalam Islam.

Doa dan Penutup

Semoga ilmu yang kita dapatkan hari ini menjadi amal jariyah yang terus mengalir pahalanya. Semoga Allah ﷻ menjadikan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang selalu menegakkan keadilan, berhati-hati dalam menghukum, dan selalu berusaha mencari kebenaran dalam setiap urusan.

Mari kita tutup majelis ini dengan doa kafaratul majelis ..


سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.


Tampilkan Kajian Menurut Kata Kunci